Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti ‘bentuk’
dan logi yang berarti ‘ilmu’. Jadi secara harafiah morfologi berarti ilmu yang
mempelajari bentuk. Dalam kajian biologi, mofologi merujuk pada ilmu yang
mempelajari bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup. Namun dalam kajian
linguistik, morfologi merujuk pada ilmu yang mempelajari bentuk bahasa.

Banyak yang tidak mengetahui bahwa kata terdiri dari morfem. Dan banyak
juga yang tidak mengetahui proses terbentuknya kata. Morfem dan kata sekilas terlihat
sama. Bahkan orang awam jauh lebih akrab dengan kata dan tidak mengetahui tentang
morfem. Sehingga banyak pula yang tidak mampu membedakan makna dari setiap kata.
Banyak kata yang memiliki kemiripan dan seringkali terjadi kesalahan penggunaan
karena kemiripan tersebut. Padahal sebenarnya setiap kata punya perbedaan jika dikaji
secara mendalam dan dianalisis morfem serta proses morfologisnya. Apabila dikatakan
morfologi membicarakan masalah bentuk dan pembentukan kata, maka semua satuan
bentuk sebelum menjadi kata yakni morfem dengan segala bentuk dan jenisnya.

Ilmu morfologi akan menjelaskan tentang bagaimana sebuah morfem bisa


berubah menjadi kata setelah melewati proses morfologis. Nantinya akan didapatkan
kejelasan mengapa terjadi keteraturan afiks. Oleh sebab itu, mempelajadi morfologi
sangat penting bagi orang yang akan fokus di bidang bahasa. Karena, kita akan mampu
membedakan kata-kata yang kelihatannya hampir mirip. Kita juga akan mampu
memilih kata yang tepat sesuai dengan apa yang ingin kita ungkapkan. Tulisan kita juga
akan lebih bagus dan tidak bermakna ambigu. Kita juga bisa menilai tulisan serta
kalimat yang di ucapkan orang lain jika kita memahami morfologi.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka rumusan masalah untuk makalah ini yakni:

1. Apa pengertian morfologi?

1
2. Apa objek kajian morfologi?
C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini ada untuk mengetahui:

1. Pengertian morfologi

2. Objek morfologi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian morfologi

Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti ‘bentuk’
dan logi yang berarti ‘ilmu’. Jadi secara harafiah morfologi berarti ilmu yang
mempelajari bentuk. Dalam kajian biologi, mofologi merujuk pada ilmu yang
mempelajari bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup. Namun dalam kajian
linguistik, morfologi merujuk pada ilmu yang mempelajari bentuk bahasa. Menurut
Ramlan, morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk-beluk
bentuk kata serta perubahan bentuk kata serta perubahan bentuk kata terhadap arti dan
golongan kata.

Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar


bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta
pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau
dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk
kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun
fungsi semantik.

Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari
bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan
dan logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphed an logos ialah bunyi
yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna
unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.

Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah


bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta
perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek
pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan
dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.

Didalam hierarki lingustik, kajian morfologi berada diantara kajian fonologi dan
sintaksis, sebagai kajian yang diantara fonologi dan sintaksis maka kajian morfologi itu

3
mempunyai kaitan baik dengan fonologi maupun dengan sintaksis. Keterkaitanya
dengan fonologi jelas dengan adanya kajian yang disebut morfonologi yaitu ilmu yag
mengkaji terjadinya perubahan fonem akibat adanya proses morfologi, seperti
munculnya fonem /y/ pada dasar hari bila diberi sufiks –an

Hari + an = {hariyan}

Lalu keterkaitan morfologi dan sintaksis tampak dengan adanya kajian yang
disebut morfosintaksis. Keterkaitan ini karena adanya masalah morfologi yang perlu
dibicarakan bersama dengan masalah sintaksi. Misalnya, satuan Bahasa yang disebut
kata, dalam kajian morfologi merupakan satuan terbesar, sedangkan dalam kajian
sintaksis merupakan satuan terkecil dalam pembentukan kalimat atau satuan sintaksis
lainnya. Jadi, satuan Bahasa yang disebut kata itu menjadi objek dalam kajian
morfologi dan kajian sintaksis.

B. Objek kajian morfologi

Objek kajian morfologi adalah satuan-satuan morfologi, proses-proses


morfologi, dan alat-alat dalam proses morfologi itu. Satuan morfologi adalah: (1)
Morfem, (2) Kata. Lalu, proses morfologi melibatkan komponen: (1) Dasar (bentuk
dasar). (2) Alat pembentuk (afiks, duplikasi, komposisim akronimisasi dan konversi).
(3) Makna gramatikal.

