Anda di halaman 1dari 18

BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Pengantar

Pembicaraan mengenai morfologi Bahasa Indonesia sebenarnya telah banyak di lakukan


orang, baik dalam sebuah buku khusus, maupun sebagai bagian dari buku yang lebih luas,
yaitu buku tata bahasa; baik yang bersifat prekspritif maupun yang katanya bersifat
deskriptif. Namun, buku-buku itu belum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti:
1. Mengapa prefiks ber- dapat diimbuhkan, misalnya pada akar henti, sedangkan prefiks
me- tidak dapat? Secara aktual kata berhenti berterima, sedangkan kata menghenti
tidak dapat berterima.
2. Mengapa prefiks ber-, misalnya tidak dapat di imbuhkan pada akar tadi sedangkan
pada akar prefiks me- dapat? Secara aktual bentuk bertari tidak berterima sedangkan
bentuk menari berterima.
3. Mengapa prefiks ber- maupun prefik me- sama-sama dapat di imbuhkan misalnya
pada akar latih? Secara aktual kata berlatih dan melatih sama-sama berterima.
4. Mengapa baik prefiks ber- maupun prefiks me- sama-sama tidak dapat di imbuhkan,
misalnya pada akar mandi? Secara aktual kata bermandi dan memandi sama-sama
tidak berterima.
5. Mengapa afiks gabung memper-kan dapat diimbuhkan, misalnya pada akar tahan,
tetapi tidak dapat diimbuhkan misalnya pada akar panjang? Secara aktual, kata
mempertaankan berterima sedangkan kata memperpanjangkan tidak berterima.

Pertanyaan-oertanyaan ketata bahasaan itu mengenai penggunaan afiks, di dalam buku-


buku tata bahasa yang ada, jangan kan memberi arah untuk menjawabnya, terpikirkan pun
kiranta tidak, buku-buku tata bahasa yang ada, baik yang tradisional, yang struktural, dan
lainya biasanya hanya mendeskripsikanketeraturan-keteraturan ketata bahasaan yang ada, dan
tidak menjelaskan mengapa keteraturan-keteraturan itu terjadi. Oleh karena itu, hasil analisis
yang dilakukan belum dapat di gunakan untuk membuat suatu prediksi ramalan ilmiah), pada
hal salah satu tugas ilmu adalah membuat suatu prediksi. Oleh karena itu juga pertanyaa-
pertanyaan tersebut tidak dapat atau belum dapat di jawab.

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu bagi kita sebagai bahasawaan bahasa indonesia


memang tidak pernah atau belum pernah muncul, tetapi bagi meraka yang bukan bahasawan
bahasa indonesia, seperti para perwira asing yang menjadi siswa di sekolah Bahasa Hankam,
sering sekali muncul. Tahun delapan puluhan sampai awal sembilan puluhan ketika memjadi
struktur bahasa indonesia pada sekolah Bahasa Hankam, saya banyak mendapat pertanyaan-
pertanyaan itu tidak mudah untuk di jawab, setidaknya dengan menggunakan hasil analisis
buku-buku tata bahasa yang ada.

1.2 Hakikat Morfologi

Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti “ bentuk” dan kata
logi yang berarti ”ilmu” mengenai bentuk. Didalam kajian linguistik, morfologi berarti ilmu
mengenai bentuk-bentuk dan pembetukan kata; sedankan dalam kajian biologi morfologi
berarti ilmu mengenaik bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup. Memang
selain kajian biologi ada juga digunakan istilah morfologi. Kesamaanya, sama-sama mengkaji
kata bentuk.

Kalau di katakan morfolagi membicarakan masalah bentuk-bentuk dan pembetukan kata ,


maka semua satuan bentuk sebelum menjadi kata, yakni morfem dengan segala bentuk dan
jenisnya, perlu di bicarakan. Lalu, pembicaraan mengenai pembetukan kata akan melibatkan
pembicaraan mengenai komponen atau unsur pembetukan kata itu, yaitu morfem , baik
morfem dasar maupun morfem afiks, dengan berbagai alat proses pembetukan kata itu, yaitu
afiks dalam proses pembetukan kata melalu proses afikasi, duplikasi ataupun penggulangan
dalam proses pembetukan pembetukan kata ataupun melalui proses reduplikasi,
penggabungan dalam proses pembetukan kata melalui proses komposisi, dan sebagainya.jadi
ujung dari satu proses morfologis adalah terbentuknya kata dalam bentuk dan makana sesuai
dengan keperluan dalam satu tindak pertuturan.

Bila bentuk dan makna yang terbentuk dari suatu proses morfologi sesuai dengan yang di
perlukan dalam peraturan,maka bentuk nya dapat dikatakan berterima; tetapi jika sesuai
dengan yang di perlukan, maka bentuk itu dikatakan tidak berterima. Keberterimaan atau
ketidak berterimaan bentuk itu dapat juga karena alasan sosial.

1.3 Morfologi dalam Linguistik

Di dalam hierarki linguistik, kajian morfologi berada diantara kajian fonologi dan sintaksis
seperti tampak pada bagian berikut:

 Wacana
 Sintaksis
 Morfologi
 Fonologi

Sebagai kajian yang terletak diantara kajian fonologi dan sintaksis, maka kajian
morfologi itu mempunyai kaitan baik dengan fonologi maupun dengan sintaksis.
Keterkaitanya dengan fonologi jelas dengan adanya kajian yang di sebut morfonologi atai
morfonemik yaitu ilmu yang mengkaji terjadinya fonem akibat adanya proses morfologi,
seperti munculnya fonem /y/ pada dasar hari bila di beri sufiks- an.

Hari + an = hariyan

Atau pindahan konsonan /b/ pada jawab apabila di beri sufiks-an

Jawab+ an = ja.wa,ban

Lalu keterkaitanya antara morfologi dan sintaksis tampak dengan adanya kajian yang
disebut morfosintaksis ( dari gabungan kata morfologi dan sintaksis) keterkaitanya karena
adanya masalah morfologi yasng perli di bicarakan bersama dengan masalah sintaksis.
Misalnya, satuan bahasa yang di sebut kata, dalam kajian morfologi merupakan satuan
terbesar, sedangkan dalam kajian kajian sintaksis merupakan satuan terkecil dalam
pembentukan kalimat atau satuan sintaksis lainya. Jadi, satuan bahasa yang di sebut kata itu
menjadi kata itu menjadi objek dalam kajian morfologi dan kajian sintaksis. Dalam bagan
berikut dapat dilihat kedudukan kata dalam keseluruhan objek kajian linguistik.

 Wacana
 Kalimat
 Klausa
 Frasa
 Kata
 Morfem
 Fonem
 Fon

Keterangan :

 Wacana adalah satuan bahasa terbesar atau tertinggi, yang berisi satuan ujaran yang
lengkap dan utuh; dan di bangun oleh kalimat tau kalimat-kalimat yang di hubungkan
secara kohesi dan koherensi dan (kridaklasana, 1997)
 Kalimat adalah satuan sintaksis yang di bangun oleh konstituen dasar (biasanya
berupa klausa), di lengkapi dengan konjungsi ( bila di perlukan), di sertai dengan
intonasi final ( deklaratif, interogatif, imperatif, atau interjektif).
 Klausa adalah satuan sintaksis yang berinti adanya sebuah predikat dan adanya fungsi
lainya, maka sering dikatakan klausa adalah konstruksis yang bersifat predikatif.
 Frase adalah satauan sintaksis berupa kelompok kata yang posisinya tidak melewati
batas fungsi sintaksis( subjek, predikat, objek, atau keterangan).
 Kata dalam sintaksis merupakan satuan terkecil yang bisa dan dapat menduduki salah
satu fungsi sintaksis ( subjek, predikat, objek, atau keterangan) ; dalam morfologi
merupakan satuan terbesar, di bentuk melalui salah satu proses morfologi ( afikasi,
reduplikasi, komposisi, akronomisasi, dan konversi).
 Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang bermakna ( secara inheren).
 Fonem adalah satuan bunyi terkecil ( dalam kajian fonologi yang dapat membedakan
makna kata.
 Fon adalah satuan bunyi bahasa yang dilihat tanpa memperhatikan statusnya sebagai
pembeda makna kata ( dalam kajian fonetik)

1.4 Morfologi dan Ilmu Kebahasaan Lain

Sebagai ilmu yang mengambil salah satu bagian dan kebahasaan, tentu saja morfologi
mempunyai hubungan dengan ilmu kebahsaan lainya, seperti:

1. Dengan leksikologi
2. Dengan leksikografi
3. Dengan etimologi
4. Dengan filologi
1.5 Objek kajian Morfologi

Objek kajian morfologi adalah satuan-satuan morfologi, proses-proses morfologi, dan


alat-alat dalam proses morfologi itu satuan. Satuan morfologi adalah

1. Morfem (akar atau afiks)


2. Kata

Lalu, proses morfologi melibatkan komponen :

1. Dasar (bentuk dasar)


2. Alat pembentuk ( afiks, duplikasi, komposisi, akronomisasi, dan konversi).
3. Makna gramatikal

Kelima objek kajian itu akan di bicarakan pada bab atau subbab yang akan datang; tetapi
sebagai pegangan sementara akan di jelaskan sebagai berikut: morfem adalah satuan
gramatikal terkecil yang bermakna. Morfen ini dapat berupa akar (dasar) dan dapat pula
berupa afiks. Bedanya, akar dapat menjadi dasar dalam pembetukan kata, sedangkan afiks
tidak dapat; akar memiliki maknaleksikal; sedangkan afiks hanya “ menjadi” penyebab
terjadinya makna gramatikal. Kemudian kata adalah satuan gramatikal yang terjadi sebagai
hasil dari proses morfologis. Dalam tataran morfologi, kata merupakan satuan terbesar dan
dalam tataran sintaksismerupakan satuan terkecil.

Dalam proses morfologis,dasar atau bentukdasar merupakan bentuk yang mengalamu


proses morfologis. Dasar ini dapat berupa bentuk bentuk polifermis( bentuk berimbuhan,
bentuk ulang, atau bentuk gabungan). Alat pembentuk kata dapat berupa afiks dalam proses
afikasi, dapat berupa penggabungan dalam proses komposisi.

Makna gramatikal adalah makana yang muncul dala proses gramatika. Makna gramatikal
ini biasa didikotomikan dengan makna leksikal, yakni makna yang secara inheren dimiliki
oleh sebuah leksem. Maka gramatikal ini mempunyai hubungan dengan komponen makna
leksikal setiap dasar.

1.6 Struktur, Sistem, dan Distribusi Morfologi

Untuk memahami yang dimaksud dengan struktur, sistem, dan distribusi morfologi, kita
perlu melihat konsep yang di berikan ferdinand de sausure (1966). De sausure membedakan
adanyadua macam hubungan yang terdapat, antara satuan-satuan bahasa yaitu hubungan
sintagmatik dan hubungan asosiatif. Yang dimaksud dengan hubungan sintangmatik adalah
hubungan yang terdapat antarasatuan-satuan bahasa didalam kalimat yang konkret tertentu
sedangkan kalimat asosiatif adalah hubungan antara satuan-satuan bahasa dalam kalimat
tertentu dengan yang terdapat didalam kalimat lainya.

1.7 Model/ Teknik Analisis Morfologi

Dalam kajian morfologi ada digunakan beberapa model atau teknik dalam menganalisis
satuan-satuan morfologi. Diantaranya

a. Teknik analisis unsur bawahan langsung ( immediate Constituent Analysis)


b. Model kata dan paradigma ( word and paradigma model )
c. Model tata nama ( Name and Arragement Model)
d. Model proses ( Name and proses model )
1.8 Pendekatan dalam buku ini

Dengan model proses, seperti di uraikan diatas, kita dapat memahami bedanya proses
pembentukan dan makna bentuk-bentuk pelajar dan pengajar. Kalau bentuk pelajar di bentuk
melalui verba belajar dan makna gramatikalnya adalah’ orang yang belajar sedangkan bentuk
pengajar di bentuk melalui verba mengajar dan makna gramatikalnya adalah orang yang
mengajar.’

B. MORFEM

Pada bab I sudah di sebutkan bahwa morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang
memiliki makna. Dengan kata terkecil berarti satuan itu tidak dapat dianalisis menjadi lebih
kecil lagi tanpa merusak maknanya. Umpamanya bentuk membeli dapat dianalisis menjadi
dua bentuk terkecil yaitu ( me-) dan (beli). Bentuk (me-) adalah sebuah morfem, yakni
morfem afiks yang secara gramatikal memiliki sebuah makna; dan bentuk ( beli-) juga
sebuah morfem, yakni morfem dasar yang secara leksikal memiliki makna.

2.1 Identifikasi Morfem

Satuan bahasa merupakan komposit antara bentuk dan makna. Oleh karena itu, untuk
menetapkan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan didasarkan pada kriteria bentuk dan
makna itu. Hal-hal berikut dapat di pedomaniuntuk menentukan morfem dan bukan morfem
itu.

1. Dua bentuk yang sama atau lebih memiliki makna yang sama merupakan sebuah
morfem. Umpamanya kata bulan pada ketiga kalimat berikut adalah sebuah morfem
yang sama contohnya bulan depan dia akan menikah dan sudah tiga bulan dian
belum bayar uang SPP
2. Dua bentuk yang sama atau lebih bila memiliki makna yang berbeda merupakan dua
morfem yang berbeda. Misalnya kata bunga pada kedua kalimat berikut adalah dua
buah morfem yang berbeda. Contohnya Bank Indonesia memberi bunga 5 persen
pertahun dan dia datang membawa seikat bunga.
3. Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi memili makna yang sama, merupakan dua
morfem yang berbeda. Umpamanya, kata ayah dan kata bapak pada kedua kalimat
berikut adalah dua morfem yang berbeda. Contohnya ayah pergi ke medan dan
bapak baru pulang dari medan.
2.2 Alomorf dan Morf

Morfem sebenarnya merupakan barang abstrak karena ada dalam konsep. Sedangkan
yang konkret, yang ada dalam pertuturan adalah alomorf, yang tidak lain dari realisasi dari
morfem itu. Jadi, sebagai realisasi dan morfem itu, alomorf ini bersifat nyata/ ada.
Umpamanya morfem {kuda} di realisasikan dalam bentuk unsur leksikal kuda , dan morfem
(-kan) direalisasikan dalam bentuk sufiks- kan seperti terdapat pada meluruskan atau
membacakan.

Pada umumnya sebuah morfem hanya memiliki sebuah alomorf. Namun, ada juga
morfem di realisasikan dalam beberapa bentuk alomorf. Misalnya, morfem {ber-} memiliki
tiga bentuk alomorf, yaitu ber-, be-, dan bel-, seperti terdapat pada bagian

Morfem – ber

Alomorf – ber- be- bel

Contoh pada kata – bertemu, berdoa, beternak, bekerja, belajar

Malah morfem{ me-} memiliki enam buah alomorf, seperti tampak pada bagan

Morfem – me-

Alomorf –me-mem-men- meny-meng- menge-

Contoh pada kata – melihat, merawat, membaca,membawa, menduga, membawa,menyisir,


menyusul, menggali, mengebor, mengecat, mengetik.

Di samping istilah morfem dan alomorf ada pula istilah morf.apakah morf itu? Dalam
kajian morfologi, morf berarti bentuk yang belum di ketahuistatusnya, apakah sebagian
morfem atau sebagai alomorf. Jadi, sebenarnya wujud morfadalah sama dengan wujud fisik
almorf. Sedangkan morfem merupakan “ abstraksi” dari alomorf atau alomorf-alomorf yang
ada.

2.3 Jenis Morfem


Dalam kajian morfologi biasanya di bedakan adanya beberapa morfen berdasarkan
kriteria tertentu, seperti kriteria kebebasan, keutuhan, makna, dan sebagainya. Berikut ini
akan di bicarakan jenis-jenis morfem itu.

1. Berdasarkan kebebasanya untuk dapat di gunakan langsungdalam peraturan


dibedakan adanya morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem
yang tanpa keterkaitanya dengan morfem lain dapat langsung di gunakan dalam
pertuturan. Misalnya, morfem {pulang}, {merah}, dan {pergi}.morfem bebas ini
tentunya berupa morfem dasar. Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang harus
terlebih dahulu bergabung dengan morfem lain untuk dapat digunakan dalam
pertuturan.
2. Berdasarkan keutuhan bentuknyadi bedakan adanya morfem utuh dan morfem
terbagi. Morfen utuh secara fisik merupakan satu kesatuan yang utuh. Semua morfem
dasar, baik bebas maupun terikat, serta prefiks,infiks, dan sufiks termasuk morfem
yang utuh. Sedangkan yang dimaksud dengan morfem terbagi adalah morfem yang
fisiknya terbagi atau disisipi morfrem lain. Karena semua konfiks, ( seperti pe-an, ke-
an,dan per-an) adalah termasuk morfem terbagi.
3. Beradasrkan kemungkinan menjadi dasar dalam pembentukan kata, di bedakan
morfem dasar dan morfem afiks. Morfem dasar adalah morfem yang dapat menjadi
dasar dalam suatu proses morfologi. Misalnya, morfem {beli}, {makan}, dan
{merah}.
4. Beradasarkan jenis fonem yang membentukan di bedakan adanya morfem segmental
dan morfem suprasegmental atau morfem nonsegmental. Morfem segmental adalah
morfem yang di bentuk oleh fonem-fonem segmental, yakni morfem yang berupa
bunyi dan dapat di segmentasikan. Misalnya morfem { lihat}, {ter-}, { sikat}, dan
{lah-} sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang terbentuk dari nada,
tekanan,durasi, dan intonasi.
5. Berdasarkan kehadiranya secara konkret di bedakan adanya morfem wujud dan
morfem terwujud, yang dimaksud dengan morfem wujud adalah morfem yang
secara nyata adalah yang terwujud kehadiranya tidak nyata. Morfem terwujud ini
tidak ada dalam bahasa indonesia, tetapi ada dalam bahasa inggris( lihat contoh pada
chaer 2003)
6. Beradasarkan ciri semantik di bedakan adanya morfem bermakna leksikal dan makna
dan morfem tak bermakna leksikal.
2.4 Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (stem), Akar dan leksem

Morfem dasar, bentuk dasar ( lebih lazim dasar (base) saja), pangkal (stem), akar, dan
leksem adalah lima istilah yang lazim di gunakan dalam kajian morfologi. Namun, seringkali
digunakan secara kurang cermat, malah seringkali berbeda. Oleh karena itu, sejalan dengan
usaha yang di lakukan lyons ( 1977: 513) dan Mathews (1972: 165 dan 1974: 40, 70) ada
baiknya istilah-istilah tersebut kita bicarakan dulu sebelum pembicaraan mengenai proses-
proses morfologi.

Istilah morfem dasar biasanya di gunakan sebagai dikotomi dengan morfem afiks. Jadi,
bentuk-bentuk seperti {beli}, {juang}, dan kucing adalah morfem dasar. Morfem dasar ini
ada yang termasuk bebas seperti {beli}, {kucing}, dan {pulang}; adapula yang termasuk
morfem terikat, seperti {juang}, {henti}, dan {tempur}. Sedangkan morfem afiks seperti
{ber-}, {di-}, dan {-an} jenis semuanya termasuk morfem terikat.

Sebuah morfem dasar dapat menjadi bentuk dasar (base) dalam suatu morfologi. Artinya,
dapat diberi afiks tertentu dalam proses afikasi, dapat di ulang dalam proses reduplikasi, atau
dapat di gabung dengan morfem yang lain dalam suatu proses komposisi atau pemajemukan.

Istilah bentuk dasar atau dasar(base) biasanya di gunakan untuk menyebut sebuah bentuk
yang menjadi sebuah dasar dalam suatu prosesmorfologi.

2.5 Tentang Morfem Afiks

Sudah di sebutkan diatas bahwa morfem afiks adalah morfem yang tidak dapat menjadi
dasar dalam pembentukan kata, tetapi hanya menjadi unsur pembentukan dalam proses
afikasi. Dalam bahasa indonesia di bedakan adanya morfem afiks yang di sebut:

1. Prefiks, afiks yang di butuhkan dikiri bentuk dasar, yaitu prefiks ber-, prefiks me-,
prefiks per-, prefiks di-, prefiks ter-, perefiks- se, dan prefiks ke-,
2. Infiks, yaitu afiks yang di butuhkan di tengah kata, biasanya pada suku awal kata,
yaitu infiks-el, infiks-em, dan infiks –er,
3. Sufiks, adalah afiks yang di butuhkan di kanan bentuk dasar, yaitu sufiks-kan, sufiks-
i, sufiks-an, dan sufiks –nya.
4. Konfiks, yaitu afiks yang di butuhkan di kiri dan di kanan bentuk dasar secara
bersamaan karena konfiks ini merupakan satu kesatuan afiks. Konfiks yang ada
dalam bahasa indonesia adalah konfiks ke-an, konfiks ber-an, konfiks pe-an, konfiks
per-an, dan konfiks se-nya.
5. Dalam bahasa indonesia ada bentuk kata yang berklofiks, yaitu kata yang di bubuhi
afiks pada kiri dan kananya; tetapi pembumbuhanya tidak sekaligus, melainkan
bertahap.

C. PROSES MORFOLOGI

Proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata drai sebuah bentuk dasar
melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam prose redupilaksi),
penggabungan (dalam proses komposisi), pemendeka (dalam proses akrominisasi), dan
pengubahan status (dalam proses konveesi). Prosedur ini berbeda dengan analisis morfologi
yang mencerai-ceraikan kata (sebagai satuan sintaksis) menjadi bagian-bagian atau satuan-
satuan lebih kecil. Jadi, kalau dalam analisis morfologi; seperti menggunakan teknik
immediate constitue analysis (IC analysis), terhadap kata berpakaian, misalnya, mula-mula
kata berpakaian dianalisis menjadi bentuk ber- dan pakaian; lalu bentuk pakaian dianalisis
lagi menjadi bentuk pakai-an. maka dalam proses morfologi prosedurnnya dibalik; mula-
mula dasar pakai diberi sufiks –an menjadi pakai.

Proses morfologi dilibatkan komponen (1) bentuk daasar, (2) alat pembentuk, (afiksasi,
reduplikasi, komposisi, akroniimisasi, dana konversi,(3) makna gramatikal, dan (4) hasil
proses pembentukan.

3.1 Bentuk Dasar

Pada bab II telah disinggung bahwa bentuk dasar aadalah bentuk yang kepadanya
dilakukan proses morfologi itu. Bentuk dasar itu dapat berupa akar seperti baca, pahat, dan
juang pada kata membaca, memahat, dan berjuang. Dapat berupa bentuk polimorfemis seperti
bentuk bermakna, berlari, dan jual beli pada kata kebermaknaan, berlari-lari, dan berjuang
beli.

3.2 Pembentukan Kata

Komponen kedua dalam proses morfologi adalah alat pembentkan kata. Sejauh ini alat
pembentukan dalam proses morfologi adalah (a) afiks dalam proses afiksasi, (b) pengulangan
dalam proses reduplikasi, (c) pengabungan dalam proses komposisi, (d) pemendekan atau
penyingkatan dalam proses akronimisasi dan (e) pengubahan status dalam proses konversi.
3.3 Hasil Proses Pembentukan

Proses morfologi atau proses pembentukan kata mempunyai dua hasil yaitu bentuk dan
makna gramatikal. bentuk dan makna gramatikal merupakan dua hal yang berkaitan erat;
bentuk merupakan wujud fisiknya dan makna gramatikal merupakan isi dari wujud fisik atau
bentuk itu.

3.4 Makna Gramatikal

Pembicaraan tentang makna gramatikal perlu dilibatkan jennis-jenis tingkatan makna


lain, sehingga perlu dibicarakan dalam subbab tersendiri. Dalam kajian semantic secara
umum dikenal adanya makna leksikal, makna gramatikal, makna kontekstual, dan makna
indiomatikal. Makna leksikal makna yang secara inheren dimiliki oleh setiap bentuk dasar
(morfem dasar atau akar).

3,5 Tahap Pembentukan

Oleh karena itu, berdasarkan tahap prosesnya kita dapat membedakan adanya
pembentuka setahap, bertahap dan melalui bentuk perantara

1. Pembentukan setahap terjadi kalau bentuk dasarnya berupa akar atau morfe dasar
(baik bebas maupun terikat).
2. Pembentukan bertahap terjadi kalau bentuk dasar yang mengalami proses morfologi
itu berupa bentuk polimorfemis yang suadah menjadi kata (baik kata berimbuhan, kata
berulang, maupun kata gabung).
3. Pembentukan kata yang prosesya melalui bentuk perantara adalah seperti terjadi
dalam prose pembentukan kata pengajar.
3.6 Bentuk Iflektif Dan Derivatif
Seperti kita ketahui dalam bahasa-bahasa fleksi, seperti bahasa arab, bahasa latin, dan
bahasa italia, ada embentukan kata secara iflektif dan dan secara derivative. Dalam
pembentukan kata iflektif identras leksikal kata yang dihasilkan sama dengan identias
leksikal bentuk dasarnya. Sebaliknya dalam proses pembentukan derifatif bentuk dasarnya.
Sebaliknya dalam proses pembentukan derivatif identitas yang dihasilkan tidak sama dengan
identitas leksikal bentuk dasarnya.
Jadi, pembantu kata inggris dari dasar write menjadi writes adalah pembentukan kata
inflektif, karena baik write maupun writes adalah sama-sama verba;tetapi pembentukan kata
dari write menjadi writer adalah pembentukan derivatif, sebab bentuk write berkategori
verba, sedangkan writer berkategori nomina.
3.7 Produktivitas Proses
Yang dimaksud dengan produktivitas dalam proses pembentukan kata adalah dapat
tidaknya sebuah proses dilakukan secara berulang-ualang dalam pembentukan kata. Proses
afiksi, reduplikasi, dan komposisi secara umum dapat dikatakan sangat produktif; tetapi
proses konversi dan akronimisasi cukup berbatas. Dalam proses afiksasi, prefiks me- dan
prefiks ber-sanagat produktif; sedangkan infiks-el-,-em-, dan –er-sudah tidak produktif lagi

D. MORFONEMIK

Morfonemik di sebut juga morfologi atau morfonologi adalah kajian mengenai terjadi
perubahan bunyi atau perubahan fonem sebagai akibat dari adanya proses morfologi, baik
proses afikasi, proses reduplikasi, maupun proses komposisi. Umpamanya, dalam proses
pengimbuhan sufiks-an pada dasar hari akan muncul bunyi [y], yang dalam ortografi tidak ti
tuliskan, tetapi dalam ucapan di tuliskan.

Hari + an = [hariyan]

Contoh lain, dalam proses pengimbuhan sufiks-an, pada dasar jawab akan terjadi
pergeseran letak bunyi [ b] kebelakang, membentuk suku kata baru.

Ja. Wab +an = [ja. Wa. Ban]

Berikut akan di bicarakan beberapa jenis perubahan fonem dan bentuk-bentuk


morfonemik pada beberapa proses proses morfologi.

4.1 jenis perubahan

Dalam bahasa indonesia ada beberapa jenis perubahan fonem berkenaan dengan proses
morfologi ini. Diantaranya adalah:

1. Pemunculan fonem, yakni munculnya fonem (bunyi) dalam proses morfologi yang
pada mulanya tidak ada. Misalnya, dalam proses pengimbuhan prefiks me-pada dasar
baca akan memunculkan bunyi sengau [m] yang semula tidak ada.
2. Pelepasan fonem, yakni hilangnya fonem dalam suatu proses morfologi. Misalnya,
dalam proses pengimbuhan prefiks ber-pada dasar renang, maka bunyi [r] yang ada
pada prefiks ber- di lepaskan.
3. Peluluhan fonem, yakni luluhanya sebuah fonem serta di senyawakan dengan fonem
lain dalam suatu proses morfologi. Umpamanya, dalam pengimbuhan prefiks me-pada
dasar serikat, maka fonem /s/ pada kata serikat itu di luluhkan dan di senyawakan
dengan fonem nasal /ny/ yang ada pada prefiks me- itu. Juga terjadi pada proses
pengimbuhan prefiks pe-.
4. Perubahan fonem, yakni berubahanya sebuah fonem atau sebuah bunyi, sebagai akibat
terjadinya proses morfologi. Umpamanya, dalam pengimbuhan prefiks ber- pada
dasar ajar terjadi perubahan bunyi, di mana fonem /r/ berubah menjadi fonem /r/
berubah menjadi fonem /l/.
5. Pergeseran fonem, yaitu berubahnya posisi sebuah fonem dari satu kata ke dalam
suku kata yang lainya. Umpamanya, dalam pengimbuhan sufiks-i pada dasar lompat,
terjadi pergeseran di mana fonem /t/ yang semula berada pada suku kat pat menjadi
berada pada suku kata ti. Simaklah lompat+ i- me. Lom.pati.
4.2 Morfonemik dalam Pembentukan Kata Bahasa Indonesia

Morfonemik dalam pembentukan kata bahasa indonesia terutama terjadi dalam proses
afikasi. Dalam proses reduplikasi dan komposisi hampir tidak ada. Dalam proses afikasi pun
terutama hanya dalam prefikasi ‘ber-, prefikasi me-, prefikasi pe-, prefikasi per-, konfiksasi
pe-an, konfiks per-an, dan sufikasi-an.

a. Prefikasi ber-
Morfonemik dalam proses pengimbuhan prefik ber- berupa
 Pelepasan fonem /r/ pada prefiks ber- itu terjadi apabila bentuk dasar yang
diimbuhi mulai dengan fonem /r/, atau suku pertama bentuk dasarnya
berbunyi [er]. Misalnya ber + renang – berenang
 Perubahan fonem /r/ pada prefiks ber- menjadi fonem /i/ terjadi bila bentuk
dasarnya akar ajar; tidak ada contoh lain. Ber+ ajar – belajar
 Pengekalan fonem /r/ pada prefiks ber- tetap /r/ terjadi apabila bentuk
dasarnya bukan yang ada pada a dan b diatas. Ber+ obat – berobat.
b. Prefikasi me- ( termasuk klofiks me- kan dan me-i)
Morfonemik dalam proses pengimbuhan dengan prefiks me- dapat berupa: a.
pengekalan fonem; b. Penambahan fonem; dan c. Peluluhan fonem.
c. Prefiks pe- dan konfiksasi pe-an
Morfonemik dalam proses pengimbuhan dengan prefiks pe- konfiks pe-an sama
dengan morfonemik yang terjadi dalam proses pengimbuhan dengan me-, yaitu (a)
pengekalan fonem, (b) penambahan fonem, dan (c) peluluhan fonem.
d. Prefikasi per- dan konfikasi per-an
Morfonemik dalam pengimbuhan prefiks per- dan konfiks per-an dapat berupa (a).
pelepasan fonem /r/ pada prefiks per- itu; (b) perubahan fonem /r/ dari prefiks per- itu
menjadi fonem /l/; dan (c) pengekalan fonem /r/ tetap /r/
e. Sufikasi –an
Morfonemik dalam pengimbuhan sufiks-an dapat berupa (a) pemunculan fonem dan
(b) pergeseran fonem.
f. Prefikasi ter-
Morfonemik dalam proses pengimbuhan dengan prefiks ter- dapat berupa (a).
pelepasan fonem /r/ dari prefiks ter- itu ; (b). Perubahan fonem /r/ dari prefiks ter- itu
menjadi fonem /i/; dan (c) pengekalan fonem /r/ itu.
4.3 Bentuk Bernasal dan Tak Bernasal

Hadir dan tidaknya bunyi nasal tidak selamanya kaidah morfonemik seperti di bicarakan
pada subbab 4.2.1 dan 4.2.2. hadir dan tidaknya bunyi nasal dalam pembetukan kata bahasa
indonesia sangat erat berkaitan dengan tiga hal, yaitu (1) tipe verba yang “ menurunkan”
bentuk kata itu ; (2) upaya pembentukan kata sebagai istilah; (3) upaya pemberian makna
tertentu.

 Kaitan dengan tipe verba dalam bahasa indonesia ada empat macam tipe verba adalah
kaitanya dengan proses nasalisasi. Keempat verba itu adalah (a) verba perprefiks me-
( termasuk verba me-kan, dan me-i) (b) verba berprefiks me- dengan pangkal per-,
per-kan dan per-l; (c) verba berprefiks ber-, dan (d) verba dasar ( tanpa afiks apa pun)
 Kaitan dengan upaya pembentukan istilah
Dalam peristilahan olahraga sudah ada istilah petinju ( yang di turunkan dari verba
bertinju) sebagai suatu profesi, yang berbeda dengan bentuk peninju( yang diturunkan
dari verba meninju) yang bukan menyatakan profesi. Lalu, berdasarkan bentuk petinju
di buatlah istilah-istilah dalam olahraga seperti petembak( bukan penembak), petenis
( bukan penenis), peterjun payung ( bukan penerju payung), pegolf ( bukan
penggolf), istilah lainya pengulat, pebola volly, pesepak bola,pecatur, pembulu
tangkis, peyudo
E. KLASIFIKASI KATA KELAS TERBUKA

5.1 Pengantar

Dari bab-bab terdahulu sudah disebutkan bahwa tugas proses morfologi, baik afiksasi,
reduplikasi, komposisi, akronimisasi, maupun konversi adalah membentuk kata, sebagai
satuan dalamujaran. Persoalan kita sekarang apakah yang dimaksud dengan kata itu.

konsep kata yang umum kita jumpai dala berbagai buku linguistic adalah bahwa kata
merupakan bemtuk yang kedalam mempunyai susunan fonologi yang stabil dan tidak
berubah, dan keluar mempunyai kemungkinan mobilitas didalam kalimat. Batasan atau
konsep itu menyiratkan dua hal. Pertama, bahwa setiap kata mempunyai susunan fonem yang
urutannya tetap dan tidak dapat berubah, serta tidak dapat diselipi atau disela oleh fonem lain.
Jadi, misalnya kata sikat, urutan fonemnya adalah /s/, /i/, /k/, /a/, dan /t/. urutan itu tidak dapat
di ubah misalnya menjadi /s/, /k/, /a/, /i/, dan /t/; atau urutan lain lagi. Juga tidak dapat diselipi
fonem lain misalnya, menjadi /s/, /i/, /u/, /k/, /a/, dan /t/. kedua, setiap kata mempunyai
kebebasan berpindah tempat didalam kaliamat atau tempatnya dapat di isi atau digantikan
oleh kata lain, atau juga dapat dipisahkan dari kata lainnya.

Ciri pertama mengenai konsep kata itu tidak menimbulkan masalah, tetapi cirri kedua
menimbulkan masalah karena ternyata kebebasan berpindah setiap kata tidak sama. Ada yang
dapat dipindahkan secara bebas, tetapi ada pula yang terikat dengan satuannya yang lebih
besar didalam kalimat.

Adanya kebebasan atau ketidakbebasan ini menunjukkan bahwa kata-kata itu memiliki
krakter, cirri, atau sifat yang berbeda, sehingga dalam linguistik biasa dilakukan kklsifikasi,
penggolongan, atau kategorisasi kata-kata. Dalam hal ini kata-kata yang mempunyai krakter,
cirri, atau kategori yang sama dimasukkan kedalam satu kelas atau kelompok yang sama.
Secara tradisonal kata-kata dikelompokkan atau diklasifikasikan berdasarkan kriteria
semantik dan kriteria fungsi. Criteria semantik digunakan untuk mengklasifikasikan kelas
verba (V), kelas nomiina (N), dan kelas ajektifa (A).

5.2 Kriteria Klasifikasi

Secara tridisional (Alisyahbana 1954; mees 1956; dan hadidjaja 1958) dikenal adanya
kata-kata yang termasuk kelas verba, nomina, ajektifa,adverbial, nuneralia, preposisi,
konjungsi, pronominal, artikula, dan interjeksi. Kalau disimak baik-baik dapat dilihat bahwa
kelas nomina, verba, dan ajektifa berisi konsep-konsep budaya, yang merupakan makna
leksikal dari kata-kata pada kelas itu. Adverbial membawa makna atau konsep yang
mendampingi kelas-kelas nomina, verba dan ajektifa.

Yang termasuk kelas terbuka adalah kata yang termasuk dalam kelas verba, nomina dan
ajektifa. Pada kelas ajektifa bahasa Indonesia dulu belum ada kata-kata seperti
menggalakkan, memonitor, dan tereliminasi tetapi sekarang kata-kata seperti sudaah ada.

Keterangan

1) + dapat mendampingi
(+) dapat mendampigi dengan syarat
- tidak dapat mendampingi
2) kurang’ sebagai jumlah
Kurang’ sebagai derajat
3) Sedikit’ sebagai jumlah
Sedikit’ sebagai jumlah
Pertama, kata-kata dari kelas nimina tidak dapat didampingi oleh adverbia frekuensi,
adverbial derajat, adverbial kala, adverbia keselesaian. Naumn, dapat didampingi oleh
adverbial jumlah (kuantitas). Juga dapat didampingi oleh adverbial keharusan boleh dan
harus, serta adverbial kepastian; tetapi dengan persyaratan, yaitu sebagai kalimat jawaban.
Misalnya, untuk pertanyaan “kamu mau makan apa?”, jawabanya dapat “boleh godo-godo”,
atau “harus ayam goreng”. Untuk pertanyaan “siapa yang mengambil uang saya?”
jawabannya dapat “pasti dia”, “tentu dia”, atau “barangkali dia”.
Kedua, kata-kata dari kelas verba dapat didampingi oleh adverbia negasi tidak dan tanpa;
adverbia frekuensi sering dan oleh adverbial kala (tenses), adverbial jumlah banyak, sedikit,
kurang, dan cukup; dan adverbia kala kepastian. Dapat didampingi oleh adverbial negasi
bukan, tetapi persyaratannya yaitu digunakan dalam konstruksi berkontras. Misalanya:
- Dia bukan menyanyi, melainkan berterik-teriak
- Saya bukan memukul, tetapi dipukul
Ketiga, kata dari ajektifa dapat didampingi oleh semua adverbia derajat, semua adverbia
keselesaian, dan semua adverbia kepastian; tetapi tidak dapat didampingi oleh adverbia
keharusan, adverbia frekuensi, dan adverbial jumlah. Sementara itu kata-kata dari kelas
ajektifa ini dapat juga didampingi oleh negasi bukan, tetapi dengan persyaratan, yaitu dalam
konstruksi berkontras. Misalnya:
-warnanya bukan merah, melainkan oranye.
5.3 Nomina

Ciri utama nomina atau kata benda dilihat dari adverbia pendampingnya adalah bahwa
kata-kata yang termasuk kelas nomina.
Pertama, tidak dapat didahului oleh adverbia negasi tidak.jadi, kata-kata kucing, meja,
bulan, rumah, dan pensil berikut adalah termasuk nomina karena tidak dapat didahului oleh
adverbia negasi tidak.
Kedua, tidak dapat didahuluioleh adverbial derajat agar (lebih, sangat, dan paling).
Contohnya:(Agak) kucing, meja, bulan, rumah, dan pensil.
Ketiga, tidak dapat didahului oleh adverbial keharusan wajib. Concohnya: (wajib)
kucing, meja, bulan, rumah dan pensil.

F. KLASIFIKASI KATA KEKAS TERTUTUP

Anda mungkin juga menyukai