BAB IV
SATUAN-SATUAN BAHASA
L
inguistik memiliki satuan-satuan yang memberikan kontribusi terhadap
proses penciptaan makna. Pembagian satuan-satuan tersebut dapat
diklasifikasikan mulai dari yang terkecil sampai yang terlengkap. Dalam Bab
ini satuan-satuan yang akan dibahas lebih difokuskan pada fonem, alofon,
grafem, gugus, diftong, morf, alomorf, morfem, kata majemuk, frasa, dan idiom.
Beberapa satuan tersebut merupakan unsur pembentuk kata dan kalimat sehingga
terjadi komunikasi. Jadi, unsur yang akan dibahas dalam bab ini dapat dikatakan
satuan yang belum menjadi kata/kalimat yang berperan aktif yang dapat
mempengaruhi komunikasi. Karena bentuknya yang hanya bersifat unsur bahasa
maka, mahasiswa diharapkan dapat membedakan antara satu satuan dengan satuan
yang lain. Tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran ini agar mahasiswa dapat
mengetahui unsur-unsur terdapat dalam bahasa yang dapat mempengaruhi
penafsiran/makna dalam suatu komunikasi.
Dari uraian di atas, jelas betapa pentingnya bagi mahasiswa untuk memahami
fosisi unsur-unsur kebahasaan yang ada dalam komunikasi. Untuk itu, setelah
mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian fonem, alofon, grafem, gugus, diftong, morf,
alomorf, morfem, kata majemuk, frasa, dan idiom bahasa Indonesa
2. Mengidentifikasi fonem-fonem yang benar dan yang salah;
3. Menjelaskan sistem fonologi (fonem, alofon, grafem)
4. Menjelaskan sistem morfologi (morf, alomof, morfem);
5. Membedakan kajian masing-masing unsur kebahasaan yang ada dalam
bahasa Indonesia;
A. Pendahuluan
Pembagian kajian pada tata bahasa deskriptif dapat dilihat dari dua tataran
(level). Tataran tersebut adalah tataran bunyi dan gramatika. Bidan yang mengkaji
tataran bunyi adalah fonologi, sedangkan bidang yang mengkaji gramatika meliputi
morfologi, sintaksis, dan analisis wacana. Kajian gramatika Tagmemik, menunjukan
bahwa masih ada satuan yang lebih besar dari satuan kalimat yaitu gugus kalimat,
paragraf, dan wacana. Sehubungan dengan itu, Kridalaksana (1982) membedakan
delapan satuan gramatika, yakni (1) morfem, (2) kata, (3) frase , (4) klausa, 5)
kalimat, (6) gugus kalimat, (7) paragraf, dan (8) wacana. Dengan mempertimbangkan
satuan bunyi, maka satuan-satuan bahasa yang dimaksudkan mencakup (1) fon dan
fonem, (2) morf dan morfem, (3) kata, (4) frase, (5) klausa, (6) kalimat, (7) gugus
kalimat, (8) paragraf, dan (9) wacana.
Uraian di atas memberikan petunjuk satuan-satuan bahasa (linguistik unit) yang
merupakan komponen pembentuk bahasa. Penjelasan yang lebih terperinci dari
satuan-satuan bahasa diuraikan sebagai berikut.
Pengantar Bahasa Indonesia 57
c. Penambahan fonem
Penambahan fonem terbagi atas:
1) Protesis atau penambahan fonem di depan
Contoh: mas, lang, sa menjadi emas, elang, esa
jati menjadi sejati
2) Epentesis atau penambahan fonem di tengah
Contoh: kapak menjadi kampak
sajak menjadi sanjak
3) Paragong atau penambahan fonem di belakang
Contoh: ina menjadi inang
sila menjadi silah (pada kata di persilahkan)
d. Penghilangan fonem
Penghilangan fonem terbagi atas:
1) Aparesis adalah penglihatan foem pada awal kata
Contoh: umundur menjadi mundur
stani menjadi tani
Pengantar Bahasa Indonesia 58
2. Alofon
Menurut Alwi, dkk. (1993: 27) alofon adalah variasi suatu fonem yang tidak
membedakan bentuk dan arti kata. Alofon dituliskan di antara dua kurung siku [...].
