Disampaikan oleh :
RAMDAN SUKMAWAN, M.Hum.
SEJARAH LAHIRNYA
PSIKOLINGUISTIK
2. Tahap Linguistik
A. Aliran Behaviorisme
B.F. Skinner
B. Mentalisme
Chomsky
Universal bahasa pemelorehan bahasa
*Mengapa anak di mana pun juga memperoleh bahasa dengan
memakai strategi yang sama.
Neurolingistik :
- Struktur otak manusia berbeda dengan primat lain
- Otak manusia dikhususkan untuk kebahasaan
- Mulut manusia strukturnya memungkinkan mengeluarkan
bunyi
3. Tahap Kognitif
Peran kognisi dan landasan biologis manusia dalam pemerolehan
bahasa
Perolehan bahasa pada manusia bukan penguasaan komponen
bahasa dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip kognitif.
Tata bahasa, tidak dipandang sebagai sesuatu yang terlepas dari
kognisi manusia karena konstituen dalam suatu ujaran, namun
mencerminkan realita psikologi manusia.
*Ujaran bukanlah suatu urutan bunyi yanglinier tetapi urutan bunyi
yang membentuk unit-unit konstituen yang hierarkhis dan masingmasing unit ini adalah realita psikologis*
Psikolinguistik
*Studi tentang bahasa dan minda
*Studi tentang proses-proses mental
dalam pemakaian bahasa
Ilmu yang mempelajari proses-proses
mental yang dilalui oleh manusia dalam
berbahasa.
KODRAT BAHASA
Tidak ada alasan mengapa suatu benda kita namakan nasi dan
suatu perbuatan kita namakan lari. Kaitan ini semata-mata
merupakan konvensi, persetujuan, di antara para pemakai
bahasa.
BAGAIMANA MANUSIA
MEMPERSEPSI UJARAN
PERSEPSI TERHADAP UJARAN
MODEL PERSEPSI UJARAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBANTU
MANUSIA MEMPERSEPSI UJARAN
Bunyi
yang
dikeluarkan
oleh
manusia
ditransmisikan ke telinga pendengar melalui
gelombang udara. Pada saat suatu bunyi
dikeluarkan, udara tergetar olehnya dan
membentuk semacam gelombang. Gelombang
yang membawa bunyi ini bergerak dari depan
mulut pembicara ke arah telinga pendengar.
Dengan mekanisme yang ada pada telinga,
manusia menerima bunyi ini dan dengan melalui
syaraf-syaraf sensori bunyi ini kemudian dikirim
ke otak kita untuk diproses dan kemudian
ditangkapnya.
Tahap Auditori
Pada tahap ini manusia menerima ujaran
sepotong demi sepotong. Ujaran ini kemudian
ditangkap dari segi fitur akustiknya. Konsepkonsep seperti titik artikulasi, cara artikulasi, fitur
distingtif, dan VOT sangat bermanfaat di sini
karena ilwal seperti inilah yang memisahkan satu
bunyi dari bunyi yang lain. Bunyi-bunyi dalam
ujaran itu kita simpan dalam memori auditori kita.
Tahap Fonetik
Bunyi-bunyi itu kemudian kita identifikasi. Dalam
proses mental kita, seandainya ujaran itu adalah
Bukan nangka, maka mental kita menganalisis
bunyi /b/ terlebih dahulu dan menentukan bunyi
apa yang kita dengar itu dengan memperhatikan
hal-hal seperti titik artikulasi, cara artikulasi, dan
fitur distingtifnya. Segmen-segmen bunyi ini
kemudian kita simpan di memori fonetik.
Tahap Fonologis
Pada tahap ini mental kita menerapkan aturan
fonologis pada deretan bunyi yang kita dengar
untuk menentukan apakah bunyi-bunyi tadi
sudah mengikuti aturan fonotaktik yang ada
pada bahasa kita.
Untuk bahasa Inggris, bunyi // tidak mungkin
memulai suatu suku kata. Karena itu, penutur
Inggris pasti tidak akan menggabungkannya
dengan suatu vokal.
MODEL COHORT
MODEL PERSEPSI UJARAN
Bagaimana Manusia
Memahami Ujaran
1. Komprehensi
yang
berkaitan
dengan
pemahaman atas ujaran yang kita dengar.
Komprehensi dapat didefinisikan sebagai suatu
proses
mental
di
mana
pendengar
mempersepsi bunyi yang dikeluarkan oleh
seorang pembicara dan memakai bunyi-bunyi
itu untuk membentuk suatu interpretasi tentang
apa yang kiranya dimaksud oleh pembicara
tadi. Secara mudah dapat dikatakan bahwa
komprehensi adalah pembentukan makna dari
bunyi
Pengetahuan Universal
Pengetahuan umum bahwa gajah berbadan
besar membuat kita menganggap gajah yang
berukuran seekor kambing adalah gajah kecil.
Sebaliknya, pengetahuan kita bahwa semut
berbadan kecil membuat kita berkata bahwa
semut yang panjangnya dua sentimeter adalah
semut yang besar, dsb.
Dengan demikian, ungkapan gajah kecil dan
semut besar harus difahami dalam kontkes
tentang pengetahuan dunia.
Pengetahuan Lokal
Pengetahuan tentang dunia yang sifatnya tidak
universal adalah pengetahuan lokal atau spesifik
yang terdapat pada budaya atau masyarakat
tertentu.
Dalam budaya Jawa, malam Jumat kliwon
adalah malam yang menyeramkan karena pada
malam ini banyak setan, jin, dan orang halus lain
menampakan diri.
Kalimat Ini malam Jumat kliwon, kan? Dipahami
sebagai suatu pertanyaan yang mempunyai
implikasi spiritual yang menakutkan.
Pengetahuan Aksidental
Adanya suatu peristiwa dalam sejarah kehidupan
suatu masyarakat sehingga hanya orang-orang
yang mengetahuinya dari sumber-sumber lainlah
yang dapat memahaminya.
Kalimat Awas jangan macam-macam kamu, kalau
tidak mau dimunirkan.
2. Faktor Sintaktik
Kita memakai strategi-strategi sintaktik untuk
membantu kita memahami suatu ujaran. Ada
enam strategi yang kita pakai.
Pertama
Setelah kita mengidentifikasi kata pertama dari
suatu konstituen yang kita dengar, proses mental
kita akan mulai mencari kata lain yang selaras
dengan kata pertama dalam konstituen tersebut.
Konstituen adalah pemotongan kalimat menjadi
bagian-bagian yang akhirnya tidak ada lagi yang
dapat dipotong menjadi lebih kecil.
Seandainya kata pertama yang kita dengar adalah
orang, maka kita mencari kata lain yang secara
sintaksis bisa berkolokasi dengan kata ini. Katakata ini bisa tua, besar, bodoh, atau itu.
Kedua
Setelah mendengar kata yang pertama dalam suatu
konstituen, perhatikan apakah kata berikutnya
mengakhiri konstruksi itu. Seandainya setelah kata
orang muncullah kata yang, maka kita berkesimpulan
bahwa konstruksi orang yang tidak mungkin
membentuk suatu konstituen. Karena itu, benak kita
masih mengharapkan adanya kata atau kata-kata lain
yang mengikutinya lagi. Karena secara intuitif kita juga
tahu bahwa kata yang pastilah membentuk anak
kalimat maka kita mengharapkan munculnya anak
kalimat itu. Begitu anak kalimat tadi muncul, mis,
Orang yang mencari kamu legalah kita karena dengan
adanya anak kalimat ini maka telah terciptalah suatu
FN.
Ketiga
Setelah kita mendengar suatu verba, carilah macam
serta jumlah argumen yang selaras dengan verba
tersebut.
Argumen adalah ihwal atau ihwal-ihwal yang
dibicarakan.
Jika verba yang kita dengar adalah, verba me- mukul,
maka kita pasti mengharapkan adanya satu argumen,
yakni, benda atau makhluk yang dipukul. Jadi, setelah
kita mendengar ungkapan Dia memukul .. pastilah
kita mengharapkan sebuah nomina seperti pencuri
atau meja karena tidak mungkin ada suatu kalimat
yang berakhir pada verba seperti pada Dia memukul
..
Keempat
Tempelkanlah tiap kata baru pada kata yang baru saja
mendahuluinya. Strategi ini berkaitan dengan
kenyataan bahwa wujud kalimat memang dalam
bentuk linear sehingga kata yang mengikuti biasanya
menjelaskan kata yang mendahuluinya. Misalnya,
Buku sejarah kebudayaan Indonesia.
a.Ini apa? buku
b.Buku apa? buku sejarah
c.Sejarah apa? sejarah kebudayaan
d.Kebudayaan bangsa mana? kebudayaan bangsa
Indonesia
Kelima
Pakailah kata atau konstituen pertama dari suatu
klausa untuk mengidentifikasi fungsi dari klausa
tersebut. Seandainya kata yang kita dengar adalah
jika, meskipun, atau ketika, maka pastilah akan ada
klausa induk dalam kalimat tersebut. Contoh:
Jika kamu setuju,
Ketika kami di Jakarta,
Keenam
Pada bahasa tertentu seperti bahasa Inggris, afiks
juga dapat memberikan bantuan dalam pemahaman.
I know the boys cook
I know the boys cooked
Dalam bahasa lisan pemahaman apakah anak-anak
itu mempunyai juru masak atau malah mereka sendiri
yang masak tergantung pada ada-tidaknya afiks ed
sesudah cook. Tanpa afiks ini, kita pahami bahwa
anak-anak itu mempunyai juru masak dan saya kenal
dengan juru masak itu. Dengan afiks ed, pengertian
kita adalah bahwa anak-anak itu melakukan masakmemasak sendiri.
3. Faktor Semantik
Kita
juga
memakai
strategi-strategi
semantik untuk membantu kita memahami
suatu ujaran. Ada lima strategi yang kita
pakai.
Pertama
Pakailah nalar dalam memahami ujaran.
Kita hidup dalam masyarakat yang memiliki
persepsi yang sama tentang banyak hal. Kita
misalnya, pasti sama-sama memahami bahwa di
dunia ini kucing mengejar tikus, dan bukan
sebaliknya. Dengan pengetahuan seperti ini maka
kalau kita diberi proposisi yang berkaitan dengan
seekor tikus, seekor kucing, dan perbuatan
mengejar, pastilah kita berpikir bahwa kalimat
yang kita dengar seperti (1) dan bukan (2)
Kedua
Carilah konstituen yang memenuhi syarat-syarat
semantik tertentu.
Kalau kita mendengar kata mencarikan, pastilah
akan muncul dalam benak kita konsep-konsep
semantik yang berkaitan dengan kata ini, yakni;
a.Pasti harus ada pelaku perbuatan
b.Pasti ada objek yang dicari
c.Pasti ada orang lain yang dicarikan apa pun
yang dicari itu.
Ketiga
Apabila ada urutan kata N V N, maka N yang
pertama adalah pelaku perbuatan, kecuali ada tandatanda lain yang mengingkarinya. Dalam kalimat
Dia nabrak polisi
dia adalah pelaku perbuatan. Akan tetapi, bila
verbanya telah ditandai oleh afiks tertentu, misalnya,
prefiks di-, sehingga kalimatnya menjadi
Dia ditabrak polisi
kata dia tidak lagi menjadi pelaku perbuatan.
Keempat
Bila dalam wacana kita temukan pronomina seperti
dia, mereka, atau kami, mundurlah dan carilah
antesiden untuk pronomina ini. Dalam suatu wacana
berikut
Waktu itu saya, Neva, dan Dimas sedang di
perpustakaan. Tiba-tiba kami dikejutkan oleh adanya
ular besar
kita temukan pronomina kami pada kalimat kedua.
Pada saat kita membaca atau mendengar kata ini,
kita otomatis pasti akan mundur untuk mencari
antesiden dari pronomina ini, dan kita temukan tiga
orang, yakni, saya, Neva, dan Dimas.
Kelima
Informasi lama biasanya mendahului informasi baru.
Dalam kita berujar, ada informasi-informasi yang kita
anggap ada pada kesadaran si pendengar pada saat
dia mendengarkan. Informasi seperti ini dinamakan
informasi lama. Setelah informasi lama dinyatakan,
barulah informasi baru diberikan. Waktu kita berkata
Bram menikahi Dita 23 Oktober 2014.
pastilah kita berasumsi bahwa pendengar menyadari
akan referen yang dimaksud dengan Bram. Ini
merupakan informasi lama yang diasumsikan
diketahui oleh pendengar. Baru setelah informasi
lama ini disampaikan, pembicara memberikan
informasi baru, yakni bahwa orang tadi menikahi Dita
23 Oktober 2014.
PENYIMPANAN KATA
menentukan
apakah empat bunyi yang kita dengar itu, /p/
/e/ /n/ /a/, adalah kata dalam bahasa kita.
Penentuan ini didasarkan pada kompetensi kita
sebagai penutur bahasa Indonesia yang secara
intuitif tahu bahwa urutan bunyi seperti itu
memang mengikuti kaidah fonotaktik bahasa kita
atau tidak; artinya, apakah urutan bunyi seperti
di atas membentuk wujud yang pantas dalam
bahasa kita. Seandainya urutannya adalah /n/
/p/ /e/ /a/ -- npea bagaimana?
3. Kita harus membandingkan dengan bendabenda lain yang fitur-fiturnya tumpang tindih
dengan fitur-fitur ini,
misalnya, pensil, kapur, spidol, stabilo, dsb.
Pena dan pensil, misalnya, memiliki bentuk fisik
yang mirip dan fungsinya pun juga boleh
dikatakan sama, yakni, untuk menulis. Namun
ada fitur lain yang membuat kedua benda ini
berbeda yang satu mudah dihapus, yang
lainnya tidak, dst.
Aturan
mengenai
mana
yang
dapat
bergabung dengan mana, ada pada
kompetensi tiap penutur asli. Hal ini pulalah
yang menyebabkan kita menolak kata-kata
seperti merestukan.
3. Keterkaitan semantik
Kata tertentu membawa keterkaitan makna yang
lebih dekat kepada kata tertentu yang lain dan bukan
kepada kata tertentu yang lainnya lagi.
Kalau kita diberi kata besar, maka tidak mustahil kita
dapat dengan cepat meretrif kata kecil.
Begitu pula kalau diberi kata burung, kita mungkin
saja akan cepat mengasosiasikannya dengan beo
atau perkutut.
Kata beo akan lebih cepat memunculkan kata burung
daripada binatang karena jarak semantik antara
burung dengan beo lebih dekat daripada beo dengan
binatang
4.
Kategori gramatikal
Ada kecenderungan bahwa kata-kata disimpan
berdasarkan kategori sintaktiknya.
Hal ini terlihat dari kilir lidah yang selalu terwujud
dalam kategori sintaktik yang sama. Suatu kata
yang terkilir selalu digantikan oleh kata yang
memiliki kategori sintaktik yang sama nomina
oleh nomina, verba oleh verba, dst.
Alih-alih berkata mencari nafkah orang bisa
terkilir dan berkata mencuri nafkah di mana
verba mencari telah diganti dengan verba lain,
yakni, mencuri. Dalam hal ini tidak mungkin
verba diganti dengan nomina pencuri, pencurian,
pencari, atau pencarian.
5. Faktor fonologi
Morfem yang bunyinya sama atau mirip
disimpan pada tempat-tempat yang berdekatan.
Hal ini terbukti pada gejala lupa-lupa ingat.
Kata yang kita lupa-lupa ingat memiliki ciri-ciri
berikut:
1. Jumlah suku katanya sama dengan kata yang
sebenarnya.
2. Konsonan pertama untuk kata itu selalu sama
dengan konsonan pertama aslinya.
3. Bunyi kata itu mirip dengan bunyi kata aslinya.
1. Teori fitur
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pelaksanaan
Tindak Ujar
mulai
2.Tindak
ilokusioner
merupakan
tindak
melakukan sesuatu dengan maksud dan
fungsi tertentu pula. Tuturan ada maling
bukan semata-mata dimaksudkan untuk
memberitahu mitra tutur bahwa pada saat
peristiwa tuturan ada maling. Namun lebih
dari itu penutur menginginkan agar mitra tutur
melakukan tindakan tertentu yang berkaitan
dengan adanya maling tersebut.
3.Tindak
perlokusi
adalah
tindakan
menumbuhkan pengaruh kepada mitra tutur.
Tuturan ada maling yang merupakan kalimat
deklaratif yang berfungsi sebagai kalimat
perintah kepada mitra tuturnya. Pada saat
tuturan itu dimunculkan mitra tutur berada di
tempat terjadinya pencurian. Tuturan tersebut
bertujuan agar mitra tutur berhati-hati
terhadap barang bawaannya karena ada
pencurian.
Selanjutnya, Searle (lihat Leech 1983: 105107) tidak berhenti pada penggolongan
tindak ujar menjadi tiga, kemudian dia
menggolongkan tindak ujar ilokusi menjadi
lima macam, yang masing-masing memiliki
fungsi komunikatif.
Hal yang paling penting untuk disebutkan
sehubungan dengan pengertian tindak ujar
itu, bahwa ujaran berapapun jumlahnya,
dapat dikategorikan menjadi lima
Pelaksanaan Ujaran
Maksim Kuantitas
The maxim of quantity requires the speaker to
give as much information as the addressee
needs but no more. For example,
a. I saw Mr. Ayi with another woman last night.
b. Really, is he afraid of being known by his wife?
The information which is given by a, do not
informative than required because of having luck
of information. Therefore, b is misunderstood. If
the information is not complete, it will be
misunderstood such as in sentence b.
Maksim Hubungan
The maxim of relevance requires us, as
speakers, to make our utterances relative to the
discourse going on and the contexts in which
they occur. For example,
a.I buy a new Supra Fit. It is painted by Danapaint.
The Tinner which is used to paint it was Top One.
The price is 45.000.000 rupiah.
The information of Danapaint, Top One, and the
price are not relevance. It is too much in the
context of description of new Supra Fit. The
description which mentions is out of conversation
purpose.
Maksim Cara
The maxim of manner is to be orderly and clear
and to avoid ambiguity. To express something
must be clear. For example, it will be a big
trouble if Mr. President does not say clearly in his
speech. And the trouble comes when he says
The President cant dismiss the Commander of
Indonesian National Army. Moreover, in fact, he
says The President can dismiss the Commander
of Indonesian National Army.
Maksim Kualitas
Maxim of quality is to say only what one
believes to be true. In Maxim of quality,
speaker is expected to enable to express
something true with the fact.
For example:
if speaker knows that Mrs. Fenty is not in
Sukabumi. But, She is in Bandung. So, if
speaker says Mrs. Fenty is in Sukabumi.
Speaker breaks maxim of quality.
1.
2.
3.
4.
Produksi Ujaran
Tingkat Pesan
Pada
tingkat
pesan,
pembicara
mengumpulkan nosi-nosi dari makna yang
ingin disampaikan.
Dimas
sedang
mengerjakan
tugas
psikolinguistik.
Nosi-nosi yang ada pada benak pembicara
adalah
(a) adanya seseorang
(b) orang itu pria
Tingkat Fungsional
1. Memilih bentuk leksikal yangsesuai dengan
Tingkat Posisional
Urutkanlah bentuk leksikal untuk ujaran yang
akan dikeluarkan.
Pengurutan ini bukan berdasarkan pada jejeran
yang linier tetapi pada kesatuan makna yang
hierarkhis. Pada contoh sebelumnya, kata
sedang bertautan dengan mengerjakan, bukan
dengan Dimas. Begitu juga psikolinguistik
bertautan dengan tugas, dan bukan pada Dimas
atau mengerjakan.Hierarkhi konstituen inilah
yang menjadi dasar diagram pohon.
Tingkat Fonologi
Pada tahap ini aturan fonotaktik bahasa yang
bersangkutan diterapkan.
Kata seperti Dimas mengikuti aturan
fonotaktik bahasa Indonesia tetapi kalau
Maidis tidak. Kata ini tentunya akan ditolak.
Begitu juga vokal /d/ dan /i/ harus berurutan
seperti itu karena kalau dibalik, Samid,
referennya akan lain.
Proses fonologis ini tidak sederhana karena
tersangkut pula di sini proses biologis dan
neurologis.
diujarkan (wacana).
2. Perencanaan kalimat yang akan dipakai
(kalimat).
3. Perencanaan konstituen yang akan dipilih
(konstituen).
4. Pelaksanaan dari yang akan diujarkan yang
di dalamnya mencakup rencana artikulasi
dan
bagaimana
mengartikulasikannya
(program artikulasi dan artikulasi).
Wacana
1.
2.
3.
4.
Personalia
1.
2.
3.
4.
5.
Latar Bersama
Konsep latar bersama merujuk pada anggapan
bahwa baik pembicara maupun mitra bicaranya
sama-sama
memiliki
prasuposisi
dan
pengetahuan yang sama. Kesamaan dalam
pengetahuan inilah yang dinamakan latar
bersama.
Neva: Bayu, Bayu.
Bayu: Apa.
Neva: Bayu, Intan sakit.
Bayu: Sakit apa?
Neva: Radang tenggorokan, jadi dia ga datang.
Bayu: Oh, ya! udah kita aja berdua.
Perbuatan Bersama
Perbuatan bersama adalah bahwa baik
pembicara maupun interlokutornya melakukan
perbuatan yang pada dasarnya mempunyai
aturan yang mereka ketahui bersama.
Pada percakapan di atas, ada beberapa
perbuatan yang dilakukan bersama, yakni:
1. Perbuatan (1) pembukaan dalam percakapan.
2. Perbuatan (2) pertukaran informasi atau isi
percakapan.
3. Perbuatan (3) penutup percakapan.
Kontribusi
Kontribusi umumnya mempunyai dua tahap,
yakni:
1. Tahap
presentasi
di
mana
pembicara
menyampaikan
sesuatu
untuk
dipahami
interlokutor.
2. Tahap pemahaman di mana interlokutor telah
memahami apa yang disampaikan oleh
pembicara.
Suatu percakapan hanya akan dapat berlanjut
bila pelataran seperti ini terbentuk.
Muatan Proposisional
Pada kategori muatan proposisional, pembicara
menentukan proposisi apa yang ingin dia
nyatakan:
seorang
mahasiswa
yang
mengerjakan tugas, pergi kuliah ke kampus,
dsb.
1. Pemilahan peristiwa atau keadaan.
Dalam suatu wacana yang akan kita terujar
dalam bentuk kalimat-kalimat, kita memilahmilah peristiwa atau keadaan itu menjadi ihwal
yang seolah-olah terpisah-pisah.
1.
2.
3.
4.
2. Manusia
Muatan Ilokusioner
Setelah muatan proposisional ditentukan,
pembicara menentukan muatan ilokusionernya,
yakni, makna yang akan sisampaikan itu akan
diwujudkan dalam kalimat yang seperti apa. Di
sini peran tindak ujar muncul. Suatu maksud
dapat dinyatakan dengan berbagai cara untuk
mengungkapkannya.
Kalau kita memeinta penghapus kepada teman,
mungkin sekali kalimat itu kalimat tanya dan
bukan kalimat permintaan.
a. Ada penghapus, nggak? (kalimat tanya)
b. Beri aku penghapus. (kalimat permintaan)
Struktur Tematik
Struktur tematik berkaitan dengan penentuan
berbagai unsur dalam kaitannya dengan fungsi
gramatikal atau semantik dalam kalimat.
Pembicara menentukan mana yang dijadikan
subjek dan mana yang objek. Pemilihan ini akan
menentukan apakah kalimat yang akan diujarkan
itu aktif atau pasif.
(1) Vivi mencari buku psikolinguistik
(2) Buku psikolinguistik dicari oleh Vivi.