Abstrak
Lagu ”Bale Nagi” merupakan salah satu lagu lawas dari daerah Nusa Tenggara
Timur yang sangat fenomenal hingga saat ini. Lagu ini merupakan lagu karangan
dari seorang pelajar muda bernama Berchmans Lisen Djangun asal Flores Timur
di Tahun 1962 sebagai salah satu siswa Seminari Mataloko (Lembaga
Pendididikan Calon Imam Katolik) dengan kepentingan saat itu lagu tersebut
hanyalah sebagai media pementasan untuk sebuah acara perayaan besar di Kota
Flores. Meskipun, lagu tersebut diciptakan dalam kurun waktu yang begitu
singkat, namun ternyata lagu ini didasarkan pada kisah nyata sang penulis lagu
serta memiliki beberapa bagian dalam lirik yang maknanya terkesan ambivalen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji makna ambivalensi dalam lirik lagu,
menganalisis jenis narasi yang terkandung dalam lirik lagu serta
merepresentasikan makna lagu. Berdasarkan hasil penelitian, maka didapatkan
bahwa lagu daerah “Bale Nagi” mengandung beberapa makna ambivalensi yang
saling bertabrakan dalam kandungan lirik yang dibangun oleh penulis serta jenis
narasi yang diterapkan oleh sang penulis lagu bersifat narasi sugestif serta lagu ini
secara keseluruhan berceritakan tentang sebuah kerinduan seorang pemuda pada
kampung halaman tercinta.
A. Pendahuluan
Penyampaian atau pengungkapan sebuah makna mengenai suatu hal
biasanya diwujudkan oleh seseorang ke dalam sebuah lagu pada musik. Musik
merupakan sebuah media yang digunakan oleh seorang seniman atau musisi
untuk menyampaikan sebuah pesan yang dirasakan atau dialami sendiri oleh
sang penciptanya. Menurut Djohan (2020:99), musik yang memengaruhi
suasana hati akan sangat berefek dalam meningkatkan konsentrasi sehingga
subjek dapat lebih memberi perhatian pada kata-kata yang tepat dengan
suasana musikalnya. Pengaruh musik terhadap konsentrasi ini dapat
2
saat ini. Menurut Mintargo (2018), lagu pop daerah memilki tradisi yang baku
mulai dari aturan-aturan yang bersifat etika sampai ke tahap analisis estetika.
Lagu “Bale Nagi” ini sudah sangat begitu familiar di kalangan masyarakat
NTT. Lagu “Bale Nagi” merupakan lagu karangan dari seorang pemuda asal
Flores Timur di Tahun 1962 yang pada saat itu ia sedang berstatus salah satu
siswa yang bernama Jan Berchmans Lisen Djangun dari Seminari Mataloko
(Lembaga Pendididikan Calon Imam Katolik) dengan latar belakang
musiknya yang diperoleh dari para Pastor Eropa yang mengajar di
Seminarinya, akhirnya ia mampu menciptakan lagu sederhana ini dalam
waktu seminggu dengan kepentingan saat itu lagu tersebut hanyalah sebagai
media pementasan untuk sebuah acara perayaan di Kota Flores. Meskipun
dalam kurun waktu yang begitu singkat, karya lagu yang dihasilkan oleh Jan
Djangun ini tidak sekedar menghasilkan sebuah karya yang asal jadi, buktinya
lagu ini akhirnya berkembang begitu cepat dan akhirnya terkenal seantero
daratan NTT serta ditulis berdasarkan kisah nyata yang dirasakannya saat itu.
Selain itu, lagu ini juga sudah pernah dibawakan oleh seorang musisi terkenal,
yakni Benny Panjaitan yang merupakan gitaris utama serta vokalis dari grup
musik Panbers.
Lagu “Bale Nagi” secara tekstual mengandung makna kerinduan
seorang anak perantau terhadap kampung halamannya yang dimana sang
pencipta lagu yakni Jan Djangun mengisahkan kisah seorang perantau itu
adalah hasil manipulatif karakter dari dirinya sendiri. Menurut Sebayang
(2021:36), keindahan dalam seni termasuk lirik dalam lagu mempunyai
hubungan erat dengan kemampuan seniman dalam menilai dan menciptakan
karya seni, yaitu citarasa. Oleh karena itu, citarasa lirik yang digunakan dalam
lagu ini pun begitu banyak mengandung nilai-nilai kehidupan yang secara
tidak langsung membawa para pendengar ikut merasakan tiap lirik yang
dibawakan dalam lagu begitu terasa nyata meskipun diracik dalam sebuah
lagu. Menurut Merriam dalam terjemahan Bramantyo (2005:1), dalam sebuah
4
kesenian atau lagu terkandung karakteristik yang berupa luapan emosi dan
nafsu yang dibentuk kedalam sebuah fungsi keseluruhan di mana setiap
bagian mengekspresikan sebuah perasaan pencipta. Penggunaan kata-kata
dalam lirik lagu “Bale Nagi” menggunakan beberapa makna asli atau realis
serta makna kiasan yang makin membuat para pendengar begitu terbawa di
dalam lagunya tersebut.
Berdasarkan kutipan diatas, maka bisa diasumsikan untuk sementara
bahwa penyusunan lirik dalam sebuah lantunan lagu dapat berkaitan erat
dengan situasi sosial atau kehidupan yang sedang terjadi pada seseorang
ataupun kelompok pada momen tertentu. Demikian pula dengan lirik lagu
“Bale Nagi” yang begitu populer di masyarakat NTT hingga saat ini. Oleh
karena itu, saya sebagai peneliti sangat tertarik untuk mencoba mengkaji lirik
lagu ini dengan memperhatikan beberapa aspek.
Setelah melalui hasil pendeskripsian lirik lagu ini secara singkat,
umumnya lirik lagu yang disajikan sangat dalam akan makna dan kiasan
dalam hidup seorang perantau. Namun, sebenarnya terdapat beberapa frasa
yang sebenarnya memiliki makna yang cukup membingungkan atau
ambivalen dalam artiannya. Berdasarkan pada pokok penjelasan narasi
pendahuluan diatas, maka penelitian ini dikaji dalam beberapa rumusan
masalah berikut. Pertama, bagaimana makna ambivalensi dalam lirik lagu
“Bale Nagi”? Kedua, bagaimana kandungan narasi sugestif dalam lirik lagu
“Bale Nagi”? Ketiga, bagaimana representasi makna dalam lagu “Bale
Nagi”?
A Priori
A Posteriori
Verse 1 :
Lia lampu menyala di pante Uste-e
Lihat lampu menyala di Pantai Suster
Orang bekarang di angin sejo-e
Nelayan sedang menjaring ikan di kesejukan angin malam
Pre-Chorus 1 :
Inga pa mo ema jao –e
Ingat Ayah dan Ibu yang jauh disana
So inga ade mo kaka jao-e
Juga Adik dan Kakak yang jauh disana
Berdasarkan hasil analisis secara A Priori pada lirik bagian
pre-chorus 1 ini maka dapat disimpulkan juga bahwa sebenarnya kata-
kata yang tertulis pada lirik menyatakan kerinduan sang tokoh. Hal ini
8
Verse 2 :
Pengga ole ma wura lewa Tanjo Bunga –e
Berlayar mengarungi arus Ole dan arus Wura meninggalkan
Tanjung Bunga
Malam embo ujan po rinte-e
Malam berembun juga bersama rintik hujan
Pre-Chorus 2 :
Tanjo Bunga meking jao-e
Tanjung Bunga semakin jauh menghilang
Sinyo tedampa pi Nagi orang-e
Sinyo terdampar jauh dari kampung halaman di negeri orang
Chorus :
Bale Nagi, Bale Nagi, Sinyo-e No-e, kendati nae bero–e
Pulang kampung, pulang kampung, Sinyo, meskipun hanya
naik perahu sampan
Bale Nagi, Bale Nagi, Sinyo-e No-e, kendati nae bero-e
Pulang kampung, pulang kampung, Sinyo, meskipun hanya
naik perahu sampan
Uraian pesan klimaks atau puncak lirik lagu “Bale Nagi” pada
bagian chorus ini akhirnya semakin melengkapi makna yang
ambivalensi atau membingungkan untuk diterjemahkan secara nalar
murni. Alasannya terletak pada bunyi bait 1 dan 2 pada lagu tersebut
menyatakan kerinduannya yang begitu mendalam dan ingin pulang
kembali meskipun hanya menaiki sebuah perahu sampan. Pada
konteks ini, ungkapan ini telah mengalami sebuah proposisi yang
sifatnya bisa saja menentang tentang tema sebenarnya pada lagu “Bale
Nagi” ini. Pada bagian awal lagu ini hingga pada bagian puncak,
skema perjalanan kisah sang tokoh sama sekali tak menggambarkan
11
Proposisi Inferensi
imajinasi, ruang dan waktu serta refleksi yang pada akhir atau puncaknya
akan memunculkan sebuah proposisi yang akan menjadi sebuah inferensi
dalam memaknai sebuah pesan atau makna dalam karya seni termasuk
pada lirik lagu “Bale Nagi”.
