Anda di halaman 1dari 25

1

REPRESENTASI MAKNA AMBIVALENSI DAN NARASI SUGESTIF


DALAM LIRIK LAGU DAERAH “BALE NAGI” (KRITIK NALAR MURNI)
Antonio Alexandro L. L/21224251011
Program Studi Magister Pendidikan Seni
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta
Email : antonioalexandro.2021@student.uny.ac.id

Abstrak
Lagu ”Bale Nagi” merupakan salah satu lagu lawas dari daerah Nusa Tenggara
Timur yang sangat fenomenal hingga saat ini. Lagu ini merupakan lagu karangan
dari seorang pelajar muda bernama Berchmans Lisen Djangun asal Flores Timur
di Tahun 1962 sebagai salah satu siswa Seminari Mataloko (Lembaga
Pendididikan Calon Imam Katolik) dengan kepentingan saat itu lagu tersebut
hanyalah sebagai media pementasan untuk sebuah acara perayaan besar di Kota
Flores. Meskipun, lagu tersebut diciptakan dalam kurun waktu yang begitu
singkat, namun ternyata lagu ini didasarkan pada kisah nyata sang penulis lagu
serta memiliki beberapa bagian dalam lirik yang maknanya terkesan ambivalen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji makna ambivalensi dalam lirik lagu,
menganalisis jenis narasi yang terkandung dalam lirik lagu serta
merepresentasikan makna lagu. Berdasarkan hasil penelitian, maka didapatkan
bahwa lagu daerah “Bale Nagi” mengandung beberapa makna ambivalensi yang
saling bertabrakan dalam kandungan lirik yang dibangun oleh penulis serta jenis
narasi yang diterapkan oleh sang penulis lagu bersifat narasi sugestif serta lagu ini
secara keseluruhan berceritakan tentang sebuah kerinduan seorang pemuda pada
kampung halaman tercinta.

Kata-kata kunci: Ambivalensi, Narasi Sugestif, Representasi

A. Pendahuluan
Penyampaian atau pengungkapan sebuah makna mengenai suatu hal
biasanya diwujudkan oleh seseorang ke dalam sebuah lagu pada musik. Musik
merupakan sebuah media yang digunakan oleh seorang seniman atau musisi
untuk menyampaikan sebuah pesan yang dirasakan atau dialami sendiri oleh
sang penciptanya. Menurut Djohan (2020:99), musik yang memengaruhi
suasana hati akan sangat berefek dalam meningkatkan konsentrasi sehingga
subjek dapat lebih memberi perhatian pada kata-kata yang tepat dengan
suasana musikalnya. Pengaruh musik terhadap konsentrasi ini dapat
2

menjelaskan alasan kata-kata yang tepat lebih mudah diingat. Penciptaan


sebuah karya seni tidak luput dari berbagai macam aspek yang dapat bersifat
internal maupun eksternal, baik dari segi pengalaman indera, merasakan
hingga mengalami sebuah momen yang menjadi dasar terciptanya sebuah
karya seni yang diciptakan. Perspektif ini didukung oleh Soedarso dalam
karangan bukunya yang berjudul “Trilogi Seni: Penciptaan, Eksistensi dan
Kegunaan Seni” (2006:55) yang menyatakan penciptaan seni bukan hanya
terpaku pada soal rasa yang menyenangkan, melainkan hasil dari gaung jiwa
yang besar serta yang diekspresikan berasal dari sisi-sisi emosional atau
subjektif dalam kepribadian manusia.
Salah satu komponen utama pada sebuah lagu selain aspek alunan
musik yakni ialah lirik dalam sebuah lagu. Menurut Cahyo, Manullang, &
Isnan (2020), dalam penelitiannya menyatakan bahwa pada dasarnya lagu
adalah ungkapan hati atau ekpresi manusia yang dituangkan dalam bentuk
kata-kata dan memiliki makna serta disampaikan dengan sebuah nada-nada
tertentu. Kemudian, dalam Nakagawa (2000:42), musik merupakan ekspresi
seni yang berpangkal pada tubuh yang terdiri dari suatu peredaran atau
feedback atau arus balik dari membunyikan, mendengarkan, dan
membunyikan kembali. Menurut Hadiansah & Rahadian (2021), lirik lagu
merupakan salah satu strategi penggunaan bahasa yang ekspresif dan
menimbulkan daya pesona. Lirik dalam sebuah lagu sangat mempengaruhi
hasil makna penilaian atau persepsi bagi para pendengarnya. Lirik lagu
sebagai salah satu unsur pembangun dalam lagu atau musik dapat
dikategorikan sebagai puisi dalam karya sastra. Menurut Kleden (2004:14),
pengaruh sebuah karya sastra pada pembaca atau penikmat sering tidak lagi
terlalu tergantung pada konteks produksi karya itu, tetapi lebih tergantung dari
konteks hidup dan pengalaman seorang pembaca atau penikmat.
Lagu ”Bale Nagi” merupakan salah satu lagu lawas dari daerah Nusa
Tenggara Timur berjeniskan musik pop daerah yang sangat fenomenal hingga
3

saat ini. Menurut Mintargo (2018), lagu pop daerah memilki tradisi yang baku
mulai dari aturan-aturan yang bersifat etika sampai ke tahap analisis estetika.
Lagu “Bale Nagi” ini sudah sangat begitu familiar di kalangan masyarakat
NTT. Lagu “Bale Nagi” merupakan lagu karangan dari seorang pemuda asal
Flores Timur di Tahun 1962 yang pada saat itu ia sedang berstatus salah satu
siswa yang bernama Jan Berchmans Lisen Djangun dari Seminari Mataloko
(Lembaga Pendididikan Calon Imam Katolik) dengan latar belakang
musiknya yang diperoleh dari para Pastor Eropa yang mengajar di
Seminarinya, akhirnya ia mampu menciptakan lagu sederhana ini dalam
waktu seminggu dengan kepentingan saat itu lagu tersebut hanyalah sebagai
media pementasan untuk sebuah acara perayaan di Kota Flores. Meskipun
dalam kurun waktu yang begitu singkat, karya lagu yang dihasilkan oleh Jan
Djangun ini tidak sekedar menghasilkan sebuah karya yang asal jadi, buktinya
lagu ini akhirnya berkembang begitu cepat dan akhirnya terkenal seantero
daratan NTT serta ditulis berdasarkan kisah nyata yang dirasakannya saat itu.
Selain itu, lagu ini juga sudah pernah dibawakan oleh seorang musisi terkenal,
yakni Benny Panjaitan yang merupakan gitaris utama serta vokalis dari grup
musik Panbers.
Lagu “Bale Nagi” secara tekstual mengandung makna kerinduan
seorang anak perantau terhadap kampung halamannya yang dimana sang
pencipta lagu yakni Jan Djangun mengisahkan kisah seorang perantau itu
adalah hasil manipulatif karakter dari dirinya sendiri. Menurut Sebayang
(2021:36), keindahan dalam seni termasuk lirik dalam lagu mempunyai
hubungan erat dengan kemampuan seniman dalam menilai dan menciptakan
karya seni, yaitu citarasa. Oleh karena itu, citarasa lirik yang digunakan dalam
lagu ini pun begitu banyak mengandung nilai-nilai kehidupan yang secara
tidak langsung membawa para pendengar ikut merasakan tiap lirik yang
dibawakan dalam lagu begitu terasa nyata meskipun diracik dalam sebuah
lagu. Menurut Merriam dalam terjemahan Bramantyo (2005:1), dalam sebuah
4

kesenian atau lagu terkandung karakteristik yang berupa luapan emosi dan
nafsu yang dibentuk kedalam sebuah fungsi keseluruhan di mana setiap
bagian mengekspresikan sebuah perasaan pencipta. Penggunaan kata-kata
dalam lirik lagu “Bale Nagi” menggunakan beberapa makna asli atau realis
serta makna kiasan yang makin membuat para pendengar begitu terbawa di
dalam lagunya tersebut.
Berdasarkan kutipan diatas, maka bisa diasumsikan untuk sementara
bahwa penyusunan lirik dalam sebuah lantunan lagu dapat berkaitan erat
dengan situasi sosial atau kehidupan yang sedang terjadi pada seseorang
ataupun kelompok pada momen tertentu. Demikian pula dengan lirik lagu
“Bale Nagi” yang begitu populer di masyarakat NTT hingga saat ini. Oleh
karena itu, saya sebagai peneliti sangat tertarik untuk mencoba mengkaji lirik
lagu ini dengan memperhatikan beberapa aspek.
Setelah melalui hasil pendeskripsian lirik lagu ini secara singkat,
umumnya lirik lagu yang disajikan sangat dalam akan makna dan kiasan
dalam hidup seorang perantau. Namun, sebenarnya terdapat beberapa frasa
yang sebenarnya memiliki makna yang cukup membingungkan atau
ambivalen dalam artiannya. Berdasarkan pada pokok penjelasan narasi
pendahuluan diatas, maka penelitian ini dikaji dalam beberapa rumusan
masalah berikut. Pertama, bagaimana makna ambivalensi dalam lirik lagu
“Bale Nagi”? Kedua, bagaimana kandungan narasi sugestif dalam lirik lagu
“Bale Nagi”? Ketiga, bagaimana representasi makna dalam lagu “Bale
Nagi”?

B. Hasil dan Pembahasan


1. Makna Ambivalensi Lirik Lagu “Bale Nagi”
Pada pembahasan rumusan pertama ini akan mengkaji mengenai
kandungan makna ambivalensi didalam lirik lagu “Bale Nagi”. Menurut
Kleden (2004:11), makna ambivalensi merupakan sebuah pernyataan yang
5

membingungkan yakni pernyataan yang menyatakan sesuatu dan sekaligus


menyembunyikannya, dan bahkan dapat menyembunyikan suatu niat atau
suatu nilai dengan menyatakannya, dan sebaliknya dapat pula menyatakan hal
yang sama justru dengan menyembunyikannya Dalam kasus ini, peneliti
secara jelas akan mengungkap makna-makna ambivalensi yang terkandung
didalam lirik lagu “Bale Nagi” dengan menggunakan pendekatan atau
analisis nalar murni dengan memperhatikan aspek A Priori dan aspek A
Posteriori yang diperkenalkan oleh Filsuf Jerman (Immanuel Kant) dalam
caranya menilai sebuah karya dalam seni. Untuk lebih jelasnya, berikut ini
merupakan gambar alur pemecahan masalah pada rumusan pertama masalah
dalam penelitian ini.

Makna Ambivalensi Analisis Nalar Murni

A Priori
A Posteriori

Gambar 1. Alur Pemecahan Masalah Makna Ambivalensi

a) Analisis Nalar Murni (A Priori)


Analisis nalar murni dengan menggunakan kajian A Priori
merupakan sebuah cara berpikir atau bernalar dalam menyimpulkan
sesuatu secara fakta, rasional, logis berdasarkan evidensi-evidensi
yang terkandung dalam sebuah karya tanpa dipengaruhi oleh adanya
aspek pengalaman atau empiris peneliti. Kajian A Priori dalam
penelitian ini akan mengidentifikasi tiap struktur lirik dalam lagu
berdasarkan pembagian susunan lirik dalam lagu. Lirik lagu “Bale
Nagi” terbagi menjadi Verse 1, Pre-Chorus, Chorus, Verse 2 dan Pre-
6

Chorus 2. Berikut ini akan dipaparkan mengenai kandungan makna


ambivalensi pada lirik lagu.