Alofon dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (1) alofon vokal dan (2) alofon
konsonan. Alofon vokal, misalnya, fonem /i/ mempunyai dua alofon, yaitu [i] dan
[I]. Fonem /i/ dilafalkan [i] jika terdapat pada suku kata buka, atau suku kata tutup
yang berakhir dengan fonem /m/, /n/, atau /ŋ/ dan juga mendapat tekanan yang lebih
berat daripada suku kata lain.
Contoh: Suku buka: gi-gi [gigi]
Suku tutup: sim-pang [simpaŋ]
3. Grafem
Grafem adalah gabungan huruf sebagai satuan lambang fonem dalam sistem
ejaan. Pada kata kalah yang terdiri dari lima huruf, k,a,l,a, dan h, masing-masing
huruf merupakan grafem, yakni [k], [a], [l], [a], dan [h] dan masing masing grapem
melambangkan fonem yang berbeda yakni /k/, /a/, /l/, /a/, dan /h/. Berbeda dengan
kata kalang yang terdiri dari enam huruf dan lima grafem yakni [k], [a], [l], [a], [ng],
dan memiliki lima fonem yaitu /k/, /a/, /l/, /a/, dan /ng/.
C. Gugus dan Diftong
1. Gugus
Gugus adalah gabungan dua konsonan, atau lebih, yang termasuk dalam satu
suku kata yang sama. Misalnya, /kl/ dalam kata /klinik/ karena dipisahkan suku
katanya menjadi /kli-nik/. Sebaliknya, /kl/ dalam kata /maklum/ bukanlah gugus
karena pemisahan suku katanya adalah /mak-lum/.
2. Diftong
Diftong juga merupakan gabungan bunyi dalam satu suku kata, tetapi yang
digabungkan ialah vokal yang diikuti oleh bunyi konsonan luncuran w atau y karena
diftong bukanlah gabungan dua bunyi vokal. Istilah semi vokal yang kadang-kadang
dipakai untuk w dan y sudah menunjukkan bahwa keduanya bukan vokal. Misalnya,
/kalau/ dan /baŋau/ dalam kata (kalau dan bangau) karena kalau dipisahkan suku
katanya menjadi /ka-law/ dan /ba-ŋaw/. Sebaliknya, /au/ pada kata /mau/ bukanlah
diftong karena kalau dipisahkan suku katanya menjadi /ma-u/.
Pengantar Bahasa Indonesia 59
a. Macam-macam diftong
Diftong dalam bahasa Indonesia terbagi atas tiga yaitu diftong ai, au, oi.
Berdasarkan posisi penggunaannya dalam kata dapat dilihat Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Diftong Bahasa Indonesia
Contoh pemakaian
Huruf
di depan di tengah di belakang
Ai ain Syaitan pantai
au autentik Saudara kemarau
oi - boikot amboi
b. Macam-macam diftong
1) Moniftongisasi adalah proses perubahan diftong menjadi suatu bunyi.
Misalnya: ramai menjadi rame
2) Diftongisasi adalah proses perubahan satu bunyi tunggal (monoftong)
menjadi diftong. Misalnya: sentosa menjadi sentausa.
2. Alomorf
Alomorf adalah anggota suatu morfem yang sama, yang variasi bentuknya
disebabkan pengaruh lingkungan dimasukinya (morfem me- mempunyai alomorf
mem-, men-, meng-, meny-). Contoh buat menjadi me(m)+buat, susul menjadi
me(ny)usul, sapu menjadi me(ny)apu.
3. Morfem
Morfem adalah satuan bentuk terkecil yang dapat membedakan makna dan atau
mempunyai makna.
a. Klasifikasi morfem
Morfem dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
1. Morfem bebas artinya dalam penggunaannya dapat berdiri sendiri.
Contoh: cangkul, pergi, dan baru.
2. Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri atau dengan
dalam penggunaannya melekat pada bentuk lain.
Pengantar Bahasa Indonesia 60
Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa jenis morfem terikat yang masing-
masing mempunyai karakteristik sendiri, morfem-morfem terikat tersebut adalah:
a) Afiks
Menurut Harimurti Kridalaksana, afiks ialah bentuk terikat yang bila
ditambahkan pada bentuk lain akan mengubah makna gramatikalnya
(Kridalaksana, 1982:2). Sejalan dengan pendapat tersebut Ramlan (1985:50)
mengemukakan bahwa afiks adalah suatu satuan gramatik terikat dalam suatu
kata. Afiks merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang
memiliki kesanggupan untuk melekat pada satuan-satuan lain untuk
membentuk kata atau pokok kata baru.
Berdasarkan definisi di atas, dapat dikemukakan ciri-ciri afiks yaitu:
1) tidak memiliki makna leksikal;
2) bermakna gramatikal;
3) merupakan bentuk terikat;
4) mempunyai kesanggupan untuk melekat pada bentuk lain;
5) tidak dapat menjadi bentuk dasar.
Afiks atau imbuhan adalah bentuk terikat yang melekat pada kata. Afiks
dapat dikelompokkan menjadi: (1) prefiks, (2) infiks, (3) sufiks, dan (4)
konfiks. Prefiks atau awalan adalah bentuk terikat yang melekat di depan kata.
Misalnya, ber- pada kata sepeda menjadi bersepeda, per-, pada kata lebar
menjadi perlebar, dan sebagainya. Infiks adalah imbuhan yang diselipkan di
tengah kata. Misalnya, el pada kata getar menjadi geletar. Sufiks atau akhiran
adalah bentuk terikat yang melekat di belakang kata. Misalnya, -kan pada kata
letak menjadi letakkan. Konfiks adalah gabungan antara awalan dan akhiran.
Misalnya, ber- -an pada kata halang menjadi berhalangan.
b) Klilik
Klitik ialah bentuk terikat yang secara fonologis tidak mempunyai tekanan
sendiri dan yang tidak dianggap morfem terikat karena dapat mengisis gatra
pada tingkat frase atau klausa, tetapi tidak mempunyai ciri-ciri kata karena tidak
dapat berlaku sebagai bentuk bebas (Kridalaksana, 1982:87). Dengan lebih
sederhana, Ramlan (1985: 27) menjelaskan bahwa klitik ialah satuan-satuan
yang secara gramatik tidak mempunyai kebebasan tetapi memiliki arti leksikal.
Klitik dapat dibedakan dari satuan-satuan lain dengan memperhatikan ciri-
cirinya, yaitu:
1) memiliki makna leksikal yang sama dengan kata ganti;
2) tidak sama dengan kata karena tidak dapat berlaku sebagai bentuk
bebas;
3) tidak dapat dijadikan dasar dalam proses afiksasi:
Pengantar Bahasa Indonesia 61
1. Kata majemuk
a. Pengertian Kata Majemuk
Kata majemuk adalah gabungan morfem yang dapat menimbulkan pengertian
atau makna baru.
b. Ciri-ciri Kata Majemuk
Bentuk gabungan kata yang terjadi memiliki ciri-ciri kata sebagai berikut:
1. tidak dapat disisipi bentuk lain di antara unsur-unsurnya seperti kata
sambung yang atau dan,
2. memiliki unsur pusat atau sama bagiannya,
3. tidak dapat dipertukarkan letak unsur-unsur pembentuknya, dan
4. jika mendapat afiks untuk semua unsur pembentuknya.
c. Jenis-jenis kata majemuk
a) Kata majemuk berpusat (mempunyai inti) ialah bentuk kata yang unsur-
unsurnya mempunyai kedudukan yang tidak sederajat, tidak sejajar dan
salah satu bagiannya memberikan penjelasan kepada bagian yang lain. Kata
majemuk ini dalam bahasa Sansekerta dinamakan tatpurusa, bersifat
endosentris, dan dapat dibedakan menjadi:
a) Kata majemuk berpusat dengan pola DM
Contoh: Rumah Sakit
b) Kata majemuk berpusat dengan pola MD
Contoh: Bulat Telur
b) Kata majemuk setara (tidak mempunyai inti) ialah bentuk kata yang unsur-
unsurnya mempunyai kedudukan yang sama, sederajat. Kata majemuk ini
dalam bahasa Sangsekerta dinamakan dwndwa, bersifat kompulatif
eksosentris, dan dapat dibedakan menjadi:
a) Kata majemuk sederajat
Contoh: kaki tangan, merah puti
b) Kata majemuk yang bersinonim
Contoh: kaya raya
c) Kata majemuk yang berlawanan
Contoh: siang malam
c) Kata majemuk unik adalah bentuk kata hasil penggabungan dua kata/lebih
yang salah satu unsur atau salah satu katanya bersifat unik, harus
berpasangan dengan kata tertentu dan kata tersebut tidak dapat bersiri
sendiri.
Contoh: Tua Rentah
Muda belia
Pengantar Bahasa Indonesia 63
2. Frase
Defenisi frasa berdasrkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah gabungan dua
kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif. Ramlan mengemukakan bahwa frase
adalah kelompok kata yang tidak melebihi satu batas fungsi unsur klausa. Maksudnya
adalah frasa itu selalu terdapat dalam suatu unsur klausa, yaitu S, P, O, Pelengkap,
atau keterangan.
Contoh: akan pergi
Di halaman sekolah
3. Idiom
Definisi idiom menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah (a) bentuk bahasa
berupa gabungan kata yang makna katanya tidak dapat dijabarkan dari makna unsur
gabungan; (b) kebiasaan khusus dalam suatu bahasa.
Dalam bahasa Indonesia, idiom dibagi atas beberapa jenis sebagai berikut:
a. Idiom dengan menyebutkan bagian tubuh
Contoh: kepala dingin pikiran yang tenag
b. Idiom yang berhubungan dengan idra
Contoh: muka masam murung
c. Idiom dengan nama warna
Contoh: meja hikau pengadilan
d. Idiom dengan benda-benda alam
Contoh: salah air salah didik
e. Idiom dengan nama binatang
Contoh: berotak udang bodoh
f. Idiom dengan nama bagian tumbuh-tumbuhan
Contoh: buah pena karangan
g. Idiom dengan nama bagian tumbuh-tumbuhan
Contoh:tiada duanya tiada bandingannya
Persamaan dan perbedaan antara kata majemuk, frasa, dan idiom, jelaslah bahwa
ketiganya merupakan bentuk yang berbeda di samping ada kesamaannya.
Persamaannya adalah unsur pembentuknya lebih dari satu, paling tidak terdiri atas
dua morfem atau dua kata. Perbedaannya adalah segi tatarannya. Kata majemuk ada
dalam tataran morfologi, frasa ada dalam tataran sintaksis, sedangkan idiom ada
dalam tataran semantik. Tinjauan untuk kata majemuk dan frasa biasanya berdasarkan
hubungan struktur unsur-unsur pembentuknya. Jika hubungan antara unsur-unsurnya
itu rapat, maka gabungan tersebut kita sebut kata majemuk. Jika hubungalnya
renggang, gabungan tersebut disebut frasa. Bagaimana dengan idiom? Jika gabungan
unsur-unsurnya itu membentuk arti baru, maka kita sebut idiom. Jika kita meninjau
kata majemuk dari segi makna, bisa jadi kata majemuk dengan idiom itu bentuk yang
Pengantar Bahasa Indonesia 64
sama. Dengan demikian ada kata majemuk yang termasuk idiom. Pada bahasan ini,
kata majemuk tidak ditinjau dari segi makna. Karena tatarannya berbeda, maka kata
majemuk dengan idiom itu tidak sama.
Berikut ini contoh dari ketiga bentuk tersebut.
Kata Majemuk Idiom Frasa FRASA
LATIHAN BAB IV