Evokatif merupakan sebuah perasaan serta imajinasi yang timbul pada
seseorang dikarenkan rangsangan dari sebuah karya yang dinikmati oleh
pendengar atau pembaca. Daya imajinasi merupakan tingkat
penggambaran seseorang akan sesuatu yang telah dilihat, dibaca ataupun
dirasakan pada sebuah obyek tertentu. Ruang-waktu dalam konteks
analisis ini berdiri sebagai lanjutan dari pola imajinasi yang sifatnya
sebagai predikat. Refleksi merupakan sebuah respons serta reaksi aktif
terhadap impresi dari sebuah obyek yang diamati atau dinikmati. Proposisi
merupakan proses berpikir yang berusaha untuk menghubungkan fakta
atau evidensi dengan sebuah pengalaman empirik yang diketahui menuju
kepada sebuah kesimpulan. Inferensi merupakan sebuah penarikan
kesimpulan dari terbentuknya sebuah pendapat di dalam proses
pembentukkan proposisi.
Berikut ini merupakan proses menganalisis kembali makna
ambivalensi dari lirik lagu “Bale Nagi” dengan menggunakan analisis A
Priori dan A Posteriori.
Verse 1 :
Lia lampu menyala di pante Uste-e
Lihat lampu menyala di Pantai Suster
Orang bekarang di angin sejo-e
Nelayan sedang menjaring ikan di kesejukan angin malam
imajinasi) maka sebenarnya pada bagian ini sudah tidak mengandung lagi
makna yang sifatnya ambivalensi. Hal ini dikarenakan, bukan lagi sebuah
makna keberadaan tokoh yang dipertanyakan pada konteks verse 1 ini,
melainkan bagian ini merupakan sebuah percikan awal sang penulis dalam
memulai alurnya untuk menjelaskan kejadian dalam lagu ini.
Penggalan kata yang digunakan penulis pada bagian ini ditujukan
untuk mengenang kembali sebuah situasi dari sudut pandang sang tokoh
dalam lagu pada kampung halamannya, yang berbunyi “Lia lampu
menyala di Pantai Uste” merupakan penggambaran awal sang tokoh
dalam memulai kerinduannya yang kemudian didukung oleh bunyi lirik
“Orang bekarang di angina sejo-e” yang merupakan aktivitas kebiasaan
para nelayan di kampung halamannya jika malam telah tiba yakni mulai
menjaring ikan.
Pre-Chorus 1 :
Inga pa mo ema jao –e
Ingat Ayah dan Ibu yang jauh disana
So inga ade mo kaka jao-e
Juga Adik dan Kakak yang jauh disana
Verse 2 :
Pengga ole ma wura lewa Tanjo Bunga –e
Berlayar mengarungi arus Ole dan arus Wura meninggalkan
Tanjung Bunga
Malam embo ujan po rinte-e
Malam berembun juga bersama rintik hujan
Berdasarkan penggalan lirik diatas, maka pada bagian verse 2 ini juga
sudah tidak lagi mengandung makna ambivalensi. Karena pada bagian ini,
penulis kembali memunculkan suasana yang bersifat lanjutan dari bagian
verse 1 dan pre-chorus 1, yang mana pada bagian ini penulis
menggambarkan kisah sang tokoh dalam lagu ketika hendak mulai
meninggalkan kampung halamannya yang terbukti pada bait 1 dan 2
dengan bunyi “Pengga ole ma wura lewa Tanjo Bunga-e” dan “Malam
embo ujan po rinte-e” yang berarti ketika sang tokoh dalam lagu hendak
pergi meninggalkan kampung halamannya dengan latar kejadian yakni ia
mulai berlayar mengarungi arus ole dan wura di Pantai Uste yang
merupakan dua selat di kampung halamannya dengan latar waktu di
malam hari bersama turunnya rintik hujan. Disini penulis menghadirkan
sebuah pendeskripsian sang tokoh mulai beranjak meninggalkan kampung
halamannya dengan bukti alur ruang dan waktu yang dituliskannya pada
lirik lagu.
