Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TATARAN MORFOLOGI

Dibuat untuk memenuhi mata kuliah Konsep Dasar Bahasa Indonesia SD semester genap

Dosen Pengampuh : Dr. Achmad Wahidy, M.Pd

Disusun oleh :

Nama : Venesa Erjen Kristanza

NIM : 2021143184

Kelas : 2E

ROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2021/2022


MATERI PEMBELAJARAN 5-6

TATARAN MORFOLOGI

A. Pengertian Morfologi

Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar


bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta
pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata Atau dengan
kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta
fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi
semantik.

Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari
bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan logos
berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphe dan logos ialah bunyi yang biasa
muncul diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur
pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.

Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah


bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta
perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek
pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan
dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.

Morfologi juga mempelajari arti yang timbul sebagai akibat peristiwa gramatik,
yang biasa disebut arti gramatikal atau makna. Satuan yang paling kecil dipelajari oleh
morfologi adalah morfem, sedangkan yang paling besar berupa kata. Morfologi hanya
mempelajari peristiwa-peristiwa yang umum, peristiwa yang berturut-turut terjadi, yang
bisa dikatakan merupakan sistem dalam bahasa.

Peristiwa perubahan bentuk misalnya pada perubahan kata dari jala menjadi jalan
pada kata berjalan, dan perubahan dari kata aku menjadi saya, serta perubahan kata dari
tahun menjadi tuhan boleh dikatakan hanya terjadi pada kata tersebut. Oleh karena itu,
peristiwa tersebut tidak bisa disebut sebagai peristiwa umum, tentu saja bukan termasuk
dalam bidang morfologi, melainkan termasuk dalam ilmu yang biasa disebut etimologi,
yaitu ilmu yang mempelajari seluk-beluk asal sesuatu kata secara khusus.

Dalam bahasa Indonesia mempunyai berbagai bentuk. Kata sedih, gembira, dan
senang merupakan satu morfem. Kata bersedih, bergembira, dan bersenang merupakan
dua morfem, yaitu morfem ber- sebagai afiks, dam morfem sedih merupakan bentuk
dasarnya begitu juga dengan morfem bergembira dan bersenang terdiri dari dua morfem.
Kata senang-senang terdiri dari dua morfem yaitu morfem senang sebagai bentuk dasar
dan diikuti oleh senang sebagai morfem ulang. Semua yang berhubungan denngan bentuk
kata tersebut yang menjadi objek dari suatu ilmu disebut dengan morfologi.

Perubahan-perubahan bentuk kata menyebabkan adanya perubahan golongan dan


arti kata. Golongan kata sedih tidak sama dengan golongan kata bersedih. Kata sedih
termasuk golongan kata adjektiva, sedangkan kata bersedih termasuk verba deadjektiva.
Di segi arti, kata-kata senang, bersenang, dan senang-senang semuanya mempunyai arti
yang berbeda-beda. Demikian pula dengan kata sedih dan gembira.

Perbedaan atau perubahan golongan dan arti kata tersebut disebabkan oleh
perubahan bentuk kata. Karena itu, selain menyelidiki bidangnya yang utama dalam
seluk-beluk bentuk kata, morfologi juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan
golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat perubahan bentuk kata.

Definisi Morfologi Menurut Beberapa Ahli

1. Menurut Ramlan (1978:2) Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang
membicarakan atau mempelajari seluk beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-
perubahan struktur kata terhadap golongan dan arti kata.

2. Menurut Nida (1974: 1) menyatakan bahwa morfologi adalah suatu kajian tentang
morfem-morfem dan penyusunan morfem dalam rangka pembentukan kata.
3. Menurut Cristal ( 198 : 232 – 233 ), morfologi adalah cabang tata bahasa yang
menelaah struktur atau bentuk kata, utamanya melalui pengguanaan morfem.
Morfologi pada umumnya dibagi ke dalam dua bidang : yakni telaah infleksi
(inflectional morfhology ). Dan telaah pembentukan kata (lexical or derivational
morphology). Analisi morfemik bagian dari telaah linguistik sikronis ; analisis
morfologis diterapkan terhadap telaah historis. Analisis morfologis dilakukan dalam
berbagai bentuk. Satu pendekatan membuat telaah distribusional morfem dan varian
morfemis yang muncul dalam kata ( analisis susunan morfotaktis ). Suatu model
pemerian yang memandang hubungan antara kata – kata sebagai proses derivasi.
Dalam linguistic generative, morfologi dan sintaksis tidak dilihat sebagai dua tingkat
terpisah ; kaidah – kaidah dari tata bahasa berlaku bagi struktur kata, seperti halnya
terhadap frasa dan kalimat, dan konsep – konsep morfologis hanya muncul sebagai
titik dimana output komponen sintaksis harus diberikan representasi fonologi melalui
kaidah – kaidah morfofonologis.

4. Menurut Bauer ( 1983 : 33 ), morfologi membahas struktur internal bentuk kata.


Dalam morfologi, analisis membagi bentuk kata ke dalam formatif komponennya,
dan berusaha untuk menjelaskan kemunculan setiap formatif. Morfologi dapat dibagi
ke dalam dua cabang utama, yaitu morfologi infleksional dan pembentukan kata yang
disebut morfologis leksikal. Morfologi infleksional membahas leksem – leksem baru
dari pemajemukan kata ( komposisi ). Deriviasi berurusan dengan pembentukan
leksem baru dari dua atau lebih sistem potensial. Derivasi kadang – kadang juga
dibagi ke dalam derivasi mempertahankan kelas (class-maintaining derivation) dan
derivasi perubahan kelas (class-changing derivation).

5. Menurut rumandji ( 1993:2), morfologi mengcakup kata, bagiannya, dan prosesnya.


Menurut O’ Grady dan Dobrovolsky (1989:89-90), morofologi adalah komponen tata
bahasa generative tranformasional (TTG) yang membicarakan struktur internal kata.

Teori morfologi umum yang berurusan dengan pembahasan secara tepat


mengenai jenis – jenis kaidah morfologi yang dapat ditemukan dalam bahasa – bahasa
alamiah. Morfologi khusus merupakan seperangkat kaidah yang mempunyai fungsi
ganda. Pertama, kaidah – kaidah ini berurusan dengan pembentukan kata baru. Kedua,
kaidah – kaidah ini mewakili pengetahuan penutur asli yang tidak disadari tentang
struktur internal kata yang sudah ada dalam bahasanya.

1. Fungsi Morfologi

a. Untuk mengetahui bagaimana perubahan-perubahan bentuk kata, baik dari fungsi


gramatik maupun semantik.

b. Mengetahui bagaimana seluk-beluk kata

c. Mengetahui bagaimana suatu arti yang timbul akibat peristiwa gramatik

d. Mempelajari peristiwa-peristiwa umum, peristiwa yang berturut-turut terjadi, atau


dengan kata lain sebagai sistem dalam bahasa

2. Tujuan Morfologi

a. Membahas masalah morfem dan kata

b. Membahas masalah unit-unit gramatikal

c. Membahas masalah prinsip pengenalan morfem

d. Membahas masalah klasifikasi morfem

e. Membahas masalah proses morfologis

f. Membahas masalah morfofonemik

g. Membahas masalah fungsi dan makna afiksasi

h. Membahas masalah kategori kata

Morfologi atau tata bentuk ada pula yang menyebutnya morphemics adalah
bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal
(Verhaar, 1984 : 52). Dengan perkataan lain, morfologi mempelajari dan menganalisis
struktur, bentuk, dan klasifikasi kata-kata. Dalam linguistik bahasa Arab, morfologi ini
disebut tasrif, yaitu perubahan suatu bentuk (asal) kata menjadi bermacam-macam bentuk
untuk mendapatkan makna yang berbeda (baru). Tanpa perubahan bentuk ini, maka yang
berbeda tidak akan terbentuk (Alwasilah, 1983 : 101).

Untuk memperjelas pengertian di atas, perhatikanlah contoh-contoh berikut dari segi


struktur atau unsur-unsur yang membentuknya.

1. Makan

Makanan

Dimakan

Termakan

Makan-makan

2. Main

Mainan

Bermain

Main-main

Bermain-main

Contoh-contoh yang terpampang di atas, semuanya disebut kata. Namun


demikian, struktur kata-kata tersebut berbeda-beda. Kata makan terdiri atas satu bentuk
bermakna. Kata makanan, dimakan, dan termakan masing-masing terdiri atas dua bentuk
bermakna yaitu –an, di-, ter- dengan makan. Kata makan-makan terdiri atas dua bentuk
bermakna makan dan makan. Rumah makan pun terdiri atas dua bentuk bermakan rumah
dan makan. Kata main, sama dengan kata makan terdiri atas satu bentuk bermakna,
sedangkan kata mainan, bermain, main-mainan, permainan, memainkan masing-masing
terdiri atas dua buah bentuk bermakna yakni –an, ber-, main, per-an, me-kan dengan
main. Kata bermain-main terdiri atas tiga bentuk bermakna ber-, main, dan main.
Berdasarkan contoh di atas, kita dapat mengetahui bahwa bentuk-bentuk tersebut
dapat berubah karena terjadi suatu proses. Kata makan dapat berubah menjadi makanan,
dimakan, termakan karena masing-masing adanya penambahan –an, di-, dan ter-, dapat
pula menjadi makan-makan karena adanya pengulangan, dapat pula menjadi rumah
makan karena penggabungan dengan rumah. Perubahan bentuk atau struktur kata tersebut
dapat pula diikuti oleh perubahan jenis atau makna kata. Kata makan termasuk jenis atau
golongan kata kerja sedangkan makanan termasuk jenis atau golongan kata benda. Dari
segi makna kata makan maknanya ‘memasukan sesuatu melalui mulut’, sedangkan
makanan maknanya ‘semua benda yang dapat dimakan’.

Seluk-beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata


terhadap golongan dan arti atau makna kata seperti contoh di atas itulah yang dipelajari
oleh bidang morfologi (Ramlan, 1983 : 3).

B. Pengertian Morf, Mofrem Dan Alomorf

Morfem adalah bentuk yang paling kecil yang tidak mempunyai bentuk lain
sebagai unsurnya. Banyak morfem yang hanya mempunyai satu struktur yakni jumlah
maupun urutan fonemnya selalu tetap. Di lain pihak, banyak morfem yang mempunyai
beberapa struktur fonologis, misalnya morfem peN- mempunyai struktur-struktur
fonologis pe-, pem-, pen-, peng-, peny-, dan penge-, seperti terlihat pada kata-kata: pelari,
pembimbing, pendengar, penguji, penyakit, dan pengecat. Satuan-satuan pe-, pem-,
peng-, peny-, dan penge- masing-masing disebut morf yang semuanya alomorf dari
morfem peN- (Ramlan, 1983 : 27). Jadi dapatlah dikatakan bahwa morfem peN-
mempunyai morf-morf pe-, pem-, pen-, peng-, peny-, dan penge- sebagai alomorfnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa alomorf itu merupakan


variasi bentuk suatu morfem. Keraf (1982 : 51) mengatakan bahwa variasi itu disebabkan
oleh pengaruh lingkungan yang dimasukinya. Maksudnya, bergantung kepada jenis
fonem awal sebuah satuan yang dilekati oleh morfem tersebut. Perubahan /N/ itu harus
homogen. Sebagai contoh /N/ akan menjadi /m/ apabila dilekatkan pada bentuk dasar
yang diawali fonem /b/. Fonem /m/ dan /b/ sama-sama bunyi bilabial. Jadi yang
dimaksud dengan Morf adalah nama untuk semua bentuk yang belum diketahui
statusnya, sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui
status morfemnya.

C. Mofrem Dan Kata

Yang dimaksud dengan kata dalam pembicaraan ini ialah satuan gramatikal bebas
yang terkecil. Kata disusun oleh satu atau beberapa morfem. Kata bermorfem satu disebut
kata monomorfemis, sedangkan kata bermorfem lebih dari satu disebut kata
polimorfemis. Dalam kalimat “amin sedang mempelajari soal itu”, misalnya, terdapat
empat kata monomorfemis, yaitu Amin, sedang, soal dan itu, dan satu kata polimorfemis,
yakni mempelajari. Penggolongan kata menjadi jenis monomorfemis dan polimorfemis
adalah penggolongan berdasarkan jumlah morfem yang menyusun kata.

Kata polimorfemis dapat dilihat sebagai hasil proses morfologis yang berupa
perangkaian morfem. Kata seperti amin, sedang, soal dan itu dapat dianggap tidak
mengalami proses morfologis, sedangkan kata seperti mempelajari dan persoalan
merupakan kata hasil suatu proses morfologis.

Salah satu contoh proses morfologis adalah pengimbuhan atau afiksasi


(penambahan afiks). Penambahan afiks dapat dilakukan di depan, di tengah, di belakang
atau di depan dan belakang morfem dasar. Afiks yang ditambahkan di depan disebut
awalan atau prefiks, yang di tengah disebut sisipan atau infiks, yang di belakang disebut
akhiran atau sufiks, yang di depan dan belakang disebut apitan, sirkumfiks atau konfiks.

