JENIS-JENIS MORFEM
Dosen Pengampu :
Dr. Irma Diani, S.Pd. M.Hum.
Anggota Kelompok :
Nur Afifah A1A022036
Rahayu Junianti A1A022044
Annisa Zahra Nofita A1A022062
UNIVERSITAS BENGKULU
2023
DAFTAR ISI
SAMPUL..............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................1
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................................................2
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................................3
A. Pengertian.................................................................................................................3
B. Klasifikasi dan Jenis-Jenis Morfem.......................................................................3
SIMPULAN..........................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................6
DAFTAR PERTANYAAN..................................................................................................7
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa sangat penting dalam komunikasi baik tertulis maupun tak tertulis. Sehingga
penggunaannya harus berdasar pada kebahasaan dan perbendaharaan kata yang kaya dan
lengkap. Begitu juga dengan bahasa Indonesia yang merupakan milik bangsa Indonesia
merupakan alat komunikasi yang efektif dan efisien dalam pemersatu bangsa ini.
Tata bahasa harus berlangsung sesuai dengan kelaziman penggunaannya sehingga dapat
diterima oleh semua penggunanya yaitu tata bahasa yang baku. Tata bahasa baku merupakan
bahasa yang menjadi kelancaran dalam penggunaannya dan tidak bersifat mengekang bagi
bahasa yang bersangkutan. Bahasa mempunyai struktur dan bentuk yang menyusun sebuah
kata. Oleh karena itu ilmu morfologi bahasa yang mempelajari tentang struktur dan bentuk
kata sangat penting dipelajari oleh bangsa ini baik dari jenjang bawah sampai jenjang atas.
Definisi morfologi dalam kamus linguistik adalah bagian keahlian linguistik yang
mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya atau bagian dari struktur bahasa yang
meliputi kata dan bagian-bagian kata yaitu morfem.
Dipaparkan oleh Nurhayati dan Siti Mulyani tentang definisi morfologi yaitu ilmu yang
membahas tentang kata dan cara pengubahannya. Dari beberapa pengertian morfologi yang
dikemukakan tersebut menjadi acuan para peneliti dalam mendefinisikan arti morfologi yaitu
sebagai bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk kata meliputi pembentukan
perubahannya, yang mencakup kata dan bagian-bagian kata atau morfem. Sedangkan morfem
dan kata, pakar linguistik asal Amerika menyatakan “morfem adalah unsur terkecil yang
secara individual mengandung pengertian dalam ujaran suatu bahasa”. Selain itu, Surana juga
mengungkapkan tentang suatu konsep morfem bahwa setiap morfem bebas merupakan
sebuah kata.
Namun, kata tidak hanya meliputi morfem bebas, tetapi meliputi semua gabungan antara
morfem bebas dan morfem terikat, morfem dasar dengan morfem dasar. Sejalan dengan hal
tersebut, Keraf membedakan morfem menjadi dua bagian, yaitu pertama morfem bebas yang
langsung membina suatu kalimat atau morfem yang dapat berdiri sendiri dan morfem terikat
yang tidak langsung membina sebuah kalimat. Melainkan selalu terikat dengan morfem lain.
Satuan morfem bebas sudah merupakan kata. Dalam proses morfologis, “kata" merupakan
dasar atau pangkal yang dijadikan acuan. Dengan kata lain, merupakan domain dalam
pembentukan kata.
2
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengertian
a. Pengertian Morfologi
Morfologi adalah struktur kata suatu bahasa atau cabang linguistik yang mempelajari
struktur kata suatu bahasa (Trask, 2007:178; Crystal, 2008: 314). Definisi itu
didasarkan pada anggapan bahwa kata-kata secara khas memiliki struktur internal
yang terdiri atas unit-unit yang lebih kecil yang menjadi unsur pembangunnya, yang
biasa disebut dengan istilah morfem. Istilah "morfologi" diturunkan dari bahasa
Inggris morphology, artinya cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang susunan
atau bagian-bagian kata secara gramatikal. Pada awalnya, ilmu ini lebih dikenal
dengan sebutan morphemics, yaitu studi tentang morfem. Namun, seiring dengan
perkembangan dan dinamika bahasa, istilah yang kemudian lebih populer adalah
morfologi.
b. Pengertian Morfem
Menurut Robins (1970: 191-3) morfem merupakan unit gramatikal terkecil yang
dibentuk dan dibatasi dalam suatu bahasa dengan cara membandingkan bentuk-bentuk
kata yang satu dengan kata yang lain.
Bloomfield (1974: 6) morfem adalah suatu bentuk bahasa yang tidak mengandung
bagian-bagian yang mirip dengan bentuk lain, baik bunyi maupun makna.
Dengan demikian pengertian morfem secara umum adalah satuan atau unit terkecil
dalam suatu bahasa yang memiliki makna dan merupakan bagian dari atau bentuk
kata dalam tata bahasa dari suatu bahasa. Morfologi mempelajari morfem, dan
morfem dapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan
dengan aturan suatu bahasa.
Yang dimaksud dengan Morfem Bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem
lain dapat muncul karena bisa langsung digunakan dalam pertuturan. Dalam Bahasa
Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus adalah termasuk
morfem bebas.
Sedangkan Morfem Terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri secara
makna. Contohnya {juang} menjadi berjuang,{henti} harus digabung terlebih dahulu
dengan afiks tertentu menjadi berhenti, dan contoh lainnya seperti geletak, baur, dsb.
Morfem terikat tidak dapat muncul dalam ujaran.
3
Morfem leksikal adalah morfem-morfem yang memiliki makna leksikal, yakni
makna yang dapat diidentifikasi tanpa harus bergabung dengan morfem yang lain.
Morfem bahasa pada berdatangan, kedatangan, pendatang, dsb. Merupakan morfem
yang memiliki makna leksikal, yakni ‘gerakan mendekati tempat tertentu sehingga
morfem sejenis ini disebut morfem leksikal.
Morfem gramatikal merupakan morfem yang memiliki makna, tetapi maknanya
bergantung pada bentuk dasar yang dilekatinya.
Contoh ;
{ber-an}, berdatangan, memiliki makna ‘ketidakteraturan’,
{ke-an}, kedatangan, memiliki makna ‘hal’
{pe(N)-} pembaca, memiliki makna ‘agentif’, ‘pelaku’, penyaring, bermakna
‘mudah’
Morfem segmental adalah morfem yang dapat dipisahkan atau disegmentasi dari
morfem yang lain. Misalnya kata memperlakukan dalam Bahasa Indonesia terdiri dari
beberapa morfem segmental, yakni me(N)- per-, laku, dan -kan.
Morfem nonsegimental dapat disebut pula sebagai morfem suprasegmental,
merupakan morfem yang tidak dapat disegmentasi atau dipisah- pisah bagiannya.
Misalnya pada kata Bahasa Inggris untuk merubah kalimat menjadi jamak foot jadi
feet, untuk mengidentifikasi kata lampau come jadi came.
Morfem Utuh adalah morfem yang terdiri dari satu kesatuan atau susunannya tidak
terbagi. Seperti {meja}, {kecil}, dan {angkat}.
Sedangkan Morfem Terbagi merupakan morfem yang terdiri dari dua buah bagian
yang terpisah. Misalnya pada kata kesatuan yang memiliki satu morfem utuh yaitu
{satu} dan satu morfem terbagi yaitu {ke-/an}.
1. Dengan deretan morfologis, dari metode ini dinyatakan bahwa bentuk yang sama
dan memiliki makna yang sama, dan ditemukan secara berulang diidentifikasikan
sebagai morfem yang sama. Misalnya dari kata terbeli, membeli, dibeli, pembeli, dsb.
2. Satuan yang mempunyai bentuk yang berbeda merupakan morfem yang sama bila
perbedaannya dapat dijelaskan secara morfologis. Seperti deretan kata berenang,
bermain, belajar, dsb. Memiliki bentuk yang mirip yakni be-, ber-, bel- yang
merupakan perwujudan dari morfem yang sama yaitu {ber-}. Perbedaannya dapat
dijelaskan secara morfologis, bel- muncul apabila didekati bentuk dasar ajar, yakni
belajar, dst.
3. Satuan lingual yang memiliki bentuk fonologis yang sama, merupakan morfem yang
berbeda bila memiliki makna yang berbeda, kata bisa “dapat” dalam kalimat
Budi
4
baru bisa berenang merupakan morfem yang berbeda dengan bisa “racun” pada
kalimat bisa ular itu berbahaya.
4. Satuan kebahasaan yang berdistribusi dengan kekosongan merupakan sebuah
morfem. Misalnya kata kerja transitif (yang diikuti oleh objek) memiliki penanda afiks
me(N)- tanpa atau diikuti oleh -kan atau -i seperti menandatangani, mengetahui,
dsb.
5
BAB III
SIMPULAN
Bahasa mempunyai struktur dan bentuk yang menyusun sebuah kata. Oleh karena itu ilmu
morfologi bahasa yang mempelajari tentang struktur dan bentuk kata sangat penting
dipelajari oleh bangsa ini baik dari jenjang bawah sampai jenjang atas. Morfem merupakan
satuan atau unit terkecil dalam suatu bahasa yang memiliki makna dan merupakan bagian
dari atau bentuk kata dalam tata bahasa dari suatu bahasa. Morfem terdapat beberapa jenis.
Dilihat dari bentuknya ada morfem bebas dan morfem terikat, berdasarkan maknanya ada
morfem leksikal dan morfem gramatika., berdasarkan keutuhannya ada morfem utuh dan
morfem terbagi, serta ada morfem segmental dan nonsegmental. Morfem juga dapat dikenali
dengan beberapa cara yaitu dengan deretan morfologis, satuan yang mempunyai bentuk yang
berbeda, satuan lingual, dan satuan kebahasaan yang berdistribusi dengan kekosongan.
DAFTAR PUSTAKA
Muad, Ajeng, & Aprlia. (2014). Pengantar Linguistik. Bahasa Jerman UNJ, 1-9.
Susetya, D. H., & Susetya, H. H. (2022). Kesalahan Morfologi Bahasa Indonesia Pada Buletin
Aktualita Lembaga Mahasiswa Aspiratif Unzah. Jurnal Penelitian Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, 7(2), 308-319.
Wijana, I. P. (2022). Morfologi. -: Cakra Media Utama.
6
Pertanyaan & Jawaban
Pertanyaan :
1. Nurhayati (A1A022061)
Apa beda dari morfem dan kata?
Apakah Saya termasuk dalam morfem atau hanya sebuah kata?
Jawaban :
Morfem merupakan bentuk bahasa terkecil yang dapat membedakan atau mempunyai
makna, sedangkan kata merupakan satuan bentuk erkecil dari kalimat yang dapat
berdiri sendiri dan mempunyai makna. Morfem masih ada yang tidak dapat berdiri
sendiri, contohnya juang, henti, dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa “Saya”
merupakan kata, namun juga bisa disebut morfem bebas (dapat berdiri sendiri)
7
5. Gabungan kata dasar dapat membentuk kalimat tanpa membutuhkan adanya
imbuhan. Beberapa contoh kata dasar yang bisa kamu ketahui dan pahami:
1. Minum
2. Makan
3. Lari
4. Pergi
5. Pulang
6. Duduk
7. Buka
8. Pikir
9. Mati
10. Hidup
11. Sakit
12. Hutang
13. Maju
14. Mundur
15. Bangun
16. Tidur
17. Warna
Dan masih banyak contoh lainnnya
8
MAKALAH
PROSES MORFOLOGI
Disusun Oleh :
Annisa Dewi Nur Muslimah (A1A022037)
Suci Wahyu Puspita (A1A022041)
Fasya Nabila Meywa (A1A022054)
Fina Lista Julianti (A1A022058)
Rani Nanda Dewi (A1A022060)
Dosen Pengampu :
Dr. Irma Diani, M. Hum.
9
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam pembahasan kebahasaan ada berbagai aspek linguistik yang harus dipelajari. Salah
satunya adalah aspek bahasa yang berupa kata. Kata merupakan salah satu unsur bahasa yang
terpenting baik dalam berkomunikasi lisan atau tulis sebab kata merupakan satuan terbesar
yang bermakna lengkap. Kata-kata disusun membentuk frasa, klausa, dan kalimat dengan
mengunakan kaidah-kaidah bahasa. Menurut Crystal dalam (Ba’dulu dan Herman, 2005:4)
kata adalah satuan ujaran yang mempunyai pengenalan intuitif universal oleh penutur asli,
baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulisan, kata merupakan satuan bebas yang
dapat berdiri sendiri. Susunan dalam pembentukan kata inilah yang masuk kedalam kajian
morfologi.
Menurut Chaer (2008:34) morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan
atau mempelajari seluk beluk struktur kata, serta pengaruh perubahan struktur kata terhadap
golongan dan arti kata. Menurut Verhaar (2004:11) ilmu morfologi menyangkut struktur
“internal” kata. Seperti katatertidur kata ini terdiri atas dua morfem yakni –ter dan tidur. (ter-
diberi garis karena tidak pernah berdiri sendiri).
Morfologi membicarakan seluk-beluk kata. Sifatnya bebas sesuatu Kata di sini tidak
ditentukan oleh bagaimana satuan lingual di tuliskan. Misalnya di dalam Bahasa Indonesia
terdapat kata "Datang" dan "Mendatangkan". Kata sebagai satuan terbesar yang dibahas oleh
morfologi dari satuan-satuan lingual bermakna yang disebut morfem.
2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari “Proses Morfologi” ?
2. Apa saja ruang lingkup pembahasan “Proses Morfologi” ?
3. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui definisi dari “Proses Morfologi”
2. Untuk Mengetahui ruang lingkup pembahsan “Proses Morfologi”
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Dalam bahasa Indonesia, dengan bantuan afiks kita akan mengetahui kategori kata,
diatesis aktif atau pasif, tetapi tidak diketahui bentuk tunggal atau jamak dan waktu kini serta
lampau seperti yang terdapat dalam bahasa Inggris.
A.Prefiksasi
Prefiksasi merupakan proses pembubuhan prefiks (awalan). Pada prefiks atau awalan
disebut demikian karena letaknya yang selalu di depan bentuk dasar. Contoh prefiks
yaitu:
a). be(R)
Prefiks be(R)- memiliki beberapa variasi. Be(R)- bisa berubah menjadi be- dan bel-.
Be(R)- berubah menjadi be- jika (a) kata yang dilekatinya diawali dengan huruf r dan (b)
suku kata pertama diakhiri dengan er yang di depannya konsonan.
be(R)- + renang → berenang be(R)+kerja -- bekerja
be(R)+ ternak — beternak
b). me(N)
Prefiks me(N)- mempunyai beberapa variasi, yaitu me(N)- yaitu mem-, men-,
meny-, meng-, menge-, dan me-. Prefiks me(N)- berubah menjadi mem- jika
bergabung dengan kata yang diawali huruf /b/, /f/, /p/, dan /v/, misalnya :
me(N)- + baca → membaca
me(N)- + pukul → memukul.
Prefiks me(N)- berubah menjadi men- jika bergabung dengan kata yang diawali
oleh huruf /d/, /t/, /j/, dan /c/, misalnya :
- me(N)- + data → mendata - me(N)- + jadi → menjadi,
- me(N)- + tulis → menulis - me(N)- + cuci → mencuci.
prefiks me(n)- berubah menjadi meny- jika bergabung dengan kata yang diawali
oleh huruf /s/, misalnya, me(n)- + sapu → menyapu.
prefiks me(n)- berubah menjadi meng- jika bergabung dengan kata yang diawali
dengan huruf /k/ dan /g/, misalnya :
- me(n)- + kupas → mengupas
- me(n)- + goreng menggoreng.
1
prefiks me(n)- berubah menjadi menge- jika bergabung dengan kata yang terdiri
dari satu suku kata, misalnya :
- me(n)- + lap → mengelap
- me(n)- + bom→ mengebom
c). pe(R)
Prefiks pe(R)- merupakan nominalisasi dari prefiks be(R). Perhatikan contoh berikut!
- Berawat → perawat
- Bekerja → pekerja.
Prefiks pe(R)- mempunyai variasi pe- dan pel-. Prefiks pe(R)- berubah menjadi pe- jika
bergabung dengan kata yang diawali huruf r dan kata yang suku katanya berakhiran er,
misalnya, pe(R)- + rawat → perawat dan pe(R)- + kerja → pekerja.
Prefiks pe(R)- berubah menjadi pel- jika bergabung dengan kata ajar, misalnya, pe(R)- +
ajar → pelajar.
d). pe(N)
Prefiks pe(N)- mempunyai beberapa variasi. Prefiks pe-(N)- sejajar dengan prefiks
me(N)-. Variasi pe(N)- memiliki variasi pem-, pen-, peny-, peng-, pe-, dan penge-.
Prefiks pe(N)- berubah menjadi pem- jika bergabung dengan kata yang diawali
oleh huruf /t/, /d/, /c/, dan /j/, misalnya, penuduh, pendorong, pencuci, dan
penjudi.
Prefiks pe(N)- berubah menjadi pem- jika bergabung dengan kata yang diawali
oleh huruf /b/ dan /p/, misalnya, pembaca dan pemukul.
Prefiks pe(N)- berubah menjadi peny- jika bergabung dengan kata yang diawali
oleh huruf /s/, misalnya, penyaji.
Prefiks pe(N)- berubah menjadi peng- jika bergabung dengan kata yang diawali
oleh huruf /g/ dan /k/, misalnya, penggaris dan pengupas.
Prefiks pe(N)- berubah menjadi penge- jika bergabung dengan kata yang terdiri
atas satu suku kata, misalnya, pengebom, pengepel, dan pengecor.
Prefiks pe(N)- berubah menjadi pe- jika bergabung dengan kata yang diawali oleh
huruf /m/, /l/, dan /r/, misalnya, pemarah, pelupa, dan perasa.
1
e). te(R)
Prefiks te(R)- mempunyai beberapa variasi, yaitu ter- dan tel-, misalnya, terbaca, ternilai,
tertinggi, dan telanjur.
f). se-
Prefiks se- berfungsi sebagai pembentuk numeralia atau pembentuk adverbia (kata
keterangan) tergantung maknanya.
Sebagai pembentuk numeralia, prefiks se- mengandung makna:
- satu. Contoh: sekamar, sekelas, dan serumah.
- sama. Contoh: sepandai, setinggi, dan secerdas.
Kemudian sebagai pembentuk adverbia, prefiks ini mengandung makna:
- dengan. Contoh: seizinku.
- setelah. Contoh: sepergimu.
g). ke-
Prefiks ke- berfungsi sebagai pembentuk nomina (kata benda), pembentuk verba, atau
pembentuk numeralia (kata bilangan) tergantung maknanya.
Sebagai pembentuk nomina, prefiks ke- mengandung makna:
- yang mempunyai sifat atau ciri. Contoh: ketua.
- yang dituju dengan. Contoh: kekasih dan kehendak.
Sebagai pembentuk verba, prefiks ini mengandung makna:
- telah mengalami / menderita keadaan / kejadian (dengan tidak sengaja /dengan tiba-
tiba). Contoh: ketabrak, kepergok, dan ketemu.
- dapat atau sanggup. Contoh: kebaca dan keangkat.
Kemudian sebagai pembentuk numeralia, prefiks ini mengandung makna:
- tingkat atau urutan. Contoh: ketiga, kelima, dan kesebelas.
- kumpulan. Contoh: kedua (buku) dan ketiga (orang).
Prefiks ke- tidak memiliki alomorf lain dan tidak ada kaidah peluluhan fonem
h). di-
1
Prefiks meng- berfungsi sebagai pembentuk verba pasif transitif. Prefiks ini mengandung
makna "dikenai suatu tindakan".[ Contohnya adalah dimakan, dicari, ditukar, ditik, dan
diambil.
Tidak seperti prefiks meng-, prefiks di- tidak memiliki alomorf lain dan tidak ada kaidah
peluluhan fonem.[
Perlu dicatat bahwa penulisan prefiks di- tidak sama dengan kata depan di. Prefiks di- harus
ditulis serangkai dengan kata dasar yang mengikutinya, sedangkan kata depan di harus ditulis
terpisah dengan kata yang mengikuti.
B. Konfiksasi
Konfiks adalah “gabungan afiks yang berupa prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran) yang
merupakan satu afiks yang tidak terpisah-pisah. Artinya, afiks gabungan itu muncul secara
serempak pada morfem dasar dan bersama-sama membentuk satu makna gramatikal pada kata
bentukan itu” (Keraf, 1984: 115). Berikut ini konfiks yang terdapat dalam bahasa Indonesia :
a. konfiks pe(R)-an misalnya, dalam perbaikan, perkembangan
b. konfiks pe(N)-an misalnya, dalam penjagaan, pencurian
c. konfiks ke-an misalnya, kedutaan, kesatuan
d. konfiks be(R)-an misalnya, berciuman.
C. Infixation
Infixation yaitu poses pembubuhan infiks (sisipan). Afiks sisipan (infiks) disebut
demikian karena letaknya di dalam atau tengah kata. Infiks dalam bahasa Indonesia terdiri
dari tiga macam: -el-, -em-, dan –er-.
a. infiks -el-, misalnya geletar
b. infiks -er-, misalnya, gerigi, seruling
c. infiks -em-, misalnya, gemuruh, gemetar
D. Sufiksasi
Sufikasi yakni proses pembubuhan sufiks (akhiran), Afiks akhiran (sufiks) terletak di
akhir kata. Sufiks dalam bahasa Indonesia mendapatkan serapan asing seperti wan, wati, man.
Adapun akhiran yang asli terdiri dari –an, -kan, dan –i.
1
a. sufiks -an, misalnya, dalam ayunan, pegangan, (Suparman, 2008)makanan
b. sufiks -i, misalnya, dalam memagari memukuli, meninjui
c. sufiks -kan, misalnya, dalam memerikan, melemparkan
d. sufiks -nya, misalnya, dalam susahnya, berdirinya
1.2.2 Reduplikasi
Dalam bahasa Indonesia dan Bahasa daerah lainnya yang tergabung dalam Austronesia,
reduksi merupakan elemen gramatik yang penting. Dalam berbagai Bahasa ini sering ditemukan
berbagai varasi reduplikasi.Reduplikasi atau perulangan adalah proses morfologis yang di
lakukan dengan mengulang dasar dengan bermacam-macam cara. Reduplikasi dalam bahasa
Indonesia dapat dibagi sebagai berikut:
a. pengulangan seluruh
Dalam bahasa Indonesia perulangan seluruh adalah perulangan bentuk dasar tanpa
perubahan fonem dan tidak dengan proses afiks. Misalnya: orang → orang-orang dan cantik
→ cantik-cantik
b. pengulangan sebagian
Pengulangan sebagian adalah pengulangan sebagian morfem dasar, baik bagian awal
maupun bagian akhir morfem. Misalnya: tamu → tetamu dan berapa → beberapa .
d. pengulangan berimbuhan.
Pengulangan berimbuhan adalah pengulangan bentuk dasar diulang secara keseluruhan
dan mengalami proses pembubuhan afiks. Afiks yang dibubuhkan bisa berupa prefiks, sufiks,
atau konfiks. Misalnya : batu → batu-batuan, hijau → kehijau-hijauan, dan tolong → tolong-
menolong.
1
Dalam sejumlah bahasa proses morfologis dilakukan dengan perubahan dasar. Tipe yang
paling umum dari perubahan dasar adalah perubahan fonologi baik perubahan segmental atau
supra segmental. Perubahan itu menyangkut vokal atau konsonan segmen bersangkutan.
Seringkali perubahannya terjadi bersama sama dengan prodes afiksasi yang lain, seperti tampak
pada perubahan plural yang tak beraturan dalam bahasa inggris, house 'rumah' menjadi houses '
rumah rumah' (/s/>/z/).
1
ragam yang kurang formal sering ditemukan fenomena penyingkatan ini misalnya konsentrasi
diubah menjadi konsen, materialistis menjadi materek, perpustakaan menjadi perpus,
laboratorium menjadi lab, dsb.
1
1.2.7 Formasi Berdassarkan Abjad
Ada dua fenomena linguistik yang termasuk ke dalam proses formal abjad (alpahabet-
based formation),yakni blending dan akronim.dalam blending dua buah makna dibungkus
menjadi satu.dalam proses ini dua buah kata dicampur dimana kesamaan sehingga tidak ada
informasi yang hilang, tetapi diusahakan tidak terjadi pengulangan kombinasi huruf. Misalnya
glashphalt aspal gelas terbentuk dari glass gelas plus asphalt 'aspal, manimal binatang manusia
terbentuk dari man 'manusia' plus animal binatang, slanguage 'bahasa slang dibentuk dari slang
'slang dan language 'bahasa', guestimate 'perkiraan jumlah tamu' terbantuk dari guest 'tamu' dar
estimate perkiraan, dsb. Konsorsium Australia untuk Studi di dalam Negara Indonesia
(ACICIS) pernah menyelenggarakan pesta perpisahan dengan acara bernama Malam
Kanggaruda".Berbeda dengan blending, akronim adalah kata- kata yang dikreasikan dari huruf-
huruf awal sebuah kata. Akronim di sini tidak hanya sekedar singkatan apa yang dikenal
sebagai abreviasi (abbreviation) karena memang bisa diucapkan seperti kata biasa, seperti Aids
'penyakit h langnya kekebalan tubuh yang diturunkan dari frase Acquired Immunity Deficiency
Syndrom, war dari woman against rape, Wasp dari White Anglosaxon Protestant, dsb.
1.2.9 Suplesi
Yang dimaksud dengan proses morfologis dengan suplisi adalah adalah proses morfologis yang
menyebabkan adanya bentuk yang sama sekali baru. Contoh dalam bahasa Inggris berikut memperjelas
bagaimana prose morfologis melalui Suplisi.
1
‘pergi’ ‘adalah’
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah bagian dari ilmu
bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata termasuk proses
pembentukkannya serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti
kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk
kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi
semantik. Pada penjelasan di atas menjelaskan mengenai pengertian morfologi dan topik
pembahasan lainnya, dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa pada proses morfologi
mempelajari tentang aneka proses Morfologis mengenai afiksasi yang terdiri dari
(prefiks,infiks,sufiks,atau konfiks), reduplikasi, modifikasi bentuk dasar, perubahannya kosong,
penyingkatan dasar ,proses pemaduan dua atau beberapa leksem,formasi berdasarkan abjad,
pembubuhan morfem unik dan suplesi yang bertujuan untuk memahami tentang apa saja yang
terdapat dalam proses morfologi.
2
DAFTAR PUSTAKA
Suparman, T. (2008). Proses Morfologis Daalam Bahasa Indonesia (Analisis Bahasa Karya
Samsuri). Baandung: Universitas Padjajaran.
Verhaar. (2004). Asass-asass Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
2
PROSES PERUBAHAN MORFOFONEMIK DALAM NOVEL: LOVE
STORY KARYA ERICH SEGAL
Dosen Pengampu:
Dr. Irma Diani, M.Hum
Disusun Oleh:
Isna Hartati (A1A022047)
Nadia Utami (A1A022051)
Dea Rahmadani Hidayah (A1A022066)
Yoza Syahfala (A1A022067)
Anggun Nurazizah (A1A022068)
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik, shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa'atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dengan judul "PROSES PERUBAHAN MORFOFONEMIK DALAM
NOVEL LOVE STORY KARYA ERICH SEGAL".
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnyaUntuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran untuk penyempurnaan makalah ini.
Penyususn
2
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang paling utama. Bahasa memiliki peran
yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi
dalam berinteraksi sesama manusia. Dengan bahasa, manusia dapat menyampaikan berbagai
informasi, berita, pikiran, gagasan, pendapat, perasaan, dan sebagainya.
Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau yang mempelajari
seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan
arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk beluk bentuk
kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi
semantik (Ramlan, 2001: 21). Tataran morfologi mengkaji bentuk satuan terkecil dalam suatu
bahasa, yaitu kata, bagian-bagian kata, dan kejadian kata. Tataran morfologi ini menarik untuk
dikaji karena perkembangan kata-kata baru yang muncul dalam pemakaian bahasa sering
berbenturan dengan kaidah-kaidah yang ada pada bidang ini. Oleh karena itu perlu dikaji ruang
lingkup morfologi agar ketidak sesuaian antara kata-kata yang digunakan oleh para pemakai
bahasa dengan kaidah tersebut tidak menimbulkan kesalahan sampai pada tataran makna. Jika
terjadi kesalahan sampai pada tataran makna, hal itu akan mengganggu komunikasi yang
berlangsung. Bila terjadi gangguan pada kegiatan komunikasi maka gugurlah fungsi utama
bahasa yaitu sebagai alat komunikasi.
Morfofonemik sebagai suatu peristiwa kebahasaan tidak bisa hanya sekedar peristiwa
fonologis atau morfologi saja, namun kenyataan menunjukkan bahwa proses morfofonemik
melibatkan kedua tingkatan tersebut.Mengenai batasan morfofonemik, penulis mengutip dua ahli
bahasa, yaitu pertama, proses morfofonemik menurut Ramlan mengkaji perubahan fonem
akibat pertemuan morfem dengan morfem (1980:73). Kedua, menurut Samsur, memberikan
batasan-batasan yang tidak jauh berbeda satu sama lain sebagai berikut: Ketika dua kematian
disambung atau diucapkan secara berurutan, ada kalanya fonem peralihannya berubah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Morfofonemik
Morfofonemik berkaitan dengan perubahan bentuk sebuah morfem karena morem itu
bergabung dengan morfem yang lain. Jadi, proses morofonemik adalah Proses perubahan,
penghilangan, penambaltan, dan pergeseran bunyi atau bunyi-bunvi sebuah morfem di dalam
pembentukan sebuah kata. Yang berubah mungkin elemen bunyi bertuk-bentuk yang terikat, atau
bunyi-bunyi yang merupakan bagian dari dasar bentuk dasar.
Misalnya bunyi /r/ dari morfem terikat (ter-) berubah menjadi /1/ bila bergabung dengan
morfem dasar anjur, seperti terlihat pada kata telanjur. Bunyi awal merfem dasar pukul, tendang.
serang, dsb. akan hilans (luluh) bila bergabung dengan morfem terikat (me(N)-), seperti tampak
pada kata memukul, menendang, menyerang, menzukus dsb. Bunyi nasal dalam (Me(N)-) juga
akan hilang bila bergatung dengan dasar yang berawal bunyi /yl,/r/, /1/, dan /w/, seperti tampak
pada kata meyakinkan, melepas, merawat, mewahch, dsb. Lalu, afiks (-an) akan mendapatkan
bunyi /Y/ bila bergabung dengan bentuk dasar yang berakhir bunyi /i/, seperti harian, makian,
tarian dsb., sebagaimana terlihat dalam kata mengelap, mengepel, mengelas, dan mengebor.
Selanjutnya pelekatan sebuah morfem terikat dapat pula mengakibatkan perpindahan atau
pergeseran bunyi ke suku lain secara fonologis, bukan secara ortografis. Dari uraian sekilas ini
dapat di-simpulkan bahwa morfofonemik menyangkut berbagai proses, seperti proses perubanan,
proses penghilangan, proses penambahan, dari proses perpindahan.
2. Pengertian Novel
Novel adalah salah satu genre karya sastra yang berbentuk prosa. M.H. Abrams,
menjelaskan bahwa novel adalah sebuah karya sastra yang menciptakan dunia imajinatif yang
berdiri sendiri dengan karakter-karakter yang memiliki kehidupan dan motivasi yang dapat
dipahami. Drs. Rostamaji, M.Pd Novel adalah suatu bentuk karya sastra yang memiliki dua
unsur, yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik, di mana kedua unsur tersebut saling berkaitan
dan saling memengaruhi dalam suatu karya sastra. Sementara dilansir dari Encyclopaedia
Britannica (2015), novel merupakan sebuah narasi prosa yang diciptakan dengan panjang yang
cukup dan kompleksitas tertentu.
3. Jenis Perubahan Morfofonemik
a. Pemunculan fonem,
Pemunculan Fonem, yakni munculnya fonem (bunnyi) dalam proses morfologis yang
pada mulanya tidak ada. Misalnya dalam proses pengimbuhan prefiks me- pada dasar baca akan
memunculkan bunyi sengau /m/ yang semula tidak ada.
Me + baca : membaca
Contoh lain, seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu dalam proses pengimbuhan sufiks –an
pada dasar hari, akan muncul bunyi semi vokal /y/. Hari + an : hariyan
b. Pelepasan Fonem
Pelepasan fonem, yakni hilangnya fonem dalam suatu proses morfologi. Misalnya, dalam
proses pengimbuhan prefiks ber- pada dasar renang, maka bunyi /r/ yang ada pada prefiks ber-
dilesapkan. Juga, dalam proses pengimbuhan “akhiran” -wan pada dasar sejarah, maka fonem /h/
pada dasar sejarah itu dilesapkan. Contoh lain, dalam proses pengimbuhan “akhiran” –nda pada
dasar anak, maka fonem /k/ pada dasar itu menjadi lesap atau dihilangkan.
ber + renang sejarah + wan anak + nda
: berenang : sejarawan : ananda
2
Dalam beberapa tahun terakhir ada juga gejala pelepasan salah satu fonem yang sama yang
terdapat pada akhir kata dan awal kata yang mengalami proses komposisi. Misalnya:
pasar + raya : pasaraya
ko + operasi : koperasi
c. Peluluhan Fonem
Peluluhan fonem, yakni luluhnya sebuah fonem serta disenyawakan dengan fonem lain
dalam suatu proses morfologi. Umpamanya, dalam pengimbuhan prefiks me- pada dasar sikat,
maka fonem /s/ pada kata sikat itu diluluhkan dan disenyawakan dengan fonem nasal /ny/ yang
ada pada prefiks me- itu. Juga terjadi pada proses pengimbuhan prefiks pe.
me + sikat : menyikat pe + sikat : penyikat
Peluluhan fonem ini tampaknya hanya terjadi pada proses pengimbuhan prefiks me- dan prefiks
pe- pada bentuk dasar yang dimulai dengan konsonan /s/ lainnya tidak ada.
d. Perubahan Fonem
Perubahan fonem, yakni berubahnya sebuah fonem atau sebuah bunyi, sebagai akibat
terjadinya proses morfologi. Umpamanya dalam pengimbuhan prefiks ber- pada dasar ajar terjadi
perubahan bunyi, dimana fonem /r/ berubah menjadi fonem /l/.
ber + ajar : belajar
Contoh lain, dalam proses pengimbuhan prefiks ter- pada dasar anjur
terjadi perubahan fonem, di mana fonem /r/ berubah menjadi fonem /l/. ber + anjur : terlanjur
e. Pergeseran Fonem
Pergeseran fonem, yaitu berubahnya posisi sebuah fonem dari satu suku kata ke dalam
suku kata lainnya. Umpamanya, dalam pengimbuhan sufiks –i pada dasar lompat, terjadi
pergeseran di mana fonem /t/ yang semula berada pada suku kata pat menjadi berada pada suku
kata ti.
Lompat + i : me.lom.pa.ti
Demikian juga dalam pengimbuhan sufiks –an pada dasar jawab. Di sini
fonem /b/ yang semula berada pada suku kata wab berpindah menjadi berada pada suku kata ban.
Ja.wab + an : ja.wa.ban Ma.kan + an : ma.ka.nan
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam Novel Love Story Karya Erich Segal
1. Proses perubahan fonem
a. Fonem/ng pada morfem meng- dan peng- berubah menjadi /m/ apabila bentuk dasar yang
mengikutinya berawal dengan fonem/p,b,f/.
1). Benci (Hal 10)
Meng- + Benci Membenci
2). Percaya (Hal 8)
Meng- + Percaya Mempercaya
3). Baca (Hal 13)
Meng- + Baca Membaca
4). Beri (Hal 39)
Meng- + Beri Memberi
b. Fonem/ng pada morfem meng- dan peng- berubah menjadi /n/ apabila bentuk dasar yang
mengikutinya berawal dengan fonem/p,b,f/.
1). Duduk (Hal 15)
Peng- + Duduk Penduduk
2
c. . Fonem/ng pada morfem meng- dan peng- berubah menjadi /n/ apabila bentuk dasar yang
mengikutinya berawal dengan fonem/s,c,j/.
1). Suruh (Hal 15)
Meng- + Suruh Menyuruh
2) Cabut (Hal 18)
Meng- + Cabut Mencabut
3). Sapa (Hal 18)
Meng- + Sapa Menyapa
2
BAB III
KESIMPULAN
Morfofonemik mempelajari perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan
morfem dengan morfem lain. Proses perubahan fonem, terjadi karena adanya pertemuan morfem
meng- dan peng- dengan bentuk dasarnya, Proses perubahan fonem pada bentuk dasar dengan
fonem p, b terdapat 8 kata dasar yang tercantum pada halaman 8. 10, 13, 15, 15, 18, 18 dan 39.
Proses penambahan fonem, terjadi karena adanya pertemuan morfem meN- dengan bentuk dasar,
proses penambahan fonem terdapat 8 kata dasar yang tercantum pada halaman 11, 40, 46, 47,50,
60, 72 dan 118. Kemudian proses hilangnya fonem, terjadi sebagai akibat pertemuan morfem
meN-, peN- dan ke-an.
Proses penghilangan fonem, terjadi sebagai akibat pertemuan morfem meN- dan PeN-. Terdapat
6 kata dasar yang tercantum pada halaman 14, 16, 21, 31, 39, dan 71.
Berdasarkan hasil kajian proses morfofonemik pada novel Love Story Karya Erich Segal,
diketahui banyak terjadi perubahan-perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan
morfem dengan morfem lain, dan dalam proses perubahan fonem yang terjadi sebagai akibat
pertemuan morfem meng-, peng-, meN-, ke-an, dan peN- dengan bentuk dasarnya. Proses
perubahan fonem pada bentuk dasar dengan fonem p, b, dan s.
2
DAFTAR PUSTAKA
Wijana, I Dewa Putu. 2022. Morfologi. Cakra Media Utama
Eliyanti, Ulfa. 2017. Proses Morfofonemik Dalam Surat Kabar Harian fajar.
(Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhamadiyah
Makassar:Makasar). Diakses dari https://digilibatmin.unismuh.ac.id.
2
UNSUR LANGSUNG DALAM MORFEM
Dosen Pengampu:
Dr. Irma Diani, M.Hum
Disusun Oleh:
3
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai ilmu yang memiliki cakupan yang sangat luas, lingusitik memiliki berbagai cabang yang
masing-masing memiliki kekhasan objek kajian yang bersifat internal, linguistik sekurang-
kurangnya memiliki beberapa cabang, seperti fonologi yang bertugas membicarakan bunyi-bunyi
bahasa, morfologi yang membicarakan seluk beluk kata, sintaksis yang mengkaji penggabungan
kata, dan semantic yang membahas masalah makna satuan lingual. Artikel ini membahas tentang
morfologi, khusunya unsur langsung pada morfem.
Morfologi adalah ilmu yang mempelajari proses pembentukan kata. Dalam perspektif
morfologi kata-kata yang terdapat di dalam bahasa terbentuk dari morfem, atau gabungan
berbagai morfem ( I Dewa Putu Wijaya). Morfologi merupakan suatu ilmu tentang bentuk-
bentuk dan pembentukan kata (Chaer, 2015, hlm. 3). Sampai saat ini belum ada penelitian yang
pasti berapa jumlah maksimal morfem-morfem yang mampu membentuk sebuah kata di dalam
bahasa. Dari pengamatan sekilas kata-kata dalam bahasa Indonesia memungkinkan terbentuk
dari tiga atau empat morfem. Hanya saja, yang paling penting diketahui adalah kata-kata jadian
itu tersusun berdasarkan aturan-aturan yang bersifat kognitif. Dengan kata lain, kata-kata itu
terbangun secara bertahap-tahap, tidak terbangun sekaligus bersama-sama. Oleh karena itu,
untuk memahami bangun sebuah kata jadian, harus diidentifikasikan terlebih dahulu unsur-
unsur mana yang secara langsung membentuk kata itu sampai dengan unsur yang
membentuknya paling akhir. Unsur yang langsung membentuk disebut unsur langsung
(immediate constituent), sedangkan unsur yang paling akhir disebut (ultimate constituent).
Dalam materi ini akan diuraikan bagaimana mencari atau menggambarkan unsur langsung
sebuah kata jadian mulai dari kata yang terdiri dari dua morfom, tiga morfom dan empat
morfom dan seterusnya.
METODE
Artikel ini menggunakan metode kepustakaan (library research) yaitu serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka.1 Menurut Abdul Rahman Sholeh,
penelitian kepustakaan (library research) ialah penelitian yang mengunakan cara untuk
mendapatkan data informasi dengan menempatkan fasilitas yang ada di perpus seperti buku,
majalah, dokumen, catatan kisah-kisah sejarah atau penelitian kepustakaan murni yang terkait
dengan obyek penelitian.
Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan membaca buku I Dewa Putu
Wijana serta dokumen- dokumen yang berkaitan dengan unsur langsung dalam morfem untuk
mendapatkan gambaran secara jelas mengenai unsur langsung dalam morfem.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis pengumpulan data dari buku I Dewa Putu Wijana yang berjudul
Morfologi. Mendaptkan enam unsur langsung kata dalam morfem yaitu (1) unsur langsung
kata dua morfem, (2) unsur langsung kata tiga morfem, (3) unsur langsung kata empat
morfem, (4) unsur langsung kata lima morfem dan (5) ambigutias. Serta penyajian unsur
langsung debgan diagram pohon.
Di pembahasan ini akan diuraikan bagaimana mencari atau menggambarkan unsur
langsung sebuah kata jadian mulai dari kata yang terdiri dari dua morfem, tiga morfem,
empat morfem, lima morfem, ambiguitas dan penyajian unsur langsung dengan diagram
pohon sebagai berikut:
3
menghitamputihkan, dan memper- masalahkan terbentuk dari 4 buah morfem. Adapun
gambaran unsur langsungnya adalah seperti berikut ini:
ketidaksinambungan >ke-an <<tidak+<sambung + -an->>
mengatasnamakan> me(N)- <<atas + nama> -kan>>
mengembangbiakkan me(N)- <<kembang + biak> -kan>>
menghitamputihkan > me(N)- <<<hitam + putih> -kan>>
mempermasalahkan > me(N)- <<per- <masalah + -kan>>
5. Ambiguitas
Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa keberadaan ambiguitas (ketaksaan) gramatikal
sering mengakibatkan ada berbagai kemungkinan bangun unsur langsung sebuah kata.
Misalnya Kata illogicalities 'berbagai ketidakmasukakalan ada kemungkinan terbentuk
dari il plus logicalities, dan mungkin pula dibentuk dari illogicality plus (-s). Hal ini
bergantung pada bentuk dasar apa yang dimaksudkan atau ditekankan oleh penuturnya.
Kata berpegangan dan berpandangan dalam bahasa Indonesia mungkin pula dib
entuk dengan bangun unsur yang berbeda-beda bergantung pada makna kedua kata itu
apakah maksudnya 'saling pegang' dan 'saling pandang, ataukah 'memiliki pegangan'
dan memiliki pandangan'. Perhatikan perbedaan unsur langsung keduanya berikut ini:
berpegangan > ber-an + pegang 'saling pegang'
berpandangan > ber-an + par dang 'saling pandang'
berpegangan > ber- + <pegang + -an> 'memiliki pegangan'
berpandangan > ber- + <par cang + -an> 'memiliki pandangan'
Kemanusiaan
Ke-an manusia
Peri Kemanusiaan
3
Peri ke-an manusia
Berperi Kemanusiaan
illogocalities
Unsur langsung dalam morfem adalah satuan yang dihasilkan dalam tahap pertama dari
sebuah konsituen (kridalaksanan, 1982 : 92). Unsur langsung adalah satuan gramatik yang
satu tingkat lebih kecil dari suatu konstruksi (Ramlan, 1985 : 42).
3
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa Unsur langsung adalah satuan
gramatik yang satu tingkat lebih kecil dari suatu konstruksi, unsur langsung. Cara mencari
unsur langsung sebuah kata, bisa dimulai dari kata yang terdiri dari dua morfem, tiga morfem,
empat morfem, lima morfem, ambiguitas dan penyajian unsur langsung dengan diagram
pohon. Unsur langsung juga morfem atau gabungan morfem yang menjadi unsur langsung
satu tingkat dibawah satuan yang lebih besar.
3
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2015. Morfologi Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta Cetakan
Kedua
Wijana, I Dewa Putu. 2022. Morfologi. Bali : Cakra Media Utama Cetakan pertama
Ramlan, M. 1991. Tata bahasa Indonesia Penggolongan Kata. Yogyakarta: Andi Offset. Edisi
Dua Cetakan Pertama
Pertanyaan:
1. Dimas Jerry Zahabi (A1A022065):
Coba kalian Jelaskan apa yang dimaksud dengan ambiguitas gramatikal dalam morfologi,
dan bagaimana hal ini bisa ,memengaruhi penggambaran unsur langsung yang ada pada
sejumlah kata-kata dalam morfem? Karena kita tahu bahwa ambiguitas gramatikal sangat
erat hubungan/keterkaitan nya antara sejumlah kata dalam morfem tersebut nah apa yang
mempengaruhi antar keterkaitan tersebut.
3
MORFOLOGI INFLEKSIONAL DAN DERIVASIONAL DALAM PROSES
MORFOLOGI BAHASA INDONESIA
Laila Okta Yuventina1, Elta Yeta Novera2, Mutia Afifah3, Sindi Kurnia Putri4, Ratna Sari5
Program Studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Bengkulu
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Morfologi infleksional dan derivasional dalam proses morfologi Bahasa
Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan morfologi derivasional dan infleksional,
yaitu menjelaskan imbuhan dan kata bentukan dalam Bahasa Indonesia yang termasuk dalam
morfologi infleksional dan derivasional. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kebahasaan : yaitu penggunaan lisan atau Bahasa tertulis.
Kata kunci: morfologi infleksional, morfologi derivasional
ABSTRAC
This study entitled "Inflectional and derivational morphology in Indonesian morphological
processes". This study aims to explain derivational and inflectional morphology, namely
explaining affixes and word formations in Indonesian that are included in inflectional and
derivational morphology. The data used in this study is linguistic data: namely the use of spoken
or written language.
Keywords: inflectional morphology, derivational morphology
PENDAHULUAN
Salah satu pandangan De Saussure ialah bahwa bahasa adalah sistem tanda lingual yang
merupakan paduan yang saling mensyaratkan antara aspek “bentuk” (signifiant) dan aspek “yang
ditandai, arti” (signifie) (Verhaar, 1996: 3). Pandangan itu mengimplikasikan bahwa analisis
bahasa, khususnya morfologi selalu didasarkan atas kesepadanan (korespodensi) sistematis
antara ciri bentuk dengan ciri arti yang terdapat pada bahasa, termasuk bahasa Indonesia.
3
Segi-segi kebahasaan yang bersifat mengatur tersebut secara morfologis terdapat proses
morfemis atau pembentukan kata yang disebut dengan infleksi dan derivasi. Derivasi adalah
pembentukan kata yang dapat merubah kelas kata. Awalnya kata kerja menjadi kata benda, atau
yang lainnya. Dari sisi lain, infleksi adalah pembentukan kata yang tidak merubah kelas kata,
tapi menempatkan kata sesuai dengan kalimatnya Zuhro (2020). Derivasi menurut Ermanto
(2010) adalah proses pengubahan bentuk kata yang mengubah identitas kata. Perubahan ini
terjadi pada bentuk asal kata yang mengalami afiksasi, kemudian identitas kata tersebut juga
mengalami perubahan. Misalnya identitas awal bentuk asal suatu kata adalah nomina, maka
setelah mengalami afiksasi kelas kata berubah menjadi verba. Perubahan kelas kata ini disebut
juga dengan istilah transposisi kelas kata. Infleksi merupakan proses morfologis yang melibatkan
tataran sintaksis, bersifat sistematis, predictable, teratur, otomatis, bersifat konsisten, tidak
mengubah identitas leksikal. Adapun derivasi secara sintaksis tidak dapat diramalkan, tidak
otomatis, tidak sistemik, bersifat opsional/ sporadis, serta secara morfologis dapat mengubah
identitas leksikal.
PEMBAHASAN
A. INFLEKSI
Infleksi adalah perubahan morfologis yang tidak mengubah identitas kata.
Adapun yang dimaksud dengan identitas kata dalam hal ini bersangkutan dengan kelas
kata. Sehubungan dengan itu dikatakan bahwa infleksi lebih berhubungan dengan
persoalan sintaksis. Adapun yang dapat digolongkan dalam proses infleksi ini adalah
berbagai perubahan yang menyangkut jumlah (number), persona, gender, kala, aspek,
kasis, diatesis (voice). Dalam bahasa Indonesia perubahan morfologis dengan perulangan
nomina salah satu fungsinya untuk mengungkapkan jamak. Misalnya buku menjadi buku-
buku, rumah menjadi rumah-rumah, gigi menjadi gerigi, jari menjadi jemari, dsb.
Afiks-afiks infleksional selalu menampakkan makna yang teratur atau dapat
diprediksikan. Seperti afiks infleksional –s yang menunjukkan makna jamak dalam
bahasa Inggris, pada bentuk kata dogs, bicycles, shoes, trees.
Menurut Kridalaksana, (1993:830) mengatakan bahwa infleksi adalah perubahan
bentuk kata yang menunjukkan berbagai hubungan gramatikal yang mencakup deklinasi
3
nomina, pronomina, ajektiva, dan konjungsi verba, serta merupakan unsur yang
ditambahkan pada sebuah kata untuk menunjukkan suatu hubungan gramatikal.
3
Afiks majemuk adalah konfiks maupun imbuhan gabung yang membentuk kata,
yaitu konfiks dan imbuhan gabung pembentuk kata yang sifatnya tidak mengubah kelas
kata. Berikut adalah beberapa contoh afiks majemuk.
a. Ber-/-an digabungkan dengan kata kerja
Contoh :
- Pukul + ber-/-an = berpukulan
- Lari + ber-/-an = berlarian
- Senggol + ber-/-an = bersenggolan
- Tatap + ber-/-an = bertatapan
b. Meng-/-kan digabungkan dengan kata kerja
Contoh :
- Kerja + meng-/-kan = mengerjakan
- Ukur + meng-/-kan = mengukurkan
- Gugur + meng-/-kan = menggugurkan
- Hilang + meng-/-kan = menghilangkan
B. DERIVASI
Samsuri, 1980 dalam Putrayasa (2010:103) derivasional merupakan kontruksi
yang berbeda distribusinya dari dasarnya. Selanjutnya, Suparman, 1979 dalan Clark,
(1981) menyatakan derivasional merupakan proses morfologi karena afiksasi yang
menyebabkan terbentuknya berbagai macam bentukan dengan ketentuan bahwa bentukan
tersebut berubah kelas katanya dari kata dasarnya.
Secara statistis afiks derivasional lebih beragam, misalnya dalam bahasa Inggris
terdapat afiks-afiks pembentuk nomina –er, -ment, -ion, -ation, -ness (seperti dalam
bentuk singer, arrangement, correction, nationalization, stableness); sedangkan afiks
infleksional dalam bahasa Inggris kurang beragam (-s dengan segala variasinya, -ed(1), -
ed(2), -ing; work, worked, worked, working).
Derivasi adalah proses penciptaan kata dengan cara memberi afiks atau mengetik
pada kata tersebut, sehingga dalam penciptaan kata baru akan menyebabkan golongan
kata berubah dan maknanya berubah. Istilah derivasi dalam bahasa Indonesia dapat
digunakan untuk menggambarkan suatu struktur atau susunan yang berbeda dari bentuk
4
dasarnya. Perbedaan tersebut menyebabkan perubahan kelas kata dalam pembentukan
hasil. Rilisan mencakup penambahan yang mengubah tampilan dan mengubah tipe dasar
serta struktur yang memiliki bentuk berbeda dari tipe dasar.
Bauer dalam Purnanto (2006) menyatakan kajian morfologi menetapkan cara
untuk mengetahui apakah sebuah afiks bersifat derivasional. Antara lain seperti berikut:
1. Jika afiks mengubah bentuk kata dasarnya, afiks itu bersifat derivasional. Misal form
nomina menjadi formal sebagai adjektiva. Afiks –al dalam proses morfologis
mengubah kelas kata sehingga memiliki ciri derivasional.
2. Makna dari afiks-afiks derivasional tidak dapat diramalkan. Seperti perubahan makna
secara derivasional pada bentuk –age dalam bandage ‘pembalut’ cleavage
‘perpecahan’, mileage ‘jarak mil, shortage ‘kekurangan’.
3. Afiks derivasional tidak dapat ditambahkan pada setiap anggota kelas yang
bersangkutan. Artinya, afiks derivasional bersifat tidak produktif.
4
- Ber- + kebun = berkebun
- Ber- + jalan = berjalan
- Ber- + sepatu = bersepatu
c. Per- digabungkan dengan kata sifat
Contoh:
- Per- + Panjang = perpanjang
- Per- + lebar = perlebar
- Per- + besar = perbesar
- Per- + sulit = persulit
C. PROBLEMATIK
Ada berbagai persoalan berkenaan dengan masalah infleksi dan derivasi ini di
dalam berbagai bahasa. Persoalan itu paling tidak berhubungan dengan 2 hal, yakni
perubahan atau pergeseran kategori, dan kemungkinan kelebihluasan afiks-afiks
derivative untuk melekat pada bentuk dasar dari kelas kata yang berbeda-beda. Kedua
masalah ini berakar pada perbedaan system yang berbeda-beda pada setiap Bahasa. Afiks
infleksional adalah afiks-afiks yang pelekatannya tidak mengakibatkan perubahan
identitas kata.
Sebagai contoh adalah afiks (-an) dalam ragam informasi yang digunakan untuk
menyatakan lebih, seperti duluan ‘lebih dulu’, baikan ‘lebih baik’, tinggian ‘lebih tinggi’,
dsb. Adalah afiks infleksional karena tidak mengubah identitas kata. Akan tetapi, pada
kata makan menjadi makanan, minum menjadi minuman, bungkus menjadi bungkusan,
dsb. Sifatnya mengubah identitas kata. Demikian juga halnya pada satu menjadi satuan,
ribu menjadi ribuan, belas menjadi belasan, dsb. Jadi, merupakan afiks derivasional.
Sejajar dengan itu disini juga harus ada jenis (-an) yang berbeda- beda.
Dalam Bahasa Indonesia proses derivasional pengujiannya harus dibayangkan
mengingat afiks penanda afiks infleksional sering kali tidak hadir Bersama-sama dalam
kata itu, tetapi jejak semantiknya dapat dirasakan. Misalnya pembangunan yang
terbentuk dari kata pe(N)-an dan bangun secara semantik bermakna ‘hasil
pembangunan’. Pembahas yang terbentuk dari pe(N)- dan bahas bermakna ‘orang yang
4
membahas’, penulis yang terbentuk dari pe(N)- dan tulis bermakna’orang yang menulis’,
sdb.
Akhirnya sehubungan dengan perbedaan system Bahasa, tidak dapat di
generalisasi bahwa pembentukan kata yang ditemukan dalam duatu Bahasa tertentu akan
memiliki fungsi yang sama dengan yang ditemukan dalam Bahasa yang lain. Dengan kata
lain, bembentukan jumlah, kata, persona, superlative, diatesis, dsb. Didalam Bahasa
tertentu yang bersifat infleksional, dalam Bahasa yang lain boleh jadi bentuk dengan
proses yang bersifat derivative.
Bila proses hilang atau tidaknya identitas kata dijadikan dasar perbedaan antara
derivasi dan infleksi, tidak dapat dipertahankan bahwa kata-kata mendewakan,
menyatukan, berdagang, Bersatu, dsb. Dipandang sebagai proses yang bersifat inflektif.
SIMPULAN
Perbedaan utama antara Proses morfologi produksi dan infleksi adalah proses produksi
memperoleh suatu leksem dari leksem (yang lain), sedangkan proses infleksionalnya berasal kata
gramatikal (bentuk ujaran) dari leksem tersebut. Jadi, proses pengobatannya leksem menjadi
leksem, dimana leksem sistem infleksional untuk tata bahasa tanah tersebut.
morfologi derivasional pada afiksasi verba berfungsi menciptakan leksem verba (turunan)
untuk menyatakan arti yang berbeda. Dengan kata lain, morfologi derivasional merupakan sarana
pengayaan Leksem verba BI didasarkan pada leksem yang sudah ada. Produksi meditasi juga
berfungsi untuk meningkatkan kosakata (tata bahasa) berbagai hal leksem untuk menyampaikan
makna. Morfologi infleksional ini adalah memenuhi persyaratan sesuai dengan jenis beloknya
ditemukan pada bentuk kata kerja BI seperti diathesis, variety, money, dan mode.
DAFTAR PUSTAKA
Bagiya. (2018). Infleksi Dan Derivasi Dalam Bahasa Indonesia. language learning and research,
1-11.
Ermanto. (2008). Perspektif Morfologi Derivasional dan Infleksional Pada Verba Berafiks
Bahasa Indonesia. Jurnal kajian Linguistik dan sastra, 20, 23-37.
Imran, t. m. (2023). proses derivasi dan infleksi dalam bahasa indonesia dalam sosial media ig:
sidrapinfo.id. jurnal bahasa dan sastra indonesia, 118-125.
4
Maya. (2017). Perspektif morfologi derifasional dan infleksional pada verba berafiks bahasa
indonesia.
Samingin. (2006). Morfologo Infleksional Dan Derivasi Dalam Proses Morfologi Bahasa
Indonesia. 26, 360-377.
Tustiana, D. (2016). Mencermati Bentuk Infleksi dan Derivasi Dalam Bahasa Indonesia. Jurnal
Membaca Bahasa dan Sastra Indonesia, 20, 21-31.
Wijana, I. P. (2022). Morfologi. Cakra Media Utama.
4
MAKALAH MORFOLOGI
PRODUKTIFITAS
Disusun Oleh :
Dita Ayu Safitri (A1A022038)
Indah Mutiara (A1A022048)
Fitria Herawati (A1A022055)
Tiara Ayu Nurkumalasari (A1A022059)
Hilkia Natalia Wargono (A1A022069)
4
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik, shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti- natikan syafa'atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “PRODUKTIFITAS”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini.
Penyusun
4
6
BAB I
PENDAHULUAN
4
7
BAB II
PEMBAHASAN
4
9
gemuntang bintang-bintang, gemercik 'suara burung, cerecap 'suara burung, cericit 'suara
tikus', dsb. masih cukup potensial ditemukan di dalam karya sastra. Dalam pemakian bahasa
Jawa sama juga halnya. Kata-kata yang menggunakan infiks -um-, dan -in-. Seperti
sumingkir 'menyingkir, sumebar 'tersebar tinulis 'ditulis', sinawang dilihat,dab masih dapat
ditemui pemakaiannya namun jumlahnya lebih terbatas. Dahulu mungkin pembentukannya
lebih banyak, dan sekarang bertahan di ragam pemakaian yang bersifat indah atau literer.
Demikian halnya dengan pemakaian prefiks (a-) dalam bahasa Jawa. Sekarang ini pemakaian
prefiks (-a) juga sangat terbatas, seperti amarga 'karena', aluwung lebih baik, amirsani
melihat, dsb. Akan tetapi, di dalam bahasa Jawa kuna mungkin afiks-afiks ini sangat
produktif. Sekarang ini pemakaiannya pun lebih terbatas, yakni pada karya-karya sastra atau
ragam indah.
Dalam bahasa Inggris Kamus Oxford English Dictionary juga menjadi pegangan
apakah sebuah kata ada atau tidak ada di dalam pemakaian bahasa Inggris. Misalnya lata
greenth terdapat atau tercatat dalam kamus itu, padahal jelas-jelas tidak pernah ada di dalam
pemakaian bahasa Inggris. Pencatatan ini hanyalah gara- gara pernah digunakan di dalam
karya George Elliot. Dan, dari pengamatan ahli kata-kata yang benar-benar ada dan cipakai
secara berulang-ulang justru tidak tercatat dalam kamus besar bahasa Inggris. Kata-kata itu
misalnya apartness, belonginess, cunningness, dsb. Dengan fenomena seperti ini otomatis
kemungkinan derivasi dan infleksinya dipandang tidak ada.
5
0
Ahli-ahli sintaksis sudah sangat terbiasa menciptakan kalimat-kalimat metalingual
untuk menerangkan berbagai kemungkinan struktur sintaktis yang ada di dalam bahasa. Bila
seorang peneliti sintaksis diperbolehkan membuat atau menciptakan kalimat- kalimat rekaan
yang diperkirakan potensial ada di dalam bahasa, tentunya kesempatan yang sama juga harus
dimiliki oleh ahli-ahli morfologi membuat atau mengkreasikan kata-kata yang diperkirakan
ada di dalam pemakaian bahasa. Linguistik hanya berkenaan dengan kata-kata yang ada di
dalam masyarakat, dan menolak kata yang mungkin atau tidak mungkin dikreasikan oleh
seorang individual. Dengan mudah misalny dapat ditolak kata-kata greenth 'kehijauan' and
brownth 'kecoklatan' dengan dasar pembentukan yang bersifat analogis. Akan tetapi,
bagaimana dengan orang-orang yang mengambil jalan yang sama untuk mengkreasikan kata
blackth 'kehitaman', greyth 'keabu-abuan', pinkth 'kemerahmudaan', dsb. apakah juga akan
ditolak atas dasar analogi, dan bukannya dipandang sebagai kida kreatif.
5
1
Afiks-afiks (wi-, (-wan), (-wati), (-man), dsb. juga bersifat produktif karena sudah
keluar dari lingkungannya bahasa Arab atau bahasa lain sehingga sekarang ni ditemukan
kata- kata gamawan, antariksawan, manusiawi, usahawan, seniwati, seniman, dsb.
5
2
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Makalah ini membahas mengenai produktivitas morfologi, yaitu kemampuan afiks
dalam membentuk kata-kata baru. Afiks-afiks yang produktif mampu menghasilkan kata-kata
baru, sedangkan yang tidak produktif memiliki keterbatasan dalam hal ini. Terdapat juga
pengkategorian afiks yang cenderung improduktif, seperti infiks (-el-l. (-el-), dan (-er-).
Produktivitas juga dapat bergantung pada konteks waktu tertentu. Pembahasan tentang
potensi kata-kata dan produktivitas menunjukkan bahwa penggunaan bahasa bersifat
individual, dan kadang terdapat perbedaan antara kata-kata yang dianggap umum dan yang
tercatat dalam kamus. Adanya pengaruh bentukan-bentukan sebelumnya juga mempengaruhi
proses derivasi kata. Produktivitas juga terkait dengan kemampuan afiks untuk keluar dari
lingkungan bahasa asal. Makalah ini memberikan gambaran komprehensif tentang aspek-
aspek penting terkait dengan produktivitas morfologi.
DAFTAR PUSTAKA
Ltd.
5
3
MAKALAH MORFOLOGI
MORFOLOGI DAN CABANG ILMU BAHASA YANG LAIN
Dosen Pengampu:
Dr. Irma Diani, M.Hum
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang dipakai manusia untuk tujuan
komunikasi. Bahasa Indonesia adalah bahasa kebangsaan Indonesia, kemampuan berbahasa
Indonesia adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi masyarakat Indonesia, tidak
terkecuali murid sekolah dasar. Dalam bidang pendidikan dan pengajaran di sekolah dasar,
bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran pokok. Salah satu tujuan pokoknya adalah
murid mampu dan terampil berbahasa Indonesia dengan baik dan benar setelah mengalami
proses belajar mengajar di sekolah. Keterampilan berbahasa itu meliputi kemampuan
membaca, menulis, mendengarkan (menyimak), dan berbicara. Dalam proses pemerolehan
dan penggunaannya, keterampilan berbahasa tersebut saling berkaitan (tidak terpisah satu
sama lain).
Sejak awal harus diingatkan bahwa cabang-cabang ilmu bahasa saling kait-mengkait.
Jai, cabang yang satu harus dikuasai secara mantap untuk menguasai cabang-cabang ilmu
yang lain. Berkenaan dengan morfologi, cabang-cabang ilmu lain, khususnya fonologi harus
dikuasai terlebih dahulu dalam makalah ini akan diuraikan bagaimana peranana penguasaan
fonologi untuk memahami morfologi, dan bagaimana peranan penguasaan morfologi untuk
penguasaan tatanan cabag ilmu diatasnya, seperti sintaksis dan semantik, serta
sosiolinguistik. Hal ini dirasa penting agar menghapus kesan bahwa cabang ilmu linguistik
tertentu dapat dikuasai tanpa harus tahu sedikit banyak cabang-cabang ilmu bahasa yang
lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan morfologi?
2. Apa hubungan antara morfologi dan fonologi?
5
3. Apa hubungan antara morfologi dan etimologi?
5
4. Apa hubungan antara morfologi dan leksikologi?
5. Apa hubungan antara morfologi dan pragmatik?
6. Apa hubungan antara morfologi dan semantik?
7. Apa hubungan antara morfologi dan sosiolinguistik?
8. Apa hubungan antara morfologi dan sintaksis?
5
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Morfologi
Menurut KBBI morfologi adalah cabang linguistik tentang morfem dan
kombinasinya.
Pengertian Morfologi Menurut Para Ahli
Berikutnya, untuk memastikan kembali kesahihan dari morfologi itu sendiri, berikut
ini adalah beberapa pengertian morfologi menurut para ahli.
1. Tarigan
Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membahas mengenai seluk-beluk
bentuk kata dan pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti
kata.
2. O’Grady
Menurut O’Grady, “Morphology is the system of categories and rules involved
in word formation and interpretation”. Artinya, morfologi merupakan sebuah
sistem kategori dan juga aturan yang digunakan dalam pembentukan sebuah kata
dan interpretasinya.
3. Bloomfield
Bloomfield berpendapat mengenai pengertian morfologi, yaitu “By the
morphology of a language we mean the constructions in which bound forms or
words, but never phrases. Accordingly, we may say that morphology includes
the constructions of words and parts of words, …”. Artinya, morfologi yang ada
di dalam ilmu bahasa adalah pembentukan kata yang menghasilkan morfem
namun bukan frasa. Lalu, bisa dikatakan bahwa ruang lingkup morfologi juga
akan menjamah pada bagian konstruksi dan bagian-bagian dari kata.
4. Verhaar
Morfologi ataupun kata bentuk merupakan bidang linguistik yang membahas
mengenai susunan bagian-bagian kata secara gramatikal.
5. Alwasilah
Di dalam bahasa linguistik Bahasa Arab, morfologi disebut dengan tasrif, yaitu
sebuah perubahan suatu bentuk asal kata menjadi bermacam-macam bentuk
5
7
untuk memperoleh makna yang berbeda. Tanpa adanya perubahan bentuk ini,
maka yang berbeda tidak akan terbentuk.
Dari beberapa pendapat ahli di atas tentang definisi morfologi, bisa kita
simpulkan bahwa morfologi merupakan cabang linguistik yang membahas
mengenai seluk-beluk bentuk serta pembentukan kata hingga berbagai macam
fungsi perubahan bentuk kata tersebut untuk memperoleh makna yang berbeda.
B. Hubungan Antara Morfologi dan Fonologi
Keterkaitan morfologi dengan fonologi yang diberi istilah morfofonemik. Secara
konseptual, morfofonemik merupakan sebuah kaidah. Bloomfield (1933) sebagaimana
diintisarikan oleh Lass (2011: 70-72) mengemukakan bahwa terminologi morfofonemik
merujuk kepada kaidah-kaidah mutasi:
a) Satu bunyi yang dapat merubah satu bunyi ke bunyi lain, atau mengganti satu bunyi
dengan yang lainnya;
b) Proses perubahan bunyi sebagai akibat bertemunya dua unsur bahasa pembentuk
sebuah kata;
c) Adanya hubungan khusus antara dua fonem atau lebih, karena hubungan itu
sebagian tergantung kepada, atau dapat diperkirakan dari. Chaer (2008: 43)
menjelaskan morfofonemik adalah suatu kajian disejajarkan secara konseptual
dengan terminologi morfonologi atau morfofonologi.
Morfofonemik adalah kajian mengenai terjadinya perubahan bunyi atau fonem
sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik proses afiksasi, reduplikasi maupun
komposisi.
Relevansi fonologi dalam morfologi yang paling kentara adalah hal-hal yang
berkenaan dengan morfofonemik. Dari fenomena ini akan jelas terlihat bahwa tanpa
bantuan pengetahuan fonologi yang memadai pemahaman proses morfofonemik juga
tidak akan sempurna. Misalnya untuk memahami perubahan morfem terikat (-plul yang
realisasinya menjadi-s, -2, dan -iz harus paham mengenai ciri pembeda bunyi konsonan
seperti hambat, hambat bersuara, hambat tak bersuara, desis (sibilant), dsb. Tanpa
pengetahuan ini perubahan morfem-mirfem itu tidak dapat dideskripsikan. Misalnya
pada kata cats 'kucing-kucing, cards 'kartu-kartu', dan classes kelas-kelas. Di sini
pembelajar bahasa harus tahu bahwa [t] adalah konsonan tidak bersuara (voiceless), di
samping Ipl (f), dsb. [d] konsonan bersuara (voiced), di samping [b], [vl, dsb. dan [s]
bunyi desis, di samping [z]. [ch], [dz], dsb.
Dalam bahasa Indonesia proses morfofonemik juga memerlukan pengetahuan
fonologi yang memadai. Misalnya konsep bunyi homorgan, yakni bunyi-bunyi yang
5
8
dihasilkan oleh organ wicara yang sama. Untuk menguraikan perubahan dan hilangnya
bunyi nasal (N) pada berbagai afiks, seperti (me(N)-), (pe(N)-an), dan(pe(N)-).
Misalnya saja nasal pada (me(N)-) akan menjadi mem- bila diikuti oleh bunyi-bunyi
yang homorgan dengan [m]. Adapun bunyi-bunyi yang homorgan dengan [m] adalah /p/
dan /b/, serta [f]. di samping itu ada juga pengetahuan bunyi bersuara dan tidak bersuara
yang akan menentukan luluhnya bunyi awal bentuk dasarnya. Misalnya membagi,
memuja, memfitnah, dsb. Lalu, diperlukan juga pengetahuan tentang bunyi semivokal,
([y] dan [w]), sisi (lateral) [I], dan getar [r] untuk mendeskripsikan berubahnya (me(N)-)
menjadi me- pada kata mewakili, meyakinkan, melewati, dan merebut. Pengetahuan
mengenai suku kata juga penting untuik menerangkan berubahnya (me(N)-) menjadi
menge- pada kata mengepel, mengelas, mengebor dsb.
Pentingnya pengetahuan fonologi juga amat dirasakan di dalam menerangkan
morfofonemik bahasa Jawa. Melekatnya afiks -ake), (-i). dsb. bahkan membutuhkan
pengetahuan mengenai fonologi yang sangat elementer, yakni vokal dan konsonan.
Misalnya [tombɔ] 'obat plus ((N)-i) atau ((N)-ake) menjadi [nambani] 'mengobati' atau
[nam baake] 'mengobatkan'. Berubahnya [5] menjadi [a] karena bentuk dasar itu
berakhir bunyi vokal [o]. Namun, bila bentuk dasar berakhir bunyi konsonan seperti
[nggolek] 'mencari' tidak akan terjadi perubahan, seperti [nggoleki] 'mencari' dan
[nggoleake] 'mencarikan'. Bila bentuk dasar berakhir vokal [i] akan berubah menjadi [e],
bila berakhir bunyi [u] akan menjadi [5], seperti terlihat pada perubahan [impi] 'mimpi'
menjadi [ngimpeni] 'menakuti dalam mimpi' dan [ngimpɛake] 'memimpikan', dan [turu]
'tidur menjadi [nur oni] 'meniduri' dan [nurɔake] 'menidurkan'.
Fenomena sandhi (bunyi tengah) juga merupakan perbedaan yang lain bila ingin
membandingkan morfofonemik bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa. Di dalam
morfologi bahasa Jawa fenomena sandhi muncul bila berhubungan dengan pelekalan
morfem terikat (-an} yang bergabung dengan bentuk dasar berakhir vokal [i] atau [u].
Dalam hal ini pertemuan [i] dan [a] akan menghasilkan [ɛ], sedangkan pertemuan [u]
dan [a] akan menghasilkan [5], seperti kali 'surigai' plus (-an) menjadi [kalen] 'tempat
yang berupa sungai', rungu 'dengar' plus (-an) menjadi [rungon] 'pendengaran. Jadi, [e]
adalah bunyi antara [il dan [a], dan [o] adalah bunyi antara [u] dan [a]. Fenomena sandhi
juga ditemui di dalam morfologi bahasa Bali, seperti terbentuknya kata tajen dari taji
'pisau yang di pasang di kaki ayam' dan (-an), kewangen 'sejenis rangkaian bunga untuk
persembahyangan' yang terbentuk dari wangi dan (ke-an).
Tidak hanya pengetahuan fonem-fonem segmental. fonem nonsegmental, bahkan
suprasegmental juga sangat diperlukan Misalnya di dalam bahasa Inggris perpindahan
5
9
tekanan, (cetak tebal) seperti pada kata increase 'kenaikan' dan increase 'meningkat,
address 'alamat dan address 'menyapa merupakan proses morfologis juga karena dapat
mengubah jenis kata. Bahkan, letak tekanan merupakan unsur penting di dalam
menentukan apakah black bird 'sejenis burung' sebuah kata majemuk frase 'burung yang
berwarna hitam'.
C. Hubungan Antara Morfologi dan Etimologi
Etimologi adalah penyelidikan mengenai asal usul kata serta perubahan-
perubahannya dalam bentuk dan makna, Kridalaksana (2011: 47). Misalnya, menurut
hasil pengamatan penulis, dalam kamus Bahasa Indonesia yang terbit sebelum tahun
2012-an terdapat kata tablet bermakna ‘pil atau obat’; tetapi perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang teknologi informasi memperkenalkan konsep baru bahwa kata
tablet bermakna ‘sistem operasi komputer yang berbasis linux untuk bertelepon’. Di
samping, kata telepon, ada kata telepon pintar, telepon genggam, telepon seluler, telepon
rumah. Selain itu ada kata sel dan ada juga kata seluler. Di samping kata unduh, ada kata
mengunduh; di sisi lain, ada kata unggah, mengunggah, dan ada pula kata unggas.
Gejala bahasa seperti di atas tampak ada perubahan makna dari tablet ‘pil’ menjadi
tablet bermakna ‘perangkat komputer’, perubahan bentuk dari sel menjadi seluler.
Perubahan-perubahan itu dapat dikatakan hanya terjadi pada kata itu saja, artinya
peristiwa itu bersifat khusus, bagaimana hal itu dapat terjadi? Bagaimana asal usulnya?
Pertanyaan ini dijawab menggunakan disiplin etimologi. Ditinjau dari morfologi, gejala
bahasa seperti itu dipandang sebagai peristiwa umum yang terjadi dalam sistem bahasa.
Keterkaitan, antara morfologi dan etimologi terletak pada cara menghadapi kata sebagai
suatu bentuk. Kata tablet merupakan bentuk umum menurut morfologi, sedangkan
menurut cara pandang etimologi kata tablet bersifat khusus, yang dapat ditelusuri asal
usulnya.
D. Hubungan Antara Morfologi dan Leksikologi
Leksikologi mempelajari seluk beluk kata, perbendaharaan kata dalam suatu bahasa,
pemakaian kata serta artinya seperti dipakai oleh masyarakat pemakai bahasa. Jadi,
persamaannya leksikologi maupun morfologi mempelajari masalah arti. Perbedaannya,
leksikologi mempelajari arti yang lebih kurang maknanya tetap pada sebuah kata
(makna leksikal), sedangkan morfologi mempelajari arti yang timbul akibat peristiwa
gramatik (arti gramatik).
Contoh :
6
0
Di samping kata rumah terdapat kata berumah. Kedua kata tersebut masing-masing
memiliki arti leksikal, kata rumah bermakna 'bangunan untuk tempat tinggal' dan kata
berumah bermakna 'mempunyai rumah'.
Arti leksikal dan pemakaian kata tersebut dibicarakan dalam leksikologi, sedangkan
perubahan bentuk kata, golongan kata dan makna katanya dipelajari dalam morfologi.
E. Hubungan Antara Morfologi dan Semantik
Semantik merupakan bidang linguistik yang tergolong baru dibandingkan dengan
fonologi, morfologi, ataupun sintaksis. Pada awalnya para linguis tidak menyepakati
bahwa semantik merupakan bagian dari mikro linguistik. Hal ini tentu saja
dilatarbelakangi oleh adanya pemahaman bahwa makna - objek kajian semantik
merupakan hal yang sulit ditelaah karena tidak empiris. Namun pada akhirnya hal itu
terbantahkan karena membahas mengenai bahasa (fonem, morfem, atau kalimat) tidak
lepas dari makna yang dihasilkan. Misalnya saja pada kalimat kucing membaca buku,
kalimat ini bukanlah kalimat yang gramatikal meskipun dari struktur fungsi telah
terpenuhi. Berdasarkan semantiknya, proses membaca hanya dapat dilakukan oleh
manusia bukan makhluk hidup lainnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, Chaer (Chaer, 2007) menjelaskan bahwa "kajian
bahasa tanpa mengkaji maknanya adalah sangat "sumbang" sebab pada hakikatnya
orang berbahasa untuk menyampaikan konsep-konsep atau makna- makna."
Sehubungan dengan hal itu, semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda
yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruh
terhadap manusia dan masyarakat (Febriyanto & Supriyanto,2022). Adapun makna yang
dimaksud dalam bidang semantic ini antara lain makna leksikal, makna gramatikal, dan
makna konseptual.
F. Hubungan Antara Morfologi dan Pragmatik
Pragmatik merupakan kajian yang memberlakukan syarat-syarat yang
mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi; atau aspek-aspek
pamakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang memberikan sumbangan kepada
makna ujaran. Titik singgung antara pragmatik dengan morfologi adalah sama-sama
mempersoalkan makna satuan bahasa.
Contoh:
Pertanyaan diajukan oleh penutur 1 (disingkat P1): Bagaimana mewujudkan
ketahanan pangan nasional? Kalimat jawaban disampaikan oleh penutur 2 (disingkat
P2): Perlu ada langkah inovasi teknologi. Inovasi dilakukan dalam upaya meningkatkan
produktifitas pertanian dengan cara mengembalikan daya dukung lahan dan
6
1
mengeliminasi penggunaan sarana pertanian sintetis, seperti pupuk kimia dan pestisida
kimia. (Suswono, 2012:14) Telaah pragmatik mempersoalkan maksud dan maknadibalik
ujaran, atau teks. Pertanyaan yang diajukan oleh P1 kepada P2 memperlihatkan ada
maksud atau ujaran itu mengandung informasi indeksal, yaitu tuturan itu disampaikan
oleh seorang yang mengetahui bahwa ketahanan pangan nasional dari aspek teknologi
belum memadai sehingga hasil panen pangan menurun. Morfologi tidak mempersoalkan
maksud ujaran tetapi mempersoalkan pembentukan kata dan makna seperti: inovasi
teknologi, dilakukan, meningkatkan, produktifitas pertanian, mengembalikan daya
dukung lahan, mengeliminasi, penggunaan, pertanian sintetis, pupuk kimia, pestisida
kimia.
G. Hubungan Antara Morfologi dan Sosiolinguistik
Kaitan morfologi dengan sosiolinguistik tampak pada proses perubahan morfologis
dalam rangka menghasilkan bentuk-bentuk yang memiliki ragam yang berbeda-beda.
Misalnya proses penyingkatan seringkali menghasilkan kata kata yang lazimnya
digunakan dalam ragam informal, seperti info untuk information 'informasi, uni untuk
university 'universitas', bino untuk bionocular 'keker, demo untuk demonstration
'demonstrasi', dsb. Dalam bahasa Indonesia kata perpus adalah bentuk informal dari
perpustakaan, nego adalah bentuk informal dari negosiasi, dsb. Penyingkatan seperti ini
banyak ditemui di dalam ragam-ragam bahasa gaul, seperti materek 'materialistis',
konsen 'konsentrasi', dsb.
Bahasa Indonesia juga memiliki cukup banyak afiks yang lazim digunakan di dalam
situasi-situasi informal. Misalnya afiks (-an) pada kata duluan 'lebih dahulu, besaran
lebih besar, kecilan 'lebih kecil', dsb. Afiks (-an) yang bergabung dengan (red) yang
mengungkapkan 'kesalingan, seperti cubit-cubitan, tolong-tolongan, pegang- pegangan,
dsb. Afiks-(-an) yang mengungkapkan 'seperti', seperti begman seperti ini begituan
seperti itu Afiks I-an) yang digunakan secara eufemistik, seperti yang terdapat dalam
Lalimat Sedang apaan, Lagi ituan. Sedang gituan dsb Afiks bahasa Indonesia yang lain
adalah -in), seperti yang terdapat pada kata beliin belikan dikeluarin dikeluarkan,
dimasukin dimasukkan. dsb. Afiks (ke-Jyang mengungkapkan ketidak sengajaan seperti
yang terdapat dalam ketabrak tertabrak, kejebak terjebak, kebawa terbawa, dsb. Afiks
Inge-) sebagai akibat pengaruh dari dialek Jakarta. Misalnya ngelabrak melabrak,
ngebuce 'membaca, ngebayar membayar dsb. Konfiks (ke-an), seperti yang terdapat
dalam kebagian 'mendapat, kedapatan ditemui, didapati, ketinggian 'terlalu tinggi, dsb.
Ragam bahasa lain yang juga memerlukan pengetahuan tentang morfologi adalah
ragam sastra atau ragam indah. Di dalam bahasa Jawa misalnya kehadiran kata berafiks
6
2
(-in-) dan (-um), serta (a-) biasanya hanya ditemui di dalam ragam-ragam sastra, seperti
sinambi 'sambil cumepak tersedia, amrantasi menyelesaikan semuanya, binolong
berlubang, andarbeni mempunyai dsb. Dalam bahasa Indonesia infiks seperti (-em-), (-
er-l. dan (-el-), seperti jemari jari-jari, gemercik 'suara air. gemerincing tiruan bunyi,
geletar tiruan bunyi', kemilau gemilang, cerecap tiruan bunyi' burung, cericit 'tiruan
bunyi tikus, dsb.
Keberadaan "tembung garba" di dalam bahasa Jawa membuktikan betapa eratnya
hubungan morfologi dan sintaksis, sekaligus dengan fonologi. Kata sureng 'berani
terhadap'. jayeng 'jaya pada', tumekeng 'sampai pada', dsb. Ketiga bentuk ini adalah
"tembung garba" dalam istilah linguistik Jawa. Ketiganya secara berturut-turut
dihasilkan dari sura 'berani' dan ing 'pada', jaya jaya' (menag) dan ing 'di, dan tumeka
'sampai' dan ing 'pada". Dua kata yang digabungkan berkenaan dengan masalah
sintaksis, sedangkan dua bunyi yang menyatu masalah fonologi. Fenomena ini cukup
banyak di dalam bahasa Jawa, terutama yang berkaitan dengan ragam sastra atau ragam
indah.
H. Hubungan Antara Morfologi dan Sintaksis
Morfologi adalah cabang linguistik yang mempelajari tentang seluk beluk kata,
sedangkan sintaksis membahas tentang frasa, klausa, dan kalimat. Keduanya saling
berhubungan karena sebelum kita mempelajari sintaksis, ada baiknya untuk memahami
morfologi terlebih dahulu.
Secara lebih jelas, istilah untuk menyebut gabungan antara morfologi dan sintaksis
di sebut grammar. Morfologi membahas tentang bentuk dan struktur kata yang sekaligus
merupakan unsur terkecil dalam sintaksis. Kita tahu bahwa unsur terkecil dalam
pembentukan frasa, klausa, dan kalimat, adalah kata. Agar lebih jelas lagi misalnya
deretan morfologis buku, membukukan, pembukuan merupakan tiga bentuk kata yang
berbeda dari satu leksem yang sama yaitu buku. Perbedaan itu mengakibatkan
perbedaan konstruksi sintaksis yang mungkin dihasilkan yaitu buku tulis, membukukan
tulis, pembukuan tulis. Frasa kedua dan ketiga tidak gramatikal, sedangkan frasa
pertama gramatikal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bentuk kata sebagai objek
kajian morfologi bisa berpengaruh terhadap konstruksi sintaksis yang dihasilkan
(Surono, 2014: 5).
Hubungan antara morfologi dan sintaksis terlihat pada kajian yang disebut
morfosintaksis (dari gabungan kata morfologi dan sintaksis). Keterkaitan ini karena
adanya masalah morfologi yang perlu dibicarakan bersama dengan masalah sintaksis
misalnya, satuan bahasa yang disebut kata, dalam kajian morfologi merupakan satuan
6
3
terbesar, sedangkan dalam kajian sintaksis merupakan satuan terkecil dalam
pembentukan kalimat atau satuan sintaksis lainnya. Jadi, satuan bahasa yang disebut
kata itu, menjadi objek dalam kajian morfologi dan kajian sintaksis.
Untuk memahami interaksi antara morfologi dan sintaksisserta beberapa fenomena
yang terkait dengannya ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan: (i) perbedaan
antara kata polimorfemis dan frasa, (ii) elemen kata yang berupa konstruksi sintaktis,
(iii) pengaruh proses morfologis terhadap valensi sintaktis, serta (iv) ekspresi morfologis
yang berkenaan dengan konten semantis dan konten gramatikal, misalnya kata majemuk
idiomatis.
Untuk itu, minimal ada tiga cara: (a) menelusuri keluasan akses yang bisa dilakukan
oleh prinsip-prinsip sintaksis untukmemasuki wilayah struktur internal kata-kata (atau
integritas kata), (b) menelusuri kemungkinan konstruksi sintaktis yang bisa
disatupadukan di dalam kata-kata, dan (c)menelusuri fitur-fitur kata bentukan yang
menampakkan perilaku sintaktis tertentu, terutama berkenaan dengan realisasi struktur
argumen (Booij, 2007: 203-4).
Banyaknya fenomena yang terkait dengan morfologi dan sintaksis tersebut
menggugah para ahli bahasa untuk melahirkan cabang ilmu bahasa yang disebut
morfosintaksis. Morfosintaksis dipahami sebagai struktur bahasa yang mencakup
morfologi dan sintaksis sebagai satu organisasi atau cabang linguistik yang mengkaji
kedua bidang itu sebagai gramatika atau deskripsi kaidah yang mengatur kombinasi
morfem dalam satuan-satuan yang lebih besar, termasuk afiks inflektif dalam konjugasi
dan deklinasi.
Di dalam kata majemuk tertentu, sering ditemukan adanya sebuah konstruksi frase
yang unsur-unsurnya menampakkan hubungan yang berbeda-beda. Di dalam sebuah
kata, sering ditemukan unsur inti seperti yang terjadi pada sebuah frase endosentris.
Di dalam fenomena morfologi derivasional, unsur inti itu dapat dikenali melalui
afiks yang merealisasikan bentuk turunan dan unsur inti itulah yang bertanggung jawab
terhadap perubahan kategori yang diakibatkan oleh proses derivasi. Keberadaan struktur
sintaksis di dalam konstruksi morfologis itu juga bisa dirasakan pada berbagai bentuk
yang dihasilkan melalui proses sintaktis inkorporasi.
Di dalam bahasa Indonesia, pembentukan kata sering melibatkan bentuk dasar atau
stem yang berupa kata majemuk atau frasa. Nomina keputusasaan dibentuk dari stem
yang berupa kata majemuk putus asa yang sebelumnya kata majemuk itu dibentuk dari
akar putus dan akar asa. Di samping itu, di dalam bahasa Indonesia juga bisa ditemukan
nomina ketidaktahuan yang berasal dari bentuk dasar yang berupa frasa tidak tahu.
6
4
Lebih lanjut, bisa dikemukakan pula bahwa dalam nomina yang berpola pe-X (X= stem
atau bentuk dasar yang ditempeli prefiks pe-) sering terdapat struktur sintaksis yang
cukup kompleks. Misalnya, di dalam nomina pembunuh terdapat makna yang memiliki
struktur sintaktis ‘orang yang melakukan X’ sehingga di dalam nomina itu terdapat
makna orang, aksi, dan tindakan X.
Untuk memahami, menganalisis, dan menerangjelaskan hubungan antara morfologi
dan sintaksis di dalam bahasa-bahasa, ada beberapa perspektif yang harus
dipertimbangkan (Booij, 2007: 203-4). Pertama, berkenaan dengan batas keduanya,
yaitu kapan dikatakan sebagai sebuah kata yang memiliki unsur multimorfemis dan
kapan dikatakan sebagai frasa. Dengan demikian, kriteria integritas leksikal merupakan
kriteria yang sangat penting untuk membatasi antara morfologi dan sintaksis. Kedua,
morfologi dan sintaksis itu berinteraksi melalui dua arah: konstruksi sintaktis
mungkinmenjadi bagian kata kompleks dan sebaliknya konstruksi morfologis tertentu
memiliki konsekuensi sintaktis yang harus dipenuhi. Ketiga, berkenaan dengan valensi
sintaktis: proses morfologis mungkin berpengaruh terhadap valensi sintaktis kata-kata.
Keempat, bahasa mungkin memiliki alternatif analitis terhadap ekspresi morfologis
yang berkenaan dengan konten semantis dan konten gramatikal, terutama yang terkait
dengan idiom konstruksional yang produktif.
Semua perspektif itu terkait dengan prinsip integritas leksikal (kepaduan leksem).
Integritas leksikal pada dasarnya merupakan sifat yang dimiliki oleh kata yang
membedakannya dari frase. Elemen-elemen kata secara leksikal membangun kesatuan
yang padu, sedangkan unsur-unsur frasa menampakkan hubungan yang bersifat longgar.
Jadi, integritas leksikal merupakan prinsip bahwa susunan bunyi atau elemen pembentuk
kata itu relatif padu dan tetap. Prinsip itu memiliki implikasi bahwa elemen-elemen
pembentuk kata tidak bisa dipisahkan secara sintaktis oleh kehadiran elemen lain.
Dengan kata lain, dapat dipahami bahwa kaidah sintaktis tidak boleh mencampuri
struktur internal kata. Integritas leksikal merupakan prinsip yang kadang sulit untuk
dipenuhi. Hal itu dibuktikan oleh adanya kata merumahsakitkan yang merupakan kata
kompleks yang di dalamnya terdapat elemen rumah sakit, kata membumihanguskan
adalah kata yang di dalamnya terdapat elemen bumi hangus, kata kemahasiswaan adalah
kata yang di dalamnya terdapat elemen mahasiswa, kata kebelumsiapan adalah kata
yang di dalamnya terdapat elemen belum siap, kata pengambilalihan adalah kata yang di
dalamnya terdapat elemen ambil alih, atau kata pengatasnamaan adalah kata yang
didalamnya terdapat elemen atas nama. Di satu sisi, kata majemuk rumah sakit, bumi
hangus, mahasiswa, ambil alih, dan atas nama memiliki struktur yang mirip dengan
6
5
frasa. Di sisi lain, memang ada frasa (misalnya belum siap) yang benar-benar mampu
menjadi elemen sebuah kata.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Morfologi merupakan cabang linguistik yang membahas mengenai seluk-beluk bentuk
serta pembentukan kata hingga berbagai macam fungsi perubahan bentuk kata tersebut
untuk memperoleh makna yang berbeda. Morfologi dan cabang ilmu bahasa lain yang
dibahas dalam makalah ini terdapat tujuh, diantaranya hubungan antara morfologi dan
fonologi, morfologi dan etimologi, morfologi dan leksikologi, morfologi dan pragmatik,
morfologi dan semantik, morfologi dan sosiolinguistik, morfologi dan sintaksis, dan yang
terakhir adalah hubungan antara morfologi dan leksikografi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa morfologi banyak keterkaitan nya dengan cabang
ilmu lain seperti fonologi, etimologi, leksikologi, semantik, pragmatik, sosiolinguistik,
sintaksis, dan leksikografi. Dimana masing-masing dari cabang tersebut memiliki
hubungan dan contoh keterkaitannya masing-masing dalam beberapa bidang, adapun di
bidang ilmu bahasa sendiri ia memiliki peranan penting terkhusus dalam pemilihan,
pencampuran dan pemodifikasian bahasa secara kompleks dan terstruktur.
6
6
DAFTAR PUSTAKA
Santoso, Joko. Pengertian dan Ruang Lingkup Morfologi., PBIN4106. Edisi 2.
Kurniawan, Andri. dkk. (2022). Linguistik Umum. Sumatera Barat : PT GLOBAL EKSEKUTIF
TEKNOLOGI. ISBN : 978-623-8102-19-8. No. 033.
6
7