Anda di halaman 1dari 10

Pengantar Bahasa Indonesia 56

BAB IV
SATUAN-SATUAN BAHASA

L
inguistik memiliki satuan-satuan yang memberikan kontribusi terhadap
proses penciptaan makna. Pembagian satuan-satuan tersebut dapat
diklasifikasikan mulai dari yang terkecil sampai yang terlengkap. Dalam Bab
ini satuan-satuan yang akan dibahas lebih difokuskan pada fonem, alofon,
grafem, gugus, diftong, morf, alomorf, morfem, kata majemuk, frasa, dan idiom.
Beberapa satuan tersebut merupakan unsur pembentuk kata dan kalimat sehingga
terjadi komunikasi. Jadi, unsur yang akan dibahas dalam bab ini dapat dikatakan
satuan yang belum menjadi kata/kalimat yang berperan aktif yang dapat
mempengaruhi komunikasi. Karena bentuknya yang hanya bersifat unsur bahasa
maka, mahasiswa diharapkan dapat membedakan antara satu satuan dengan satuan
yang lain. Tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran ini agar mahasiswa dapat
mengetahui unsur-unsur terdapat dalam bahasa yang dapat mempengaruhi
penafsiran/makna dalam suatu komunikasi.
Dari uraian di atas, jelas betapa pentingnya bagi mahasiswa untuk memahami
fosisi unsur-unsur kebahasaan yang ada dalam komunikasi. Untuk itu, setelah
mempelajari pokok bahasan ini, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian fonem, alofon, grafem, gugus, diftong, morf,
alomorf, morfem, kata majemuk, frasa, dan idiom bahasa Indonesa
2. Mengidentifikasi fonem-fonem yang benar dan yang salah;
3. Menjelaskan sistem fonologi (fonem, alofon, grafem)
4. Menjelaskan sistem morfologi (morf, alomof, morfem);
5. Membedakan kajian masing-masing unsur kebahasaan yang ada dalam
bahasa Indonesia;

A. Pendahuluan
Pembagian kajian pada tata bahasa deskriptif dapat dilihat dari dua tataran
(level). Tataran tersebut adalah tataran bunyi dan gramatika. Bidan yang mengkaji
tataran bunyi adalah fonologi, sedangkan bidang yang mengkaji gramatika meliputi
morfologi, sintaksis, dan analisis wacana. Kajian gramatika Tagmemik, menunjukan
bahwa masih ada satuan yang lebih besar dari satuan kalimat yaitu gugus kalimat,
paragraf, dan wacana. Sehubungan dengan itu, Kridalaksana (1982) membedakan
delapan satuan gramatika, yakni (1) morfem, (2) kata, (3) frase , (4) klausa, 5)
kalimat, (6) gugus kalimat, (7) paragraf, dan (8) wacana. Dengan mempertimbangkan
satuan bunyi, maka satuan-satuan bahasa yang dimaksudkan mencakup (1) fon dan
fonem, (2) morf dan morfem, (3) kata, (4) frase, (5) klausa, (6) kalimat, (7) gugus
kalimat, (8) paragraf, dan (9) wacana.
Uraian di atas memberikan petunjuk satuan-satuan bahasa (linguistik unit) yang
merupakan komponen pembentuk bahasa. Penjelasan yang lebih terperinci dari
satuan-satuan bahasa diuraikan sebagai berikut.
Pengantar Bahasa Indonesia 57