1. Morfem

Morfem adalah satuan bahasa yang turut serta dalam pembentukan kata dan
dapat dibedakan artinya..Morfem juga dapat disebut satuan gramatikal terkecil
yang memiliki makna. Dengan kata terkecil berarti satua itu tidak dapat dianalisis
menjadi lebih kecil lagi tanpa merusak maknanya.1

Morfem dapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan
disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat
berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan
/duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan
perubahan arti pada kata duga.

1
Abdul chaer, Morfologi Bahasa Indonesia, rineka cipta, Jakarta:2008 hal 13

4
Menurut hockett morfem adalah elemen terkecil yang secara individual
mengandung arti, sedangkan menurut Bloomfield adalah bentuk linguistic terkecill
yang tidak mengandung kesamaan sebagian bunyi dan arti dengan bentuk linguistic
lainnya adalah bentuk sederhanaatau morfem.2

Berdasarkan konsep-konsep di atas di atas dapat dikatakan bahwa morfem


adalah satuan gramatik yang terkecil yang mempunyai makna, baik makna leksikal
maupun makna gramatikal. Kata memperbesar misalnya, dapat kita potong sebagai
berikut:

mem-perbesar

per-besar

Jika besar dipotong lagi, maka be- dan –sar masing-masing tidak
mempunyai makna. Bentuk seperti mem-, per-, dan besar disebut morfem. Morfem
yang dapat berdiri sendiri, seperti besar, dinamakan morfembebas, sedangkan yang
melekat pada bentuk lain, seperti mem- dan per-, dinamakan morfemterikat.
Contoh memperbesar di atas adalah satu kata yang terdiri atas tiga morfem, yakni
dua morfem terikat mem- dan per- serta satu morfem bebas, besar.

a. Jenis morfem

Dalam morfolologi terdapat 6 jenis morfem sesuai dengan kerterianya3, yakni:

1) Berdasarkan kebebasanya untuk dapat digunakan langsung dalam


petuturan dibedakan adanya morfem bebas dan morfem terikat. Morfem
bebas adalah morfem yang tanpa keterikatanya dengan morfem lain dan
dapat langsung digunakan dalaam petuturan. Contoh: pulang, merah, pergi.
Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang harus terlebih dahulu
bergabung dengan morfem lain untuk dapat digunakan dalam petuturan.
Contoh: henti, juang, geletak.
2) Berdasarkan keutuhan bentuknya dibadedakan menjadi morfem utuh dan
morfem terbagi. Morfem utuh adalah secara fisik merupakan satu kesatuan

2
Muhajir, morfologi dialek Jakarta, djambatan, Jakarta: 1984 hal 15
3
Abdul chaer, Morfologi Bahasa…, hal 16

5
yang utuh semua morfem dasar baik terikat atau dasar merupakan contoh
dari morfem utuh. Sedangkan morfem terbagi adalah morfem yang fisiknya
terbagi atau disisipi morfem lain. Contoh: segala konfiks (seperti pe-an, ke-
an dan per-an), penggunaan “el” di telunjuk.
3) Berdasarkan kemungkinan menjadi dasar dalam pembentukan kata,
dibedakan menjadi morfem dasar dan morfem afiks. Morfem dasar adalah
morfem yang dapat menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Contoh:
beli, makan, merah.sedangkan morfem yang tidak dapat menjadi dasar
melainkan hanya sebagai pembentuk disebut morfem afiks. Contoh: me, -
kan, pe-an.
4) Berdasarkan jenis fonem yang membentuknya dibedakan adanya morfem
segmental dan morfem suprasegmental. Morfem segmental adalah morfem
yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental, yakni morfem yang berupa
bunyi dan dapat disegmentasikan. Contoh: lihat, sikat dan lah.sedangkan
morfem suprasegmental adalah morfem yang terbentuk dari nada, tekanan,
durasi, dan intonasi. Dalam Bahasa Indonesia tidak terdapat morfem ini,
morfem ini identic dengan Bahasa Cina, Thai, dan Burma.
5) Berdasarkan kehadirannya secara kongkrit dibedakan menjadi morfem
wujud dan morfem tanwujud. Morfem wujud adalah morfem yang secara
nyata ada. Dan morfem tanwujud adalah morfem kehadirannya tidak ada.
Untuk contoh morfem ini juga tidak terdapat dalam Bahasa Indonesia.
6) Berdasarkan ciri semantic dibedakan adanya morfem bermakna leksikal
dan morfem tak bermakna leksikal. Morfem bermakna leksikal yakni
didalam dirinya secara inheren telah memiliki makna yakni contohnya
morfem dasar. Sedangkan morfem tak bermakna leksikal adalah morfem
tidak dapat langsung menjadi unsur dalam petuturan. Contohnya semua
morfem afiks.
2. Kata

Kata adalah satuan bebas yang terkecil, atau dengan kata lain, setiap satu satuan
bebas merupakan kata.4 Kata terdiri dari dua satuan, yaitu satuan fonologik dan satuan
gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu atau beberapa suku kata, dan

4
J.W.M Verhaar, Asas-Asas Linguistic Umum, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta: 2012, hal 97

6
suku kata itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Sebagai satuan gramatik, kata ada
yang terdiri dari satu morfem dan ada juga kata yang terdiri dari beberapa morfem

3. Proses morfologi

Proses morfologis adalah suatu proses pembentukan kata dengan cara


menghubungkan satu morfem dengan morfem yang lain atau proses yang mengubah
leksem menjadi sebuah kata. Pada hakikatnya setiap bahasa memiliki ciri tersendiri
dalam proses pembentukan kata (word formation). Akan tetapi, secara garis besar
perbedaan pembentukan kata pada setiap bahasa tersebut dapat dibagi ke dalam dua
proses yaitu, proses concatenative (beriringan antar beberapa morfem) dan non-
concatenative (perubahan internal dengan modifikasi). Dan pada dasarnya proses
morfologi adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui afiksasi,
duplikasi, komposisi, akronimisasi dan konversi.

a. Afiksasi

Dalam proses afiksasi sebuah afiks diimbuhkan pada bentuk dasar sehingga
hasilnya menjadi sebuah kata. Umpamanya pada dasar baca diimbuhkan afiks –me
sehingga menghasilkan kata membaca yaitu sebuah verba transitif aktif, yang pada
dasar juang diimbuhkan afiks ber- sehingga menghasilkan verba intransitive berjuang.

Berdasarkan dari jenis afiksnya , maka proses afiksasi dibedakan menjadi 6


yakni5:

1) prefiks (awalan) : ber-, me-, pe-, per-, di-, ter-, ke-, se-

2) sufiks (akhiran): -kan, -an, -i

3) infiks (sisipan): -el, em, er

4) konfiks (awalan dan akhiran): ber-kan, ber-an, per-an, per-im, pe-an, di-kan, di-
I, me-kan, ter-kan, ter-i, ke-an

5) simulfiks: memper-kan, memper-I, diper-kan, diper-i

5
Abdul chaer, Morfologi Bahasa…, hal 27

7
b. Reduplikasi

Reduplikasi merupakan proses pembentukan kata ulangatau pengulangan bentuk


dasar. Hasil dari proses reduplikasi ini lazim disebut dengan istilah kata ulang. Macam-
macam kata ulang yaitu:

1) Dwipurwa: kata ulang atas suku awal, contoh: jaka → jajaka → jejaka.

2) Dwilingga: kata ulang seluruh kata dasar, contoh: guru-guru, siswa-siswa.

3) Dwilingga saling swara: kata ulang berubah bunyi, contoh: sayur-mayur, gerak-
gerik.

4) Dwiwasana: pengulangan pada akhir kata, contoh: (jawa) cenges=tertawa ,menjadi


cengengesan= selalu tertawa.

5) Trilingga: pengulangan morfem asal sampai dua kali, contoh: dag-dig-dug bermakna
waswas.6

Menurut Abdul Chaer walaupun reduplikasi membahas masalah morfologi,


tetapi terdapat juga reduplikasi yang menyangkut masalah fonologi, sintaksis, dan
semantic, yakni sebagai berikut:

1) Reduplikasi fonologis

Reduplikasi fonologis berlangsung terhadap dasar yang bukan akar atau


terhadap bentuk yang statusnya lebih tinggi dari akar. Status bentuk yang diulang
tidak jelas dan reduplikasi fonologis ini tidak menghasilkan makna gramatikal,
melainkan menghasilkan makna leksikal. Yang termasuk reduplikasi fonologis ini
adalah bentuk-bentuk seperti:

a) Kuku, dada, pipi, cincin, dan sisi. Bentuk-bentuk tersebut 'bukan' berasal dari
ku, da, pi, cin, dan si. Jadi , bentuk-bentuk tersebut adalah sebuah kata yang
bunyi kedua suku katanya sama.
b) Foya-foya, tubi-tubi, sema-sema, anai-anai, dan ani-ani. Bentuk-bentuk ini
memang jelas sebagai bentuk ulang, yang diulang secara utuh. Namun, 'bentuk'

6
J.W.M Verhaar, Asas-Asas Linguistic Umum…, hal 152

8
dasarnya tidak berstatus sebagai akar yang mandiri. Dalam bahasa Indonesia
kini tidak ada akar foya, tubi, sema, anai, dan ani.
c) Laba-laba, kupu-kupu, paru-paru, onde-onde, dan rama-rama. Bentuk-bentuk
ini juga jelas sebagai bentuk ulang dan dasar yang diulang pun jelas ada, tetapi
hasil reduplikasinya tidak melahirkan makna gramatikal. Hasil reduplikasinya
hanya menghasilkan makna leksikal.
d) Mondar-mandir, luntang-lantung, lunggang-langgang, kocar-kacir, dan teka-
teki. Bentuk-bentuk ini tidak diketahui mana yang menjadi bentuk dasar
pengulangannya. Sedangkan maknanya pun hanyalah makna leksikal, bukan
makna gramatikal. Dalam berbagai buku tata bahasa tradisional, bentuk-bentuk
ini disebut kata ulang semu (Lihat Alisyahbana, 1953).
2) Reduplikasi Sintaksis

Reduplikasi sintaksis adalah proses pengulangan terhadap sebuah dasar yang


biasanya berupa akar, tetapi menghasilkan satuan bahasa yang statusnya lebih tinggi
daripada sebuah kata. Kridalaksana (1989) menyebutnya menghasilkan sebuah
‘ulangan kata’, bukan ‘kata ulang’. Contoh:

 suaminya benar benar jantan.


 jangan jangan kau dekati pemuda itu.
 jauh jauh sekali negeri yang akan kita datangi

Bentuk-bentuk reduplikasi sintaksis memiliki ikatan yang cukup longgar


sehingga kedua unsurnya memiliki potensi untuk dipisahkan. Perhatikan contoh
berikut:

 jangan kau dekati pemuda itu, jangan.


 panas memang panas rasa hatiku.
 benar suaminya benar jantan.

Reduplikasi sintaksis ini memiliki makna ‘menegaskan’ atau ‘menguatkan’.


Dalam hal ini termasuk juga reduplikasi yang dilakukan terhadap sejumlah kata ganti
orang (pronomina persona) seperti:

 yang tidak datang ternyata dia dia juga.


 mereka mereka memang sengaja tidak diundang.

9
 kita kita ini memang termasuk orang yang tidak setuju dengan beliau.

Reduplikasi sintaksis termasuk juga yang dilakukan terhadap akar yang


menyatakan waktu. Contoh:

 besok-besok kamu boleh datang kesini.


 dalam minggu-minggu ini kabarnya beliau akan datang.
 hari-hari menjelang pilkada beliau tampak sibuk.

3) Reduplikasi Semantis

Reduplikasi semantis adalah pengulangan “makna” yang sama dari dua


buah kata yang bersinonim. Misalnya ilmu pengetahuan, alim ulama, cerdik
cendekia. Kita lihat ilmu dan kata pengetahuan memiliki makna yang sama; kata
alim dan ulama juga memiliki makna yang sama. Demikian juga kata cerdik dan
cendekia.

Termasuk ke dalam bentuk ini adalah bentuk-bentuk seperti segar bugar,


muda belia, tua renta, gelap gulita, dan kering mersik. Namun, bentuk-bentuk
seperti ini dalam berbagai buku tata bahasa dimasukkan ke dalam kelompok
reduplikasi berubah bunyi (dwilingga salin suara). Memang bentuk segar bugar
perubahan bunyinya masih bisa dikenali, tetapi bentuk muda belia dan kering
mersik tidak tampak sekali bahwa unsur pertama berasal dari unsur kedua atau
sebaliknya.

c. Komposisi

Proses pemajemukan atau komposisi merupakan proses penggabungan dua kata


atau lebih sehingga membentuk kata majemuk atau kata yang memiliki arti baru. Atau
juga proses morfemis yang menggabungkan dua morfem dasar menjadi satu kata yang
juga disebut “kata majemuk” atau “kampaoun”. Adapun jenis komposisi yakni:

10
1) Komposisi Verbal

Komposisi verbal adalah komposisi yang pada satuan klausa


berkategori verbal (kata kerja). Komposisi verbal dapat dibentuk dari dasar:

a) Verba + verba, seperti menyanyi menari, duduk termenung, makan


minum.
b) Verba + nomina, seperti gigit jari, membanting tulang, lompat galah.
c) Verba + adjektifa, seperti lompat tinggi, lari cepat, terbaring gelisah.
d) Adverbia + verba, seperti sudah makan, belum ketemu, masih tidur.
2) Komposisi Nomina

Komposisi nomina adalah komposisi yang pada satuan klausa


berkategori nomina (kata benda). Komposisi nomina dapat dibentuk dari dasar

a) Nomina + nomina, seperti kakek nenek, meja kayu, sate kambing


b) Nomina + verba, seperti meja makan,, buku ajar, ruang tunggu.
c) Nomina + adjektifa, seperti guru muda, mobil kecil, meja hijau.
d) Adverbial + nomina, seperti bukan uang, banyak serigala, beberapa
guru.
3) Komposisi Adjektiva

Komposisi adjektiva adalah komposisi yang pada satuan klausa,


berkategori adjektiva (kata sifat). Komposisi adjektiva dapat dibentuk dari
dasar:

a) Adjektiva + adjektiva, seperti tua muda, besar kecil, putih abu-abu.


b) Adjektiva + nomina, seperti merah darah, keras hati, biru laut.
c) Adjektiva + verba, seperti takut pulang, malu bertanya, berani pulang.
d) Adverbia + adjektiva, seperti, tidak takut, agak malu, sangat
menyenangkan.
d. Akronimisasi

Akronim adalah proses pembentukan kata baru dengan cara mengambil inisial
dari beberapa kata menjadi satu dan dapat dibaca layaknya sebuah kata. akronimisasi
juga dapat disebut proses pembentukan sebuah kata dengan cara menyingkat sebuah

11
konsep yang direalisasikan dalam sebuah konstruksi lebih dari sebuah kata. Proses ini
menghasilkan sebuah kata yang disebut akronim. Akronim juga adalah sebuah
singkatan, namun yang diperlukan sebagai sebuah kata atau sebuah butir leksikal7.
Contoh:

 Pilkada: pemilihan kepala daerah


 Jabotabek : Jakarta Bogor, Tangerang dan Bekasi

Aturan atau kaidah pembentukan akronim, antara lain:

1) Pengambilan huruf pertama dari kata yang membentuk konsep itu. Contoh:
 IKIP : Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
 ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
 IDI : Ikatan Dokter Indonesia
2) Pengambilan suku kata pertama dari semua kata yang membentuk konsep
itu. Contoh:
 balita : bawah lima tahun
 moge : motor gede
 pujasera : pusat jajanan serba ada
3) Pengambilan suku kata pertama ditambah dengan huruf pertama dari suku
kata kedua dari setiap kata yang membentuk konsep itu. Contoh:
 warteg : warung tegal
 depkes : departemen kesehatan
 puspen : pusat penerbangan

4.) Pengambilan suku kata yang dominan dari setiap kata yang membentuk
konsep itu. Contoh:

 tilang : bukti pelanggaran


 danton : komandan peleton
 gakin : keluarga miskin

5.) Pengambilan suku kata tertentu disertai dengan modifikasi yang tidak
beraturan, namun masih memperhatikan keindahan bunyi. Contoh:

7
Abdul chaer, Morfologi Bahasa…, hal 237

12
 organda : organisasi angkutan darat
 kloter : kelompokterbang
 bulog : badan urusan logistik

6.) Pengambilan unsur-unsur kata yang mewadahi konsep itu, tetapi sukar
disebutkan keteraturannya termasuk seni. Contoh:

 sinetron : sinema elektronik


 satpam : satuan pengamanan
 kalapas: kepala lembaga pemasyarakatan
e. Konversi

Konversi merupakan pembentukan kata baru tanpa adanya proses afiksasi,


penggambungan, atau proses yang lain sehingga kata yang baru dibentuk tetap utuh
sama dengan kata sebelumnya hanya kelas kata saja yang berubah.

Konversi disebut juga derivasi zero, transmutasi atau transposisi adalah proses
pembentukan kata dari sebuah dasar berkategori tertentu menjadi kata berkategori lain,
tanpa mengubah bentuk fisik dari dasar itu Contoh:

1.) Petani membawa cangkul ke sawah.

2.) Cangkul dulu tanah itu, baru ditanami.

Dari kedua contoh di atas dapat dijelaskan bahwa, pada kalimat (1) kata cangkul
berkategori nomina. Sedangkan pada kalimat (2) kata cangkul berkategori verba.
Sebuah nomina tanpa perubahan fisik dapat berubah menjadi verba, walaupun dalam
kalimat yang berbeda. Penyebabnya adalah kata cangkul dan sejumlah kata lainnya di
samping memiliki komponen makna (+ bendaan) juga memiliki komponen makna (+
alat) dan (+ tindakan). Jumlah kosa kata nomina yang memiliki komponen makna (+
tindakan) antara lain: kunci, kupas, sikat, pancing, kikir dan serut.8

C. Ilmu Shorof ( morfoogi bahasa Arab)

Ilmu sorof adalah ilmu yang membahas dasar-dasar pembentukan kata,


termasuk di dalamnya imbuhan. Sharaf memberikan aturan pemakaian masing-masing

8
Ibid.., hal 235

13
kata dari segi bentuknya yang dikenal dengan Morfologi9. Dengan kata lain bahwa
sharaf memberikan aturan pemakaian dan pembentukan kata-kata sebelum digabung
atau dirangkai dengan kata-kata yang lain.

Bahasa Arab adalah bahasa yang pola pembentukan katanya sangat beragam
dan fleksibel, baik melalui cara derivasi (tashrif isytiqaqy) maupun dengan cara infleksi
(tashrif i’raby). Dengan dua cara tersebut, bahasa Arab menjadi sangat kaya dengan
kosakata.

Dalam ilmu shorof yang membahas perubahan kata dalam bahasa Arab, afiksasi
juga dapat dibentukkan dengan ziyaadah dan juga Afiks dalam bahasa Arab yang
memungkinkan adanya perubahan kelas kata (kategori) dan makna, misalnya dari
benda setelah mendapat afiks tertentu mampu berubah menjadi kata kerja contoh:
Thamarun(N) ’buah’ setelah mendapat prefiks hamzah akan berubah menjadi kata kerja
contoh Athmara (V) 'telah berbuah', waraqun(N) 'daun' menjadi verba Auraqa 'berdaun'
ketika mendapat afiks hamzah.

Bahasa Arab termasuk bahasa yang infleksi, pengembangan makna gramatikal


dilakukan dengan cara mengembangkan satu bentuk menjadi sejumlah bentuk untuk
menunjukan variasi makna yang berbeda. Lain halnya dalam bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris, yang dalam pengembangan makna gramatikalnya banyak
mengandalkan proses afiksasi (awalan, akhiran, sisipan), dan reduplikasi
(pengulangan), seperti pada tabel di atas. Dari perbandingan itu tampak bahasa Arab
lebih ajeg (qiyasi) dalam pemahaman makna, dan lebih simpel bentuk
pengembangannya (ijaz), karena perubahan terjadi secara internal, tidak perlu banyak
mengandalkan afiksasi atau reduplikasi.

170 ‫ص‬. ‫ مكتبة األنجلو المصرية‬،‫ مناهج البحث في اللغة‬،‫ تمام حسان‬9

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar


bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta
pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan
kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta
fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Sedangkan morfem adalah satuan gramatik yang terkecil yang mempunyai makna, baik
makna leksikal maupun makna gramatikal.

Dalam kajian morfologi membahas tentang morfem, kata dan proses morfologi,
adapun proses morfologi yakni proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar dengan
proses afiksasi, duplikasi, komposisi, akronimisasi dan konversi.

15
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul, 2008, Morfologi Bahasa Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta.


linguistikid.com/pengertian-proses-morfologi diakses pada tanggal 26-11-2017 pukul 23:37
WIB
Muhajir, 1984, Morfologi Dialek Jakarta, Jakarta, Djambatan
Ramlan, M. 1979. Morfologi: Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: U.P. Karyono
Verhaar, J.W.M, 2012, Asas-Asas Linguistic Umum, Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press.

.‫ مكتبة األنجلو المصرية‬،‫ مناهج البحث في اللغة‬،‫تمام حسان‬

16

Anda mungkin juga menyukai