Verse 1 :
Lia lampu menyala di pante Uste-e
Lihat lampu menyala di Pantai Suster
Orang bekarang di angin sejo-e
Nelayan sedang menjaring ikan di kesejukan angin malam

Berdasarkan hasil telaah lirik dan melalui hasil autoritas


masyarakat daerah di NTT menganggap dan menyatakan bahwa lagu
“Bale Nagi” merupakan sebuah lagu daerah yang menceritakan
tentang kerinduan seorang perantau atau bujang terhadap kampung
halaman beserta keluarganya yang dikarenakan si perantau tersebut
sedang menjadi perantau di tanah orang. Akan tetapi, yang menjadi
faktor ambivalensi pada bagian verse 1 ini ialah dimana jika dianalisis
maka sebenarnya kata-kata yang disampaikan pada bagian ini
menyatakan bahwa si perantau atau tokoh dalam lagu ini sedang
berada di kampong halamannya. Asumsi ini dibuktikan pada kata awal
yakni “Lia lampu menyala di pante Uste-e” yang berarti si tokoh
tersebut sedang melihat suasana di Pantai Suster yang sebenarnya
merupakan pantai di kampong halamannya yakni Nagi.
Selain menyatakan keadaan suasana di pantai, sang tokoh juga
menyatakan kata “Orang bekarang di angin sejo-e” yang berarti
sedang melihat para nelayan sedang menjaring ikan di tepi pantai
dalam sejuknya angina malam. Dari kedua penggalan lirik ini, maka
secara jelas berdasarkan logika menyatakan bahwa sang tokoh tersebut
7

sebenarnya tidak berada di tempat lain melainkan sedang berada di


kampung halamannya sendiri bila dikaitkan dengan makna lagu ini
yang menceritakan kerinduan berarti sudah jelas terjadi atau
terkandung makna ambivalen pada verse 1 lagu “Bale Nagi”.

Gambar 2. Pantai Suster di Flores Timur Tahun 1915, NTT


(Sumber: Tropenmuseum of the Royal Tropical Institute).

Kemudian, selain terkandung makna ambivalensi pada bagian


verse 1, ternyata makna ambivalensi selanjutnya terpadat pada bagian
pre-chorus 1 yang untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut.

Pre-Chorus 1 :
Inga pa mo ema jao –e
Ingat Ayah dan Ibu yang jauh disana
So inga ade mo kaka jao-e
Juga Adik dan Kakak yang jauh disana
Berdasarkan hasil analisis secara A Priori pada lirik bagian
pre-chorus 1 ini maka dapat disimpulkan juga bahwa sebenarnya kata-
kata yang tertulis pada lirik menyatakan kerinduan sang tokoh. Hal ini
8

sudah jelas sangat bertabrakan atau terjadi kontradiktori makna atau


ambivalensi apabila mengacu pada penggalan awal di verse 1 yang
sudah menyatakan bahwa sebenarnya sang tokoh tidak berada dimana-
mana melainkan berada di kampung halamnnya. Oleh karena itu,
bagaimana mungkin sang tokoh tersebut harus merindukan
keluarganya padahal dia sendiri sebenarnya sedang berada di kampung
halamannya yang terbukti pada penggalan bait 1 dan bai 2 di bagian
pre-chorus 1 dengan bunyi “Inga pa mo ema jao –e” dan “So inga
ade mo kaka jao-e” yang berarti sang tokoh sedang merindukan ayah,
ibu beserta kakak dan adiknya.
Selanjutnya, beralih dari bagian pre-chorus 1, pada bagian ini
juga akan kembali membahas kandungan makna yang ambivalensi
pada bagian verse 2 pada lirik lagu “Bale Nagi”.

Verse 2 :
Pengga ole ma wura lewa Tanjo Bunga –e
Berlayar mengarungi arus Ole dan arus Wura meninggalkan
Tanjung Bunga
Malam embo ujan po rinte-e
Malam berembun juga bersama rintik hujan

Berdasarkan paparan teks lirik lagu dan terjemahan diatas,


maka selanjutnya yakni pada bagian verse 2 ini secara tidak langsung
sudah mengandung lagi makna yang ambivalensi. Hal ini karena
berlanjut dari alur awal hingga di bagian ini merupakan sebuah
kesinambungan kejadian yang menyatakan sebuah kebingungan
pengartian bila dikaji menggunakan pemikiran yang logis. Makna
ambivalensi yang terkandung pada verse 2 ini terbukti pada bait 1
9

yang berbunyi “Pengga ole ma wura lewa Tanjo Bunga-e” yang


berarti berlayar mengarungi arus Ole dan Wura meninggalkan Tanjung
Bunga. Pada penggalan teks ini sudah semakin mendukung bahwa
sebenarnya sang tokoh tidak berada di tanah orang atau di perantauan,
karena hal ini jelas dikatakan pada lirik bait 1 yang menyatakan bahwa
sebenarnya sang tokoh tersebut masih berada di sekitaran kampung
halamannya, yakni berlayar di sekitar selat Ole dan Wura yang
merupakan dua selat yang berada di Pantai Uste di Kabupaten Flores
Timur itu sendiri. Hal ini sangat bertabrakan dengan konteks yang
menyatakan lagu ini merupakan sebuah lagu kerinduan terhadap
kampung halaman, namun nyatanya sang tokoh dalam verse 2
mengisahkan dirinya yang sedang berlayar di arus Pantai Uste yang
merupakan wilayah di kampung halamannya.
Selain pada bagian verse 2, kandungan makna ambivalensi
selanjutnya masih berlanjut pada pre-chorus 2 yang mana sekali lagi
terkandung makna yang saling bertabrakan dengan tema lagu ini yang
berceritakan tentang sebuah kerinduan terhadap kampung halaman.

Pre-Chorus 2 :
Tanjo Bunga meking jao-e
Tanjung Bunga semakin jauh menghilang
Sinyo tedampa pi Nagi orang-e
Sinyo terdampar jauh dari kampung halaman di negeri orang

Kandungan makna ambvalensi selanjutnya terkandung pada


pre-chorus 2 yang dibuktikan pada lirik bait 2 dengan bunyi “Sinyo
tedampa pi Nagi orang-e” yang berarti menyatakan pada akhirnya dia
sudah berada di negeri orang. Pada momen ini sebenarnya terjadi
10

sebuah kontrakdiksi makna yang dimana bagaimana bisa sang tokoh


menyatakan dia sedang berada di negeri orang sedangkan penggalan
lirik dari awal hingga sebelum pre-chorus 2 yang masih secara
konsisten memberikan pernyataan bahwa dirinya sebenarnya masih
berada di kampung halamannya sendiri. Kemudian, makna
ambivalensi mencapai puncaknya ketika memasuki bagian chorus
pada lagu “Bale Nagi” ini yang merupakan bagian inti sang pencipta
menyatakan pesan dalam lagu ini secara keseluruhan.

Chorus :
Bale Nagi, Bale Nagi, Sinyo-e No-e, kendati nae bero–e
Pulang kampung, pulang kampung, Sinyo, meskipun hanya
naik perahu sampan
Bale Nagi, Bale Nagi, Sinyo-e No-e, kendati nae bero-e
Pulang kampung, pulang kampung, Sinyo, meskipun hanya
naik perahu sampan

Uraian pesan klimaks atau puncak lirik lagu “Bale Nagi” pada
bagian chorus ini akhirnya semakin melengkapi makna yang
ambivalensi atau membingungkan untuk diterjemahkan secara nalar
murni. Alasannya terletak pada bunyi bait 1 dan 2 pada lagu tersebut
menyatakan kerinduannya yang begitu mendalam dan ingin pulang
kembali meskipun hanya menaiki sebuah perahu sampan. Pada
konteks ini, ungkapan ini telah mengalami sebuah proposisi yang
sifatnya bisa saja menentang tentang tema sebenarnya pada lagu “Bale
Nagi” ini. Pada bagian awal lagu ini hingga pada bagian puncak,
skema perjalanan kisah sang tokoh sama sekali tak menggambarkan
11

bahwa dirinya sedang berada di perantauan apalagi sampai harus


merindukan kampung halaman beserta dengan keluarganya.
b) Analisis Kritik Nalar Murni (A Priori + A Posteriori)
Berlanjut dari pembahasan analisis A Priori diatas, maka
asumsi sementara yang berputar dalam analisis nalar murni ialah
mencapai pertentangan antara makna sesungguhnya dengan hasil
analisis nalar murni. Mengacu pada makna yang saling bertentangan
tersebut, maka disini peneliti mencoba untuk mencari opsi yang
berbeda dalam menjawab atau bahkan mematahkan asumsi sementara
tersebut. Jawaban akhir mengapa terjadi pertentangan makna
sebenarnya terletak pada sudut pandang yang digunakan oleh peneliti
dalam menganalisis lirik lagu “Bale Nagi”.
Penggunaan sudut pandang dan konteks yang digunakan
mengkaji ternyata sebenarnya berpengaruh besar dan aktif pada hasil
interpretasi sebuah karya termasuk pada lirik lagu yang menjadi obyek
kajian dalam penelitian ini. Sehingga, timbul sebuah pemikiran bahwa
ternyata akan lebih baik dan efektif apabila peneliti dalam menilai atau
menerjemahkan sebuah karya hendaknya tidak hanya menggunakan
substansi A Priori, melainkan alangkah lebih tepat jikalau peneliti
menggabungkan pola A Priori (Nalar Murni) dengan A Posteriori
(Pengalaman) dalam mengkaji sebuah karya termasuk pada lirik lagu.
Hal ini berbanding lurus dengan pernyataan seorang Filsuf besar dari
Jerman yang adalah Immanuel Kant yang merupakan tokoh pencetus
aliran Kritik Nalar Murni. Dalam bukunya yang berjudul “Critique of
Pure Reason” ia menentang secara tegas tentang penggunaan nalar
murni dalam menilai sebuah karya seni, hal ini dikatakannya karena
faktor pengalaman atau daya imajinasi dalam sangat berperan aktif
dalam menilai sebuah karya seni.
12

Sehingga, sampai pada tahap ini, peneliti akan mencoba


kembali menerjemahkan atau mengartikan makna yang ambivalensi
pada lirik lagu "Bale Nagi" dengan menggunakan analisis kritik nalar
murni atau analisis penggabungan antara A Priori dan A Posteriori
dalam proses mengkaji makna sesungguhnya dalam lirik lagu. Berikut
ini merupakan pola atau alur kerangka penilaian sebuah karya
menggunakan analisis A Priori dan A Posteriori.

Analisis Kritik Nalar Murni


(Immanuel Kant)
Lirik Lagu “Bale Nagi”

A Priori + A Posteriori Evokatif


Daya Imajinasi
Ruang – Waktu
Refleksi

Proposisi Inferensi

Gambar 3. Alur Analisis A Priori + A Posteriori dalam Seni

Berdasarkan gambar 3 diatas, maka dapat dijelaskan bahwa dalam


analisis kritik nalar murni menggunakan dua sudut pandang dalam
menerjemahkan suatu makna atau pesan, yakni menggunakan sudut
pandang A Priori dan A Posteriori. Melalui penggabungan dua sudut
pandang ini nantinya akan melahirkan yang namanya evokatif, daya
13

imajinasi, ruang dan waktu serta refleksi yang pada akhir atau puncaknya
akan memunculkan sebuah proposisi yang akan menjadi sebuah inferensi
dalam memaknai sebuah pesan atau makna dalam karya seni termasuk
pada lirik lagu “Bale Nagi”.
Evokatif merupakan sebuah perasaan serta imajinasi yang timbul pada
seseorang dikarenkan rangsangan dari sebuah karya yang dinikmati oleh
pendengar atau pembaca. Daya imajinasi merupakan tingkat
penggambaran seseorang akan sesuatu yang telah dilihat, dibaca ataupun
dirasakan pada sebuah obyek tertentu. Ruang-waktu dalam konteks
analisis ini berdiri sebagai lanjutan dari pola imajinasi yang sifatnya
sebagai predikat. Refleksi merupakan sebuah respons serta reaksi aktif
terhadap impresi dari sebuah obyek yang diamati atau dinikmati. Proposisi
merupakan proses berpikir yang berusaha untuk menghubungkan fakta
atau evidensi dengan sebuah pengalaman empirik yang diketahui menuju
kepada sebuah kesimpulan. Inferensi merupakan sebuah penarikan
kesimpulan dari terbentuknya sebuah pendapat di dalam proses
pembentukkan proposisi.
Berikut ini merupakan proses menganalisis kembali makna
ambivalensi dari lirik lagu “Bale Nagi” dengan menggunakan analisis A
Priori dan A Posteriori.

Verse 1 :
Lia lampu menyala di pante Uste-e
Lihat lampu menyala di Pantai Suster
Orang bekarang di angin sejo-e
Nelayan sedang menjaring ikan di kesejukan angin malam

Berdasarkan penggalan lirik pada verse 1 diatas, maka bila dianalisis


dengan menggunakan sudut pandang penalaran beserta pengalaman (daya
14

imajinasi) maka sebenarnya pada bagian ini sudah tidak mengandung lagi
makna yang sifatnya ambivalensi. Hal ini dikarenakan, bukan lagi sebuah
makna keberadaan tokoh yang dipertanyakan pada konteks verse 1 ini,
melainkan bagian ini merupakan sebuah percikan awal sang penulis dalam
memulai alurnya untuk menjelaskan kejadian dalam lagu ini.
Penggalan kata yang digunakan penulis pada bagian ini ditujukan
untuk mengenang kembali sebuah situasi dari sudut pandang sang tokoh
dalam lagu pada kampung halamannya, yang berbunyi “Lia lampu
menyala di Pantai Uste” merupakan penggambaran awal sang tokoh
dalam memulai kerinduannya yang kemudian didukung oleh bunyi lirik
“Orang bekarang di angina sejo-e” yang merupakan aktivitas kebiasaan
para nelayan di kampung halamannya jika malam telah tiba yakni mulai
menjaring ikan.

Pre-Chorus 1 :
Inga pa mo ema jao –e
Ingat Ayah dan Ibu yang jauh disana
So inga ade mo kaka jao-e
Juga Adik dan Kakak yang jauh disana

Pada bagian pre-chorus 1 ini pun sebenarnya sudah tidak terkandung


lagi makna yang ambivalensi, hal ini dikarenakan pada bait 1 dan 2 yang
memiliki arti mengingat ayah dan ibu serta kakak dan adik sebenarnya
merupakan pola sebab akibat dari percikan awal yang dibuat oleh penulis
dala sang tokoh dalam lagu. Oleh karena penyebab dia merindukan
kampung halamannya di verse 1 yang dia gambarkan tentang siatuasi
secara keadaan kemudian berlanjut aspek akibatnya yakni juga
merindukan sosok keluarganya yang berada di kampung halaman.
Sehingga, tiada lagi tersirat makna yang ambivalensi pada bagian ini
15

melainkan sebuah lanjutan perasaan yang digunakan oleh pencipta dari


kerinduannya sang tokoh dalam lagu.

Verse 2 :
Pengga ole ma wura lewa Tanjo Bunga –e
Berlayar mengarungi arus Ole dan arus Wura meninggalkan
Tanjung Bunga
Malam embo ujan po rinte-e
Malam berembun juga bersama rintik hujan

Berdasarkan penggalan lirik diatas, maka pada bagian verse 2 ini juga
sudah tidak lagi mengandung makna ambivalensi. Karena pada bagian ini,
penulis kembali memunculkan suasana yang bersifat lanjutan dari bagian
verse 1 dan pre-chorus 1, yang mana pada bagian ini penulis
menggambarkan kisah sang tokoh dalam lagu ketika hendak mulai
meninggalkan kampung halamannya yang terbukti pada bait 1 dan 2
dengan bunyi “Pengga ole ma wura lewa Tanjo Bunga-e” dan “Malam
embo ujan po rinte-e” yang berarti ketika sang tokoh dalam lagu hendak
pergi meninggalkan kampung halamannya dengan latar kejadian yakni ia
mulai berlayar mengarungi arus ole dan wura di Pantai Uste yang
merupakan dua selat di kampung halamannya dengan latar waktu di
malam hari bersama turunnya rintik hujan. Disini penulis menghadirkan
sebuah pendeskripsian sang tokoh mulai beranjak meninggalkan kampung
halamannya dengan bukti alur ruang dan waktu yang dituliskannya pada
lirik lagu.

Pre-Chorus 2 :
Tanjo Bunga meking jao-e
Tanjung Bunga semakin jauh menghilang
16

Sinyo tedampa pi Nagi orang-e


Sinyo terdampar jauh dari kampung halaman di negeri orang

Berdasarkan penggalan lirik diatas, maka pada bagian pre-chorus 2


sudah sangat jelas bahwa bukan lagi makna ambivalensi yang terikat pada
bagian ini melainkan sebuah alur lanjutan kisah penceritaan sang tokoh
dari bagian verse 2 sebelumnya. Pada bagian ini penulis mengisahkan
sebuah hubungan sebab akibat dari verse 2 yang mana pada bagian pre-
chorus 2 ini penulis mengisahkan lanjutan dari sang tokoh yang berlayar
mengarungi dua selat meninggalkan kampung halamannya hingga pada
bagian ini yang kembali memperjelas dari hasil berlayar itu pada akhirnya
sang tokoh mulai menyadari bahwa ia telah jauh dari kampung
halamannya yang terbukti pada bait 1 yakni “Tanjo Bunga meking jao-e”
yang berarti sudah semakin jauh kampung halamannya. Dengan
munculnya penanda bahwa sang tokoh telah jauh dari kampung
halamannya, kembali lagi sang penulis menyatakan keberadaan sang
tokoh yang ternyata sudah berada di negeri orang dari alur
keberangkatannya yang dibuktikan pada bait 2 pre-chorus ini yakni
“Sinyo tedampa pi Nagi orang-e” yang berarti sang tokoh dalam lagu
yang telah sampai di kampung atau negeri orang.

Chorus :
Bale Nagi, Bale Nagi, Sinyo-e No-e, kendati nae bero–e
Pulang kampung, pulang kampung, Sinyo, meskipun hanya naik
perahu sampan
Bale Nagi, Bale Nagi, Sinyo-e No-e, kendati nae bero-e
Pulang kampung, pulang kampung, Sinyo, meskipun hanya naik
17

perahu sampan

Pada bagian terakhir, yakni pada bagian chorus atau puncak utama
pesan atau makna dalam lagu ini, akhirnya sang penulis mengutarakan
pesan yang menjadi makna utama dalam lagu “Bale Nagi” ini, yakni
melalui sang tokoh dalam lagu, si penulis menyatakan bahwa saat ini sang
tokoh memang sangat merindukan kampung halamannya disaat setelah
dia mengenang kembali kampung halaman dan kisah keberangkatannya
meninggalkan kampung halamannya yang tertulis di bagian verse 1, pre-
chorus 1, verse 2, dan pre-chorus 2, yang membuat sang tokoh tidak
mampu lagi menampung semua kerinduannya terhadap kampung
halaman beserta keluarganya disana yang dibuktikan secara berulang
pada bait 1 dan 2 dengan bunyi “Bale Nagi, Bale Nagi, Sinyo-e No-e,
kendati nae bero-e” yang berarti sang tokoh yang sangat ingin pulang
kampung meskipun hanya menaiki sebuah sampan kecil. Kata yang
digunakan oleh sang penulis pada bagian chorus ini mengandung dua
penggunaan gaya bahasa yang dituliskan, yakni mengandung gaya bahasa
repetisi dan hiperbola. Gaya bahasa repetisi pada bagian chorus ini
dibuktikan pada bagian awal kalimat bait 1 dan 2 yakni “Bale Nagi” yang
mana gaya bahasa repetisi merupakan perulangan kata pada satu konteks
yang sama. Kemudian, penggunaan gaya bahasa hiperbola yang
dibuktikan pada bagian akhir kalimat bait 1 dan 2 yakni “Kendati nae
bero-e” yang mana sang tokoh ingin pulang kampung meskipun hanya
menggunakan sebuah perahu sampan yang dimana kondisi ini sifatnya
tidak masuk akal atau ungkapan yang berlebihan (hiperbola), karena
secara logika sebuah perahu sampan tidak akan mengarungi laut di Pantai
Uste yang memiliki dua selat yakni ole dan wura yang sangat deras serta
berlawanan arah arusnya.
18

Sehingga, pada akhir analisis dengan menggunakan A Priori dan A


Posteriori dapat disimpulkan bahwa makna ambivalensi yang terkandung
dalam lagu “Bale Nagi” sudah tidak menyiratkan makna yang
membingungkan, hal ini dikarenakan peneliti menggunakan pola
penalaran beserta pengalaman untuk menerjemahkan karya lagu ini.
Penerjemahan sebuah karya seni termasuk lirik lagu “Bale Nagi” ini akan
mencapai ungkapan makna yang tepat apabila penggunaan sudut pandang
dalam konteks mengartikan sebuah pesan melalui instrument yang tepat,
yakni dengan menggunakan analisis A Priori dan A Posteriori yang
akhirnya selaras dengan tema sebenarnya pada lagu “Bale Nagi” yakni
yang menceritakan tentang sebuah kerinduan seseorang atau perantau
terhadap kampung halaman dan keluarganya saat ia sedang berada jauh di
negeri orang.
2. Narasi Sugestif dalam Lirik Lagu “Bale Nagi”
Kajian yang akan menjadi pembahasan pada bahasan rumusan kedua
dalam penelitian ini ialah pembuktian bahwa lirik lagu “Bale Nagi” apakah
tergolong dalam jenis narasi yang memiliki sifat sugestif atau sebalinya yakni
tidak bersifat sugestif. Selain mengungkap jenis sifat narasi pada lirik lagu,
pada tahap ini juga peneliti akan mengidentifikasi jenis struktur naratif apa
yang digunakan oleh penulis atau pencipta lagu “Bale Nagi” dalam lirik
lagunya berdasarkan struktur kalimat di dalam lirik lagu.
a) Analisis Narasi Sugestif dalam Lirik Lagu “Bale Nagi”
Menurut Keraf (2004:138-139) dalam karya bukunya yang berjudul
“Argumentasi dan Narasi” dijelaskan bahwa setidaknya terdapat dua jenis
narasi, yakni narasi ekspositoris dan narasi sugestif. Narasi ekspositoris
merupakan sebuah narasi yang bertujuan untuk mengetahui apa yang
dikisahkan. Sasaran utama dalam narasi ekspositoris adalah rasio, yaitu
berupa perluasan pengetahuan para pembaca sesudah membaca kisah
tersebut. Sebaliknya, narasi sugestif merupakan sebuah narasi sasaran
19

utamanya bukan memperluas pengetahuan seseorang, tetapi berusaha


memberi makna atas peristiwa atau kejadian itu sebagai suatu pengalaman.
Sehingga, berdasarkan pengertian diatas serta hasil dari penemuan masalah
pada rumusan sebelumnya, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
lirik dalam lagu “Bale Nagi” bersifat narasi sugestif. Lagu “Bale Nagi”
bisa dikategorikan dalam narasi sugestif juga didukung oleh pernyataan
Rene Wellek & Austin Warren dalam Melani (1989: 143), kesejajaran dua
cabang seni yakni sastra dan musik hanya didasarkan pada aspek emosional
penikmat semata, tidak akan membantu meningkatkan pengetahuan.
Kemudian, mengacu kembali pada buku deskripsi diatas yang
menyatakan bahwa dalam narasi sugestif terdapat 4 kriteria yang
menentukan apakah narasi tersebut bersifat sugestif atau tidak. Sehingga,
melalui ini peneliti akan memberikan bukti atau fakta bahwa dalam lirik
lagu “Bale Nagi” bersifat susgestif dengan berlandaskan pada 4 kriteria
yang tercantum.
Pertama, dalam narasi sugestif menyampaikan suatu makna atau suatu
amanat yang tersirat. Kriteria ini dapat ditunjukkan pada lirik lagu bagian
chorus, yakni “Bale Nagi, Bale Nagi Sinyo-e No-e, kendati nae bero-e”
yang dimana penulis secara jelas menyatakan makna atau pesan utama
lagunya yang menceritakan tentang sebuah kerinduan seorang perantau
terhadap kampung halaman beserta sanak-saudara keluarganya.
Kedua, narasi sugestif menimbulkan daya khayal. Kriteria ini dapat
ditunjukkan pada lirik lagu bagian verse 1, yakni “Lia lampu menyala di
Pantai Uste-e, Orang bekarang di angina sejo-e” yang secara jelas
menyatakan dimana sang tokoh membayangkan kembali atau mengingat
kembali situasi di kampung halamannya ketika ia sedang berada di negeri
orang, dalam hal ini sang tokoh dalam lirik lagu sedang berimajinasi secara
memorial mengenai kampung halamannya.
20