Pre-Chorus 2 :
Tanjo Bunga meking jao-e
Tanjung Bunga semakin jauh menghilang
16
Chorus :
Bale Nagi, Bale Nagi, Sinyo-e No-e, kendati nae bero–e
Pulang kampung, pulang kampung, Sinyo, meskipun hanya naik
perahu sampan
Bale Nagi, Bale Nagi, Sinyo-e No-e, kendati nae bero-e
Pulang kampung, pulang kampung, Sinyo, meskipun hanya naik
17
perahu sampan
Pada bagian terakhir, yakni pada bagian chorus atau puncak utama
pesan atau makna dalam lagu ini, akhirnya sang penulis mengutarakan
pesan yang menjadi makna utama dalam lagu “Bale Nagi” ini, yakni
melalui sang tokoh dalam lagu, si penulis menyatakan bahwa saat ini sang
tokoh memang sangat merindukan kampung halamannya disaat setelah
dia mengenang kembali kampung halaman dan kisah keberangkatannya
meninggalkan kampung halamannya yang tertulis di bagian verse 1, pre-
chorus 1, verse 2, dan pre-chorus 2, yang membuat sang tokoh tidak
mampu lagi menampung semua kerinduannya terhadap kampung
halaman beserta keluarganya disana yang dibuktikan secara berulang
pada bait 1 dan 2 dengan bunyi “Bale Nagi, Bale Nagi, Sinyo-e No-e,
kendati nae bero-e” yang berarti sang tokoh yang sangat ingin pulang
kampung meskipun hanya menaiki sebuah sampan kecil. Kata yang
digunakan oleh sang penulis pada bagian chorus ini mengandung dua
penggunaan gaya bahasa yang dituliskan, yakni mengandung gaya bahasa
repetisi dan hiperbola. Gaya bahasa repetisi pada bagian chorus ini
dibuktikan pada bagian awal kalimat bait 1 dan 2 yakni “Bale Nagi” yang
mana gaya bahasa repetisi merupakan perulangan kata pada satu konteks
yang sama. Kemudian, penggunaan gaya bahasa hiperbola yang
dibuktikan pada bagian akhir kalimat bait 1 dan 2 yakni “Kendati nae
bero-e” yang mana sang tokoh ingin pulang kampung meskipun hanya
menggunakan sebuah perahu sampan yang dimana kondisi ini sifatnya
tidak masuk akal atau ungkapan yang berlebihan (hiperbola), karena
secara logika sebuah perahu sampan tidak akan mengarungi laut di Pantai
Uste yang memiliki dua selat yakni ole dan wura yang sangat deras serta
berlawanan arah arusnya.
18
C. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis lirik lagu “Bale Nagi” ini pada sub bahasan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan pertama, berdasarkan hasil analisis
dalam penelitian ini, maka pada rumusan masalah pertama dapat disimpulkan
bahwa dalam merepresentasi sebuah karya seni termasuk lirik lagu pada
dasarnya sangat dipengaruhi oleh sudut pandang serta konteks cara si penilai
menyimpulkan sebuah karya. Dalam kasus penelitian ini, telah dibuktikan
bahwa akan terjadi sebuah kebimbangan dalam menilai sebuah karya lagu
23
D. Daftar Pustaka
24
Basyar, M., Khoiril. (2022). “Representasi Sufistik dalam Lirik Lagu Kala
Cinta Menggoda Karya Crishye Album ke 17”. [Skripsi, Universitas
Islam Malang]. http://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/4996
Hadiansah, Deni & Rahadian, Lidya. (2021). “Metafora dalam Lirik Lagu
Album Wakil Rakyat Karya Iwan Fals: Tilikan Stilistika”. Jurnal Silistik
Dimensi Linguistik. Vol. 01, No. 01. Halaman 19-28.
https://silistik.ejournal.unri.ac.id/index.php/js/article/view/5/3
Kleden, Ignas. (2004). Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan. Jakarta: PT.
Pustaka Utama Grafiti.
Siti, S. Azizaty & Idola P. Putri. (2018). “Analisis Narasi Tzvetan Todorov
pada Film Sokola Rimba”. Jurnal Kajian Televisi dan Film. Vol. 02, No.
25