Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH MORFOLOGI

“(Morfem, Alomorf, Kata, dan Proses Morfemis)”


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

PENGANTAR LINGUISTIK

Dosen pengampu:

Dr Iwan Marwan,, M. Hum

Anggota kelompok:

1. Asti Prahayu Ningsih (23207070)


2. Lutfia Luluk Masrurin (23207075)

Program Studi Tadris Bahasa Indonesia


Fakultas Tarbiyah
Institut Agama Islam Negeri Kediri
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah, senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Pengantar Linguistik, dengan judul “Morfologi”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik dan membangun dari berbagai
pihak. Artinya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Kediri, 8 Oktober 2023

Tim penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB I PETA KONSEP ............................................................................................................. 4
BAB II RINGKASAN MATERI ............................................................................................... 5
1. Morfologi ........................................................................................................................... 5
1.1 Ruang lingkup morfologi.............................................................................................. 6
1.2 Wujud morfem .............................................................................................................. 7
1.3 Proses morfemis ........................................................................................................... 7
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................................... 10
BAB IV DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 11

3
BAB I

PETA KONSEP

4
BAB II

RINGKASAN MATERI

1. Morfologi
Morfologi adalah ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk kata serta fungsi
perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatikal maupun fungsi semantik
(Ramlan, 1987:21). Morfologi adalah bidang Linguistik yang mempelajari morfem
dan kombinasi-kombinasinya; bagian struktur bahasa yang mencakup kata dan
bagian-bagian kata yakni morfem (Kridalaksana 1993:5). Morfologi adalah bagian
dari tatabahasa yang membicarakan bentuk kata (Keraf, 1984:51). Morfologi adalah
struktur kata suatu bahasa atau cabang linguistik yang mempelajari struktur kata
suatu bahasa (Trask, 2007:178; Crystal, 2008: 314). Definisi itu didasarkan pada
anggapan bahwa kata-kata secara khas memiliki struktur internal yang terdiri atas
unit-unit yang lebih kecil yang menjadi unsur pembangunnya, yang biasa disebut
dengan istilah morfem. Melalui pendapat itu, dapat dipahami bahwa morfologi, di
satu sisi, bisa dianggap sebagai bagian bahasa dan, di sisi lain, juga bisa dianggap
sebagai bagian ilmu bahasa – di samping fonologi, sintaksis, dan semantik. Sebagai
bagian bahasa, morfologi berkenaan dengan variasi bentuk kata dan kesan intuitif
pemakai atau calon pemakai bahasa terhadap ciri bentuk dan korelasinya terhadap
ciri makna kata dalam perspektif komunikatif, yaitu penciptaan (produksi) dan
pemahaman (persepsi) kata dalam pemakaian bahasa. Dengan demikian, morfologi
tidak dianggap atau tidak dilihat sebagai ilmu atau cabang ilmu bahasa. Pernyataan
orang awam (yaitu orang yang tidak mengenal ilmu bahasa) bahwa morfologi
bahasa Jawa lebih rumit daripada morfologi bahasa Indonesia atau morfologi
bahasa Indonesia lebih rumit daripada morfologi bahasa Inggris dapat dipahami
sesuai dengan anggapan pertama di atas.
Sebagai cabang ilmu bahasa, morfologi adalah salah satu bagian ilmu bahasa—
di samping fonologi, sintaksis, dan semantik—yang mengkhususkan diri untuk
mempelajari, menganalisis, atau menerangjelaskan bentuk atau struktur kata yang
menampakkan unit-unit lebih kecil yang merupakan unsur-unsur atau bagiannya.

5
Melalui studi struktur kata, morfologi bertugas untuk menjelaskan hubungan
antara perubahan bentuk kata dan perubahan makna yang biasanya terjadi secara
berulang dan sistematis yang pada umumnya juga berkorelasi dengan fungsi
sintaktis yang berbeda-beda. Sebagai cabang ilmu bahasa, morfologi berusaha
menjawab berbagai pertanyaan seputar bentuk, makna, dan fungsi kata dalam
korelasinya dengan pemakaiannya. Simpulan bahwa morfologi adalah bidang
linguistik, ilmu bahasa, bagian dari tatabahasa yang mempelajari morfem dan kata
beserta fungsi perubahan-perubahan gramatikal dan semantik-semantiknya.

1.1 Ruang lingkup morfologi


1.1.1 Morfem
Morfem adalah satuan gramatikal kecil yang mempunyai makna (Chaer,
1994:146). Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang bermakna secara
relatif stabil dan yang tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih
kecil, misalnya (ter-), (di-), 9pensil), dan lain sebagainya (Kridalaksana
1993:141). Morfem adalah kesatuan yang ikut serta dalam pembentukan kata
yang dapat dibedakan artinya (Keraf, 1984:52). Simpulan bahwa morfem
tidak lain adalah satuan bahasa atau gramatik terkecil yang bermakna, yang
dapat berupa imbuhan ataupun kata. Klasifikasi morfem sebagai berikut:
1.1.1.1 Morfem bebas, yaitu morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat
muncul dalam penuturan (dapat berdiri sendiri dan memiliki makna).
Contohnya bentuk pulang makan, rumah, bagus dan lain-lain.
1.1.1.2 Morfem terikat, yaitu morfem yang tidak mempunyai potensi berdiri
sendiri dan selalu terikat dengan morfem lain untuk membentuk
ujaran (tidak dapat berdiri sendiri dan tidak memliki makna).
Contohnya, bentuk juang, henti, gaul, dan semua bentuk afiks.
1.1.1.3 Morfem utuh, morfem yang merupakan satu kesatuan yang utuh.
Contohnya, meja, kursi, rumah henti, juang, dan sebagainya.
1.1.1.4 Morfem terbagi, yaitu morfem yang merupakan dua bagian yang
terpisah atau terbagi. Contohnya, pada kata Satuan (satu) merupakan
morfem utuh dan (ke-/-an) adalah morfem terbagi. Semua afiks dalam
bahasa indonesia termasuk morfem terbagi.

6
1.1.1.5 Morfem segmental, yaitu morfem yang dibentukoleh fonem-fonem
segmental, seperti morfem (lihat), (lah) dan semua morfem yang
berujud bunyi.
1.1.1.6 Morfem supragsegmental, yaitu morfem yang dibentuk oleh unsur-
unsur supragsegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya.
Contohnya, seperti dalam bahasa Cina, Burma, dan Tha.
1.1.1.7 Morfem berkamna leksikal, yaitu morfem-morfem yang secara inher
telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses
dengan morfem lain. Misalnya, morfem-morfem seperti (kuda),
(pergi), (lari), dan sebagainya adalah morfem bermakna leksikal.
Morfem-morfem seperti itu sudah dapat digunakan secara bebas dan
mempunyai kedudukan yang otonom dalam petuturan.
1.1.1.8 Morfem tidak bermakna leksikal, yaitu morfem-morfem yang tidak
mempunyai makna apa0apa pada dirinya sendiri sebelum bergabung
dengan morfem lainnya dalam proses morfologis. Misalnya, morfem-
morfem afiks (ber-), (me-), (ter-), dan sebagainya.

1.1.2 Alomorf
Alomorf adalah anggota morfom yang telah ditentukan posisinya.
Misalnya /ber/, /be/, dan /bel/ adalah alomorf dari ber- seperti pada
kata bernyanyi, bekerja, dan belajar, men- mempunyai alomorf meng-
, men-, mem-, meny-, dan menge-, seperti pada kata-kata mengajak,
menulis, membawa, menyapu, dan mengecat.

1.2 Wujud morfem


1.2.1 Kata
Kata adalah satuan bebas yang paling kecil setiap satuan bebas adalah kata.
Contohnya, rumah, perumahan, sekolah, mahasiswa, dan lain-lain.

1.3 Proses morfemis


Dalam beberapa bahasa di dunia, proses morfemis –meminjam istilah Kushartati
dkk– dibagi menjadi dua bentuk, yaitu infleksi dan derivasi. Infleksi mengubah
bentuk suatu kata untuk menetapkan hubungannya dengan kata-kata lain dalam
kalimat atau dalam menandai hubungan sintaktik. Sementara itu, proses derivasi
mengubah suatu kata menjadi kata baru.
7
Kata baru itu pada umumnya lain kelas atau jenisnya dengan kata yang belum
mengalami derivasi – dalam proses infleksi perubahan kelas kata itu tidak terjadi–,
(Kushartanti dkk, 2007: 152). Senada dengan pendapat tersebut, Bauer (1988:12),
dalam buku Introducing Linguistic Morphology, menyatakan bahwa proses
morfemis dibagi atas morfemis derivasional dan morfemis infleksional. Derivasi
menjadi bagian dari leksis karena menyediakan leksem- leksem baru dan infleksi
merupakan bagian dalam sintaksis karena bersifat melengkapi bentuk-bentuk
leksem.
Secara sederhana, suatu leksem dapat dibentuk menjadi sebuah kata melalui
proses morfemis. Dengan demikian, proses morfemis (morfological process) adalah
suatu proses yang mengubah leksem menjadi kata. Dapat dikatakan bahwa leksem
merupakan input (masukan/ kata dasar), dan kata merupakan output
(keluaran/hasil/turunan). Dalam beberapa istilah tentang kajian bahasa proses
morfemis juga disebut sebagai pembentukan kata. Beberapa literatur linguistik
menyebutkan bahwa proses morfemis disebut juga sebagai proses morfologis atau
proses morfologik. Proses morfemis ialah pembentukan kata dengan
menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain. Salah satu wujud dari
proses morfemis ialah penggabungan morfem dasar dengan morfem afiks. Setiap
bahasa mempunyai peranti pembentukan kata untuk mengembangkan sebuah
konsep. Dalam proses pembentukan kata, leksem sebagai unsur leksikon diolah
menjadi kata melalui proses morfemis. Sekurang-kurangnya, dalam bahasa
Indonesia terdapat sembilan jenis proses morfemis. Sembilan proses morfemis
dalam bahasa Indonesia antara lain sebagai berikut: Derivasi Zero, Afiksasi,
Reduplikasi, Komposisi, Abrevasi, Derivasi balik, Metanalisis, Analogi dan
Kombinasi Proses (Arifin dan Junaiyah, 2009: 9). Kesembilan proses morfemis itu
menjelaskan terjadinya suatu kata secara alamiah dalam bahasa Indonesia. Proses
pembentukan kata dalam bahasa Indonesia merupakan siklus leksem yang sudah
mengalami gramatikalisasi, setelah menjadi kata, dapat masuk kembali leksikon,
melalui proses leksikalisasi.

8
Lebih dari itu, frasa yang merupakan gabungan kata, bukan sekedar gabungan
leksem, melainkan bisa mengalami proses pembentukan kata. Singkatnya, proses
pembentukan kata dalam bahasa Indonesia merupakan sistem terpadu walaupun
terdapat rumpang di sana-sini.

9
BAB III

KESIMPULAN

Simpulan bahwa morfologi adalah bidang linguistik, ilmu bahasa, bagian dari
tatabahasa yang mempelajari morfem dan kata beserta fungsi perubahan-perubahan
gramatikal dan semantik-semantiknya dan morfem tidak lain adalah satuan bahasa atau
gramatik terkecil yang bermakna, yang dapat berupa imbuhan ataupun kata.

10
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.


Crystal, D. (2008). A dictionary of linguistics and phonetics (6th edition). New Jersey:
Blackwell Publishing Ltd.
Kridalaksana, Harimurti (2008). Kamus linguistik (edisi keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Keraf, Gorys. 2004. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Flores: Nusa Indah.
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.
M. Ramlan. 2009. Morfologi; Suatu Tinjauan Deskriptif Cet: 13. Yogyakarta: CV Karyono.
Kushartanti, et al. 2007. Pesona Bahasa; Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Arifin, Zainal dan Junaiyah. 2009. Morfologi: Bentuk. Makna dan Fungsi Ed. II. Cet: III.
Jakarta: Grasindo.
M. Ramlan. 2009. Morfologi; Suatu Tinjauan Deskriptif Cet: 13. Yogyakarta: CV Karyono.
Keraf, Gorys. 1989. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.

11

Anda mungkin juga menyukai