Anda di halaman 1dari 21

KONSEP FONEM, ALOFON, DAN GRAFEM

( Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah pendalaman materi bahasa Indonesia )

Disusun oleh kelompok 3 :

1. Mochamad Saputra (2022143245)


2. Dina Pallaya (2022143246)
3. Nopi Wahyuni (2022143252)
4. Feby Putri Maharani (2022143275)
5. Febri Haryanti (2022143276)
6. Indah larasati Kusuma Ningrum (2022143280)

Dosen Pengampu :
Aldora Pratama M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI PALEMBNAG
TAHUN 2023 – 2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum WR.WB
Segala puji bagi allah swt yang telah memberikan penulis kemudahan
dalam menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya,
penulis tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulis
mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehatnya, sehingga
makalah yang berjudul “konsep fonem, alofon, dan grafen” ini dapat tersusun
sampai dengan selesai. Makalah ini kami tulis guna memenuhi tugas mata kuliah
pendalaman materi bahasa indonesia, selain itu makalah ini dibuat dengan tujuan
menambah wawasan kepada teman-teman termasuk pembaca atau pendengar
untuk memahami konsep fonem, alofon, dan grafen.

Tak lupa kami juga mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya


kepada dosen pengampu Bapak Aldora Pratama M.Pd.yang sudah membimbing
kami dan juga semua pihak yang tidak dapat kami tulis satu persatu.
Kami sebagai penyusun merasa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari dosen pengampu,
teman-teman dan juga dari pembaca, karena kami menyadari dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Palembang, 21 Maret 2024

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

A. Latar Belakang......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan...................................................................................................
D. Manfaat.................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................

A. Pengertian Pancasila ............................................................................


B. Fungsi dan Peranan Pancasila...............................................................
C. Penjabaran Nilai – Nilai dari Setiap Sila Pancasila..............................
D. Tantangan Pancasila di Era Globalisasi................................................
E. Peranan Pancasila di Era Globalisasi....................................................
BAB III PENUTUP.........................................................................................

A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................
C. Daftar Pustaka.......................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tiap bahasa diwujudkan oleh bunyi. Karena itu, telaah bunyi di dalam tata
bahasa selalu mendasari telaah tulisan atau tata aksara yang tidak selalu dimiliki
bahasa manusia. Namun, bukan sembarang bunyi yang menjadi perhatian ahli
bahasa. Ia hanya menyelidiki bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang
berperan di dalam bahasa. Bunyi itu disebut bunyi bahasa.

Di antara bunyi-bunyi itu, ada yang sangat berbeda kedengarannya dan ada
yang mirip kedengarannya. Bunyi bahasa yang minimal membedakan bentuk dan
makna kata dinamakan fonem. Dengan demikian, fonem /p/ dalam bahasa
Indonesia mempunyai dua variasi. Variasi suatu fonem yang tidak membedakan
arti kata dinamakan alofon. Jika kita berbicara tentang fonem, kita berbicara
tentang bunyi. Sedangkan jika kita berbicara tentang grafem kita berbicara tentang
huruf. Grafem dituliskan di antara dua kurung siku < … >.

Memang benar bahwa seringkali representasi tertulis kedua konsep ini


sama. Misalnya, untuk menyatakan benda yang dipakai untuk duduk, kita menulis
kata kursi dan mengucapkannya pun /kursi/ – dari segi grafem ada lima satuan,
dan dari segi fonem juga ada lima satuan. Akan tetapi, hubungan satu-lawan-satu
seperti itu tidak selalu kita temukan. Grafem , misalnya, dapat mewakili fonem /e/
seperti pada kata sore dan fonem /e/ seperti pada kata besar. Sebaliknya, fonem /f/
bisa pula dinyatakan dengan dua grafem yang berbeda.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja konsep dari fonem?

2. Apa saja konsep dari alofon

3. Apa saja konsep dari grafem?


C. Tujuan

Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendalaman Materi
Bahasa Indonesai. Selain itu, untuk memberikan informasi mengenai konsep
fonem, konsep alofan, dan konsep grefem.

D. Manfaat

1. Pemahaman tentang struktur bahasa

2. Analisis linguistik

3. Pemahaman bahasa

4. Penerjemahan dan interpretasi

5. Pengembangan teknologi bahasa

BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP FONEM

Menurut Abdul Chaer, 2009 fonem adalah satu kesatuan bunyi terkecil
yang dapat membedakan arti suatu kata. Fonem memiliki fungsi sebagai pembeda
makna dalam sebuah bahasa.Fonem adalah bunyi-bunyi yang membedakan makna
(Samsuri, 1987: 125). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa jika kata
tidak dapat membedakan arti suatu kata maka bukan disebut fonem. Fonem
memiliki fungsi sebagai pembeda makna dalam sebuah bahasa

Fonem merupakan kesatuan bahasa terkecil yang tidak mengandung


makna, tetapi dapat membedakan makna. Sejalan dengan definisi ini, fonem akan
memainkan peran pentingnya ketika ia sudah berada dalam tataran kata (struktur).
Perhatikan kasus berikut.

<batuk> <batak> <batik> <batok>

Deretan fonem yang membentuk kata di atas, jika diperhatikan hanya


dibedakan atas satu fonem pada masing-masing katanya. Bertemali dengan hal
tersebut kehadiran satu fonem pembeda ini akan menyebabkan makna kata
menjadi berbeda. Di luar kesatuannya sendiri fonem-fonem tersebut tidak
memiliki makna apapun. Oleh karenanya, fonem dikatakan tidak bermakna, tetapi
pembeda makna.

Dalam bahasa Indonesia, terdapat beberapa fonem. Fonem-fonem. tersebut


meliputi fonem vokal, fonem diftong, fonem konsonan, dan gugus konsonan.
Lebih lanjut tentang ini dapat kita baca dalam bab berikut berkenaan dengan ejaan

Fonem dalam bahasa Indonesia diperkaya pula dengan alofon. Alofon


merupakan variasi sebuah fonem atau bunyi yang merupakan realisasi dari sebuah
fonem. Fonem-fonem bahasa Indonesia memiliki banyak alofon. Oleh sebab itu,
pengucapan fonem hahasa Indonesia akan sangat beragam bergantung pada
realisasi bunyinya.
Menurut Abdul Chaer, 2009 fonem adalah satu kesatuan bunyi terkecil
yang dapat membedakan arti suatu kata. Dari definisi yang disampaikan Chaer
dapat disimpulkan bahwa jika kata tidak dapat membedakan arti suatu kata maka
bukan disebut fonem. Fonem memiliki fungsi sebagai pembeda makna dalam
sebuah bahasa.Fonem adalah bunyi-bunyi yang membedakan makna
(Samsuri, 1987: 125).

1. Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Fonemik

1. Identifikasi Fonemik

Untuk mengidentifikasi sebuah Fonemik kita harus mencari sebuah kata,


yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan katalain yang
mirip. Jika ternyata kedua kata itu berbeda maknanya, maka bunyi itu merupakan
sebuah fonemik, karena bunyi itu membedakan makna kedua kata tersebut.
Misalnya, kata Indonesia lupa dan rupa. Jika diperhatikan secara seksama dari
kedua kata tersebut, perbedaannyahanya pada bunyi fonem yang pertama, yaitu
bunyi [1] dan bunyi [r]. Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bunyi
[1] dan [r] adalahdua buah fonem yang berbeda di dalam bahasa Indonesia.

Menurut Chaer (1994) untuk mengidentifikasi apakah sebuah bunyi


merupakan fonem atau bukan, maka langkah yang ditempuh yaitu harus mencari
sebuah satuan bahasa atau sebuah kata yang mengandung bunyi tersebut lalu
membandingkannya dengan satuan bahasa yang lain yang mirip dengan satuan
bahasa yang pertama. Apabila kedua satuan bahasa tersebut memiliki perbedaan
makna, berarti bunyi tersebut adalah fonem karena ia bisa atau berfungsi
membedakan makna kedua satuan bahasa itu. Sebagai contoh dalam kata “murah
dan “lurah”, kedua kata itu sangat mirip, masing-masing terdiri dari lima bunyi
yaitu [m],[u],[r], [a], dan [h],serta [l],[u],[r],[a], dan [h]. Jika kedua bunyi tersebut
dibandingkan ternyata perbedaannya hanya pada bunyi [m] dan [l], akan tetapi
kedua kata tersebut memiliki arti yang berbeda. Dengan demikian dapat diambil
kesimpulan bahwa bunyi [m] dan [l] adalah fonem yang berbeda dalam bahasa
Indonesia.
2. Klasifikasi Fonemik

Kriteria klasifikasi fonem sebenarnya sama dengan cara klasifikasi


bunyisecara fonetis. Kita mengenal adanya fonem segmental dan fonem
suprasegmental. Fonem segmental terdiri atas vokal dan konsonan. Ciri dan
karakteristik vokal maupun kosnonan ini sama dengan klasifikasi bunyi vokal
maupun konsonan.

Untuk fonem konsonan misalnya kita mengenal fonem/b/sebagai fonem


bilabial, hambat, bersuara, fonem/p/adalah fonem bilabial, hambat, tak bersuara.
Untuk fonem vokal misalnya, kita mengenali sebagain fonem depan, tinggi, tak
bulat. Vokal/u/ misalnya adalah fonem belakang, tinggi, bulat. Vokal /o/ adalah
fonem belakang, sedang, bulat. Vokal /e/ adalah fonem depan, sedang, tak bulat.

Demikian halnya dengan fonem-fonem vokal yang lain. fonemis maupun


morfemis, Namun, intonasi mempunyai peranan pada tingkat sintaksis.
Umpamanya, kalimat Dia membeli buku, dengan tekanan pada kata Dia berarti
yang membeli bukan orang lain: dengan tekanan pada kata membeli berarti dia
bukan menjual atau membaca buku: dengan memberi tekanan atau intonasi pada
kata buku, maka kalimat itu akanmenjadi kalimat tanya: dengan memberi intonasi
seruan maka kalimat itu menjadi kalimat seru.

2. Distribusi fonem

Distribusi fonem adalah letak atau posisi suatu fonem dalam suatu satuan
yang lebih besar yaitu tutur, morfem, atau kata. Dalam satuan yang lebih besar
dari fonem itu, terdapat tiga posisi untuk setiap fonem, yaitu posisi awal (inisial),
posisi tengah (medial), dan posisi akhir (final). Sebuah fonem berdistribusi awal
apabila letaknya terdapat pada awal satuan itu dan disebut berdistribusi medial ,
apabila fonem itu terletak di tengah satuan itu, serta berdistribusi final, bila fonem
itu terletak pada akhir satuan itu. Terdapat empat cara menentukan distribusi suatu
fonem, yaitu dalam tutur, dalam morfem, dan dalam silaba, serta hubungan urutan
vokal atau konsonan. Dalam hubungan dengan silaba, fonem-fonem itu dapat
berposisi sebagai tumpu (awal silaba), inti atau puncak silaba, dan koda (akhir
suku). Setiap vokal hanya berfungsi sebagai inti atau puncak silaba. Setiap
konsonan hanya berfungsi sebagai tumpu atau koda. Tidak setiap konsonan
menempati distribusi akhir (final).

3. Realisasi fonem

Realisasi fonem adalah pengungkapan yang sebenarnya dari ciri atau satuan
fonologis, yaitu fonem menjadi bunyi bahasa. Realisasi fonem erat kaitannya
dengan variasi fonem. Variasi fonem merupakan salah satu wujud pengungkapan
dari realisasi fonem. Dan ada beberapa jenis realisasi fonem yaitu:

a. Realisasi vokal

Vokal diproduksi dengan bentuk bibir tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa
bentuk bibir dapat mempengaruhi kualitas vokal. Berdasarkan pembentukannya,
realisasi fonem vokal dibedakan sebagai berikut :

1) Fonem /i/ adalah vokal tinggi-depan-tak bulat. Vokal ini dibentuk dengan
kedua bibir agak terentang ke samping.
Misalnya: /ikan/, /pinta/, /padi/
2) Fonem /u/ adalah vokal atas-belakang-bulat. Vokal ini dibentuk dengan
kedua bibir agak maju ke depan dan agak membundar serta ke belakang
lidah agak meninggi. Misalnya: /upah/, /bulan/, /lalu/
3) Fonem /e/ adalah vokal sedang-depan-bulat. Vokal ini dibentuk dengan
daun lidah dinaikkan, tetapi agak lebih rendah daripada untuk vokal /i/.
vokal ini disertai dengan bentuk bibir netral, artinya tidak terlentang dan
juga tidak membundar. Misalnya: /ejaan/, /rela/, /tape/
4) Fonem /∂/adalah vokal sedang-tengah- tak bulat. Vokal ini dibentuk
dengan daun lidah dinaikkan, tetapi agak lebih rendah dari /i/ maupun /u/.
vokal ini disertai dengan bentuk bibir yang netral, serta agak ke tengah.
Misalnya: /∂mas/, /metod∂/
5) Fonem /o/ adalah vokal sedang-belakang-bulat. Vokal ini dibentuk dengan
kedua bibir agak maju ke depan dan agak membundar serta belakang lidah
agak meninggi, tetapi agak lebih rendah dan kurang bundar daripada /u/.
Misalnya: /obat/, /kontan/, /toko/
6) Fonem /a/ adalah vokal rendah-tengah-bulat. Vokal ini dibentuk dengan
bagian tengah lidah agak merata dan mulut pun terbuka lebar. Misalnya:
/aku/, /mau/, /pita/

b. Realisasi Diftong

1) Diftong /au/
[aw] seperti pada [kalaw] /kalau
2) Diftong /ai/
[ay] seperti pada: [sampay]
[εy] seperti pada : [s𝜕𝜕bagεy]
3) Diftong /oi/
[oy] seperti pada : [amboy] /amboi/

c. Realisasi konsonan

Berdasarkan cara pembentukannya, realisasi fonem konsonan

dibedakan sebagai berikut :

1) Konsonan hambat, dibedakan sebagai berikut :

a) Konsonan hambat-bilabial, yaitu fonem /p/ dan /b/.


b) Konsonan hambat-dental, yaitu fonem /t/ dan /d/.
c) Konsonan hambat-palatal, yaitu /c/ dan /j/.
d) Konsonan hambat-velar, yaitu /k/ dan /g/.

2) Konsonan Frikatif, dibedakan sebagai berikut :

a) Konsonan frikatif-labio-dental, yaitu /f/ dan /v/.


b) Konsonan frikatif-alveolar, yaitu /s/ dan /z/.
c) Konsonan frikatif-palatal tak bersuara, yaitu /š/
d) Konsonan frikatif-velar tak bersuara, yaitu /x/ dan /kh/
e) Konsonan frikatif-glotal tak bersuara, yaitu /h/
3) Konsonan getar-alveolar, yaitu /r/

4) Konsonan lateral-alveolar, yaitu /l/

5) Konsonan nasal, dibedakan dalam daerah artikulasinya sebagai

berikut :

a) Konsonan nasal-bilabial, yaitu /m/


b) Konsonan nasal-dental, yaitu /n/
c) Konsonan nasal-palatal, yaitu /ň/
d) Konsonan nasal-velar, yaitu /h/

6) Semi-vokal, yaitu semivokal bilabial (/w/) dan semivokal palatal

(/y/).

2. Contoh Fonem

Fonem adalah unsur bahasa yang terkecil dan dapat membedakan arti
ataumakna (Gleason, 1961:9). Berdasarkan definisi diatas maka setiap bunvi
bahasa, baiksegmental maupun suprasegmental apabila terbukti dapat
membedakan arti dapatdisebut fonem. Setiap bunyi bahasa memiliki peluang yang
sama untuk menjadi fonem.

Namun, tidak semua bunyi bahasa pasti akan menjadi fonem. Bunyi itu
harus diujidengan beberapa pengujian penemuan fonem. Nama fonem, ciri-ciri
fonem, danwatak fonem berasal dari bunyi bahasa. Adakalanya jumlah fonem
sama dengan jumlah bunyi bahasa, tetapi sangat jarang terjadi. Pada umumnya
fonem suatu bahasa lebih sedikit daripada jumlah bunyi suatu bahasa.

Contoh:

a. Pada pasangan kata bahasa Jawa pala dan bala. Kedua kata itu mempunyai
maknayang berbeda karena adanya perbedaan bunyi pada awal kata, yaitu bunyi
[p) dan [b]. Kata pertama berarti 'buah pala, sedangkan kata kedua berarti teman'.
Kedua bunyi itu merupakan fonem yang berbeda dan masin-masing
ditulissebagai/p/dan/b/

b. Pada pasangan kata kaki dan kaku. Kedua kata itu mempunyai makna yang
berbeda karena adanya perbedaan bunyi pada akhir kata, yaitu bunyi [i] dan [u].
Kata pertama berarti anggota gerak bagian bawah, sedangkan kata kedua berarti
'keras/tidak ealstis". Kedua bunyi itu merupakan fonem yang berbeda dan masing-
masing ditulis sebagai/i/dan/u/

C. KONSEP ALOFON

1. Pengertian Alofon

Alofon adalah variasi fonem yang tidak membedakan bentuk dan arti kata.
Alofon adalah bunyi-bunyi yang merupakan realisasi dari fonem. Alofon dari
sebuah fonem memiliki sebuah kemiripan fonetis. atau mempunyai kesamaan
dalam pengucapannya. Alofon adalah varian bunyi yang dihasilkan dari sebuah
fonem (Chaer, 2019 : 66). Alofon ini merupakan varian pelafalan fonem
berdasarkan posisi dalam kata, yang tidak membedakan arti.

Pendistribusian alofon terbagi menjadi dua yakni bersifat komplementer


dan bersifat babas. Yang dimaksud dengan komplementer adalah distribusi saling
melengkapi distribusi yang tidak dapat dipisahkan meskipun dipisahkan juga tidak
akan menimbulkan perubahan makna, dimana distribusi ini bersifat tetap. Dan
bebas artinya dapat digunakan tanpa persyaratan.

Varian fonem berdasarkan posisi dalam kata, misal fonem pertama pada
kata makan dan makna secara fonetis berbeda. Variasi suatu fonem yang tidak
membedakan arti dinamakan alofon. Alofon dituliskan diantara dua kurung siku
[…]. Kalau[p] yang lepas kita tandai dengan [p] saja, sedangkan [p] yang tak
lepas kita tandai dengan [p>]. Maka kita dapat berkata bahwa dalam Bahasa
Indonesia fonem /p/ mempunyai dua alofon, yakni [p] dan [p>]
Chaer (1994) menjelaskan bahwa alofon merupakan realisasi bunyi dari
sebuah fonem. Sedangkan Suparno (2002) menjelaskan bahwa sifat alofon ialah
fonetis, jadi tidak membedakan arti. Dalam bahasa Indonesia fonem /i/ memiliki
empat buah alofon, yaitu bunyi [i] dalam kata cita, bunyi [I] dalam kata tarik.
Beberapa alofon dari sebuah fonem memiliki kemiripan fonetis, yang berarti
bahwa banyak memiliki kesamaan dalam pengucapannya, atau jika diliohat
dalam peta fonem, letaknya masih berdekatan.

2. Faktor yang Mempengaruhi Terjadi Alofon

Variasi Fonem terjadi karena factor sebagai berikut:

1. Variasi fonem terjadi karena posisi atau letak suatu fonem dalam suatu kata
atau suku kata yang merupakan lingkungannya.

2. Variasi fonem disebut juga variasi alofonis, yaitu alofon atau realisasi fonem
dalam suatu lingkungan.

3. Variasi bebas adalah variasi fonem, yang tidak mengubah makna pada suatu
lingkungan tertentu.

4. Variasi bebas dapat terjadi karena ketidaksengajaan.

3. Macam-Macam Alofon

a. Alofon vokal
1. Alofon fonem /i/, yaitu
[i] jika terdapat pada suku kata terbuka. Misalnya, [bibi]  /bibi/
[I] jika terdapat pada suku kata tertutup. Misalnya, [karIb] /karib/
[Iy] palatalisasi jika diikuti oleh vokal [aou]  [kiyos] /kios/
[ϊ] nasalisasi jika diikuti oleh nasal. [ϊndah]  /indah/
2. Alofon fonem /ε/, yaitu
[e] jika terdapat pada suku kata terbuka dan tidak diikuti oleh suku kata yang
mengandung alofon [ε]. Misalnya, [sore]  /sore/
[ε] jika terdapat pada tempat-tempat lain. Misalnya, [pεsta]  /pesta/
[] jika terdapat pada posisi suku kata terbuka. [pta]  /peta/
[] jika terdapat pada posisi suku kata tertutup. [sentr] /senter/
3. Alofon fonem /o/, yaitu
[o] jika terdapat pada suku kata akhir terbuka. [soto]  /soto/
[⸧] jika terdapat pada posisi lain. [jebl⸧s]  /jeblos/
4. Alofon fonem /a/, yaitu
[a] jika terdapat pada semua posisi suku kata.
[aku]  /aku, [sabtu]  /sabtu/
5. Alofon fonem /u/, yaitu
[u] jika terdapat pada posisi suku kata terbuka.
[aku]  /aku/, [buka]  /buka/
[U] jika terdapat pada suku kata tertutup.
[ampUn]  /ampun/, [kumpul]  /kumpul/
[uw] labialisasi jika diikuti oleh[I,ℇ,a].
[buwih]  /buih/, [kuwe]  /kue/

b. Alofon konsonan
1. fonem /p/
[p] bunyi lepas jika diikuti vokal.
[pipi]  /pipi/, [sapi]  /sapi/
[p>] bunyi tak lepas jika terdapat pada suku kata tertutup.
[atap>]  /atap/, [balap>]  /balap/
[b] bunyi lepas jika diikuti oleh vokal.
[babi]  /babi/, [babu]  /babu/
[p>] bunyi tak lepas jika terdapat pada suku kata tertutup, namun berubah lagi
menjadi [b] jika diikuti lagi vokal.
[adap>] /adab/, [jawap>]  /jawab/
2. Fonem /t/
[t] bunyi lepas jika diikutu oleh vokal.
[tanam]  /tanam/, [tusuk]  /tusuk/
[t>] bunyi tak lepas jika terdapat pada suku kata tertutup.
[lompat>]  /lompat/,[sakit>]  /sakit/
[d] bunyi lepas jika diikuti vocal.
[duta]  /duta/, [dadu]  /dadu/
[t>] bunyi hambat-dental-tak bersuara dan tak lepas jika terdapat pada suku
kata tertutup atau pada akhir kata.
[abat>]  /abad/,[murtat>]  /murtad/
3. Fonem /k/
[k] bunyi lepas jika terdapat pada awal suku kata.
[kala]  /kala/, [kelam]  /kelam/
[k>] bunyi tak lepas jika tedapat pada tengah kata dan diikuti konsonan lain.
[pak>sa]  /paksa/, [sik>sa]  /siksa/
[?] bunyi hambat glottal jika terdapat pada akhir kata.
[tida?]  /tidak/, [ana?]  /anak/
4. Fonem /g/
[g] bunyi lepas jika diikuti glottal.
[gagah] /gagah/, [gula] /gula/
[k>] bunyi hambat-velar-tak bersuara dan lepas jika terdapat di akhir kata.
[beduk>] /bedug/, [gudek>] /gudeg/
5. Fonem /c/
[c] bunyi lepas jika diikuti vokal.
[cari] /cari/, [cacing] /cacing/
6. Fonem /j/
[j] bunyi lepas jika diikuti vokal.
[juga] /juga/, [jadi] /jadi/
7. Fonem /f/
[j] jika terdapat pada posisi sebelum dan sesudah vokal.
[fakir] /fakir/, [fitri] /fitri/
8. Fonem /p/
[p] bunyi konsonan hambat-bilabial-tak bersuara
[piker] /piker/, [hapal] /hapal/
9. Fonem /z/
[z] [zat] /zat/, [izin]- /izin/
10. Fonem /š/
[š] umumnya terdapat di awal dan akhir kata
[šarat] /syarat/, [araš] /arasy/
11. Fonem /x/
[x] berada di awal dan akhir suku kata.
[xas] /khas/, [xusus] /khusus/
12. Fonem /h/
[h] bunyi tak bersuara jika terdapat di awal dan akhir suku kata.
[hasil] /hasil, [hujan] /hujan/
[H] jika berada di tengah kata
[taHu] /tahu/, [laHan] /lahan/
13. Fonem /m/
[m] berada di awal dan akhir suku kata
[masuk] /masuk/, [makan] /makan/
14. Fonem /n/
[n] berada di awal dan akhir suku kata.
[nakal] /nakal/, [nasib] /nasib/
15. Fonem /ň/
[ň] berada di awal suku kata
[baňak] /banyak/, [buňi] /bunyi/

16. Fonem /Ƞ/


[Ƞ] berada di awal dan akhir suku kata.
[Ƞarai] /ngarai/, [paȠkal] /pangkal/
17. Fonem /r/
[r] berada di awal dan akhir suku kata, kadang-kadang bervariasi dengan
bunyi getar uvular [R].
[raja] atau [Raja] /raja/, [karya] atau [kaRya] /karya/
18. Fonem /l/
[l] berada di awal dan akhir suku kata.
[lama]  /lama/, [palsu] /palsu/
19. Fonem /w/
[w] merupakan konsonan jika terdapat di awal suku kata dan semi vokal pada
akhir suku kata.
[waktu] /waktu/, [wujud] /wujud/
20. Fonem /y/
[y] merupakan konsonan jika terdapat di awal suku kata dan semi vokal
Pada akhir suku kata.
[santay] /santai/, [ramai] /ramai/

D. KONSEP GRAFEM

Grafem adalah unit terkecil dalam penulisan yang dilakukan dalam bahasa
tertentu, mereka bertugas membentuk alfabet suatu bahasa dan menyertakan
angka, huruf, dan berbagai jenis tanda linguistik lainnya. Chaer (1994: 93)
mendefinisikan grafem sebagai satuan terkecil dalam aksara yang
menggambarkan fonem, pengertian ini juga diperkuat oleh penjelasan dari
Nurhadi (1995: 332) yang mengatakan bahwa grafem adalah perlambang fonem
yang berbentuk huruf. Terakhir, Kridalaksana (2009:73) mengungkapkan bahwa
grafem berasal dari kata graf yaitu huruf dan pengertian grafem itu sendiri adalah
lambang dari fonem. Fonem berada di wilayah bahasa lisan, sedangkan grafem
berada dalam wilayah bahasa tulis.

Grafem (bahasa Yunani: γράφω, gráphō, "menulis") adalah satuan unit


terkecil sebagai pembeda dalam sebuah sistem aksara. Contoh grafem antara lain
adalah huruf alfabet aksara Tionghoa, angka, tanda baca, serta simbol dari sistem
penulisan lain. Satu grafem dapat dipetakan tepat pada satu fonem, meskipun
cukup banyak sistem ejaan yang memetakan beberapa grafem untuk satu fonem
(misalnya grafem <n> dan <g> untuk fonem /n/) atau sebaliknya, satu grafem
untuk beberapa fonem (misalnya grafem <e> untuk fonem /e/ dan/a/).
Grafem merupakan satuan terkecil dalam aksara yang menggambarkan
fonem (Chaer, 1994). Sedangkan Nurhadi (1995) menjelaskan bahwa grafem
adalah perlambang fonem yang berbentuk huruf. Sedangkan fonem lebih merujuk
pada bunyi bahasa, misalnya kata buku terdiri atas empat grafem yaitu <b>, <u>,
<k>, <u>, dan terdiri dari tiga grafem yaitu /b/, /u/ , /k/ .

Contohnya begini. Pada “Variasi Bunyi Vokal”, saya sudah sempat


memaparkan alofon-alofon huruf vokal dalam bahasa Indonesia. Bahasa kita
punya fonem /e/ dengan alofon [e] dan [ɛ]. Penggunaanya dapat kita temukan
pada kata sore (so-re) dan bebek (bɛbɛɁ). Sementara itu, ada pula fonem /ə/
dengan alofon [ə]. Contoh kata untuk alofon yang terakhir adalah enam (ə-nam).

Akan tetapi, dalam tataran grafemik, baik fonem /e/ yang memiliki alofon [e] dan
[ɛ] maupun fonem /ə/ yang menaungi alofon [ə] ditulis dengan grafem <e>.
Berarti <e> adalah grafem bagi fonem /e/ dan /ə/.

Dengan demikian, huruf e dapat dilafalkan dengan berbagai macam variasi bunyi.
Dalam sistem penulisan ejaan, lambang grafem yang disepakati adalah <e>.
Sementara itu, dalam pembedaan makna secara bunyi (fonemik), <e> dapat
dijabarkan kembali menjadi fonem /e/ dan /ə/.

Catatan:

1. Grafem e dipakai untuk melambangkan dua buah fonem yang berbeda,


yaitu fonem /e/ dan fonem / /.
2. Grafem p selain dipakai untuk melambangkan fonem /p/, juga dipakai
untuk melambangkan fonem /b/ untuk alofon [p].
3. Grafem v digunakan juga untuk melambangkan fonem /f/ pada beberapa
kata tertentu.
4. Grafem t selain digunakan untuk melambangkan fonem /t/ digunakan juga
untuk melambangkan fonem /d/ untuk alofon [t].
5. Grafem k selain digunakan untuk melambangkan fonem /k/ digunakan
juga untuk melambangkan fonem /g/ untuk alofon [k] yang biasanya
berada pada posisi akhir.
6. Grafem n selain digunakan untuk melambangkan fonem /n/ digunakan
juga untuk melambangkan fonem /ň/ pada posisi di muka konsonan /j/
dan /c/.
7. Gabungan grafem masih digunakan: ng untuk fonem /ŋ/; ny untuk
fonem /ň/; kh untuk fonem /x/; sy untuk fonem /∫/.
8. Bunyi glotal stop sebagai alofon dari fonem /k/; jadi, dilambangkan
dengan grafem k.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Fonem merupakan kesatuan bahasa terkecil yang tidak mengandung
makna, tetapi dapat membedakan makna. Sejalan dengan definisi ini,
fonem akan memainkan peran pentingnya ketika ia sudah berada dalam
tataran kata (struktur).
Alofon adalah variasi fonem yang tidak membedakan bentuk dan arti kata.
Alofon adalah bunyi-bunyi yang merupakan realisasi dari fonem.
Grafem adalah unit terkecil dalam penulisan yang dilakukan dalam bahasa
tertentu, mereka bertugas membentuk alfabet suatu bahasa dan
menyertakan angka, huruf, dan berbagai jenis tanda linguistik lainnya.

B. SARAN
Penyusunan makalah ini adalah sarana informasi dan solusi dalam
menyikapi mata kuliah. Dengan adanya mata kuliah ini, mahasiswa bisa
mengerti sedikit tentang ilmu yang nantinya bisa mendukung proses dan
faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan mahasiswa di kampus.
Dalam mempelajari ilmu ini diharapkan para calon guru berkompenten
dalam memberikan pembelajaran bahasa kepada peserta didik sesuai
dengan kompeten dasar yang dimiliki peserta didik ketika masuk dalam
ranah pembelajaran formal.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai