Anda di halaman 1dari 9

Universitas Indonesia/Magister Linguistik/2013

MORFOLOGI
KAJIAN TENTANG HUBUNGAN MORFOLOGI DENGAN
SINTAKSIS DAN SEMATIK
Seradona Altiria
Magister Linguistik Universitas Indonesia

1. Hubungan Morfologi dan Sintaksis

1.1.Sintaksis dan Morfologi


Morfologi merupakan kata yang berasal dari kata “morf” (bentuk) dan “logos”
(ilmu), jadi Morfologi adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang bentuk.
Arronof dan Fudeman (2005) di dalam bukunya What is Morphology mengutarakan
definisi Morfologi pada Linguistik berbeda dengan Morfologi pada ilmu Biologi dan
Geology. Jika di Biologi, morfologi merupakan studi mengenai bentuk dan struktur
organisme, di Geologi, morfologi merupakan kajian mengenai evolusi pembentukan
alam semesta, di Linguistik, morfologi mengarah pada studi pembentukan sistem formasi
kata. Oleh karenanya, Morfologi dalam Linguistik bermain dalam ranah kata, struktur
internal kata dan bagaimana kata-kata itu terbentuk (Arronof dan Fudeman, 2005: 1).
Tidak jauh berbeda dengan Arronof dan Fudeman, Haspelmath (2002:1) juga
mengatakan morfologi sebagai studi yang mempelajari struktur internal kata. Di dalam
bukunya Understanding Morphology, ia secara lebih spesifik mengutarakan dua macam
definisi morfologi, yaitu 1) Morfologi sebagai studi tentang variasi sistematik bentuk dan
arti kata, dan 2) Morfologi sebagai studi yang mempelajari kombinasi morfem-morfem
pembentuk kata. Definisi kedua terlihat lebih mudah dipahami dibandingkan definisi
pertama. Pada definisi pertama, pengertian morfologi hampir sama dengan pegertian
sintaksis yang didefinisikan sebagai studi mengenai gabungan sistematik kata dalam
pembentukan kalimat.
Dapat dilihat bahwa morfologi dan sintaksis adalah dua studi Linguistik yang
memiliki keterkaitan erat satu sama lain. Menurut Booij (2005:185) ditinjau dari isu
demarcation (fix to limit of something), morfologi berkaitan dengan struktur kata, dan
sintaksis berkaitan dengan struktur kalimat. Dengan kata lain, morfologi akan mengkaji
kata dan morfem-morfem pembentuknya, sedangkan sintaksis akan mengkaji wacana,
klausa, kalimat, frase. Para linguis sepakat bahwa morfologi memiliki konstituen
terkecil yaitu morfem dan konstituen terbesar kata, sedangkan sintaksis memiliki
konstituen terkecil kata dan konstituen terbesar wacana. Oleh karena itu, ketika kedua

1
Universitas Indonesia/Magister Linguistik/2013

cabang ilmu ini memiliki persamaan dalam mempelajari seluk beluk pembentukan (kata
dan kata dalam kalimat), maka tentunya terdapat hubungan diantara keduanya.

1.2.Kata dan Frase


Terdapat sebuah pertanyaan bahwa bagaimana kita dapat membedakan
kumpulan morfem sebagai kata atau frasa? Booij (2005:186) menampilkan prinsip
integritas leksikal berdasarkan Anderson (1992) yaitu, sintaksis tidak memanipulasi dan
tidak juga mempunyai akses ke dalam pembentukan internal kata. Implikasinya adalah
kata seharusnya mengandung integritas leksikal di dalamnya, dan hal ini tentunya tidak
dapat dipisahkan dari unsur-unsur sintaksis. Contoh implikasi integritas leksikal dalam
Bahasa Inggris pada kata to look up yang merupakan partikel kontruksi kata kerja ini bisa
dipertimbangkan sebagai kata kerja frasa karena dapat dipisah penggunaannya:
John looked up the information
John looked the information up
(Booij, 2005:186)

Dalam Bahasa Inggris menentukan pola Adj + Noun (A+N) adalah frasa atau
hanya gabungan kata akan lebih sulit dibandingkan dengan bahasa lain (Dutch misalnya).
Ini dikarenakan Bahasa Inggris tidak menginfleksi promina adjektiva tetapi menginfleksi
tekanan “stress” dan biasanya tekanan di dalam Bahasa Inggris terdapat pada konstituen
pembentuk kata: A + N yang merupakan gabungan kata (compound), penekanan
biasanya terdapat pada konstituen pertama, dan A + N yang merupakan frasa (phrase),
penekanan biasanya terdapat pada konstituen kedua (Booij, 2005). Seperti pada
greenhouse dan green house. Pada kata greenhouse, penekanan terdapat pada konstituen
pertama, green sedangkan pada kata green house, penekanan terdapat pada konstituen
kedua, house. Oleh karena itu greenhouse merupakan merupakan gabungan kata
sedangkan green house merupakan frasa. Begitu pula yang terjadi pada kata hard disk
dengan penekanan pada konstituen pertama, maka dapat dikatakan hard disk merupakan
gabungan kata dan bukan frasa (Booij, 2005).

1.3. Infleksi pada Morfologi dan Sintaksis


Dalam pembahasan ini, infleksi merupakan aspek kebahasaan yang secara
ilmiah dapat menjelaskan hubungan morfologi dan sintaksis. Infleksi itu sendiri
merupakan pembentukkan kata yang berhubungan dengan proses afiksasi (penambahan
imbuhan) berdasarkan kaidah sintaksis (Katamba, 1993). Jika di perhatikan, dari definisi

2
Universitas Indonesia/Magister Linguistik/2013

yang diungkapkan oleh Katamba, proses morfologi, yang dalam hal ini adalah proses
infleksi, sangat berkiblat pada aturan-aturan sintaksis. Arronoff dan Fudeman (2005)
dalam bukunya What is Morphology? juga mengdefinisikan Infleksi sebagai
pembentukan gramatikal sebuah kata yang merupakan bentuk nyata dari fitur-fitur
morfosintaksis melalui penambahan afiksasi. Penggunaan bentuk gramatikal pada
pembentukan secara infleksional biasanya didasari pada struktur kalimat. Hal ini
tentunya berkaitan dengan konteks dan fungsi sintaksis (Haspelmath, 2002). Pembahasan
infleksi dalam hubungannya antara morfologi dan sintaksis ini, akan dikaji berdasarkan
literatur morfologi dan literatur sintaksis (Arronof and Fudeman, 2005:186).
Infleksi morfologi dan infleksi sintaksis walaupun berhubungan tetapi
sebenarnya memiliki perbedaan. Pada infleksi morfologi, jumlah leksem sangat menjadi
prioritas sedangkan sintaksis tidak demikian. Contohnya terdapat pada Bahasa China dan
Vietman (Arronof dan Fudeman, 2005:186). Secara morfologis kedua bahasa tersebut
tidak memiliki infleksi. Hal ini kerena bahasa China dan Vietnam membedakan bentuk
kata (struktur kata) berdasarkan alternasi fonologi saja dan bukan berdasarkan banyaknya
leksem. Tetapi jika ditinjau dari sisi sintaksis, kedua bahasa tersebut memiliki infleksi
pada ketersesuaian kata kerja terhadap objeknya (struktur kalimat).
Perhatikan contoh berikut: Alicia might go to the birthday party. Kalimat
tersebut tidak semerta merta menggambarkan kondisi bahwa Alicia akan pergi ke pesta,
tetapi terdapat ketidakpastian pada kalimatnya. Hal ini karena penggunaan modal
auxiliary “might”. Modal auxiliary ini dalam Bahasa Inggris merupakan salah satu
kategori sintaksis. Jika pada kalimat tersebut diganti modal nya: Alicia may go to the
birthday party, Alicia can go to the birthday party, Alicia could go to the birthday party,
Alicia must go to the birthday party, Alicia should go to the birthday party, Alicia would
go to the birthday party, Alicia will go to the birthday party. Subtitusi modals dalam
kalimat-kalimat tersebut merupakan infleksi secara sintaksis dan bukan secara morfologi.
Infleksi sintaksis sangat terlihat perbedaannya dalam contoh tersebut. Morfologi infleksi
hanya berfokus pada kata dan bukan bagaimana kata itu kemudian di gunakan di dalam
kalimat (Arronof dan Fudeman, 2005:186).

1.4. Infleksi dan Gramar Universal


Arronof dan Fudeman (2005) mengemukakan bahwa gramar universal
merupakan teori yang dikembangkan oleh Noam Chomsky, yang menyatakan bahwa
semua bahasa identik di semua level analis. Teori ini tentunya berdampak pada ilmu

3
Universitas Indonesia/Magister Linguistik/2013

linguistik dan menimbulkan banyak pertanyaan. Dan dalam pembahasaan ini, tentunya
pertanyaan yang mendasar adalah, apakah kategori infleksional itu bersifat universal?
S.R. Anderson (1998a:167) di kutip dari Katamba (1993) mengindentiikasi
empat macam kategori morfologi yang membedakan karakteristik infleksi:
 Propertis Configuration
Ketika infleksi secara partikular ditentukan oleh posisi yang dipengaruhi oleh kata dalam
konfigurasi sintaksis. Contohnya dalam beberapa bahasa, kata benda sebagai pengantar
preposisi harus menerima pemarkahan bentuk akusatif, kemudian objek langsung sebuah
kata kerja harus dalam bentuk akusatif; kata kerja dalam klausa subordinat harus
mempunyai bentuk khusus.
 Propertis Agreement
Propertis ini ditentukan oleh karakteristik dari kata lain dalam konstruksi kalimat yang
sama. Contohnya, jika sebuah verb berkorealasi dengan makna singular atau tunggal
dari subjeknya, maka verb tersebut juga harus mendapatkan afiksasi singular atau
tunggal.
 Propertis Inherent
Propertis ini contohnya seperti gender sebuah kata benta yang harus memiliki keterkaitan
dengan aturan2 sintaksis, khususnya agreement atau kesesuaian.
 Propertis Phrasal
Yang termasuk dalam kategori ini yaitu frase-frase sintaktik tetapi frase-frase tersebut
seara morfologi merupakan salah satu kata yang membentuk frasa. Contohnya,
pemarkahan genetif ‘s dalam frase Bahasa Inggris, the Mayor of Lancaster’s limousine,
infleksi ‘s pada contoh tersebut menempel pada kata Lancaster. Tetapi Propertis Phrasal
ini masik dinilai memiliki unsur problematik.
Menurut Arronof dan Fudeman (2005), justru Gender yang menjadi
problematik jika ditinjau dari pandangan universal suatu bahasa. Maskulin, feminin dan
netral merupakan obligasi kateori infleksi dalam Bahasa Jerman. Contohnya seperti kata
Parlement ‘parliament’ harus mewakili sebuah gender sedangkan tidak dalam bahasa
Inggris. Jadi categori infleksi pada setiap bahasa pada dasarnya tidak bersifat universal.

1.5.Perubahan Fungsi Gramatikal


Berdasarkan Arronof dan Fudeman (2005), perubahan fungsi gramatikal
terdapat dalam bentuk pasif, anti-pasif, kausatif, aplikatif dan noun in corporation.

4
Universitas Indonesia/Magister Linguistik/2013

a. Bentuk pasif (Passive)


 Donna read morphology book at  Morphology book was read at home
home by Donna
Bentuk pasif dalam kalimat di atas sudah dapat megubah fungsi sintaksis dari
sebuah kalimat. Donna dan Morphology book dikatakan sebagai argumen (individual
atau item yang timbul karena kehadiran leksikal kata kerja) dari kata kerja. Pada kedua
contoh kalimat tersebut read memiliki dua argmumen, yaitu Donna (Agent) dan
Morphology book (theme).
b. Anti-pasif (Antipassive)
Untuk bentuk anti-pasif memang lebih jarang kita temukan dalam keseharian
dibandingkan dengan bentuk pasif. Dan jarang ditemukan dalam bahasa Inggris.
Perhatikan contoh yang diambil dari buku Arronof dan Fudeman dalam bahasa
Greenlandic Eskimo (Woodbury 1997, dikutip dalam Baker 1988:9)
Aut-ip miirqa-t paar-ai (The man takes care of the children)
Aut- miirqa-nik paar-si-vuq (The man takes care of the children)
Dari contoh di atas morfem yang di dapati adala –is. Kedua kalimat ini memiliki arti
yang sama walaupun penyajiannya berbeda.Oleh karena itu dinamakan anti-pasif
(antipassive)
c. Kausatif
Ciri kausatif menurut Arronof dan Fudeman (2005) berfungsi untuk
mengekspresikan makna “cause to do something” atau terkadang sebagai “ allow,
persuade, help to do something”.
Baa- la:b bu- ty- n- la- ty- n
“The sun made us run (seek shelter)” (Arronof dan Fudeman, 2005)
d. Appliatif
Istilah aplikatif mendeskripsikan jumlah dari sebuah fenomena perubahan
fungsi gramatikal lintas bahasa.
e. Noun incorporation
Fenomena perubahan tipe fungsi gramatika ini merupakan gabungan kata
(biasanya kata kerja dan preposisi) dengan elemen morfologi yang lain (biasanya
nomina, kata ganti nomina atau adverbial).

5
Universitas Indonesia/Magister Linguistik/2013

2. Hubungan Morfologi dengan Semantik

2.1.Semantik dalam Morfologi


Para linguis dari zaman kuno hingga para linguis moderen dalam penelitiannya
mengenai bahasa selalu bertolak ukur pada bentuk dan makna suatu bahasa, baik itu kata
ataupun frase. Bentuk suatu bahasa tidak akan bisa lepas dari makna yang melekat
padanya. Ketika hubungan morfologi dengan sintaksis dapat dilihat secara jelas dalam
proses infleksi, hubungan morfologi dengan semantik justru akan terlihat jelas jika
ditinjau dari proses derivasi. Haspelmath (2002:166) mengutarakan sebuah contoh kata
yaitu undoable. Undoable merupakan derivasi dari kata do yang mendapat penambahan
prefiks –un dan sufiks –able. Secara sintakmatik kata undoable dapat memiliki dua
struktur pembentukan kata:

Undoable Undoable

A A

A V

Pref V suf Pref V suf

Un do able Un do able

Which cannot be done (undoable 1) Which can be undone (undoable 2)

Dilihat dari contoh di atas, terdapat dua cara pembentukan kata secara
sintakmatik yang kemudian menghasilkan lebih dari satu arti atau makna. Secara
sintakmatik Undoable 1 memiliki kata dasar doable, ditinjau dari segi semantik memiliki
arti yang sama seperti kata unhappy, uninteresting, unequal dan memiliki segmentasi un
+ doable. Segmentasi ini menderivasi sebuah makna memiliki atau tidak memiliki
kualitas (having quality – not having quality) ditinjau dari penambahan prefiks -un.
Undoable 2 berbeda dengan yang pertama. Pada kata undoable 2 secara sintakmatik
yang menjadi kata dasarnya adalah undo yang artinya berkorelasi dengan readable,
washable, approachable, believable dan memiliki segmentasi undo + able. Tentunya

6
Universitas Indonesia/Magister Linguistik/2013

segmentasi ini berkorelasi dengan arti atau makna sufiks –able dalam menyatakan
kemampuan dalam menyelesaikan sesuatu (capable of being done). Terakhir, hubungan
undo dan do dapat juga dilihat pada kata uncover, unfold, untie yang memiliki arti atau
makna memutarbalikkan efek suatu pekerjaan (reserve the effect of doing).
Dari uraian di atas, sangat jelas tergambarkan bahwa morfologi, sintaksis dan
semantik sangart berkorelasi satu sama lain. Semantik itu sendiri merupakan studi
mengenai makna. Makna di dalam semantik dapat berupa makna kata secara khusus
ataupun makna holistik kata di dalam sebuah kalimat dan wacana.

2.2. Permasalahan Polisemi


Arronof dan Fudeman (2005:129) mengungkapkan permasalahan utama pada
sematik leksikal adalah arti kata masing-masing leksem memiliki arti satu sama lain yang
jauh berbeda. Ini lah yang dinamakan permasalahan polisemi. Kridalaksana (2009)
dalam kamus linguistik, mendefinisikan polisemi sebagai pemakaian bentuk bahasa
seperti kata, frase, dsb dengan makna yang berbeda-beda. Beliau juga memaparkan
beberapa contoh polisemi dalam bahasa Indonesia, yaitu “sumber” yang bisa saja
diartikan sebagai “sumur” atau “asal”; kemudian “kambing hitam” yang bisa saja
diartikan sebagai “kambing yang berwarna hitam” atau “orang yang dipersalahkan”.
Chaer (2002) di dalam bukunya Pengantar Semantik Bahasa Indoesia juga
mendefinisikan hal serupa, bahwa polisemi adalah satuan bahasa (terutama kata dan
frase) yang memiliki pemaknaan lebih dari satu. Contoh yang beliau kemukakan ada kata
“kepala” yang memiliki makna bagian tubuh, bagian yang terletak di sebelah atas, depan
atau merupakan hal penting.
Jika polisemi ini terdapat pada kalimat, maka contoh dalam bahasa Inggris
berikut akan lebih bisa menggambarkan hubungan polisemi (semantik) di dalam proses
morfologi:
I don’t like melon I sold three melons
Kalimat pertama secara literal memiliki arti bahwa “saya tidak menyukai
melon” atau dikatakan mass karena kalimat tersebut berfokus pada kata melon sebagai
objek. Sedangkan pada kalimat kedua secara literal memiliki arti bahwa “saya sudah
menjual tiga melon” atau dikatakan count (jumlah) karena yang menjadi fokuss kalimat
tersebut adalah kategori morfologi angka yaitu three (tiga). Ketiga struktur letak kategori
morfologi ditempatkan dalam posisi yang berbeda walaupun argumen, agen, tema nya
sama, maka tetap saja hal itu akan membuat perbedaan makna.

7
Universitas Indonesia/Magister Linguistik/2013

2.3.Makna Gramatikal dan Hubungannya dengan Nomina dan Frase Nomina


Pastinya tipe makna sangat terbawa oleh tipe elemen gramatikalnya, seperti
infleksi, klitiks dan pemarkah - hal ini tentunya juga berasosiasi dengan kata benda dan
frase kata. Yang paling prioritas dari hal ini antara lain: definitness (kepastian), number
(jumlah), animacy (gambaran), gender (gender), dan functional roles (fungsi) (Cruse,
2004:278). Number dalam kaitannya terhadap makna gramatikal pada nomina (nouns)
dan frase nomina (noun phrases) menjadi sebuah aspek bahasa yang menarik untuk
dibahas dikalangan linguis.
Dalam Bahasa Inggris terbagi menjadi dua kelas kata nomina, yaitu count
nouns dan mass nouns. Kedua kelas ini memiliki keterkaitan dengan kategori morfologi
(number). Cruse (2004) memaparkan kriteria dan contoh dari kedua kelas nomina ini
sebagai berikut:
 Coun Nouns
a. Tidak dapat muncul dalam bentuk singular/ tunggal tanpa kehadiran determiner
This cup/*Cup is clean
b. Umumnya muncul dalam bentuk plural/jamak
c. Umumnya ditandai dengan kata a few, many, dan numerals.
A few/many cups; (*much cup), twenty cups
 Mass Nouns
a. Dapat muncul dalam bentuk singular/tunggal tanpa kehadiran nomina
Butter is good for you
b. Jarang sekali ditemukan dalam bentuk plural/jamak
Butters, Milks
c. Umumnya ditandai dengan kata a little, much
A little/much milk/water/syrup: (*many milk) (* : salah)

Dapat disimpulkan secara simgkat bahwa count nouns merupakan nomina


yang dapat dihitung sedangkan mass nouns merupakan nomina yang tidak dapat
dihitung.

Sumber Referensi
Arronoff, Mark and Fudeman. 2005. What is Morphology?. Australia: Blackwell Publishing.
Booij, Geert. 2005. The Grammar of Words. Oxford: University Press.
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Cruse, Alan. 2004. Meaning in Language. Oxford: University Press.
Haspelmath, Martin. 2002. Understanding Morphology?. Oxford: University Press.
Katamba, Francis. 1993. Morphology. London: The Macmillan Press Ltd.

8
Universitas Indonesia/Magister Linguistik/2013

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai