Oleh:
Ni Komang Putri Widari (1980111013)
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi makna gramatikal dan makna kultural
dalam lirik lagu Bungan Sandat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Penelitian ini menggunakan lirik lagu sebagai data. Sumber data dalam penelitian ini
adalah lirik lagu Bungan Sandat. Makna semantik dari data diidentifikasi dengan menerapkan
teori dari Leech guna memperoleh makna gramatikal serta makna kultural dari lirik lagu tersebut.
Sehingga terdapat 5 klausa yang memiliki makna konseptual dan 3 makna konotasi. Makna
kultural yang terkandung merupakan pengharapan agar masyarakat terutama kaum remaja
mencontoh sifat-sifat bungan sandat ‘bunga kenanga’ yang menjadi tema dari lirik lagu dalam
penelitian ini.
ABSTRACT
This study aims to identify the grammatical meaning and cultural meaning of the lyrics in Bungan
Sandat’s song. The method used in this research is descriptive method. This research uses song
lyrics as data. The data source in this research is the song lyrics of Bungan Sandat. The semantic
meaning of the data identified by applying the theory from Leech in order to obtain the
grammatical meaning and cultural meaning of the song's lyrics. So there are 5 clauses that have
conceptual meanings and 3 connotation meanings. The embedded cultural meaning is the hope
that the community, especially teenagers, will emulate the characteristics of the flower 'cananga'
which is the song’s theme of this research.
Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dan
membangun hubungan dengan orang lain. Menurut Walija (dalam Merry, 2017:1), bahasa ialah
komunikasi yang paling lengkap serta efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan
serta pendapat kepada orang lain. Salah satu wujud dari penyampaian ide, pesan, maksud, maupun
perasaan dalam sastra dan kebudayaan ialah melalui lagu. Lagu adalah gabungan dari musik dan
lirik. Menurut Dallin (dalam Merry, 2017:3), "Lirik ditulis sebagai bentuk interaksi antara penulis
dan pendengar. Sebagian besar, mereka membawa pesan (apa pun itu) dengan tujuan memotivasi
pendengar, setidaknya untuk berpikir tentang tujuan dan bentuk interaksi yang tertanam dalam
konteks budaya. Lirik lagu berisi kata-kata yang dirangkai secara baik dengan gaya bahasa yang
menarik oleh komposer dan merupakan ekspresi dari dalam batinnya tentang suatu makna, baik
yang sudah dilihat, didengar, maupun dialami. Dalam linguistik ilmu yang mempelajari makna
dari bahasa disebut semantik. Menurut Verhaar (2006:13), semantik merupakan cabang linguistik
yang membahas arti atau makna, baik itu makna leksikal maupun makna gramatikal.
Selaras dengan lagu Bali, budaya tradisional, yang merupakan ekspresi bahasa dari
penyampaian ide dengan nilai seni tinggi dan memiliki lirik yang sarat dengan makna serta pesan
moral. Pemilihan leksikon yang tepat tentu akan memberikan makna dan rasa yang membuat
pelantun itu menikmati setiap lirik lagu yang dibawakannya. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis makna dalam lirik lagu Bali “Bungan Sandat” menggunakan pendekatan semantik
dengan menerapkan teori dari Leech untuk menganalisis makna gramatikal dalam lirik tersebut
serta makna kultural yang terkandung di dalamnya. Leech (1981) mendefinisikan tujuh jenis
makna yaitu: makna konseptual, makna konotatif, makna sosial, makna afektif, makna reflektif,
makna kolokatif, dan makna tematik. Menurut Krisdalaksana (dalam Cahya, 2018), makna
gramatikal (grammatical meaning, fuctional meaning, structural meaning, internal meaning)
adalah hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam satuan-satuan yang lebih besar misal hubungan
antara kata dengan kata lain dalam frasa atau klausa. Sedangkan menurut Wakit (1999:3), makna
kultural adalah makna bahasa yang dimiliki masyarakat dalam hubungan dengan budaya tertentu.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menganalisis data-data yang ada. Menurut Suharsimi
Arikunto (1993), metode deskriptif yaitu menjelaskan data atau objek secara natural, objektif,
dan faktual (apa adanya). Metode deskriptif dipilih karena metode ini dapat memberikan
gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, bentuk, ciri-ciri ekspresi penerimaan,
keadaan bahasa, gejala atau kelompok tertentu. Tahapan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga
tahapan, antara lain: (1) tahap penyediaan data; (2) tahap analisis data; (3) tahap penyajian hasil
analisis data.
Dari banyaknya lagu pop Bali yang ada, penulis memilih lagu “Bungan Sandat” ciptaan
Alm. A. A. Made Cakra karena liriknya sarat akan makna dan nilai kehidupan yang patut di
contoh. Penelitian ini berfokus pada analisis makna semantik pada lirik lagu “Bungan Sandat”
dengan menerapkan teori dari Leech. Berikut penjelasan mengenai makna gramatikal dan makna
Reff:
(5) To ibungan sandat sélayu-layune miik
Secara gramatikal, lirik (1) mengandung makna konotatif, yen gumanti bajang tan binayé
pucuk nédéng kémbang. Yang mana seseorang yang baru menginjak masa remaja diibaratkan
sebagai bunga yang sedang mekar. Klausa tersebut juga merupakan dependence clause yang mana
sebagai klausa penjelas bagi klausa sebelumnya yaitu penegasan seorang yang baru beranjak
remaja diibaratkan bagai sebuah bunga yang baru mekar. Makna kultural klausa yen gumanti
bajang tan binayé pucuk nédéng kémbang adalah di kala seorang anak sudah menginjak masa
remaja maka ia diibaratkan sebagai bunga mekar atau “pucuk” yang sangat indah, artinya remaja
tersebut sudah mampu untuk menghias diri sehingga mampu tampil lebih menarik dari
sebelumnya, dan mampu menarik perhatian orang-orang yang melihatnya.
Secara gramatikal lirik (2) mengandung makna konseptual, yaitu makna logis atau makna
sebenarnya dari arti yang ingin disampaikan pengarang lagu. Bunga yang sudah layu biasanya
akan dibuang begitu saja karena sudah tidak berfungsi lagi. Pada lirik kedua disuba yé layu tan
adé ngérunguang ngémasin makutang, ditemukan makna kultural, yaitu ketika seorang remaja
yang dimana khususnya disini adalah wanita, bila sudah mengalami salah pergaulan atau
terjerumus ke dalam pergaulan bebas, jika di ibaratkan bunga, ialah seperti bunga yang sudah layu
maka akan dibuang dan tidak dipakai lagi, karena kecantikannya sudah hilang ternodai oleh sifat
yang tidak baik.
Secara gramatikal, lirik (3) merupakan klausa imperatif, atau ajakan untuk melakukan
suatu kebaikan. Klausa tersebut memiliki makna tersirat atau mengandung makna konotatif agar
tidak mengikuti hal yang kurang baik ibarat bunga kembang sepatu pada kalimat (4) dimana makna
konseptual pada bunga kembang sepatu ialah bunga yang biasa mekar di pinggir jalan,
diperebutkan setiap orang, lalu akhirnya dibuang. Dari lirik selanjutnya yaitu bécik mélaksana dé
gumanti dadi kémbang bintang dan mantik di rurunge makéjang mangempok raris ka éntungang.
Artinya ketika ia mampu bersikap yang baik dia akan menjadi primadona, namun tumbuh dan
berkembang pada tempat yang salah dalam hal ini diibaratkan bunga yang indah tumbuh di jalan
maka semua orang tertarik untuk memetiknya dan setelah dipetik akan dibuang kembali karena
sudah layu dan tidak ada gunanya lagi. Begitu pula remaja yang tumbuh dan berkembang dalam
pergaulan bebas yang kurang baik dan ketika dia sudah di cap tidak baik dalam masyarakat, maka
ia tidak akan dianggap di lingkungannya.
(2-5) To ibungan sandat sélayu-layune miik
Secara gramatikal, lirik (5) tersebut mengandung makna konseptual atau makna asali, yang
mana bunga kenanga adalah bunga yang semakin layu maka akan semakin harum baunya. Lirik
selanjutnya yaitu to ibungan sandat sélayu-layune miik, memiliki makna kultural yang berarti
seorang remaja khususnya wanita harus mampu menerapkan ilmu filsafat pada bunga kenanga
atau “sandat” dimana walaupun bunga tersebut sudah layu, dia tetap harum. Ini artinya jika seorang
remaja wanita mampu menjaga dirinya dengan baik dia akan tetap memiliki nilai atau kehormatan
walaupun sudah tua, sehingga disebut cantik lahir dan batin.
Lirik (6) ini merupakan klausa imperatif yang mengajak semua kalangan terutama remaja
untuk meneladani filsafat dari bunga kenanga “bunga sandat” ini. Makna yang tersirat dalam lirik
ini adalah perwujudan dari bunga kenanga yang seumur hidupnya selalu memberi kebaikan. Bunga
kenanga juga biasa dijadikan sarana upacara di Bali karena bentuknya yang indah, baunya yang
harum, serta menjadi lambang keabadian. Lirik to yé nyandang tulad séuripe mélaksana bécik
artinya kita harus mampu menjadikan filsafat bungan sandat ini sebagai tauladan dalam hidup,
sehingga kaum remaja khususnya wanita mampu menjaga dirinya dengan baik dan menjaga
martabat diri sendiri sehingga mampu dihormati di dalam hidupnya.
Pemilihan leksikon dalam lirik ini sangat menarik dengan bentuk reduplikasi atau
pengulangan dengan makna yang hampir berdekatan. Leksikon asah, asih, dan asuh terdapat
dalam ajaran Tri Parartha Agama Hindu. Leksikon-leksikon ini dalam makna konseptual terdapat
pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, dimana asah berarti mendidik, asih artinya mencintai, dan
asuh memiliki arti membina. Klausa ini dibangun dengan pilihan leksikon yang memberikan
pitutur ‘nasehat’ agar semua remaja (pria maupun wanita) saling menjaga satu sama lain. Ada
sejumlah leksikon yang mewakili perasaan tersebut: asah, asih, dan asuh.
Menurut Windya (2017), secara sosiologis (adat Bali), makna konseptual nyama berbeda
dengan beraya. Nyama = ada hubungan saudara (ada hubungan sedarah), ada hubungan sembah
kasembah lan sumbah kasumbah atau ada hubungan pasidikaran. Terikat secara sekala lan
niskala. Sedangkan Beraya atau braya = ada hubungan persaudaraan, tetapi tidak ada hubungan
sedarah, tidak ada hubungan sembah kasembah lan sumbah kasumbah atau tidak ada hubungan
pasidikaran. Mengacu kepada pengertian di atas, menyama beraya, to kukuhin mempunyai makna
perkokoh hubungan dengan keluarga (yang ada hubungan pasidikaran) dan perkokoh pula
hubungan dengan orang lain/masyarakat pada umumnya (beraya) seperti wargi, suwitra, kanti,
dll). Hanya dengan demikian barulah mungkin untuk menuju ketertiban dan kedamaian (rahayu
kepanggih) dalam kehidupan yang dipercayai oleh masyarakat di Bali pada khususnya.
III. SIMPULAN
Lagu merupakan salah satu bentuk pengekspresian bahasa seseorang untuk menyampaikan
ide, pesan, dan gagasan yang ingin disampaikannya. Lagu tradisional Bali “Bungan Sandat” adalah
salah satu contohnya. Karya Alm. A.A. Made Cakra ini mengandung makna semantik didalam
liriknya. Lirik lagu tersebut dianalisis menggunakan pendekatan ilmu semantik. Penerapan teori
dari Leech berhasil menerangkan makna gramatikal dan makna kultural didalam lirik lagu tersebut.
Sehingga ditemukan 5 klausa yang memiliki makna konseptual dan 3 makna konotasi. Makna
kultural yang terkandung merupakan pengharapan agar masyarakat terutama kaum remaja
mencontoh sifat-sifat bungan sandat ‘bunga kenanga’ yang menjadi tema dari lirik lagu dalam
penelitian ini. Upaya analisa lirik lagu tradisional ini juga merupakan upaya yang bisa dilakukan
untuk menghindarkan sebuah bahasa lokal dari kepunahan. Dengan menyanyikan lagu tradisional
dan menyimak makna setiap liriknya diharapkan dapat memberi pemahaman tentang bahasa
bersangkutan, sehingga bisa berdampak pada pemakaian bahasa Bali pada kehidupan sehari-hari.
Lebih dari itu yang paling penting, digunakan untuk kepentingan komunikatif, integratif dan
ekspresif oleh penuturnya. Di kancah ilmiah, tentu kita dituntut melakukannya secara terus
menerus, meneliti lalu menulis tentang dan dengan Bahasa Bali. Kalau memungkinkan, mulai
sekarang mempraktekkan bahasa Bali, maupun lagu karena banyak makna dan pesan moral yang
dapat kita petik dari lirik tersebut dan diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat kita.
PUSTAKA ACUAN
Lahama, Merry. 2017. Makna Konotatif Dalam Lirik-Lirik Lagu Populer Karya Band The Script
(Analisis Semantik). Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Leech, Geoffrey. 1981. Semantics The Study of Meaning. Second ed. Great Britain: Pelican
Books.
Prastika, I Gusti Putu Cahya Arsya. 2018. Kajian Etnolinguistik Makna Gramatikal dan Makna
Kultural Lagu Bungan Jepun. Denpasar: Universitas Warmadewa.
Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 1997. Kamus Bahasa Indonesia-Bali. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ratna S.U, Prof. Dr. I Nyoman Kutha. 2010. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wakit, Abdullah. 1999. Bahasa Jawa Dialek Masyarakat Samin di Kabupaten Blora. Laporan
Penelitian dasar. Surakarta: FSSR UNS didanai oleh Dirjen Dikti.
Windya, Wayan. P. 2017. Menuju “Kerahayuan” Melalui Jalan “Bungan Sandat”. Renon:
Sarasehan “Revitalisasi dan Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila dan Bhineka Tuggal Ika”.
Vehaar, J. W. M. (2006). Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
https://lirik-lagu-dunia.blogspot.com/2018/04/lirik-lagu-bungan-sandat.html