Ketiga, narasi sugestif tidak terlalu menitiberatkan penerjemahan


makna pada sebuah penalaran, karena penalaran hanya berfungsi senagai
alat untuk menyampaikan makna, sehingga jika perlu penalaran dapat
dilanggar. Kriteria ini dapat ditunjukkan pada lirik lagu bagian pre-chorus
1 dan verse 2, yakni “inga pa mo ema jao-e, inga ad emo kaka jao-e” dan
“pengga ole ma wura lewa Tanjo Bunga-e, malam embo ujan po rinte-e”
yang secara jelas menunjukkan bahwa kalimat-kalimat ini hanyalah sebagai
alat penyampaian pesan sang penulis dalam tokoh lagu yang secara singkat
dapat dinyatakan sebagai penjelasan akan kerinduannya yang begitu dalam
pada kampung halamannya.
Keempat, narasi sugestif bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif
dengan menitikberatkan penggunaan kata-kata konotatif. Kriteria ini dapat
ditunjukkan pada lirik lagu bagian pre-chorus 2 khususnya pada bait 2,
yakni “Sinyo tedampa pi Nagi orang-e” yang secara jelas menunjukkan
kata sinyo tedampa merupakan kata dalam kalimat yang sifatnya konotatif
yang sifatnya merupakan makna kiasan untuk menjelaskan sebuah makna
sesungguhnya atau kata-kata denotatif yang berarti sang tokoh yang saat itu
berada di negeri orang untuk keperluan akan sesuatu bukan terdampar atau
dengar artian sesungguhnya kehilangan arah menuju suatu tempat.
b) Analisis Struktur Naratif Lagu “Bale Nagi”
Lirik dalam lagu “Bale Nagi” selain memiliki sifat sugestif, peneliti
juga harus mampu mengkategorikan jenis narasi lagu ini secara analisis
struktur pada lirik di tiap bagiannya. Dalam narasi, peristiwa terdiri atas
berbagai bagian. Menurut Azizaty & Putri (2018), narasi tidak identik
dengan peristiwa aktual yang sebenarnya, karena pembuat narasi bukan
hanya memilih peristiwa yang dipandang penting tetapi juga menyusun
peristiwa tersebut ke dalam babak atau tahapan tertentu.
Berdasarkan hasil analisis pada rumusan masalah pertama hingga
analisis jenis narasi, maka secara keseluruhan lagu “Bale Nagi” tergolong
21

ke dalam struktur naratif alur. Narasi alur merupakan suatu narasi


mempunyai struktur dari awal hingga akhir, dan mempunyai urutan
kronologis, motif dan plot, dan hubungan sebab akibat suatu peristiwa.
Narasi alur memiliki tiga bagian, yakni awal (equilibrium), tengah
(disruptiom) dan akhir (eqilibrium).
Bagian atau alur awal dalam lagu lagu “Bale Nagi” berdasarkan hasil
analisis terletak pada bagian verse 1 dan pre-chorus 1, yang mana alur
awal ini menyatakan awal permulaan pengisahan atau penggambaran
sebuah situasi terjadi, yang dibuktikan pada lirik “Lia lampu menyala di
Pantai Uste-e, orang bekarang di angina sejo-e” yang berarti sang tokoh
dalam lagu memulai narasinya dengan mengingat kembali situasi di
kampung halamannya.
Bagian atau alur tengah dalam lagu “Bale Nagi” berdasarkan hasil
analisis terletak pada bagian chorus, chorus, yang mana alur tengah ini
memiliki sifat hubungan akibat (disruption) yang merupakan letak atau
klimaks dari kandungan makna dalam lagu ini. Kata dalam lirik lagu yang
menunjukkan pesan puncak dalam lagu ini ditunjukkan pada “Bale Nagi,
Bale Nagi SInyo-e No-e kendati nae bero-e” yang berarti ingin pulang
kampung meskipun hanya menaiki perahu sampan yang mengandung
makna akibat dari kerinduan (hubungan sebab) dalam lagu “Bale Nagi”.
Bagian atau alur akhir dalam lagu “Bale Nagi” berdasarkan pada hasil
analisis terletak pada bagian verse 2 dan pre-chorus 2 yang merupakan
letak penggambaran hubungan sebab yang terakhir sekaligus menjadi pesan
penutup tentang keberadaan atau posisi sang tokoh dalam menjelaskan
hubungan sebab yang mengakibatkan hubungan akibat pada bagian chorus.
Lirik penutup berbunyi “Tanjo Bunga making jao-e, sinyo tedampa pi
Nagi orang-e” yang merupakan pesan akhir dari lagu dengan sebuah
pernyataan bahwa sang tokoh sedang merantu di negeri orang sebagai
predikat hubungan sebab terhadap pesan klimaks dari lagu ini yang
22

merupakan sebuah kerinduan (hubungan akibat) dari awal hingga akhir


lagu.

