Anda di halaman 1dari 15

MORFEM DAN IDENTIFIKASI MORFEM

DOSEN PENGAMPU:

Dra. Sri Wahyuni, M.Ed.

KELOMPOK 10

ANGGOTA KELOMPOK:

Syahida Mardiyah (2210721010)

Tasya Salsabila Junaid (2210722014)

Vadila Amelia Putri (2210721010)

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS ANDALAS
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena telah memberikan rahmat dan
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Morfologi yang berjudul “Morfem dan
Identifikasi Morfem.”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Morfologi semester III dengan
dosen pengampu Dra. Sri Wahyuni, M.Hum. Tidak lupa kami sampaikan kepada dosen
pengampu mata kuliah Morfologi yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
pembuatan makalah ini dan kepada seluruh anggota kelompok yang telah memberikan kontribusi
dalam penulisan makalah ini.

Kami sampaikan terima kasih atas perhatian yang telah diberikan terhadap makalah ini,
dan kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan segala
kerendahan hati, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca guna
meningkatkan pembuatan makalah pada tugas lain pada waktu mendatang.

Padang, 10 September 2023

Pemakalah

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 5
2.1 Pengertian Morfem ................................................................................................................ 5
2.2 Perbedaan morfem dengan kata, leksem, dan silabel ............................................................ 5
2.3 Prinsip Penemuan Morfem ................................................................................................... 7
PENUTUP..................................................................................................................................... 13
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 13
3.2 Saran .................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 14
LAMPIRAN KERJA .................................................................................................................... 15

3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa adalah jendela utama yang membawa kita untuk memahami dunia dan
berkomunikasi dengan orang lain. Namun, bagaimana sebenarnya bahasa ini bekerja? Bagian
kecil tetapi penting dari pemahaman bahasa adalah konsep ‘morfem’ dalam morfologi.
Morfologi adalah cabang linguistik yang mempelajari struktur kata, bagaimana kata-kata
dibentuk, dan bagaimana mereka membawa makna. Salah satu konsep utama dalam
morfologi adalah morfem, yang merupakan unit terkecil dalam bahasa yang memiliki makna.
Morfem bisa menjadi kata-kata itu sendiri atau bagian dari kata-kata yang membantu kita
memahami arti kata tersebut.
Pemahaman tentang identifikasi morfem adalah kunci untuk memecah kata-kata menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil dan memahami bagaimana makna bahasa disusun. Ini
membantu kita dalam pembelajaran bahasa, dalam memahami struktur kalimat, dan dalam
berkomunikasi dengan lebih baik. Dengan memahami konsep dasar seperti morfem dan
bagaimana mengidentifikasinya, kita dapat lebih mendalam dalam memahami kerumitan
bahasa dan kemampuan kita untuk menggunakannya dengan lebih efektif.

4
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Morfem


Menurut Bloomfields, morfem adalah suatu bentuk linguistik yang tidak mengandung
unsur unsur parsial. Morfem adalah abstraksi dari sejumlah (mungkin hanya satu,
mungkin juga lebih). Morfem yang memiliki makna dan bentuk yang sama dan berada
dalam distribusi yang saling melengkapi (laurie bauer, 2003:110). Morfem ialah satuan
gramatik yang paling kecil, satuan gramatik yang tidak mempunyai satua lain sebagai
unsurnya (Ramlan, 2009:32).

Jadi, morfem adalah bagian kecil dalam bahasa yang memiliki arti dan bentuknya
sendiri. Morfem bisa terdiri dari satu atau lebih unsur, tetapi morfem dengan makna dan
bentuk yang sama serta digunakan dalam situasi yang berbeda adalah morfem yang
berbeda. Singkatnya, morfem adalah satuan gramatik terkecil dalam bahasa yang tidak
terbagi lagi menjadi satuan lain.

2.2 Perbedaan morfem dengan kata, leksem, dan silabel


2.2.1 Kata
Kata adalah satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satu
satuan bebas merupakan kata. Kata merupakan dua macam satuan, yaitu satuan
fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu atau
beberapa fonem. Misalnya kata belajar terdiri dari tiga suku, yaitu be, la, jar. Suku
be terdiri dari dua fonem, suku la terdiri dari dua fonem, dan jar terdiri dari tiga
fonem. Jadi kata belajar terdiri dari tujuh fonem. /b, Ə, l, a, j, a, r/.
Sebagai satuan gramatik, kata terdiri dari satu atau beberapa morfem. Kata
belajar terdiri dari dua morfem, yaitu morfem ber- dan morfem ajar, kata terpelajar
terdiri dari tiga morfem, yaitu morfem ter-, per-, dan morfem ajar, kata pelajaran
terdiri dari dua morfem, yaitu morfem per-an dan morfem ajar, kata peng- ajaran
terdiri dari dua morfem, yaitu peN-an dan ajar, Ada pula kata yang terdiri dari
empat morfem, misalnya kata berke- pemimpinan yang terdiri dari morfem-morfem
ber-, ke-an, peN-, dan pimpin; kata berkesinambungan yang terdiri dari mor- fem
ber-, ke-an, -in-, dan morfem sambung, kata membabi- butakan yang terdiri dari
5
morfem meN-, babi, buta, dan morfem -kan, dan ada yang terdiri dari satu morfem
saja, misalnya kata- kata datang, pergi, orang, rumah, dan sebagainya.

2.2.2 Leksem
Menurut Murphy (2013, 10) “…sebuah leksem tidak sama dengan kata dalam
bahasa sebenarnya menggunakan. Leksem pada dasarnya adalah abstraksi dari kata-
kata aktual yang terjadi dalam penggunaan bahasa sebenarnya”. Hal ini analog
dengan kasusnya fonem dalam studi fonologi. Fonem adalah representasi abstrak
dari suara linguistik, tetapi telepon, itulah yang sebenarnya kita ucapkan ketika kita
menggunakan fonem itu penggunaannya, telah tunduk pada linguistik dan fisik
tertentu proses dan kendala.
Pengertian di atas menunjukkan bahwa word ‘kata’ dibedakan dari lexeme
‘leksem’. Hal senada tentang leksem dikemukakan oleh Riemer (2013: 17) sebagai
berikut : “Leksem adalah nama satuan abstrak yang menyatukan semuanya varian
morfologis dari satu kata”.
Sedangkan menurut pendapat Cruse (2011:238) menambahkan pendapat lain
yaitu “Leksem adalah satuan-satuan yang tercantum dalam kamus. Sebuah kamus
menyediakan daftar leksem suatu bahasa yang masing-masing diindeks pada bentuk
kata-katanya (Bentuk kata mana yang digunakan kamus untuk menunjukkan suatu
leksem setidaknya sebagian adalah masalah Konvensi)".
Jadi, leksem adalah elemen pokok dalam leksikon, berbeda dengan kata yang
merupakan unit gramatikal. Saat leksem mengalami proses gramatikal, ia berubah
menjadi kata dalam konteks tata bahasa. Dari sudut pandang tata bahasa, leksem
dapat dianggap sebagai bentuk morfem dasar atau kata, serta bentuk terikat seperti
afiks. Dengan kata lain, leksem memiliki peran sentral dalam pembentukan kata
dalam proses morfologis.

2.2.3 Silabel
Silabel atau silaba adalah bagian dari sebuah kata yang diucapkan dalam satu kali
napas dan biasanya terdiri dari beberapa fonem. Sebagai contoh, kata [jamur]
diucapkan dengan dua kali napas atau sonoritas: satu kali napas untuk /ja-/ dan satu

6
kali napas untuk /-mur/. Dengan demikian, kata [jamur] terdiri dari dua silabel atau
puncak sonoritas. Setiap suku kata memiliki dua atau tiga fonem, yaitu fonem /j/ /a/
dan /m/ /u/ /r/.

Dalam bahasa Indonesia, mayoritas suku kata memiliki fonem vokal yang menjadi
puncak suku kata. Puncak suku kata atau puncak sonoritas bisa didahului dan
diikuti oleh satu fonem konsonan atau lebih dari satu fonem, walaupun ada kasus di
mana suku kata hanya terdiri dari satu vokal atau satu vokal dengan satu konsonan.
Misalnya pada kata-kata berikut:

1. [Penting] diucapkan [pen-ting],


2. [Kepentingan] diucapkan [ke-pen-ting-an],
3. [Andil] diucapkan [an-dil],
4. [Dia] diucapkan [di-a].

Suku kata atau silaba bisa berakhir dengan vokal atau konsonan. Suku kata yang
berakhir dengan vokal, seperti (K) V, disebut suku kata terbuka, sedangkan suku
kata yang berakhir dengan konsonan, seperti (K) VK, disebut suku kata tertutup.

2.3 Prinsip Penemuan Morfem

Beberapa prinsip yang bersifat saling melengkapi untuk memudahkan pengenalan morfem,
yaitu sebagai berikut:

Prinsip 1
Unit-unit dalam bahasa disebut sebagai satu morfem ketika mereka memiliki kesamaan
dalam struktur fonologis (urutan fonem) dan arti atau makna. Sebagai contoh, dalam kata-
kata seperti berbaju, menjahit baju, baju biru, dan baju batik, kata baju dianggap satu
morfem karena memiliki struktur bunyi yang sama dan arti yang serupa. Hal yang sama
berlaku untuk kata baca dalam membaca, dibaca, membacakan, dan sebagainya, serta kata
di dalam dipukul, disuruh, ditulis, dan lainnya.

7
Namun, meskipun ada kesamaan struktur fonologis, tidak semua satuan dapat
dianggap satu morfem jika makna atau arti gramatik mereka berbeda. Contohnya adalah
ke-an dalam kehujanan dan kemanusiaan. Meskipun memiliki struktur fonologis yang
mirip, arti gramatiknya berbeda; yang pertama mengindikasikan 'pasif keadaan'
sedangkan yang kedua mengindikasikan 'abstraksi atau hal.'
Demikian pula, satuan seperti buku dalam buku tebu dan Ia membaca buku, di- dalam
dipukul dan dimuka, atau sedang dalam nilainya sedang dan sedang dalam ia sedang
belajar tidak dapat dianggap satu morfem karena arti atau maknanya berbeda, meskipun
struktur fonologisnya serupa.
Dengan demikian, prinsip ini menekankan bahwa satuan bahasa dapat dianggap satu
morfem jika memiliki kesamaan dalam struktur fonologis dan arti leksikal atau arti
gramatik, tergantung pada konteksnya.

Prinsip 2
Satuan bahasa dapat dianggap satu morfem jika memiliki arti atau makna yang sama,
meskipun memiliki perbedaan dalam struktur fonologisnya. Pentingnya penentuan
apakah perbedaan tersebut dapat dijelaskan secara fonologis atau tidak. Jika perbedaan
struktur fonologis dapat dijelaskan, maka satuan-satuan tersebut dapat dianggap sebagai
satu morfem atau alomorf dari morfem yang sama. Sebaliknya, jika perbedaan tersebut
tidak dapat dijelaskan secara fonologis, maka satuan-satuan tersebut dianggap sebagai
morfem individu.
Sebagai contoh, dalam kata-kata seperti membawa, mendukung, menyuruh, menggali,
mengebom, dan melerai, semua memiliki makna yang sama, yaitu mengindikasikan
tindakan aktif, meskipun struktur fonologisnya berbeda. Perbedaan struktur fonologis ini
disebabkan oleh konsonan awal pada satuan yang mengikuti awalan tersebut. Misalnya,
mem- digunakan jika konsonan awal berupa /b/, men- jika konsonan awal berupa /d/, dan
seterusnya. Jadi, perbedaan struktur fonologis ini dapat dijelaskan secara fonologis, dan
oleh karena itu, semua satuan tersebut dapat dianggap sebagai satu morfem atau alomorf
dari morfem yang sama, yaitu morfem meN-, yang berubah berdasarkan kondisi satuan
yang mengikutinya.

8
Prinsip 3
Satuan-satuan dengan struktur fonologis yang berbeda, bahkan jika perbedaannya
tidak dapat dijelaskan secara fonologis, masih dapat dianggap sebagai satu morfem jika
mereka memiliki makna atau arti yang sama dan menunjukkan distribusi yang
komplementer.
Untuk mengilustrasikan konsep distribusi komplementer, mari kita ambil contoh tiga
satuan yang disebutkan sebagai A, B, dan C, yang memiliki distribusi yang hanya
bersama dengan tiga satuan lainnya, disebut sebagai 1, 2, dan 3. Satuan A hanya dapat
berdistribusi dengan 1, B hanya dengan 2, dan C hanya dengan 3. Dengan demikian,
terbentuklah satuan-satuan A1, B2, dan C3. Tidak ada kombinasi lain seperti A2, A3, B1,
B3, C1, atau C2. Distribusi semacam ini disebut sebagai distribusi komplementer.
Sebagai contoh konkret, mari kita pertimbangkan satuan bel- dalam belajar, be-
dalam bekerja, dan ber- dalam berjalan. Ber- dan be- dapat dianggap satu morfem karena
perbedaan struktur fonologisnya dapat dijelaskan secara fonologis dan mereka memiliki
distribusi yang komplementer. Namun, bel- yang hanya ditemukan dalam belajar berbeda
karena tidak pernah digunakan bersamaan dengan ber- atau be-. Meskipun struktur
fonologisnya berbeda dan perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologis, bel-
dapat dianggap sebagai satu morfem dengan ber- atau dengan kata lain, merupakan
alomorf dari morfem ber- karena memiliki makna yang sama dan distribusi yang
komplementer.

Prinsip 4
Jika dalam suatu rangkaian struktur bahasa, ada sebuah satuan yang berhubungan
dengan sebuah kekosongan, maka kekosongan tersebut memiliki status sebagai morfem,
yang sering disebut sebagai morfem zero. Sebagai contoh, dalam bahasa Indonesia, kita
dapat melihat serangkaian struktur sebagai berikut:
(1) Ia membeli sepeda.
(2) Ia menjahit baju.
(3) Ia membaca buku.
(4) Ia menulis surat.
(5) Ia makan roti.

9
(6) Ia minum es.
Keenam kalimat ini mengikuti pola struktur SPO, yang berarti subyek (S) berada di
awal, diikuti oleh predikat (P), dan kemudian obyek (O). Predikatnya adalah kata kerja
transitif. Pada kalimat 1, 2, 3, dan 4, kata kerja transitif ini ditandai dengan adanya
awalan meN-, sementara pada kalimat 5 dan 6, kata kerja transitif ini tidak memiliki
awalan, yaitu meN-. Oleh karena itu, keberadaan kekosongan ini dianggap sebagai
morfem zero.

Prinsip 5
Satuan-satuan dengan struktur fonologis yang serupa mungkin merupakan satu
morfem atau bisa juga berbeda morfem, tergantung pada makna dan distribusi mereka.
Jika satuan dengan struktur fonologis yang serupa memiliki makna yang berbeda, maka
secara alami merupakan morfem yang berbeda. Sebagai contoh, pertimbangkan kata
buku dalam dua konteks yang berbeda: pertama, dalam frasa Ia membaca buku, yang
berarti 'kitab', dan kedua, dalam frasa buku tebu, yang merujuk pada 'sendi'. Dalam
kasus ini, kedua kata "buku" ini adalah morfem yang berbeda karena maknanya
berbeda, meskipun struktur fonologisnya sama. Demikian juga, ambil contoh kata
sedang dalam dua konteks berikut: pertama, dalam frasa nilainya sedang. yang berarti
'tidak terlalu baik dan tidak terlalu jelek; cukupan,' dan kedua, dalam frasa Ia sedang
pergi, yang berarti 'baru; lagi.'
Ketika satuan dengan struktur fonologis yang serupa memiliki makna yang
berhubungan, status morfemnya bergantung pada distribusi mereka. Jika distribusi
mereka berbeda, maka bisa dianggap sebagai satu morfem; jika distribusinya sama,
maka mungkin merupakan morfem yang berbeda. Sebagai contoh, pertimbangkan kata
duduk dalam dua konteks berikut: pertama, dalam frasa Ia sedang duduk, yang berarti
'berada dalam posisi duduk' dan berfungsi sebagai predikat (kata kerja), dan kedua,
dalam frasa Duduk orang itu sangat sopan, yang berarti 'berperilaku sopan' dan
merupakan bagian dari subyek setelah proses nominalisasi. Dalam hal ini, kata duduk
adalah satu morfem karena meskipun memiliki makna yang berhubungan, distribusinya
berbeda. Demikian juga, kata datang dalam dua konteks berikut: pertama, dalam frasa
Ia belum datang, yang berarti 'belumlah sampai,' dan kedua, dalam frasa Datangnya

10
terlambat, yang merujuk pada 'kehadiran yang terlambat.' Dalam kasus ini, kata
"datang" juga merupakan satu morfem karena maknanya berhubungan dan distribusinya
berbeda. Datangnya terlambat karena keduanya mempunyai arti berhubungan, dan
mempunyai distribusi yang berbeda.
Sebaliknya kata mulut pada Mulut gua itu lebar merupakan morfem yang berbeda
dengan kata mulut pada Mulut orang itu lebar karena keduanya mempunyai distribusi
yang sama. Demikian pula kata kursi pada la membeli kursi merupakan morfem yang
berbeda dengan kata kursi pada la mendapat kursi di DPR karena keduanya mempunyai
distribusi yang sama.

Persamaan dan perbedaan distribusi dapat dilihat dari kalimat-kalimat ini:

Ia tinggal di rumah.
Ia tinggal di kota.
la tinggal di kampus.
la tinggal di kampung.
Kata-kata rumah, kota, kampus, dan kampung pada kalimat- kalimat tersebut di atas
mempunyai distribusi yang sama. Demi- kian pula kata-kata tinggal, ada, dan tidur
pada kalimat-kalimat :
Ia tinggal di rumah.
Ia ada di rumah.
Ia tidur di rumah.

dan kata-kata ia, aku, dan mereka pada kalimat-kalimat :

Ia tinggal di rumah.
Aku tinggal di rumah.
Mereka tinggal di rumah.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa kata-kata dikatakan mempunyai distribusi yang sama
apabila menduduki fungsi yang sama dalam kalimat yang sama polanya. Sebaliknya,
apabila kata- kata itu tidak menduduki fungsi yang sama, dikatakan kata-kata tersebut
mempunyai distribusi yang berbeda. Misalnya kata lari dalam kalimat:

11
Ia lari.
Larinya cepat

Demikian pula kata sakit dalam kalimat :

Ia sakit.
Sakitnya belum sembuh

Prinsip 6

Setiap satuan yang dapat dibagi-bagi merupakan morfem. Sebagai contoh, kita memiliki
kata bersandar, yang terdiri dari dua satuan, yaitu ber- dan sandar. Selain itu, kata
sandaran juga terdiri dari dua satuan, yaitu sandar dan -an. Oleh karena itu, ber-, sandar,
dan -an masing-masing merupakan morfem yang berdiri sendiri.

Contoh lainnya adalah dalam kata-kata seperti menduduki, diduduki,


mendudukkan, didudukkan, terduduk, penduduk, dan kedudukan. Kata menduduki terdiri
dari tiga morfem, yaitu meN-, duduk, dan -i. Kata diduduki juga terdiri dari tiga morfem,
yaitu di-, duduk, dan -i. Begitu pula dengan kata-kata mendudukkan, didudukkan,
terduduk, penduduk, dan kedudukan, semuanya terdiri dari kombinasi morfem yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, meN-, di-, duduk, -i, dan -kan adalah morfem yang berdiri
sendiri-sendiri.

Ada juga satuan renta yang berarti sekali, yang hanya ditemukan dalam kata tua
renta. Namun, di samping tua renta, kita juga memiliki kata-kata seperti tua bangka,
sudah tua, ketua, dan tertua. Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa tua merupakan
satu morfem, dan renta, yang hanya berpadu dengan tua, juga merupakan morfem
tersendiri. Hal yang sama berlaku untuk satuan-satuan seperti bangka, sudah, ke-, dan ter.
Morfem yang hanya berpasangan dengan satu morfem saja disebut sebagai morfem unik.
Dengan demikian, renta dapat dianggap sebagai morfem unik.

12
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Morfem adalah bagian kecil dalam bahasa yang memiliki arti dan bentuknya
sendiri. Morfem dapat terdiri dari satu atau lebih unsur, tetapi morfem dengan makna dan
bentuk yang sama serta digunakan dalam situasi yang berbeda dianggap sebagai morfem
yang berbeda. Morfem adalah satuan gramatik terkecil dalam bahasa yang tidak terbagi
lagi menjadi satuan lain.
Perbedaan antara morfem dengan kata, leksem, dan silabel dijelaskan dengan
jelas. Kata merupakan satuan bebas yang paling kecil dalam bahasa, terdiri dari satu atau
beberapa morfem. Leksem adalah abstraksi dari kata-kata yang sebenarnya digunakan
dalam bahasa dan memiliki peran sentral dalam pembentukan kata dalam proses
morfologis. Silabel adalah bagian dari sebuah kata yang diucapkan dalam satu kali napas
dan biasanya terdiri dari beberapa fonem.
Prinsip-prinsip penemuan morfem menjelaskan bagaimana satuan-satuan dalam
bahasa dapat dianggap sebagai satu morfem atau berbeda morfem tergantung pada
struktur fonologis, makna, dan distribusinya. Prinsip-prinsip ini membantu dalam
memahami bagaimana bahasa mengatur satuan-satuan kecilnya untuk membentuk kata-
kata yang berarti dalam berbagai konteks.

3.2 Saran
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini banyak terdapat kekurangan dan
kekeliruan. Oleh karena itu, kepada para pembaca dan dosen pengampu, kami
mengharapkan saran dan kritik ataupun tegur sapa yang sifatnya membangun akan
diterima dengan senang hati demi kesempurnaan makalah selanjutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

A.Nida, Eugene. Morphology The Descriptive Analysis of Words. Michigan: The University of
Michigan Press.

Bauer, Laurie. 2003. Introducing Linguistic Morphology. Edinburgh: Edinburgh University


Press.

Ramlan, M. 2009. MORFOLOGI SUATU TINJAUAN DESKRIPTIF. Yogyakarta: CV. Karyono.

Santoso, Joko. 1993. Pengertian Morfologi dan Ruang Lingkupnya. Universitas Pahlawan
Tuanku Tambusai.

Triadi, Rai Bagus, Ratna Juwitasari Emha. 2021. Fonologi Bahasa Indonesia. Tangerang
Selatan: Unpam Press.

14
LAMPIRAN KERJA

Gambar 1. Diskusi materi dan pengerjaan makalah

Perpustakaan Unand, pukul 10.00 s.d. 15.30 WIB

Diskusi dihadiri oleh semua anggota kelompok 10

Gambar 2. Diskusi materi dan pengerjaan makalah


serta salindia.

Rumah salah satu anggota kelompok, pukul 10.30 s.d.


18.17 WIB

Diskusi dihadiri oleh semua anggota kelompok 10

15

Anda mungkin juga menyukai