Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS PSIKOLINGUISTIK PENGGUNAAN BAHASA DALAM

EKSPRESI KEGEMBIRAAN PADA FILM “DILAN 1990”

NI KOMANG PUTRI WIDARI


(1980111013)

LATAR BELAKANG
            Psikolinguistik merupakan sebuah studi ilmu pengetahuan yang menggabungkan dua
ilmu yaitu ilmu bahasa atau linguistik dengan ilmu psikologi. Sejalan dengan pernyataan
Harley dalam Dardjowidjojo (2003:7), yang menyebutkan bahwa psikolinguistik sebagai
studi tentang proses mental dan pemakaian bahasa. Psikolinguistik menguraikan tentang
bagaimana proses psikologis yang terjadi ketika seseorang mengaplikasikan bahasa dengan
kata-kata dan bagaimana memperoleh bahasa tersebut.
Pada dasarnya ketika seseorang mengutarakan sebuah bahasa pastinya akan terbentuk
ekspresi emosi di dalamnya. Karena emosi merupakan salah satu bentuk alat untuk
penyampaian ekspresi seseorang. Emosi bisa terwujud dalam bentuk rasa kasih sayang,
bahagia, sedih maupun marah didalam penyampaiannya. Artinya emosi bisa membawa kita
kedalam sebuah perilaku tertentu. Berbagai bentuk penyampaiannya, tergantung pada
konteks dan lingkungan sosial yang ada.
Dari penjelasaan diatas dapat diketahui bahwa penelitian ini merupakan penelitian
terhadap bahasa dalam tataran psikolinguistik. Penggunaan suatu bahasa dalam
mengekspresikan emosi kegembiraan dapat dikategorikan sebagai suatu proses pembelajaran
yang baru. Penguasaan akan suatu bahasa merupakan suatu hal dalam pembelajaran tersebut,
sehingga itu sangat berkaitan erat dengan kepribadian, terjalin sangat baik dengan budaya
pembelajaran bahasa kedua, melibatkan gangguan, penciptaan sistem linguistik baru,
pembelajaran wacana dan fungsi komunikatif bahasa (Brown, 1993).
Menurut Sarwono (2009:135), emosi kegembiraan adalah ekspresi kelegaan yakni
menghindari ketegangan. Dalam proses alamiyah, kegembiraan biasanya muncul secara tiba-
tiba atau hal yang mengejutkan dan bisa juga bersifat sosial, artinya mengajak orang lain
untuk memunculkan emosi kegembiraan tersebut. Seperti contoh, pada mahasiswa yang telah
wisuda, biasanya akan mengeluarkan kalimat, “Akhirnya! Saya bisa pakai toga ini juga!”
(Melompat sambil melempar toga ke atas). Emosi kebahagiaan tersebut muncul akibat
adanya perasaan lega karena telah menyelesaikan tugasnya sebagai mahasiswa.
Berawal dari beragamnya perilaku seseorang dalam mengekpresikan emosi
kebahagiaan, penulis tertarik pula untuk meneliti hal tersebut. Data dari penelitian ini adalah
kalimat-kalimat yang menunjukkan ekspresi kegembiraan pada film Dilan 1990. Film Dilan
1990 yang tayang di bioskop tahun 2018 lalu dipilih karena film ini menarik banyak
perhatian masyarakat. Hal tersebut dibuktikan dengan pencapaian jumlah penonton Dilan
1990 yang terbilang sangat luar biasa. Bukan hanya dari segi penampilan para pemain,
namun juga bahasa yang digunakan dalam mengekspresikan emosi kegembiraan di setiap
scenenya membuat penonton luluh dan terbawa suasana gembira saat menonton film tersebut.

RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari penelitian terhadap bahasa emosi kegembiraan pada
film Dilan 1990 melalui analisis psikolinguistik, adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana bentuk komunikasi verbal dan non-verbal dalam ekspresi
kegembiraan pada film Dilan 1990?
2. Bagaimana bentuk bahasa ekspresi kegembiraan pada tataran linguistik
(fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantic) yang ditemukan dalam film Dilan
1990?

LANDASAN TEORI
Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika
seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi dan
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka, secara teoretis tujuan
utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima
dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dalam
prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan psikolinguistik
pada masalah – masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran membaca
permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan kemultibahasaan, penyakit bertutur
seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta masalah – masalah sosial lain yang menyangkut
bahasa, seperti bahasa dan pendidikan, bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
Harley dalam Dardjowidjojo (2003:7) menyatakan bahwa psikolinguistik adalah studi
tentang proses mental dalam pemakaian bahasa. Psikolinguistik menguraikan proses
psikologis yang terjadi ketika seseorang mengucapkan kata-kata yang didengarnya pada
waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan bahasa diperoleh manusia. Bahasa
memiliki berbagai fungsi antara lain sebagai alat ekspresi. Melalui bahasa, manusia dapat
mengekspresikan apa yang tengah dirasakan atau dipikirkan. Pikiran dan perasaan atau emosi
tersebut direalisasikan dalam bentuk ragam bahasa verbal dan nonverbal.
Ekspresi emosi menurut Dirgagunarsa, (1996:138) yaitu:
1. Ekspresi wajah dan suara (ekspresi wajah dan vokal). Keadaan emosi seseorang dapat
dinyatakan melalui wajah dan suara. Melalui perubahan dalam suara dan wajah, kita
dapat membedakan orang-orang yang marah, gembira, dan sebagainya. 
2. Sikap dan gerak tubuh (postur dan gesture). Sikap dan gerak tubuh adalah bentuk
komunikasi non-verbal atau komunikasi non-vokal di mana tindakan fisik terlihat
mengkomunikasikan pesan tertentu. Mereka juga termasuk gerakan tangan, wajah, atau
bagian lain dari tubuh. Sikap dan gerak tubuh adalah ekspresi keadaan emosional.
Kridalaksana (1982:140) pun berpendapat sama dengan menyatakan bahwa
psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara bahasa dengan perilaku dan
akal budi manusia serta kemampuan berbahasa dapat diperoleh. Emmon Bach (Tarigan,
1985:3) mengemukakan bahwa psikolinguistik adalah suatu ilmu yang meneliti bagaimana
sebenarnya para pembicara/pemakai bahasa membentuk/membangun kalimat-kalimat bahasa
tersebut. Sejalan dengan pendapat di atas Chaer (2003:5) mengemukakan bahwa
psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika
seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi dan
bagaimana kemampuan bahasa diperoleh manusia. Secara lebih rinci Chaer
(2003:6) berpendapat bahwa psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa,
dan bagaimana struktur itu diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu
memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan.
Menurut Chomsky (Teori Transformasi Generatif) yang penting bagi seorang linguis
adalah menelaah data-data penuturan, kemudian menentukan sistem kaidah yang telah
diterima atau dikuasai oleh penutur-pendengar dan dipakai dalam penuturan yang
sebenarnya. Maka itu, menurut Chomsky teori linguistik itu bersifat mental karena mencoba
menemukan satu realitas mental dan kompetensi yang menyokong perilaku bahasa yang
sebenarnya terjadi. Kompetensi tersebut merupakan satu kaidah atau rumus yang dapat kita
sebut tata bahasa dari bahasa penutur itu. Tata bahasa suatu bahasa adalah uraian kompetensi
penutur-pendengar yang ideal, dan uraian ini harus mampu memberi uraian struktur tiap-tiap
kalimat yang tidak terbatas jumlahnya, serta dapat menjelaskan bagaimana kalimat-kalimat
ini dipahami oleh penutur-pendengar. Struktur-struktur yang dimaksud adalah tata bahasa
linguistik baik dalam tataran fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik.
Fonologi adalah ilmu tentang pembendaharan bunyi-bunyi (fonem) bahasa dan
distribusinya. Fonologi diartikan pula sebagai kajian bahasa yang mempelajari tentang bunyi-
bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Bidang kajian fonologi adalah bunyi bahasa sebagai
satuan terkecil dari ujaran dengan gabungan bunyi yang membentuk suku kata. Menurut
Chaer (2003:102) fonologi, secara etimologi, terdiri dari gabungan kata fon yang berarti
bunyi dan logi yang berarti ilmu. Maka, umumnya bisa dibilang fonologi memiliki arti ilmu
yang mempelajari bunyi yang dipakai oleh manusia. Dalam khazanah bahasa Indonesia,
istilah fonologi merupakan turunan kata dari bahasa Belanda, yaitu fonologie. Dhanawati,
dkk (2017:29) menyatakan bahwa fonologi adalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi
bahasa atau bunyi ujaran yang dapat membedakan wujud dan makna sebuah kata. Yang
menjadi perhatiannya adalah bagaimana bunyi diartikulasikan atau diproduksi, bagaimana
properti bunyi getaran, bagaimana bunyi itu diterima dan dikenali oleh telinga.
Morfologi berasal dari bahasa Inggris morphology, artinya cabang ilmu linguistik yang
mempelajari tentang susunan atau bagian-bagian kata secara gramatikal. Secara etimologis,
istilah morfologi sebenarnya berasal dari bahasa Yunani, yaitu gabungan antara morphe yang
artinya ‘bentuk’ dan logos berarti ‘ilmu’. Inti kajian morfologi adalah kata beserta aturan
pembentukan dan perubahannya. Ramlan (2009:21) menyatakan pendapatnya tentang
morfologi. Dia mengatakan bahwa morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang
membicarakan atau mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-
perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan
bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani sun ‘dengan’ dan tattein ‘menempatkan’.
Sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.
(Dhanawati, dkk, 2017:73). Kata sintaksis merupakan kata yang diserap dari bahasa Belanda
syntaxis yang dalam bahasa Inggris syntax (Pateda, 1990:85; Verhaar, 2010:70). Ramlan
(2009:1) mengungkapkan bahwa sintaksis adalah bagian atau cabang ilmu bahasa yang
membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa. Chaer (2009:37) menyatakan
secara hierarkial dibedakan adanya lima macam satuan sintaksis, yaitu kata, frase, klausa,
kalimat, dan wacana. Kata adalah satuan sintaksis terkecil bentuk bebas yang membentuk
frasa; frasa merupakan gabungan beberapa kata yang membentuk klausa; klausa membentuk
kalimat; kalimat adalah konstruksi gramatikal yang terdiri dari satu atau lebih klausa yang
ditata berdasar pada pola tertentu; wacana adalah kumpulan dari kalimat-kalimat.
Semantik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsi tanda, dan
produksi makna. Menurut Verhaar (2010), semantik sebagai ilmu yang mempelajari makna,
berada pada semua tataran lingusitik. Oleh karena itu, semantik sangat penting dalam studi
linguistik. Baik bahasa formal maupun tidak formal atau bahasa lisan maupun tertulis
terdapat satu komponen yang sangat penting di dalamnya. Komponen penting ini disebut
“makna”. Dalam tataran ilmu linguistik, makna diberi istilah semantik. Pateda (2001:11)
mengemukakan bahwa masalah makna tidak hanya menjadi urusan ahli yang bergerak di
bidang semantik tetapi juga menjadi kajian ahli yang bergerak di bidang filsafat, logika dan
psikologi. Oleh karena itu, seperti yang sudah disebutkan bahwa ilmu-ilmu yang terkait pasal
semantik di dalamnya antara lain linguistik, psikologi, logika, dan filsafat.

METODE PENELITIAN
Metode yang dipakai dalam penelitian ini yaitu metode penelitian deskriptif kualitatif,
yakni data yang ada dikumpulkan dan dianalisis serta dipaparkan secara deskriptif. Proses
analisis data dilakukan pada tiga langkah berikut:
1. Persiapan 
Tahap persiapan ini dimulai dengan mencari film Dilan 1990, serta novel dengan judul
sama yang diangkat kedalam film tersebut, kemudian membaca beberapa referensi yang
berhubungan dengan topik, serta teori-teori yang relevan dari beberapa buku lain sebagai
pendukung dan browsing beberapa informasi tentang penggunaan bahasa dalam
mengekspresikan kegembiraan dari internet. 
2. Pengumpulan data
Peneliti mencatat dan mengklasifikasikan semua kalimat yang terdapat pada film Dilan
1990 yang berhubungan dengan ekspresi kegembiraan. Selanjutnya, dari kalimat-kalimat
yang ada, peneliti mengkaji bahasa-bahasa yang digunakan dalam mengekspresikan
emosi kegembiraan tersebut.
3. Analisis data
Untuk menganalisis data, peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif. Pertama,
peneliti menonton film Dilan 1990 kemudian mengidentifikasi dan mengklasifikasikan
data berupa dialog maupun monolog yang ditemukan pada film tersebut dalam dua bagian
yaitu: gerak tubuh dan ekspresi serta penggunaan bahasa dalam tataran linguistik baik itu
dari fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik menggunakan teori yang sudah
dipaparkan pada landasan teori.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dialog 1 Dilan 1990

“Dilan, kamu kemana? Aku rindu.” kata Milea merajuk.


"Jangan rindu, berat… Kamu nggak akan kuat. Biar aku saja," sambut Dilan.

Aspek Nonlinguistik Psikolinguistik Gembira pada Dialog 1 Dilan 1990


Dialog pertama menunjukkan perasaan Milea yang begitu merindukan Dilan. Ia
bertanya dimana keberadaan Dilan dan mengaku bahwa ia merindukan Dilan disisinya.
Anehnya, Dilan justru seolah-olah melarang Milea untuk merindukannya, yang dimana
maksud dari pernyataan tersebut bukan maksud sebenarnya dari hati Dilan. Dilan
mengungkapkan emosi kegembiraannya dengan melarang Milea untuk merindukannya
karena dia sendiripun amat sangat merindukan Milea. Kerinduan itu dianggap berat oleh
Dilan sehingga ia seolah-olah melarang gadis pujaannya untuk melakukan hal yang sama.
Aspek Linguistik Psikolinguistik Gembira pada Dialog 1 Dilan 1990
Kalimat "Jangan rindu, berat…" merupakan kalimat yang sangat populer
dikalangan masyarakat Indonesia sejak kemunculan film Dilan 1990 ini. Kalimat tersebut
sering dipakai oleh orang-orang sebagai slogan imperatif saat meminta seseorang berhenti
melakukan sesuatu yang dianggap sulit untuk dilakukan. Kalimat imperatif larangan biasanya
ditandai dengan kata “jangan” pada awal kalimatnya. Kalimat tersebut mengandung makna
suruhan kepada orang lain yang kita tuju untuk melakukan sesuatu seperti yang kita
kehendaki. Begitu pula dengan Dilan yang menyuruh Milea untuk tidak merindukannya
karena bagi Dilan untuk merindukan Milea juga adalah sesuatu yang berat sehingga ia tidak
mau pacarnya itu merasa sedih karena harus merindukan Dilan.

Dialog 2 Dilan 1990

“Kamu seneng mikirin aku?” tanya Milea sembari tersenyum.


"Seneng dan bingung. Bingung gimana cara berhentinya” jawab Dilan.
“Kenapa?” tanya Milea penasaran.
“Maunya dekat kamu terus. Kalau dekat kan nggak perlu mikirin," ujar Dilan
lembut sembari tersenyum kepada Milea.
Aspek Nonlinguistik Psikolinguistik Gembira pada Dialog 2 Dilan 1990
Dilan mengaku kerap memikirkan Milea. Kebiasaan memikirkan Milea ternyata
membuat perasaannya campur aduk. Ada rasa senang, tetapi ada juga rasa bingung. Namun
rasa yang sebenarnya ingin disampaikan adalah perasaan senang dan tidak ingin berjauhan
dari sosok seorang Milea karena dekat dengan Milea membuat Dilan merasa nyaman dan
selalu bahagia. Seperti yang tersurat pada kutipan dialog diatas.
Aspek Linguistik Psikolinguistik Gembira pada Dialog 2 Dilan 1990
Dari kutipan dialog diatas ditemukan pula beberapa kata dengan ragam kolokial.
Misalnya pada kata ‘senang’ yang memiliki bunyi fonem /a/ pada silabel kedua kata namun
dilafalkan dengan bunyi /e/ sehingga pengucapannya menjadi ‘seneng’. Kemudian kata
’gimana’ yang merupakan kependekan dari kata ‘bagaimana’ namun memiliki arti yang
sama. Hanya saja kata ’gimana’ lebih sering digunakan untuk situasi informal. Mengingat
dialog tersebut diucapkan oleh anak muda yang biasa berbicara dengan ragam informal
sehingga kata-kata seperti demikianlah yang akan sering muncul pada setiap percakapan
mereka, seperti yang ditemukan pula pada percakapan bahagia antara Dilan dan Milea.
Dilihat dari tataran morfologi, ditemukan satu kata tidak baku atau non-baku pada
dialog diatas yaitu kata ‘mikirin’. Kata ‘mikirin’ tidak terdapat dalam KBBI namun kata
tersebut biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kata ‘mikirin’ terbentuk dari kata
baku ‘memikirkan’. Yang dimana kata dasarnya adalah ‘pikir’ ditambah konfiks me-kan lalu
mengalami proses morfofonemis dari bunyi /p/ berubah menjadi /m/ karena mendapat
konfiks me-kan sehingga menjadi ‘memikirkan’. Kemudian konfiks me-kan tersebut hilang
karena digantikan oleh sufiks tidak baku –in menjadi ‘mikirin’ yang memiliki makna
melakukan perbuatan berpikir. Berikut adalah tabel proses morfologi pada kata ‘mikirin’.

pikir konfiks me-kan memikirkan

sufiks tidak konfiks me-kan


mikirin
baku -in hilang
Dialog 3 Dilan 1990

“Aku tak akan pernah melupakan malam itu, selamanya akan tertanam di dalam ingatan.
Jantung yang berdebar, perasaan gembira. Ahhh, aku sudah membiarkan diriku jatuh
cinta pada Dilan” ungkap Milea tersenyum bahagia mengingat kenangannya bersama
Dilan.

Aspek Nonlinguistik Psikolinguistik Gembira pada Dialog 3 Dilan 1990


Kali ini adalah monolog dari Milea. Milea meluapkan kebahagiannya dengan
mengungkapkan kalimat tentang perasaannya saat itu. Dia sudah jatuh cinta pada Dilan.
Ekspresi kegembiraan begitu terasa dari jantungnya yang berdebar tak karuan dengan
ekspresi muka yang selalu senyum-senyum sendiri setiap mengingat kenangannya yang indah
bersama dengan Dilan. Ditambah pula dengan ungkapan “Ahhh...” pada awal kalimat
terakhir. Ungkapan tersebut merupakan ungkapan kelegaan dan kepasrahan hati seseorang
dengan perasaan gembira yang sedang dihadapi.
Aspek Linguistik Psikolinguistik Gembira pada Dialog 3 Dilan 1990
Ciri bunyi suatu bahasa dalam suatu penyampaian bahasa emosi cenderung bersifat
fluktuatif. Fluktuatif berarti bahwa bunyi-bunyi bahasa bersifat berubah. Namun perubahan
ini hanya dilakukan pada pengucapannya saja, dan tidak sampai membedakan maknanya. Ini
terlihat pada kata ‘tak’ yang ditemukan pada kalimat Milea diatas yang memiliki makna yang
sama dengan kata bakunya yaitu ‘tidak’.
Salah satu pendekatan pada hakikat makna semantik adalah pendekatan operasional
yang dimana bahwa makna setiap leksem/kata sangat tergantung pada konteks (kalimat) di
mana kata itu digunakan. Seperti pada frasa ‘jatuh cinta’. Jatuh disini diartikan tidak seperti
kata ‘jatuh’ pada umumnya namun pada konteks kalimat yang disampaikan Milea diatas,
makna kata ‘jatuh’ pada frasa ‘jatuh cinta’ berarti ‘menjadi’. Maknanya adalah membiarkan
dirinya menjadi cinta pada seseorang yang bernama Dilan.

Dialog 4 Dilan 1990

“PR-ku adalah merindukanmu. Lebih kuat dari Matematika. Lebih luas dari Fisika. Lebih
kerasa dari Biologi.” Rayu Dilan kepada Milea.
Aspek Nonlinguistik Psikolinguistik Gembira pada Dialog 4 Dilan 1990
Dilan dengan segala rayuannya berhasil membuat Milea jatuh cinta pada sosoknya.
Sosoknya yang romantis dengan bahasa yang puitis membuat Milea selalu bahagia dan
tersenyum ketika dirayu Dilan. Dilan yang suka membuat puisi cinta untuk Milea tentunya
tidak kehabisan kata-kata untuk selalu mengungkapkan perasaan cinta kepada kekasihnya itu.
Terbukti dengan penggalan kalimat rayuan yang disisipkan majas untuk menyampaikan
ekspresi cintanya pada Milea dengan cara yang tidak biasa.
Aspek Linguistik Psikolinguistik Gembira pada Dialog 4 Dilan 1990
Gaya bahasa yang disampaikan Dilan untuk Milea pada tataran semantik biasa
disebut majas. Dalam penyampaian pesan, majas dipakai untuk ungkapan yang digunakan
dengan makna atau kesan yang berbeda dari makna yang biasa digunakan. Majas yang
dipakai Dilan dalam kalimatnya diatas adalah majas personifikasi. Dimana majas tersebut
memiliki ungkapan benda mati yang seolah-olah dapat berperilaku seperti manusia, PR yang
dianggap bisa merindukan seseorang, kemudian matematika, fisika, dan biologi yaitu mata
pelajaran di sekolah yang dianggap memiliki kemampuan seperti layaknya benda hidup yang
memiliki suatu perilaku.

Dialog 5 Dilan 1990

“Itulah dia, Dilanku, yang selalu bisa membuat aku gembira. Itulah dia, Dilanku, yang
selalu bisa membuat aku merasa istimewa. Itulah dia, Dilanku, yang selalu bisa
meyakinkan diriku untuk merasa aman di mana pun aku berada.” Ungkap Milea sambil
tersenyum mengingat betapa berharganya seorang Dilan untuknya.

Aspek Nonlinguistik Psikolinguistik Gembira pada Dialog 5 Dilan 1990


Kalimat yang diungkapkan Milea tentunya mengekspresikan bahwa dirinya sedang
bahagia. Kalimat pujian demi pujian selalu diungkapkan dalam tiap kesempatan. Tekanan
pada tiap frasa “Itulah dia, Dilanku”pun dianggap penting dan dikatakan secara berulang-
ulang. Ia sangat bahagia bisa bersama dengan Dilan. Sosok baik yang selalu dapat
membuatnya tertawa riang, senyum-senyum sendiri bahkan meyakinkan dirinya bahwa ia
selalu merasa aman bila dekat dengan pujaan hatinya, Dilan.
Aspek Linguistik Psikolinguistik Gembira pada Dialog 5 Dilan 1990
Dapat dilihat pada tataran sintaksis kalimat yang diungkapkan oleh Milea termasuk
kedalam kalimat majemuk setara. Dimana kalimat tersebut memiliki pengulangan subjek
serta objek yaitu Dilan sebagai subjek dan Aku (Milea) sebagai objek yang sama walaupun
predikatnya berbeda. Kalimat majemuk setara tersebut dapat diubah menjadi bentuk yang
lebih sederhana dengan menggabungkan predikatnya pada satu kalimat saja dengan
menghilangan pengulangan pada subjek dan objek yang ada. Bentuk kalimat tersebut dapat
diubah menjadi; Itulah dia, Dilanku, yang selalu bisa membuat aku gembira, merasa
istimewa dan meyakinkan diriku untuk merasa aman di mana pun aku berada. Namun dilihat
dari sisi lain, pengulangan terhadap subjek dan objek yang dilakukan pada setiap kalimat
tersebut seolah-olah bermaksud membuat kalimatnya terdengar semakin menarik dan atraktif
serta ditambah dengan tekanan pada frasa “Itulah dia, Dilanku” pada setiap awal kalimat.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang penggunaan bahasa baik dari ekspresi wajah,
perubahan suara, serta pemilihan kalimat yang dianalisis dengan tataran linguistik yang
ditemukan pada dialog-dialog film Dilan 1990 yang menunjukkan emosi kegembiraan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Seseorang yang sedang bergembira ditandai dengan sikap atau ekspresi wajah yang
bersemi-semi tersenyum bahkan tertawa. Seperti saat disetiap adegan, Dilan dan Milea
selalu tersenyum satu sama lain pertanda bahwa mereka sangat bahagia sewaktu mereka
menghabiskan waktu bersama.
2. Orang yang bergembira akan tercermin dari kata-kata yang terlontar pada saat dia
bertemu dengan orang lain agar orang lain tahu kalau dia sedang gembira. Seseorang
yang sedang bergembira terlihat dari perilakunya yang terkadang konyol, cuek, dan
tidak tahu malu (memeluk, meloncat-loncat, tersenyum, bahkan menangis tertawa).
Sesuatu yang membuat orang bergembira bisa berupa materi, penghargaan ataupun
berada dekat dengan orang yang dikasihi seperti pada film Dilan 1990 ini dimana Dilan
yang selalu bahagia berada dekat dengan pacar terkasihnya, Milea.
3. Ditemukan pemilihan kalimat-kalimat yang unik dalam penyampaian ekspresi
kegembiraan diranah linguistik dalam film Dilan 1990 baik dari tataran fonologi
(perubahan intonasi, bunyi, dan tekanan pada kata yang dianggap penting dalam suatu
kalimat emosi bahagia), morfologi (pengunaan leksikal-leksikal dengan ragam tidak
baku, karena orang yang sedang gembira biasanya menggunakan ragam bahasa yang
santai dalam percakapannya), sintaksis (reduplikasi frasa yang dianggap penting),
semantik (penggunaan majas dalam ungkapan yang digunakan untuk membuat kesan
yang berbeda dari makna yang biasa digunakan).
DAFTAR PUSTAKA
Brown, Douglas. 1993. Principles of Language Learning and Teaching; -3rd Edition. New
Jersey: Pratince Hall.
Dhanawati, dkk. 2017. Pengantar Linguistik Umum. Denpasar: Pustaka Larasan
Dirgagunarsa. 1978. Pengantar Psikologi. Jakarta: Mutiara.
Zen, Evynurul Laily. 2011. Afiksasi Tidak Baku dalam Bahasa Indonesia Ragam Informal.
Malang: Universitas Malang.
Margiyamtiningsih, Reny. 2010. Perilaku Berbahasa pada Anak Usia 3 Tahun. Purworejo:
Universitas Muhamadiyah.
Sarlito, Wirawan, Sarwono. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Soenjono, Dardjowidjojo. 2003. Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia

Anda mungkin juga menyukai