Contohnya adalah sebagai berikut :

Prefiks : berkata, merasa, perasa, serasa, terasing

Infiks : gerigi, gemuruh, gelosok, seruling

Sufiks : tulisi, tuliskan, tulisan

Sirkumfiks : pernyataan, persatuan, kesatuan


Afiks selalu merupakan morfem terikat, sedangkan morfem dasar dapat berupa
morfem bebas atau morfem terikat. Berikut ini beberapa contoh morfem dasar yang
terikat : aju, cantum, elak, genang, giru, huni, imbang, jelma, jenak, kitar, lancing, paut.

Morfem dengan Kata

Perhatikanlah satuan-satuan gramatik berikut ini!

1. Tanda

2. Menandai

3. Tanda tangan

4. Dari Bandung

Satuan tanda merupakan sebuah bentuk bebas karena tidak dapat dibagi menjadi
satuan-satuan bebas lainnya. Satuan menandai tidak dapat dibagi menjadi bentuk bebas.
Tetapi perhatikan bentuk atau satuan tanda tangan dapat dibagi menjadi dua satuan yakni
tanda dan tangan. Namun kalau diteliti lebih jauh, sebenarnya satuan tanda tangan
memiliki satu kesatuan yang utuh atau padu. Dengan perkataan lain, tanda tangan
memiliki sifat sebuah kata yang membedakan dirinya dari frase (Ramlan, 1983 : 28;
Prawirasumantri, 1985 : 129). Bentuk-bentuk atau satuan-satuan yang setipe itu tidak
mungkin dipisahkan atau dibalikkan menjadi tangan tanda atau dipisahkan satuan lain
tanda itu tangan. Bentuk atau satuan sepeti itu dalam hubungannya keluar selalu
merupakan satu kesatuan dari. Satuan itu bukan merupakan bentuk bebas seperti contoh
lainnya di, ke, daripada- tetapi secara gramatis memiliki sifat bebas. Satuan-satuan seperti
contoh di atas dari nomor 1 sampai dengan 4 di sebut kata.

Berdasarkan penjelasan di atas, nyatalah bahwa kata dapat terdiri atas satu
morfem atau lebih. Kata-kata seperti: duduk, makan, tidur, meja masing-masing terdiri
atas sebuah morfem, sedangkan penduduk, makanan, meja makan, kaki tangan masing-
masing terdiri atas dua buah morfem. Kata-kata yang terdiri atas satu morfem disebut
kata bermorfem tunggal atau kata monomorfemis (monomorphemic word) dan kata-kata
yang terdiri atas dua morfem atau lebih disebut kata bermorfem jamak atau kata
polimorfemis (polymorphemic word) (Verhaar, 1984 : 54).

Dari paparan di atas dapatlah ditarik suatu ciri kata. Ciri kata pada dasarnya
mencakup dua hal yaitu: (1) kata merupakan suatu kesatuan penuh dan komplit dalam
sebuah ujaran bahasa, dan (2) kata dapat ditersendirikan yakni bahwa sebuah kata dalam
kalimat dapat dipisahkan dari yang lain dan dapat dipindahkan (Parera, 1980 : 10).

D. Deretan Morfologi

Paradigma yaitu daftar lengkap perubahan afiksasi yang mungkin dengan morfem
asal yang sama (Verhaar, 1984:65). Morfem asal itu mungkin mengalami perubahan
bentuk akibat afiksasi (Sitindoan, 1984:68). Pengertian paradigma sama maknanya
dengan deretan morfologi seperti yang diungkapkan Ramlan (1983:28) yaitu suatu
deretan atau daftar yang memuat kata-kata yang berhubungan dalam bentuk dan artinya.

Deretan morfologi ini akan berguna dalam menentukan sebuah morfem. Dengan
membuat paradigma atau deretan morfologi kita akan dapat menentukan suatu morfem,
misalnya: menulis, penulis, tertulis, bertulis, bertuliskan, tulisan, tulis-menulis, menulisi,
ditulisi, dituliskan, bertuliskan, menuliskan.

Dari perbandingan kata yang terdapat dalam paradigma di atas, dapat disimpulkan
adanya morfem tulis sebagai unsur yang terdapat pada tiap-tiap kata. Dengan demikian
kita dapat menentukan bahwa menulis terdiri atas morfem meN- dan tulis dan seterusnya.

E. Kata Dasar Dan Dasar Kata

1. Kata Dasar

Kata dasar adalah kata yang paling sederhana yang belum memiliki imbuhan
Umumnya kata dasar dalam bahasa Indonesia dan juga semua bahasa yang serumpun
dengan bahasa Indonesia, terjadi dari dua suku kata : misalnya : rumah, lari, nasi, padi,
pikul, jalan, tidur dan sebagainya. Seorang ahli bahasa Jerman, Otto von Dempwolff,
dalam penelitiannya tentang bahasa Indonesia telah menetapkan dua macam pola
susunan kata dasar dalam bahasa Indonesia. Pola itu disebutnya Pola Kanonik atau
Pola Wajib, yaitu :

a. Pola Kanonik I : K-V-K-V, maksudnya tata susun bunyi yang membentuk suatu
kata dasar terdiri dari: Konsonan-Vokal-Konsonan-Vokal, misalnya: padi, lari,
paku, tiga, dada, dan sebagainya.

b. Pola Kanonik II : K-V-K-V-K, maksudnya di samping Pola Kanonik I kata-kata


dasar Indonesia dapat juga tersusun dari Konsonan-Vokal-Konsonan-Vokal-
Konsonan, misalnya: rumah, tanah, batang, sayap, larang, dan lain-lain.

Kita tidak menyangkal akan apa yang telah dikemukakan oleh Von
Dempwolff. Tetapi, andaikata kita menerima secara mutlak Pola Kanoniknya itu
sebagai dasar yang absolut, maka bagaimana kita harus menerapkan kata-kata seperti
tendang, banting, panggil, aku, api, anak, dan lain-lain. Berarti kita sekurang-
kurangnya menambahkan beberapa macam rumus lagi agar bisa menampung semua
kata dasar yang terdapat dalam bahasa Indonesia, misalnya: K-V-K-K-V-K, V-K-V-K,
V-K-V. Dan semua rumus ini sekurang-kurangnya baru mengenai kata-kata dasar. Jika
kita membahas kata-kata pada umumnya, tentu akan lebih banyak lagi.

Oleh karena itu kita mengambil suatu dasar lain yang lebih sempit yaitu
berdasarkan suku kata ( silaba ). Bila kita berusaha untuk memecah-mecahkan kata
dasar bahasa Indonesia menjadi sukukata-sukukata, maka kita akan sampai kepada
satu kesimpulan bahwa ada tiga macam struktur sukukata dalam bahasa Indonesia
yaitu: V, V-K, K-V , dan K-V-K .

Dengan demikian kata-kata dasar dalam bahasa Indonesia dibentuk dari kemungkinan-
kemungkinan gabungan dari ketiga jenis silaba itu, misalnya:

ru – mah (K-V + K-V-K)

ka – ta (K-V + K-V)

a – pa (V + K-V)
lem – but (K-V-K + K-V-K)

na – ik (K-V + V-K)

a – ir (V + V-K) dan lain-lain.

2. Dasar Kata

Jika kita memperhatikan lagi dengan cermat akan bentuk-bentuk kata dasar,
tampaklah bahwa ada banyak kata yang memiliki bagian yang sama. Seorang ahli
bahasa dari Austria bernama Renward Brandsetter telah mencurahkan minatnya
sepenuhnya dalam hal ini. Ia akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa kata-kata dasar
dalam bahasa Indonesia dalam sejarah pertumbuhannya, pernah terbentuk dari suatu
unsur yang lebih kecil yang disebut Dasar Kata. Kata-kata seperti bukit, rakit, bangkit,
ungkit, dan lain-lain dapat dipulangkan kepada suatu unsur dasar yaitu vkit.

Dengan demikian dalam bahasa Indonesia kita mendapat bermacam-macam dasar kata
seperti :

vtun : tuntun, santun, pantun.

vtas : batas, atas, pentas, petas, retas , dan lain-lain.

vlut : kalut, balut, salut, belut, dan lain-lain.

vlit : lilit, kulit, sulit, belit, dan lain-lain.

Kategori Morfologi Kelas Kata Bahasa Indonesia dapat dibedakan atas :

1. Kelas Nomina

Untuk menentukan suatu kata termasuk nomina, digunakan penanda valensi


sintaktis karena perangkat kategori morfologis pembangun kerangka sistem
morfologi nomina itu ditandai oleh valensi sintaktis yang sama, yaitu (1)
mempunyai potensi berkombinasi dengan kata bukan, (2) mempunyai potensi
didahului oleh kata di, ke, dari, pada. Kelas nomina yang ditemukan dan data
terdiri dan: (1) nomina murni, yakni nomina yang tidak berasal dari kelas kata lain,
(2) nomina deverbal, yakni nomina yang terbentuk dari verba.

2. Kelas Verba

Untuk menentukan suatu kata termasuk verba, digunakan valensi sintaktis karena
perangkat kategori pembangun kerangka sisteni morfologi verba itu ditandai oleh
valensi sintaktis yang sama, yaitu mempunya; potensi berkomhinasi dengan kata:
tidak, sudah, sedang, akan, baru, telah, belum, mau, hendak. Kelas verba yang
ditemukan pada data terdiri dari (1) verba murni, yakni verba yang tidak berasal
dari kelas kata lain, (2) verba denominal, yakni verba yang terbentuk dari nomina,
(3) verba deadjektival, yakni verba yang terbentuk dan adjektiva, (4) verba
denuineral, yakni verba yang terbentuk dari numeralia, dan (5) verba
depronominal, yakni verba yang terbentuk dari pronomina.

3. Kelas Adjektiva

Untuk menentukan suatu kata termasuk adjektiva, digunakan valensi sintaktis


karena perangkat kategori morfologis pembangun kerangka sistem morfologi
adjektiva itu ditandai oleh valensi sintaktis yang sama yaitu mempunyai potensi
berkombinasi dengan kata: sangat, agak, paling, amat, sekali.

Kelas adjektiva yang ditemukan pada data hanya satu kategori morfologis, yaitu
berupa adjektiva bentuk dasar yang terdiri dari :

Contoh : apes, aman, akrab, takut, basah, banyak, baik, bodoh, cukup, kerdil,
salam, suka, sudah, tersinggung, berwibawa, terlalu, spona, serius, sering, cantik,
tenang.

4. Kelas Numeralia

Untuk menentukan suatu kata lermasuk numeralia, digunakan valensi sintaktis


karena perangkat kategori morfologis pembangun kerangka sistem morfologis
numeralia itu ditandai oleh valensi sintaktis yang sama yaitu dapat bergabung
dengan nomina.
Kelas numeralia yang ditemukan pada data hanya ada satu macam yaitu numeralia
murni. Adapun yang dimaksud numeralia murni adalah numeralia yang tidak
berasal dari kelas kata lain. Numeralia murni ini terdiri dari numeralia dasar
(monomorfemis) dan numeralia tununan (polimortemis). Numeralia turunan yang
terbentuk dari kata-kata numeralia disebut numeralia denumeral.

5. Kelas Adverbia

Untuk menentukan suatu kata termasuk adverbia, digunakan valensi sintaktis


karena perangkat kategori morfologis pembangun kerangka sistem morfologi
adverbia itu ditandai oleh valensi sintaktis yang sama yaitu dapat bergabung
dengan verba. Kelas adverbia yang ditemukan pada data hanya ada satu kategori
morfologis, yaitu berupa adverbia bentuk dasar yang terdiri dari :

Contoh: tak, telah, akan, baru, sudah, sedang, saja, juga.

F. Pengertian Morfofonemik

Morfofonemik adalah cabang linguistik yang mempelajari perubahan bunyi yang


diakibatkan oleh adanya pengelompokkan morfem. Nelson Francis (1958) mengatakan
bahwa morfofonemik mempelajari variasi-variasi yang tampak pada struktur fonemik
alomorf-alomorf sebagai akibat pengelompokkan menjadi kata (Ahmadslamet, 1982:69).
Pengertian lain dilontarkan oleh Samsuri (1982:201) bahwa morfofonemik merupakan
studi tentang perubahan-perubahan fonem yang disebabkan hubungan dua morfem atau
lebih serta pemberian tanda-tandanya.

Prawirasumantri (1986:37) memberikan contoh untuk memperjelas bidang


garapan morfofonemik yakni dengan pertemuan morfem ber- dengan morfem ajar
menghasilkan bentuk belajar. Pada proses morfologis ini terjadi perubahan /r/ menjadi /l/.
pertemuan morfem meN- dengan lihat menjadi melihat. Disini tampak bunyi /N/ hilang
menjadi me-. Perubahan-perubahan bunyi akibat pertemuan dua morfem atau lebih
disebut morfofonemis, sedangkan tanda huruf besar pada meN- yang pada realitas
fonemis bisa berupa beberapa macam bunyi/fonem disebut morfofonem, dan ilmu yang
mempelajarinya disebut morfofonemik.

G. Proses Perubahan Fonem

Perubahan bunyi akan terjadi pada :

1. Pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang dimulai oleh fonem
atau bunyi /d/ dan bunyi /s/ khusus pada bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing
akan terjadi perubahan bunyi /N/ menjadi /n/.

meN- + datang → mendatang

meN- + survai → mensurvei

peN- + damar → pendamar

peN- + supply → pensupply

2. Pertemuan morfem meN- dan peN- pada bentuk dasar yang berawal dengan bunyi
atau fonem /b, f/ akan terjadi perubahan bunyi /N/ menjadi /m/. Misalnya :

meN- + buru → memburu

meN- + fitnah → memfitnah

peM- + buang → pembuang

peM- + fitnah → pemfitnah

3. Pertemuan morfem meN- den peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan
fonem /c, j/, maka fonem /N/ akan berubeh menadi /n/. Misalnya :

meN- + cakar → mencakar

meN- + jajal → menjajal

peN- + ceramah → penceramah


peN- + jamu → penjamu

4. Pertemuan morfem meN- dan peN- dengan. bentuk dasar yang berbunyi awal /g, h, x/
dan vokal , maka fonem /N/ akan berubah menjadi /η/. Misalnya :

meN- + khayal → mengkhayal

meN- + ambil → mengambil

meN- + ukur → mengukur

peN- + garis → penggaris

peN- + harum → pengharum

peN- + khianat → pengkhianat

5. Pertemuan morfem ber- dan per— pada bentuk dasar ajar mengakibatkan perubahan
bunyi /r/ men jadi /1/. Peristiwa ini sebenarnya merupakan peristiwa unik, sebab
hanya terjadi pada bentuk dasar ajar sehingga ada yang mengatakan suatu
“kekecualian”. Perhatikanlah :

ber- + ajar → belajar

per- + ajar → pelajar

6. Pertemuan morfem ke-an dan -i dengan bentuk dasar berfonem akhir /?/
menyebabkan fonem tersebut berubah menjadi /k/. Misalnya :

duduk /dudu?/ + ke-an → kedudukan

H. Proses Penambahan Fonem

Proses penambahan bunyi terjadi pada :

1. Pertemuan antara morfem -an, ke-an, per-an, menyebabkan timbulnya fonem atau
bunyi /?/ bila bentuk dasar itu berakhir dengan vokal /a/. Misalnya :
-an + sapa → sapaan

ke-an + sama → kesamaan

per-an + kata → perkataan

Jika peN-an dipertemukan dengan bentuk dasar yang diawali bunyi /p, t, k, dan s/ dan
diakhiri oleh vokal maka morfofonemis yang terjadi berupa perubahan, penghilangan
dan penambahan bunyi. Contoh :

peN-an + tanda → penandaan

penN-an + padu → pemaduan

peN-an + kaji → pengajian

peN-an + sampai → penyampaian

2. Pertemuan antara morfem -an, ke-an, per-an dengan bentuk dasar yang berakhir
dengan bunyi /i/ akan menyebabkan timbulnya bunyi /y/. Misalnya :

-an + hari → harian

ke-an + serasi → keserasian

per-an + api → perapian

3. Pertemuan antara morfem , ke-an, per-an dengan bentuk dasar yang berkhir dengan
fonem /u, o/ akan menyebabkan timbulnya fonem /w/. Misalnya :

-an + jamu → jamuan

ke-an + lucu → kelucuan

per-an + sekutu → persekutuan

-an + kilo → kiloan

ke-an + loyo → keloyoan


per-an + toko → pertokoan

I. Proses Penanggalan Fonem

Proses penanggalan atau penghilangan bunyi dapat terjadi atas :

1. Bunyi /N/ pada meN- dan peN- yang hilang karena pertemuan kedua morfem tersebut
dengan bentuk dasar yang berbunyi atau berfonem awal /r, l, y, w/ dan nasal.
Misalnya :

meN- + ramu → meramu

meN- + lucu → melucu

meN- + yakini → meyakini

meN- + wangi → mewangi

peN- + rusak → perusak

peN- + lacak → pelacak

peN- + yakin → peyakin

peN- + wajib → pewajib

2. Fonem /r/ pada morfern ber-, ter-, dan per- hilang bila yang berbunyi atau berfonem
awal /r/ atau yang suku pertamanya berakhir dengan bunyi /r/. Misalnya :

ber- + serta → beserta

ber- + kerja → bekerja

ter- + rasa → terasa

ter- + rayu → terayu

per- + ramal → peramal


per- + serta → peserta

J. Kaidah Fonemik

Fonemik adalah ilmu yang mempelajari bunyi-ujaran dalam fungsinya sebagai


pembeda arti. Dalam fonemik kita mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-
kemungkinan, bunyi-ujaran yang manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk
membedakan arti. Dalam kaidah fonemik atau biasa yang disebut aturan-aturan dalam
fonemik ini, kita meneliti apakah dalam perbedaan bunyi itu mempunyai fungsi sebagai
pembeda makna atau tidak.

1. Identifikasi Fonem

Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus mencari sebuah
satuan bahasa, bisanya sebuah kata yang mengandung bunyi tersebut lalu
membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa yang
pertama dan mencari pasangan minimalnya. Identitas sebuah fonem hanya berlaku
dalam satu bahasa tertentu saja.

2. Alofon

Alofon-alofon dari sebuah fonem mempunyai kemiripan fonetis, artinya banyak


mempunyai kesamaan dalam pengucapannya. Tentang distribusinya, mungkin
bersifat komplementer atau bebas. Distribusi komplementer atau saling melengkapi
adalah distribusi yang tempatnya tidak bisa dipertukarkan, meskipun diperlukan tidak
akan menimbulkan perbedaan makna, sifatnya tetap pada lingkungan tertentu.
Sedangkan distribusi bebas adalah bahwa alofon-alofon itu boleh digunakan tanpa
persyaratan lingkungan bunyi tertentu. Alofon adalah realisasi dari fonem. Fonem
bersifat abstrak karena fonem itu hanyalah abstraksi dari alofon atau alofon-alofon
itu.

3. Klasifikasi Fonem
Fonem dibedakan menjadi fonem vokal dan konsonan. Ini agak terbatas sebab hanya
bunyi-bunyi yang dapat membedakan makna saja yang dapat menjadi fonem. Fonem-
fonem yang berupa bunyi, yang didapat sebagai hasil segmentasi terhadap arus ujaran
disebut fonem segmental. Sebaliknya fonem yang berupa unsur suprasegmental
disebut fonem suprasegmental atau fonem nonsegmental. Dalam bahasa Indonesia
unsur suprasegmental tampaknya tidak bersifat fonemis atau morfemis, namun
intonasi mempunyai peranan pada tingkat sintaksis. Kalau kriteria klasifikasi terhadap
fonem sama dengan kriteria yang dipakai untuk klasifikasi bunyi (fon) maka
penamaan kemampuan sama dengan penamaan bunyi.

4. Khazanah Fonem

Khazanah fonem adalah banyaknya fonem yang terdapat dalam satu bahasa. Jumlah
fonem suatu ba\hasa tidak sama jumlahnya dengan yang dimiliki bahasa lain. Ada
kemungkinan juga, karena perbedaan tafsiran, maka jumlah fonem tidak sama.

5. Perubahan Fonem

Ucapan sebuah fonem dapat berbeda-beda sebab sangat tergantung pada


lingkungannya, atau ada fonem-fonem lain yang berada di sekitarnya. Namun,
perubahan yang terjadi pada kasus fonem /o/ bahasa Indonesia itu bersifat fonetis,
tidak mengubah fonem /o/ itu menjadi fonem lain.

6. Fonem dan Grafem

Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan
makna kata. Ini dapat dicari dari dua buah kata yang mirip, yang memiliki satu bunyi
yang berbeda. Fonem dianggap sebagai konsep abstrak. Dalam studi fonologi, alofon-
alofon yang merealisasikan sebuah fonem itu dapat dilambangkan secara akurat
dalam wujud tulisan atau transkripsi fonetik. Yang paling tidak akurat adalah
transkripsi ortografis, yakni penulisan fonem-fonem suatu bahasa menurut sistem
ejaan yang berlaku pada suatu bahasa. Grafem adalah satuan unit terkecil sebagai
pembeda dalam sebuah sistem aksara. Contoh grafem antara lain adalah huruf alfabet,
aksara Tionghoa, angka, tanda baca, serta simbol dari sistem penulisan lain. Satu
grafem dapat dipetakan tepat pada satu fonem, meskipun cukup banyak sistem ejaan
yang memetakan beberapa grafem untuk satu fonem (misalnya grafem dan untuk
fonem /ŋ/) atau sebaliknya, satu grafem untuk beberapa fonem (misalnya grafem
untuk fonem /e/ dan /ə/).

DAFTAR PUSTAKA

http://tata-bahasa.110mb.com/Index.htm

http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detailmateri&id=85

http://muslich-m.blogspot.com/2007/08/fonologi-bahasa-indonesia.html

Farida Listia. 2015. "makalah morfologi",


https://faridalistia.wordpress.com/2015/01/14/makalah-morfologi/. diakses pada 1 April 2022.

Anda mungkin juga menyukai