B. Fonem, Alofon, dan Grafem


1. Fonem
a. Pengertian ponem
Fonem (phonem) adalah satuan bunyi terkecil yang mampu menunjukkan
kontras makna, misalnya, /h/ adalah fonem karena membedakan makna kata
harus dan arus (Kridalaksana, 2001: 55-56).
Finoza (2005: 61) mengemukakan bahwa fonem adalah bunyi terkecil yang
dapat membedakan arti. Selanjutnya, dikatakan bahwa fonem adalah bunyi dari
huruf, dan huruf adalah lambang dari bunyi.
b. Pembagian fonem dalam bahasa Indonesia
Setiap bahasa memiliki tatafonem yang berbeda. Misalnya, bahasa Arab
tidak mengenal fonem /p/ yang ada fonem /f/. Bahasa Jepang tidak mengenal
fonem /l/, sedangkan bahasa Cina tidak mengenal fonem /r/. Bahasa Indonesia
memiliki penglasifikasian fonem sebagai berikut:
1) Bunyi vokal adalah bunyi bahasa yang terjadi karena arus udara tidak
mengalami hambatan, pada bunyi (a, e, i, u, o).
Catatan: * Dalam kaitannya pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda
aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
Contoh: Murid-murid duduk di t[e]ras.
Para pejabat t[e]ras dianjurkan mengikuti upacara.
2) Diftong adalah dua fonem atau vokal yang dalam bahasa tulis diucapkan
serentak. Diftong dalam bahasa Indonesia mencakup: ai, au, dan oi.
3) Bunyi Konsonan adalah bunyi bahasa yang terjadi karena arus udara
mengalami hambatan, pada bunyi (b,c,d…).

c. Penambahan fonem
Penambahan fonem terbagi atas:
1) Protesis atau penambahan fonem di depan
Contoh: mas, lang, sa menjadi emas, elang, esa
jati menjadi sejati
2) Epentesis atau penambahan fonem di tengah
Contoh: kapak menjadi kampak
sajak menjadi sanjak
3) Paragong atau penambahan fonem di belakang
Contoh: ina menjadi inang
sila menjadi silah (pada kata di persilahkan)

d. Penghilangan fonem
Penghilangan fonem terbagi atas:
1) Aparesis adalah penglihatan foem pada awal kata
Contoh: umundur menjadi mundur
stani menjadi tani
Pengantar Bahasa Indonesia 58

2) Sinkop adalah penglihatan foem pada tengah kata


Contoh: bahasa menjadi basah
sahaya menjadi saya
3) Apokop adalah penglihatan foem pada awal kata
Contoh: import menjadi infor
kontakt menjadi kontak

2. Alofon
Menurut Alwi, dkk. (1993: 27) alofon adalah variasi suatu fonem yang tidak
membedakan bentuk dan arti kata. Alofon dituliskan di antara dua kurung siku [...].
Alofon dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (1) alofon vokal dan (2) alofon
konsonan. Alofon vokal, misalnya, fonem /i/ mempunyai dua alofon, yaitu [i] dan
[I]. Fonem /i/ dilafalkan [i] jika terdapat pada suku kata buka, atau suku kata tutup
yang berakhir dengan fonem /m/, /n/, atau /ŋ/ dan juga mendapat tekanan yang lebih
berat daripada suku kata lain.
Contoh: Suku buka: gi-gi [gigi]
Suku tutup: sim-pang [simpaŋ]

3. Grafem
Grafem adalah gabungan huruf sebagai satuan lambang fonem dalam sistem
ejaan. Pada kata kalah yang terdiri dari lima huruf, k,a,l,a, dan h, masing-masing
huruf merupakan grafem, yakni [k], [a], [l], [a], dan [h] dan masing masing grapem
melambangkan fonem yang berbeda yakni /k/, /a/, /l/, /a/, dan /h/. Berbeda dengan
kata kalang yang terdiri dari enam huruf dan lima grafem yakni [k], [a], [l], [a], [ng],
dan memiliki lima fonem yaitu /k/, /a/, /l/, /a/, dan /ng/.
C. Gugus dan Diftong
1. Gugus
Gugus adalah gabungan dua konsonan, atau lebih, yang termasuk dalam satu
suku kata yang sama. Misalnya, /kl/ dalam kata /klinik/ karena dipisahkan suku
katanya menjadi /kli-nik/. Sebaliknya, /kl/ dalam kata /maklum/ bukanlah gugus
karena pemisahan suku katanya adalah /mak-lum/.
2. Diftong
Diftong juga merupakan gabungan bunyi dalam satu suku kata, tetapi yang
digabungkan ialah vokal yang diikuti oleh bunyi konsonan luncuran w atau y karena
diftong bukanlah gabungan dua bunyi vokal. Istilah semi vokal yang kadang-kadang
dipakai untuk w dan y sudah menunjukkan bahwa keduanya bukan vokal. Misalnya,
/kalau/ dan /baŋau/ dalam kata (kalau dan bangau) karena kalau dipisahkan suku
katanya menjadi /ka-law/ dan /ba-ŋaw/. Sebaliknya, /au/ pada kata /mau/ bukanlah
diftong karena kalau dipisahkan suku katanya menjadi /ma-u/.
Pengantar Bahasa Indonesia 59

a. Macam-macam diftong
Diftong dalam bahasa Indonesia terbagi atas tiga yaitu diftong ai, au, oi.
Berdasarkan posisi penggunaannya dalam kata dapat dilihat Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Diftong Bahasa Indonesia
Contoh pemakaian
Huruf
di depan di tengah di belakang
Ai ain Syaitan pantai
au autentik Saudara kemarau
oi - boikot amboi

b. Macam-macam diftong
1) Moniftongisasi adalah proses perubahan diftong menjadi suatu bunyi.
Misalnya: ramai menjadi rame
2) Diftongisasi adalah proses perubahan satu bunyi tunggal (monoftong)
menjadi diftong. Misalnya: sentosa menjadi sentausa.

D. Morf, Alomorf, dan Morfem


1. Morf
Morf adalah asosiasi fonem dengan suatu makna. Contohnya: morf (pembentuk)
me menjadi men-, meng-, meny-, mem-. Perubahan tersebut menjadi beberapa bagian
merupakan variasi dari alomorf . Contoh penggunaan morf tanpa terjadinya
perubahan alomorf yaitu melacak dan melihat.

2. Alomorf
Alomorf adalah anggota suatu morfem yang sama, yang variasi bentuknya
disebabkan pengaruh lingkungan dimasukinya (morfem me- mempunyai alomorf
mem-, men-, meng-, meny-). Contoh buat menjadi me(m)+buat, susul menjadi
me(ny)usul, sapu menjadi me(ny)apu.

3. Morfem
Morfem adalah satuan bentuk terkecil yang dapat membedakan makna dan atau
mempunyai makna.
a. Klasifikasi morfem
Morfem dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
1. Morfem bebas artinya dalam penggunaannya dapat berdiri sendiri.
Contoh: cangkul, pergi, dan baru.
2. Morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri atau dengan
dalam penggunaannya melekat pada bentuk lain.
Pengantar Bahasa Indonesia 60

Dalam bahasa Indonesia terdapat beberapa jenis morfem terikat yang masing-
masing mempunyai karakteristik sendiri, morfem-morfem terikat tersebut adalah:
a) Afiks
Menurut Harimurti Kridalaksana, afiks ialah bentuk terikat yang bila
ditambahkan pada bentuk lain akan mengubah makna gramatikalnya
(Kridalaksana, 1982:2). Sejalan dengan pendapat tersebut Ramlan (1985:50)
mengemukakan bahwa afiks adalah suatu satuan gramatik terikat dalam suatu
kata. Afiks merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang
memiliki kesanggupan untuk melekat pada satuan-satuan lain untuk
membentuk kata atau pokok kata baru.
Berdasarkan definisi di atas, dapat dikemukakan ciri-ciri afiks yaitu:
1) tidak memiliki makna leksikal;
2) bermakna gramatikal;
3) merupakan bentuk terikat;
4) mempunyai kesanggupan untuk melekat pada bentuk lain;
5) tidak dapat menjadi bentuk dasar.
Afiks atau imbuhan adalah bentuk terikat yang melekat pada kata. Afiks
dapat dikelompokkan menjadi: (1) prefiks, (2) infiks, (3) sufiks, dan (4)
konfiks. Prefiks atau awalan adalah bentuk terikat yang melekat di depan kata.
Misalnya, ber- pada kata sepeda menjadi bersepeda, per-, pada kata lebar
menjadi perlebar, dan sebagainya. Infiks adalah imbuhan yang diselipkan di
tengah kata. Misalnya, el pada kata getar menjadi geletar. Sufiks atau akhiran
adalah bentuk terikat yang melekat di belakang kata. Misalnya, -kan pada kata
letak menjadi letakkan. Konfiks adalah gabungan antara awalan dan akhiran.
Misalnya, ber- -an pada kata halang menjadi berhalangan.

b) Klilik
Klitik ialah bentuk terikat yang secara fonologis tidak mempunyai tekanan
sendiri dan yang tidak dianggap morfem terikat karena dapat mengisis gatra
pada tingkat frase atau klausa, tetapi tidak mempunyai ciri-ciri kata karena tidak
dapat berlaku sebagai bentuk bebas (Kridalaksana, 1982:87). Dengan lebih
sederhana, Ramlan (1985: 27) menjelaskan bahwa klitik ialah satuan-satuan
yang secara gramatik tidak mempunyai kebebasan tetapi memiliki arti leksikal.
Klitik dapat dibedakan dari satuan-satuan lain dengan memperhatikan ciri-
cirinya, yaitu:
1) memiliki makna leksikal yang sama dengan kata ganti;
2) tidak sama dengan kata karena tidak dapat berlaku sebagai bentuk
bebas;
3) tidak dapat dijadikan dasar dalam proses afiksasi:
Pengantar Bahasa Indonesia 61

Untuk memperjelas uraian tentang klitik tersebut, marilah kita perhatikan


contoh-contohnya dalam konteks kalima berikut.
1) Buku ini kubeli untukmu.
2) Aku membeli buku ini untukmu.
3) Kamu menerimanya dengan senang hati.
Kalimat (1) mengandung dua klitik, yaitu ku pada kubeli dan mu pada
untukmu. Baik klitik ku mal1pun mu ternyata mempunyai makna leksikal yang
sarna dengan kata ganti. Klitik ku sama dengan aku dan mu sama dengan kamu.
Kalimat (2) mengandung satu klitik, yaitu mu pada untukmu dan kalimat
(3) mengandung satu kutik pula, yaitu nya pada menerimanya.
Dari contoh-contoh klitik pada ketiga kalimat di atas, ternyata bahwa klitik
tidak dapat berlaku sebagai bentuk bebas dan selalu muncul berangkai dengan
satuan lain, misalnya kita lihat pada bentuk kubeli, untukmu, dan menerimanya.
Ciri lain dari klitik adalah tidak dapat dilekati afiks. Kita tidak pernah
menemukart satuan mu, ku, dan nya yang dilekati afiks.
c) Pokok Kata
Pokok kata merupakan satuan gramatik yang sangat mirip dengan kata,
karena memiliki makna leksikal dan dapat dijadikan bentuk dasar, tetapi tidak
dapat disebut sebagai kata karena termasuk morfem terikat.
Apabila telah dilekati afiks atau digabungkan dengan satuan lain yang
cocok, maka akan terbentuk sebuah kata. Oleh karena itu, Ramlan menyebutnya
sebagai pokok kata (bakal kata).
Misalnya: ber- + juang
per-an + juang
daya + juang
Meskipun memiliki makna leksikal dan dapat dijadikan dasar
pembentukan, tetapi satuan satuan tidak dapat disebut kata karena sifatnya yang
terikat. Satuan juang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa. Untuk
dapat hadir dalam sebuah tuturan, juang harus disertai satuan lain. Jadi,
kehadirannya dalam suatu tuturan terikat pada satuan lain, terikat pada ber-
seperti pada kata berjuang, terikat dengan per-an seperti pada kata perjuangan,
dan terikat pada daya seperti pada kata majemuk dayajuang.
d) Partikel
Partikel ialah bentuk yang biasanya tidak dapat diderivasikan atau
diinfleksikan, yang mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung
makna leksikal; misalnya preposisi seperti di, dari; konjungsi seperti dan, atau,
dan berbagai partikel lain, seperti -lah, -kah, tah, dan pun.

E. Kata Majemuk, Frasa, dan Idiom


Bentuk kata majemuk, frasa, dan idiom ini hampir sama. Ketiganya sama-sama
terdiri atas kelompok kata, artinya unsur-unsur pembentuknya lebih dari satu. Yang
menjadi permasalahan kita, adakah perbedaan bahkan kesamaan dari ketiga bentuk
tersebut? Uraian lebih jelas dapat dilihat sebagai berikut:
Pengantar Bahasa Indonesia 62

1. Kata majemuk
a. Pengertian Kata Majemuk
Kata majemuk adalah gabungan morfem yang dapat menimbulkan pengertian
atau makna baru.
b. Ciri-ciri Kata Majemuk
Bentuk gabungan kata yang terjadi memiliki ciri-ciri kata sebagai berikut:
1. tidak dapat disisipi bentuk lain di antara unsur-unsurnya seperti kata
sambung yang atau dan,
2. memiliki unsur pusat atau sama bagiannya,
3. tidak dapat dipertukarkan letak unsur-unsur pembentuknya, dan
4. jika mendapat afiks untuk semua unsur pembentuknya.
c. Jenis-jenis kata majemuk
a) Kata majemuk berpusat (mempunyai inti) ialah bentuk kata yang unsur-
unsurnya mempunyai kedudukan yang tidak sederajat, tidak sejajar dan
salah satu bagiannya memberikan penjelasan kepada bagian yang lain. Kata
majemuk ini dalam bahasa Sansekerta dinamakan tatpurusa, bersifat
endosentris, dan dapat dibedakan menjadi:
a) Kata majemuk berpusat dengan pola DM
Contoh: Rumah Sakit
b) Kata majemuk berpusat dengan pola MD
Contoh: Bulat Telur
b) Kata majemuk setara (tidak mempunyai inti) ialah bentuk kata yang unsur-
unsurnya mempunyai kedudukan yang sama, sederajat. Kata majemuk ini
dalam bahasa Sangsekerta dinamakan dwndwa, bersifat kompulatif
eksosentris, dan dapat dibedakan menjadi:
a) Kata majemuk sederajat
Contoh: kaki tangan, merah puti
b) Kata majemuk yang bersinonim
Contoh: kaya raya
c) Kata majemuk yang berlawanan
Contoh: siang malam
c) Kata majemuk unik adalah bentuk kata hasil penggabungan dua kata/lebih
yang salah satu unsur atau salah satu katanya bersifat unik, harus
berpasangan dengan kata tertentu dan kata tersebut tidak dapat bersiri
sendiri.
Contoh: Tua Rentah
Muda belia
Pengantar Bahasa Indonesia 63

2. Frase
Defenisi frasa berdasrkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah gabungan dua
kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif. Ramlan mengemukakan bahwa frase
adalah kelompok kata yang tidak melebihi satu batas fungsi unsur klausa. Maksudnya
adalah frasa itu selalu terdapat dalam suatu unsur klausa, yaitu S, P, O, Pelengkap,
atau keterangan.
Contoh: akan pergi
Di halaman sekolah
3. Idiom
Definisi idiom menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah (a) bentuk bahasa
berupa gabungan kata yang makna katanya tidak dapat dijabarkan dari makna unsur
gabungan; (b) kebiasaan khusus dalam suatu bahasa.
Dalam bahasa Indonesia, idiom dibagi atas beberapa jenis sebagai berikut:
a. Idiom dengan menyebutkan bagian tubuh
Contoh: kepala dingin pikiran yang tenag
b. Idiom yang berhubungan dengan idra
Contoh: muka masam murung
c. Idiom dengan nama warna
Contoh: meja hikau pengadilan
d. Idiom dengan benda-benda alam
Contoh: salah air salah didik
e. Idiom dengan nama binatang
Contoh: berotak udang bodoh
f. Idiom dengan nama bagian tumbuh-tumbuhan
Contoh: buah pena karangan
g. Idiom dengan nama bagian tumbuh-tumbuhan
Contoh:tiada duanya tiada bandingannya

Persamaan dan perbedaan antara kata majemuk, frasa, dan idiom, jelaslah bahwa
ketiganya merupakan bentuk yang berbeda di samping ada kesamaannya.
Persamaannya adalah unsur pembentuknya lebih dari satu, paling tidak terdiri atas
dua morfem atau dua kata. Perbedaannya adalah segi tatarannya. Kata majemuk ada
dalam tataran morfologi, frasa ada dalam tataran sintaksis, sedangkan idiom ada
dalam tataran semantik. Tinjauan untuk kata majemuk dan frasa biasanya berdasarkan
hubungan struktur unsur-unsur pembentuknya. Jika hubungan antara unsur-unsurnya
itu rapat, maka gabungan tersebut kita sebut kata majemuk. Jika hubungalnya
renggang, gabungan tersebut disebut frasa. Bagaimana dengan idiom? Jika gabungan
unsur-unsurnya itu membentuk arti baru, maka kita sebut idiom. Jika kita meninjau
kata majemuk dari segi makna, bisa jadi kata majemuk dengan idiom itu bentuk yang
Pengantar Bahasa Indonesia 64

sama. Dengan demikian ada kata majemuk yang termasuk idiom. Pada bahasan ini,
kata majemuk tidak ditinjau dari segi makna. Karena tatarannya berbeda, maka kata
majemuk dengan idiom itu tidak sama.
Berikut ini contoh dari ketiga bentuk tersebut.
Kata Majemuk Idiom Frasa FRASA

panjang tangan panjang tangan tangan panjang


mata keranjang mata keranjang mata hitam
hidung belang hidung belang hidung mancung
pasukan tempur - pasukan saya
kolam renang - kolam kami
lomba lari - lomba itu
kedutaan besar - kedutaan itu

Berdasarkan contoh-contoh di atas, ada kelompok kata majemuk yang termasuk


idiom selama gabungan itu membentuk arti baru. Jika gabungannya tidak membentuk
arti baru tetapi sudah merupakan satu senyawa, itu kita golongkan ke dalam kata
majemuk. Contoh-contoh pada kelompok frasa mempunyai ciri bisa disisipi kata
yang atau milik.
Pengantar Bahasa Indonesia 65

LATIHAN BAB IV

Jawablah soal berikut


1. Jelaskan perbedaan fonem, alofon dan grafem!
2. Uraikan pembagian fonem resmi bahasa Indonesia
3. Apa pungsi fonem dalam dalam bahasa, jelaskan!
4. Jelaskan perbedaan morf, alomorf, dan morfem!
5. Jelaskan pengerian diftong dan berikan contoh berdasarkan pembagian menurut
posisi awal, tengah, dan akhir!
6. Uraikan penglasifikasian morfem yang ada dalam bahasa Indonesia!
7. ”Rumahnya yang baru itu telah dijualnya”. Uraikan ada berapa morfem pada
kalimat tersebut!
8. Kata majemuk dapat dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian. Uraikan
dan berikan contoh berdasrkan pengklasifikasiannya!
9. Jelaskan pengertian frase
10. Dalam bahasa Indonesia, idiom dibagi atas beberapa jenis. Jelaskan beserta
dengan contoh!

Anda mungkin juga menyukai