Anda di halaman 1dari 9

JENIS WACANA

Jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan
jenis pemakaian

1. Realitas wacana

Realitas wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal.
Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan
structural Bahasa, mengacu pada struktur apa adanya; nonverbal atau language likes mengacu
pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa (yakni rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang
bermakna (Bahasa isyarat). Wacana nonbahasa yang berupa isyarat, antara lain berupa:

1. Isyarat dengan gerak-gerik sekitar kepala atau muka, meliputi:

a. Gerakan mata seperti melotot, berkedip, menatap tajam (kita menentukan maknanya,
misalnya melotot = marah; melotot = menyutruh pergi, dsb).

b. Gerakan bibir antara lain senyum, tertawa, meringis.

c. Gerak kepala antara lain mengangguk, menggeleng.

d. Perubahan raut muka (wajah) antara lain mengerutkan kening, bermuka manis, bermuka
masam.

2. Isyarat yang ditunjukkan melalui gerak anggota tubuh selain kepala meliputi:

a. Gerakan tangan antara lain melambai, mengepal, mengajungkan ibu jari, menempelkan
telunjuk pada bibir, menunjuk dahi.

b. Gerakan kaki antara lain mengayun, menghentak-hentakkan, menendang-nendang.

c. Gerakan seluruh tubuh antara lain seperti terlihat pada pantomime, memiliki makna
wacana sampai teks.

2. Media komunikasi wacana

wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran (tuturan) lisan dan tulis.
Sebagai media komunikaso wacana lisan, wujudnya berupa:

a. Sebuah percakapan atau dialog yang lengkap dari awal sampai akhir, misalnya obrolan di
warung kopi.

b. Satu penggalan ikatan percakapan (rangkaian percakapan yang lengkap, biasanya


memuat: gambaran situasi, maksud, rangkaian penggunaan Bahasa) yang berupa:

Icha : ……………………………………………….

Ilham : “apakah kau punya korek?”

Ali : “tertinggal di ruang makan tadi pagi.”


Penggalan wacana ini berupa bagian dari percakapan dan merupakan situasi yang
komunikatif. Wacana dengan media komunikasi tulis dapat berwujud:

a. Sebuah teks/bahan tertulis yang dibentuk oleh lebih dari satu alinea yang
mengungkapkan sesuatu secara beruntun dan utuh. Misalnya sepucuk surat, sekelumit
berita, sepenggal uraian ilmiah.

b. Sebuah alinea, merupakan wacana, apabila teks hanya terdiri atas sebuah alinea, dapat
dianggap sebagai satu kesatuan misi korelasi dan situasi yang utuh.

c. Sebuah wacana (khusus Bahasa Indonesia) mengkin dapat dibentuk oleh sebuah kalimat
majemuk dengan subordinasi dan koordinasi atau sistem ellipsis.

Contoh:

“Ade mencintai bapaknya, saya juga.” Ketidakhadiran verba pada klausa “saya juga” dan
juga ketidakhadiran objek yang diramalkan klaisa kedua adalah

a. ……….., saya juga mencintai bapak saya

Atau

b. …………, saya juga mencintai bapak Ade

3. Pemaparan wacana

Pemaparan wacana ini sama dengan tinjauan isi, cara penyusun sifatnya. berdasarkan
pemaparan, wacana meliputi wacana: naratif, prosedural, hortatori, ekspositori, dan deskriptif
(lihat Llamzom. 1984)

Wacana naratif adalah rangkaian tuturan yang menceritakan atau menyajikan hal atau
kejadian (peristiwa) melalui penonjolan pelaku (persona I atau III .Isi wacana ditujukan ke arah
memperluas pengetahuan pendengar atau pembaca. Kekuatan wacana ini terletak pada urutan
cerita berdasarkan waklu, cara-cara bercerita, atau aturan alur (plot. Sebagai contoh, dapat kita
pertimbangan cerita berikut yang bersifat naratif, dan dapatkah Anda menentukan judul
ceritanya?

…………………………………………………….

(8) Si Separoh menghaturkan sembah, lalu menyahut: "Hamba sudah menghadap sang Matahari
untuk meminta keadilan, supaya tubuh hamba lengkap seperti manusia-manusia lain. Tetapi
sang Matahari menyuruh hamba menghadap sang Mendung, karena menurut pendapat sang
Matahari, sang Mendung lebih berkuasa daripadanya. Karena itu hamba meghadap kemari
dengan harapan mudah-mudahan gusti berkenan untuk melengkapkan tubuh hamba yang
berbeda dengan manusia lain."
…………………………………………………….

Kini ia tidak malu lagi bertemu dengan manusia-manusia lain, karena tubuhnya sudah sempurna,
sama dengan orang lain. Tentu nama separoh pun sudah tidak sesuai pula dengan kenyataannya.
Tetapi, untuk mengenang pengalamannya yang luar biasa itu, orang-orang masih menyebutnya
dengan nama itu.

(si separoh mencari tuhan)

Wacana prosedural dipaparkan dengan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu


secara berurutan dan secara kronologis. Wacana procedural disusun untuk menjawab
pertanyaan bagaimana suatu peristiwa atau pekerjaan dilakukan atau dialami, atau agaimana
cara mengerjakan atau menghasilkam sesuatu.

Wacana hortatori adalah tuturan yang berisi ajakan atau nasihat. Tutura dapat pula berupa ekspresi yang
memperkuat keputusan untuk lebih meyakinkan. Wacana ini tidak disusun berdasarkan urutan waktu,
tetap merupakan hasil. Wacana ini digunakan untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca agar
terpikat akan suatu pendapat yang dikemukakan. Isi wacana selalu berusaha untuk memiliki pengikut
atau penganut, atau paling tidak menyetujui pendapat yang dikemukakannya itu, kemudian terdorong
untuk melakukan atau mengalaminya. Yang termasuk wacana hortatori antara lain , khotbah, pidato
tentang politik. Perhatikan data berikut:

Berbakti Pada Negara

Dalam jihad atau perang suci, orang tidak pernah menghitung-hitung usia atau pengalaman hidup. Bila
memang benar berbakti pada negara,dan negara mengharuskan anak-anak dewasa berperang, anak-
anak pun harus maju ke medan perang, tak pernah menunggu-nunggu siapa pun, mereka langsung
menuju medan perang. Oleh karena camkanlah bahwa hidup ini harus diisi dengan pengabdian pada
negara termasuk kepada bangsa dan nusa. Siapa lagi yang aka membela tanah air dari amukan penjajah.
Penjajah yang ingin mengeruk keuntungan dari bumi kita tak mengenal kemiskinan dan penderitaan
pribumi

(Djajasudarma, dkk., 1991)

Wacana ekspositori bersifat menjelaskan sesuatu. Biasanya, berisi pendapat atau simpulan dari sebuah
pandangan. Pada umumnya, ceramah, pidato, atau artikel pada majalah dan surat kabar termasuk
wacana ekspositori. Wacana ini dapat berupa rangkaian tuturan yang menjelaskan atau memaparkan
sesuatu. Isi wacana lebih menjelaskan dengan cara menguraikan bagian-bagian pokok pikiran. Tujuan
yang ingin dicapai melalui wacana ekspositori adalah tercapainya tingkat pemahaman akan sesuatu.
Wacana ekspositori dapat berbentuk ilustrasi dengan contoh, berbentuk perbandingan, uraian
kronologis, identifikasi. Identifikasi dengan orientasi pada materi yang dijelaskan secara rinci atau bagian
demi bagian.

Perhatikanlah wacana ekspositori yang tertuang di dalam pidato.

11) Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah swt. dengan tercapainya cita- cita mulia ini. Dengan rasa bangga
dan gemibira kita menerima anugerah ini. Semoga dengan dukungan dan dorongan orang tua kita,
semakin berlimpah rahmat dan anugerah Allah swt. dorongan orang tua kita dapat dijadikan modal dan
bekal hidup kita dalam menempuh bahtera kehidupan yang penuh dengan tantangan dan harapan
keberhasilan.

Wacana deskriptif berupa rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman
maupun pengetahuan penuturnya. Wacana ini terbagi dua jenis yaitu objektif dan imajinatif. Secara
objektif adalah bersifat menginformasikan sebagaimana adanya atau berupa fakta. Sedangkan secara
imajinatif bersifat memiliki daya khayal atau berupa fiksi.

Contoh wacana deskripsi:

Pemandangan di dalam rumah ini begitu mengagumkan, benda-benda antic menghiasi ruangan
tersebut. Di muka tampak sebuah jambangan bunga dengan warna merah darah. Meyakinkan pula
bahwa yang punya senang warna merah dari hiasan ruangan yang dominannya merah. Sejak SMA gadis
penghuni rumah itu telah berganti-ganti pacar, dengan cara yang sama ia menjatuhkan cintanya kepada
laki-laki yang “dikontrak” untuk berasyik-masyuk sampai bosan menurut emosinya. Begitulah gadis yang
bernama Naynay mengobral emosi dengan berganti-ganti kontrak.

(Djajasudarma,1991)

wacana epistolari digunakan di dalam surat-menyurat, dengan sistem dan bentuk tertentu. Wacana ini
dimulai dengan alinea pembuka, isi, dan alinea penutup

contoh

…………,2019

Dengan hormat,

Melalui surat ini saya ingin memohon bantuan Anda untuk menyelesaikan laporan penelitian sesuai
dengan yang telah kita rundingkan bersama pada rapat penlitian. Kami menunggu hasilnya dengan
harapan cepar selesai dan dapat diserahkan sebelum tempo akhir jatuh. Atas perhatian dan bantuan
Anda, kami ucapkan terima kasih.

Hormat saya,

Tutty
wacana seremonial berhubungan dengan upacara adat yang berlaku di masyarakat. Wacana ini dapat
berupa nasihat (pidato) pada upacara perkawinan, upacara kematian, upacara syukuran, dan sebagainya.

Contoh:

Rarrepeh pameget istri (perhatikanlah laki-laki dan perempuan)

Kuring rek ngaruwuk puteri (saya akan menasihati putri)

Suganna jadi pamatri (mudah-mudahan jadi pengikat)

Kana manahna nyi puteri (terhadap hati nyi putri)

Sumber: Djajasudarma Fatimah.2010.Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarunsur.Bandung.Refika


Aditama.
Klasifikasi wacana

1. Wacana menurut eksistensinya

Dari segi eksistensi atau kenyataan (realitasnya) wacana dapat dibagi menjadi wacana verball
dan nonverbal. Wacana verbal harus menghadirkan Bahasa (language exist) dengan mengacu
pada kelengkapan struktur internal wacana itu sendiri. Sebaliknya, rangkaian wacana nonverbal
(language like) tidak mengharuskan hadirnya Bahasa. \

Jenis wacana yangmengacu pada wacana nonbahasa atau wacana nonteks, misalnya isyarat dan
tanda. Wacana nonbahasa yang berupa isyarat, seperti gerak tangan, gerak kepala, gerak mata,
gerak bibir, gerak kaki, gerak bahu, dan gerak tubuh. Wacana nonbahasa berupa tanda, seperti
tanda atau rambu lalu lintas, dan suara.

2. Wacana menurut jumlah penuturnya

Berdasarkan jumlah penutur yang berperan di dalamnya, wacana dapat dibedakan menjadi
wacana monolog, wacana dialog dan wacana poliiog. (Halim, 1969:70; Dardjowidjojo, 1986).
Wacana monolog dapat berupa pidato, khutbah, berita radio dan televisi, serta cerita anak
kepada orang tuanya, atau sebaliknya. Wacana dialog dicirikan oleh adanya informasi timbal
balik di antara penutur dan pendengar. Wacana polilog memungkinkan terjadinya pertukaran
informasi tiga jalur atau lebih (Halim, 1969:70). Menurut Dardjowidjojo, di dalam wacana
monolog pembicara boleh terus berbicara (penulis boleh terus menulis) karena ia tidak perlu
memerhatikan tanggapan verbal pendengar atau pembacanya. Wacana dialog melibatkan dua
orang atau dua pihak, yakni pembicara dan pendengar (penulis dan pembaca). Oleh karena itu,
pembicara di dalam wacana dialog harus menyimak tanggapan verbal dari yang diajaknya
berbicara agar keterkaitan kalimat dalam pasangan berdanıpingan (adjacency pair) betul-betul
diperhatikan (Dardjowidjojo, 1986:93).Wacana polilog melibatkan banyak orang atau banyak
pihak.

a. Wacana monolog

Wacana monolog adalah wacana yang dituturkan satu orang. Biasanya wacana monolog
tidak menyediakan waktu untuk merespons pendengar ataupun pembaca. Wacana ini tidak
menghendaki adanya respons dari pihak lain. Penuturannya berlangsung satu arah, dari
penuturnya saja. Contoh wacana monolog ialah orasi, ceramah, khutbah, dan pidato
pembacaan berita di TV ataupun radio, dan pembacaan puisi.

Dalam kenyataannya, wacana monolog lisan, seperti orasi, ceramah, khutbah, dan pidato
sering diselingi pertanyaan, misalnya ketika penutur meminta persetujuan, dukungan, atau
ketidaksetujuan pendengar. Cara ltu dipakai penutur untuk berinteraksi dengan
pendengarnya Ketika terjadi pertanyaan, wacana itu telah berubah menjadi wacana
semimonolog.

b. Wacana dialog

Perhatikan wacana dialog berikut ini


1.“Sebulan setelah saya ke sana, bahkan tulisan saya tentang dia juga sudah dibacanya,
datanglah tamuke rumah saya. "Saya sengaja tidak ke kantor, (saya) mau mengobrol leluasa,"
katanya

a."Abang tertarik pada tulisanmu, tentang Abah."

"Abang merasa kasihan pada Abah."

b. "Terima kasih, rupanya dapat (saya, s)

memberikan jalan."

a."Kalau (kamu, s) bersedia, Abang minta diantar,"

katanya bersemangat."

b. "Saya tidak menjawab."

Unsur zero (nol, sifar) karena saya bisa dilesapkan. Unsur zero itu mengacu anaforis ke
anteseden tamu pada kalimat kedua. Bentuk lengkapnya ialah saya mau mengobrol leluasa
Unsur zero pada kalimat (b1) mengacu secara anaforis ke Abang pada kalimat (a.1), tetapi
unsur zero pada kalimat (a.2) mengacu ke saya, sedangkan Abang mengacu pada tamu.

c. Wacana polilog

Wacana polilog adalah wacana yang dibentuk oleh lebih dari dua orang penutur. Wacana
polilog terjadi nisalnya, pada saat diskusi mahasiswa, pada saat bermain drama, atau saat
ngobrol santai di pos kamling. Lihat contoh berikut

Bapak A: Di radio pagi tadi ada berita bahwa akibat hujan yang terus-menerus mengguyur
Jakarta, sebagian besar wilayah Cawang, Cililitan, dan Manggarai direndam banjir

Bapak B: Selain di tiga tempat tadi, tiga kecamatan di wilayah Tangerang juga dilanda banjir,
yaitu Ciledung Cipondoh, dan Cikokol.

Ibu : Saya melihat di televisi ketinggian air itu antara 50 sentimeter hingga 2 meter,
bahkan ada rumah yang hanya kelihatan atapnya saja.

Bapak A: Betul, Bu. Itu di Gang Arus, Cawang, yang setiap tahun mengalami musibah, bahkan
akibat hujan kecil saja, Gang Arus selalu kebanjiran.

Bapak C: Kasihan sekali mereka, mungkin setiap turun hujan mereka selalu khawatir
bagaimana menyelamatkan barang-barang yang disayanginya.

3. wacana menurut sarananya

Dari segi sarana atau media komunikasinya, wacana terdiri atas wacana lisan (spoken discourse)
dan wacana tertulis (written discourse)

a. wacana lisan

Wacana sebagai media komunikasi lisan dapat berupa rangkaian percakapan (tuturan) yang
utuh dan selesai (dari awal sampai akhir), seperti dialog ekonomi politik dsb. oleh para tokoh
melalui radio dan televisi atau Sebaliknya, wacana lisan dapat juga berupa sepenggal
percakapan (tuturan) atau percakapan yang tidak selesai atau tidak lengkap (tidak dimulai
dari awal mungkin dari awal, tetapi tidak sampai akhir), seperti

contoh berikut

(2) Ibu: Sudah makan, Nak?

Anak: Masih kenyang. Nanti saja, Bu.

Sekilas wacana itu seperti sebuah percakapan tidak lengkap karena Anak seperti tidak
menjawab pertanyaan ibunya. Mungkin di dalam dialog yang runtut, pertanyaan "Sudah
makan, Nak" seharusnya dijawab dengan, "Sudah, Bu" atau "Belum, Bu". Walaupun jawaban
itu tidak muncul, wacana itu tetap komunikatif karena adanya situasi yang mendukung
pemunculannya. Mungkin bentuk lengkap wacana itu seperti berikut

(3) Ibu: "Sudah makan, Nak?

Ana: "Belum. Saya masih kenyang, Bu. Nanti saja saya makan.

Karena disampaikan secara lisan, langsung, dan secara verbal, wacana lisan sering juga
disebut tuturan (speech) atau ujaran (utterance). Wacana yang utama (yang primer) itu
justru wacana lisan karena bahasa lebih dulu lahir lewat mulut (lisan). Bukankah sampai
sekarang manusia lebih dulu pandai berbicara daripada menulis? Wacana lisan dapat
menjadi objek kajian pertama dan utama wacana, sedangkan wacana tulis sering dianggap
rekaman (duplikasi) wacana lisan. Wacana lisan memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan
wacana tulisan karena wacana lisan itu alami (natural), langsung (ada aksi dan interaksi),
mengandung unsur suprasegmental, bersifat suprasentensial (di atas kalimat), dan berlatar
belakang konteks situasional.

Kelebihan itu memang merupakan ciri alami wacana lisan sebab ketika wacana itu tercipta,
secara alami pula tersedia di sekelilingnya sejumlah perangkat nonbahasa yang tidak tampak
(tidak eksplisit).

b. wacana tertulis

Sesuai dengan namanya, wacana tertulis (written discourse) disampaikan melalui tulisan.
Berbagai bentuk wacana sebenarnya dapat diwujudkan dalam bentuk tulisan. Sampai
sekarang tulisan masih sangat efektif untuk menyampaikan berbagai gagasan, pesan,
wawasan pengetahuan, atau apa pun hasil kreativitas manusia.

Wacana tulis (writte discourse) sering dianggap sama dengan teks atau naskah. Pada kajian
wacana, teks atau naskah kurang diperhatikan dan sering dianggap hanya berkaitan dengan
huruf (grafem). Padahal, gambar lukisan, tabel, dan ilustrasi juga menjadi bagian wacana
tulis karena wacana dapat diwujudkan dalam bentuk kata, kalimat, paragraf, atau karangan
yang utuh yang berisikan amanat yang lengkap (Kridalaksana, 1984: 208)

Wacana tulis dapat berupa:


a. teks bahan tertulis yang dapat berupa satu atau sejumlah paragraf yang mengungkapkan
sesuatu secara runtut dan bersistem, seperti surat, artikel, novei, atau karya ilmiah

b. satu paragraf (apabila wacana itu memang hanya terdiri atas satu paragraf);

c. satu wacana yang mungkin dibentuk oleh sebuah kalimat majemuk koordinatif,
subordinatif, atau kalimat majemuk elipsis (menghilangkan bagian tertentu)

4. wacana menurut sifatnya

a. wacana nonfiksi

b. wacana fiksi

a. wacana prosa

b. wacana puisi

c. wacana drama

5. wacana menurut pemaparannya

a. wacana naratif imajinatif

b. wacana argumentative

c. wacana ekspositoris

d. wacana deskriptif

Anda mungkin juga menyukai