3. Representasi Lirik Lagu “Bale Nagi”


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), representasi merupakan
sebuah tindakan atau upaya untuk mewakili sesuatu dan sifatnya yang
mengungkap sebuah informasi atau pesan yang terkandung dalam suatu
obyek, baik itu bersifat lisan ataupun tertulis. Menurut Basyar (2022),
representasi ditinjau dari segi bahasa ialah dari kata bahasa inggris, yaitu
representation. Representasi adalah perbuatan mewakili, keadaan diwakili,
apa yang mewakili, atau perwakilan.
Representasi makna dalam lirik lagu “Bale Nagi” ini, menggambarkan
tentang sebuah kerinduan terhadap kampung halaman beserta sanak saudara
dan keluarga ketika sedang berada di negeri orang dalam sebuah perantauan.
Disini berarti, sikap untuk tetap mengingat darimana kita berasal (kampung
halaman) merupakan salah satu landasan kehidupan yang mesti dipegang erat
oleh para perantau dimanapun keberadaan mereka. Dengan tetap mengingat
darimana kita berasal, sangat memungkinkan kita untuk mampu bersikap
rendah hati dan paham tentang identitas diri kita ketika kita berada didalam
lingkungan kehidupan yang sifatnya subyek dan beragam.

C. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis lirik lagu “Bale Nagi” ini pada sub bahasan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan pertama, berdasarkan hasil analisis
dalam penelitian ini, maka pada rumusan masalah pertama dapat disimpulkan
bahwa dalam merepresentasi sebuah karya seni termasuk lirik lagu pada
dasarnya sangat dipengaruhi oleh sudut pandang serta konteks cara si penilai
menyimpulkan sebuah karya. Dalam kasus penelitian ini, telah dibuktikan
bahwa akan terjadi sebuah kebimbangan dalam menilai sebuah karya lagu
23

apabila hanya menggunakan substansi pemikiran secara rasional (A Priori).


Dalam hal ini, sudah sangat jelas bahwa faktor pada substansi pengalaman (A
Posteriori) sangat berpengaruh dan bersifat sangat aktif dalam
menginterpretasikan sebuah makna dalam lirik lagu. Karena menurut peneliti,
sebuah hasil karya seni termasuk sebuah lagu dalam proses penciptaannya
tidak akan mampu mengelak dari kondisi masyarakat baik secara individual
atau kolektif serta situasi kebudayaan dari tempat karya itu dihasilkan. Oleh
karena itu, refleksi secara nalar dan pengalaman sangat perlu digunakan
dalam merepresentasikan sebuah karya seni termasuk pada lirik lagu “Bale
Nagi”.
Kedua, lirik lagu “Bale Nagi” yang merupakan objek dalam penelitian
ini tergolong ke dalam jenis narasi yang sifatnya sugestif yakni dimana lirik
lagu yang disajikan bertujuan untuk merangsang para pembaca atau
pendengar untuk ikut berpasrtisipasi dalam memaknai karya tersebut dengan
memacu kembali daya imajinasi si penerima rangsangan sebuah karya. Dalam
hal ini, lirik lagu “Bale Nagi” secara tidak langsung dapat membuat atau
memacu para pendengarnya untuk ikut kembali merasakan sebuah rasa
kerinduan yang begitu dalam terhadap kampung halaman dan khususnya
keluarga ketika sedang berada di tanah orang entah itu sebagai perantau
ataupun dalam konteks menimbah ilmu atau mencari peruntungan kehidupan
serta jenis narasi lirik lagu ini tergolong dalam jenis narasi alur yang pada
polanya sangat menekankan urutan pengisahan sebuah peristiwa atau
kejadian.
Ketiga, representasi makna dalam lirik lagu “Bale Nagi” ini,
menggambarkan tentang sebuah kerinduan terhadap kampung halaman
beserta sanak saudara dan keluarga ketika sedang berada di negeri orang
dalam sebuah perantauan.

D. Daftar Pustaka
24

Basyar, M., Khoiril. (2022). “Representasi Sufistik dalam Lirik Lagu Kala
Cinta Menggoda Karya Crishye Album ke 17”. [Skripsi, Universitas
Islam Malang]. http://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/4996

Cahyo, A. N., Manullang, T. A. A., & Isnan, M. (2020). “Analisis


Penggunaan Gaya Bahasa Sarkasme pada Lagu Bahaya Komunis
Karangan Jason Ranti”. Jurnal Sastra. Vol. 09, No. o1. Halaman 06-22.
https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/ajs/article/view/18329/13483

Djohan. (2020). Psikologi Musik. Yogyakarta: PT. Kanisius.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2021). Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hadiansah, Deni & Rahadian, Lidya. (2021). “Metafora dalam Lirik Lagu
Album Wakil Rakyat Karya Iwan Fals: Tilikan Stilistika”. Jurnal Silistik
Dimensi Linguistik. Vol. 01, No. 01. Halaman 19-28.
https://silistik.ejournal.unri.ac.id/index.php/js/article/view/5/3

Keraf, Gorys. (2004). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Penerbit PT.


Gramedia Pustaka Utama.

Kleden, Ignas. (2004). Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan. Jakarta: PT.
Pustaka Utama Grafiti.

Merriam, A., P. 1964. Antropologi Musik. Terjemahan Bramantyi Triyono.


Bagian Ketiga. Yogyakarta: Perpustakaan Institut Seni Indonesia.

Nakagawa, Shin. (2000). Musik dan Kosmos Sebuah Pengantar


Etnomusikologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mintargo, Wisnu. (2018). Budaya Musik Indonesia. Yogyakarta: PT.


Kanisius.

Sebayang, A., J., Irianta. (2021). Musik Programmatik Perjanjian Sinai.


Surabaya: Scopindo Media Pustaka.

Siti, S. Azizaty & Idola P. Putri. (2018). “Analisis Narasi Tzvetan Todorov
pada Film Sokola Rimba”. Jurnal Kajian Televisi dan Film. Vol. 02, No.
25

01. Halaman 51-67.


https://jurnal.unpad.ac.id/protvf/article/view/12873/9077

Soedarso, SP. 2006. Trilogi Seni – Penciptaan, Eksistensi dan Kegunaan


Seni. Yogyakarta: Badan Penerbit Institut Seni Yogyakarta.

Wellek, Rene & Warren, Austin. 1989. Teori Kesusastraan. Terjemahan


Budianta Melani. Cetakan Kelima. Jakarta: PT. Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai