TATARAN MORFOLOGI
Dibuat untuk memenuhi mata kuliah Konsep Dasar Bahasa Indonesia SD semester genap
Disusun oleh :
NIM : 2021143184
Kelas : 2E
TATARAN MORFOLOGI
A. Pengertian Morfologi
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari
bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan logos
berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphe dan logos ialah bunyi yang biasa
muncul diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur
pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Morfologi juga mempelajari arti yang timbul sebagai akibat peristiwa gramatik,
yang biasa disebut arti gramatikal atau makna. Satuan yang paling kecil dipelajari oleh
morfologi adalah morfem, sedangkan yang paling besar berupa kata. Morfologi hanya
mempelajari peristiwa-peristiwa yang umum, peristiwa yang berturut-turut terjadi, yang
bisa dikatakan merupakan sistem dalam bahasa.
Peristiwa perubahan bentuk misalnya pada perubahan kata dari jala menjadi jalan
pada kata berjalan, dan perubahan dari kata aku menjadi saya, serta perubahan kata dari
tahun menjadi tuhan boleh dikatakan hanya terjadi pada kata tersebut. Oleh karena itu,
peristiwa tersebut tidak bisa disebut sebagai peristiwa umum, tentu saja bukan termasuk
dalam bidang morfologi, melainkan termasuk dalam ilmu yang biasa disebut etimologi,
yaitu ilmu yang mempelajari seluk-beluk asal sesuatu kata secara khusus.
Dalam bahasa Indonesia mempunyai berbagai bentuk. Kata sedih, gembira, dan
senang merupakan satu morfem. Kata bersedih, bergembira, dan bersenang merupakan
dua morfem, yaitu morfem ber- sebagai afiks, dam morfem sedih merupakan bentuk
dasarnya begitu juga dengan morfem bergembira dan bersenang terdiri dari dua morfem.
Kata senang-senang terdiri dari dua morfem yaitu morfem senang sebagai bentuk dasar
dan diikuti oleh senang sebagai morfem ulang. Semua yang berhubungan denngan bentuk
kata tersebut yang menjadi objek dari suatu ilmu disebut dengan morfologi.
Perbedaan atau perubahan golongan dan arti kata tersebut disebabkan oleh
perubahan bentuk kata. Karena itu, selain menyelidiki bidangnya yang utama dalam
seluk-beluk bentuk kata, morfologi juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan
golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat perubahan bentuk kata.
1. Menurut Ramlan (1978:2) Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang
membicarakan atau mempelajari seluk beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-
perubahan struktur kata terhadap golongan dan arti kata.
2. Menurut Nida (1974: 1) menyatakan bahwa morfologi adalah suatu kajian tentang
morfem-morfem dan penyusunan morfem dalam rangka pembentukan kata.
3. Menurut Cristal ( 198 : 232 – 233 ), morfologi adalah cabang tata bahasa yang
menelaah struktur atau bentuk kata, utamanya melalui pengguanaan morfem.
Morfologi pada umumnya dibagi ke dalam dua bidang : yakni telaah infleksi
(inflectional morfhology ). Dan telaah pembentukan kata (lexical or derivational
morphology). Analisi morfemik bagian dari telaah linguistik sikronis ; analisis
morfologis diterapkan terhadap telaah historis. Analisis morfologis dilakukan dalam
berbagai bentuk. Satu pendekatan membuat telaah distribusional morfem dan varian
morfemis yang muncul dalam kata ( analisis susunan morfotaktis ). Suatu model
pemerian yang memandang hubungan antara kata – kata sebagai proses derivasi.
Dalam linguistic generative, morfologi dan sintaksis tidak dilihat sebagai dua tingkat
terpisah ; kaidah – kaidah dari tata bahasa berlaku bagi struktur kata, seperti halnya
terhadap frasa dan kalimat, dan konsep – konsep morfologis hanya muncul sebagai
titik dimana output komponen sintaksis harus diberikan representasi fonologi melalui
kaidah – kaidah morfofonologis.
1. Fungsi Morfologi
2. Tujuan Morfologi
Morfologi atau tata bentuk ada pula yang menyebutnya morphemics adalah
bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal
(Verhaar, 1984 : 52). Dengan perkataan lain, morfologi mempelajari dan menganalisis
struktur, bentuk, dan klasifikasi kata-kata. Dalam linguistik bahasa Arab, morfologi ini
disebut tasrif, yaitu perubahan suatu bentuk (asal) kata menjadi bermacam-macam bentuk
untuk mendapatkan makna yang berbeda (baru). Tanpa perubahan bentuk ini, maka yang
berbeda tidak akan terbentuk (Alwasilah, 1983 : 101).
1. Makan
Makanan
Dimakan
Termakan
Makan-makan
2. Main
Mainan
Bermain
Main-main
Bermain-main
Morfem adalah bentuk yang paling kecil yang tidak mempunyai bentuk lain
sebagai unsurnya. Banyak morfem yang hanya mempunyai satu struktur yakni jumlah
maupun urutan fonemnya selalu tetap. Di lain pihak, banyak morfem yang mempunyai
beberapa struktur fonologis, misalnya morfem peN- mempunyai struktur-struktur
fonologis pe-, pem-, pen-, peng-, peny-, dan penge-, seperti terlihat pada kata-kata: pelari,
pembimbing, pendengar, penguji, penyakit, dan pengecat. Satuan-satuan pe-, pem-,
peng-, peny-, dan penge- masing-masing disebut morf yang semuanya alomorf dari
morfem peN- (Ramlan, 1983 : 27). Jadi dapatlah dikatakan bahwa morfem peN-
mempunyai morf-morf pe-, pem-, pen-, peng-, peny-, dan penge- sebagai alomorfnya.
Yang dimaksud dengan kata dalam pembicaraan ini ialah satuan gramatikal bebas
yang terkecil. Kata disusun oleh satu atau beberapa morfem. Kata bermorfem satu disebut
kata monomorfemis, sedangkan kata bermorfem lebih dari satu disebut kata
polimorfemis. Dalam kalimat “amin sedang mempelajari soal itu”, misalnya, terdapat
empat kata monomorfemis, yaitu Amin, sedang, soal dan itu, dan satu kata polimorfemis,
yakni mempelajari. Penggolongan kata menjadi jenis monomorfemis dan polimorfemis
adalah penggolongan berdasarkan jumlah morfem yang menyusun kata.
Kata polimorfemis dapat dilihat sebagai hasil proses morfologis yang berupa
perangkaian morfem. Kata seperti amin, sedang, soal dan itu dapat dianggap tidak
mengalami proses morfologis, sedangkan kata seperti mempelajari dan persoalan
merupakan kata hasil suatu proses morfologis.
1. Tanda
2. Menandai
3. Tanda tangan
4. Dari Bandung
Satuan tanda merupakan sebuah bentuk bebas karena tidak dapat dibagi menjadi
satuan-satuan bebas lainnya. Satuan menandai tidak dapat dibagi menjadi bentuk bebas.
Tetapi perhatikan bentuk atau satuan tanda tangan dapat dibagi menjadi dua satuan yakni
tanda dan tangan. Namun kalau diteliti lebih jauh, sebenarnya satuan tanda tangan
memiliki satu kesatuan yang utuh atau padu. Dengan perkataan lain, tanda tangan
memiliki sifat sebuah kata yang membedakan dirinya dari frase (Ramlan, 1983 : 28;
Prawirasumantri, 1985 : 129). Bentuk-bentuk atau satuan-satuan yang setipe itu tidak
mungkin dipisahkan atau dibalikkan menjadi tangan tanda atau dipisahkan satuan lain
tanda itu tangan. Bentuk atau satuan sepeti itu dalam hubungannya keluar selalu
merupakan satu kesatuan dari. Satuan itu bukan merupakan bentuk bebas seperti contoh
lainnya di, ke, daripada- tetapi secara gramatis memiliki sifat bebas. Satuan-satuan seperti
contoh di atas dari nomor 1 sampai dengan 4 di sebut kata.
Berdasarkan penjelasan di atas, nyatalah bahwa kata dapat terdiri atas satu
morfem atau lebih. Kata-kata seperti: duduk, makan, tidur, meja masing-masing terdiri
atas sebuah morfem, sedangkan penduduk, makanan, meja makan, kaki tangan masing-
masing terdiri atas dua buah morfem. Kata-kata yang terdiri atas satu morfem disebut
kata bermorfem tunggal atau kata monomorfemis (monomorphemic word) dan kata-kata
yang terdiri atas dua morfem atau lebih disebut kata bermorfem jamak atau kata
polimorfemis (polymorphemic word) (Verhaar, 1984 : 54).
Dari paparan di atas dapatlah ditarik suatu ciri kata. Ciri kata pada dasarnya
mencakup dua hal yaitu: (1) kata merupakan suatu kesatuan penuh dan komplit dalam
sebuah ujaran bahasa, dan (2) kata dapat ditersendirikan yakni bahwa sebuah kata dalam
kalimat dapat dipisahkan dari yang lain dan dapat dipindahkan (Parera, 1980 : 10).
D. Deretan Morfologi
Paradigma yaitu daftar lengkap perubahan afiksasi yang mungkin dengan morfem
asal yang sama (Verhaar, 1984:65). Morfem asal itu mungkin mengalami perubahan
bentuk akibat afiksasi (Sitindoan, 1984:68). Pengertian paradigma sama maknanya
dengan deretan morfologi seperti yang diungkapkan Ramlan (1983:28) yaitu suatu
deretan atau daftar yang memuat kata-kata yang berhubungan dalam bentuk dan artinya.
Deretan morfologi ini akan berguna dalam menentukan sebuah morfem. Dengan
membuat paradigma atau deretan morfologi kita akan dapat menentukan suatu morfem,
misalnya: menulis, penulis, tertulis, bertulis, bertuliskan, tulisan, tulis-menulis, menulisi,
ditulisi, dituliskan, bertuliskan, menuliskan.
Dari perbandingan kata yang terdapat dalam paradigma di atas, dapat disimpulkan
adanya morfem tulis sebagai unsur yang terdapat pada tiap-tiap kata. Dengan demikian
kita dapat menentukan bahwa menulis terdiri atas morfem meN- dan tulis dan seterusnya.
1. Kata Dasar
Kata dasar adalah kata yang paling sederhana yang belum memiliki imbuhan
Umumnya kata dasar dalam bahasa Indonesia dan juga semua bahasa yang serumpun
dengan bahasa Indonesia, terjadi dari dua suku kata : misalnya : rumah, lari, nasi, padi,
pikul, jalan, tidur dan sebagainya. Seorang ahli bahasa Jerman, Otto von Dempwolff,
dalam penelitiannya tentang bahasa Indonesia telah menetapkan dua macam pola
susunan kata dasar dalam bahasa Indonesia. Pola itu disebutnya Pola Kanonik atau
Pola Wajib, yaitu :
a. Pola Kanonik I : K-V-K-V, maksudnya tata susun bunyi yang membentuk suatu
kata dasar terdiri dari: Konsonan-Vokal-Konsonan-Vokal, misalnya: padi, lari,
paku, tiga, dada, dan sebagainya.
Kita tidak menyangkal akan apa yang telah dikemukakan oleh Von
Dempwolff. Tetapi, andaikata kita menerima secara mutlak Pola Kanoniknya itu
sebagai dasar yang absolut, maka bagaimana kita harus menerapkan kata-kata seperti
tendang, banting, panggil, aku, api, anak, dan lain-lain. Berarti kita sekurang-
kurangnya menambahkan beberapa macam rumus lagi agar bisa menampung semua
kata dasar yang terdapat dalam bahasa Indonesia, misalnya: K-V-K-K-V-K, V-K-V-K,
V-K-V. Dan semua rumus ini sekurang-kurangnya baru mengenai kata-kata dasar. Jika
kita membahas kata-kata pada umumnya, tentu akan lebih banyak lagi.
Oleh karena itu kita mengambil suatu dasar lain yang lebih sempit yaitu
berdasarkan suku kata ( silaba ). Bila kita berusaha untuk memecah-mecahkan kata
dasar bahasa Indonesia menjadi sukukata-sukukata, maka kita akan sampai kepada
satu kesimpulan bahwa ada tiga macam struktur sukukata dalam bahasa Indonesia
yaitu: V, V-K, K-V , dan K-V-K .
Dengan demikian kata-kata dasar dalam bahasa Indonesia dibentuk dari kemungkinan-
kemungkinan gabungan dari ketiga jenis silaba itu, misalnya:
ka – ta (K-V + K-V)
a – pa (V + K-V)
lem – but (K-V-K + K-V-K)
na – ik (K-V + V-K)
2. Dasar Kata
Jika kita memperhatikan lagi dengan cermat akan bentuk-bentuk kata dasar,
tampaklah bahwa ada banyak kata yang memiliki bagian yang sama. Seorang ahli
bahasa dari Austria bernama Renward Brandsetter telah mencurahkan minatnya
sepenuhnya dalam hal ini. Ia akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa kata-kata dasar
dalam bahasa Indonesia dalam sejarah pertumbuhannya, pernah terbentuk dari suatu
unsur yang lebih kecil yang disebut Dasar Kata. Kata-kata seperti bukit, rakit, bangkit,
ungkit, dan lain-lain dapat dipulangkan kepada suatu unsur dasar yaitu vkit.
Dengan demikian dalam bahasa Indonesia kita mendapat bermacam-macam dasar kata
seperti :
1. Kelas Nomina
2. Kelas Verba
Untuk menentukan suatu kata termasuk verba, digunakan valensi sintaktis karena
perangkat kategori pembangun kerangka sisteni morfologi verba itu ditandai oleh
valensi sintaktis yang sama, yaitu mempunya; potensi berkomhinasi dengan kata:
tidak, sudah, sedang, akan, baru, telah, belum, mau, hendak. Kelas verba yang
ditemukan pada data terdiri dari (1) verba murni, yakni verba yang tidak berasal
dari kelas kata lain, (2) verba denominal, yakni verba yang terbentuk dari nomina,
(3) verba deadjektival, yakni verba yang terbentuk dan adjektiva, (4) verba
denuineral, yakni verba yang terbentuk dari numeralia, dan (5) verba
depronominal, yakni verba yang terbentuk dari pronomina.
3. Kelas Adjektiva
Kelas adjektiva yang ditemukan pada data hanya satu kategori morfologis, yaitu
berupa adjektiva bentuk dasar yang terdiri dari :
Contoh : apes, aman, akrab, takut, basah, banyak, baik, bodoh, cukup, kerdil,
salam, suka, sudah, tersinggung, berwibawa, terlalu, spona, serius, sering, cantik,
tenang.
4. Kelas Numeralia
5. Kelas Adverbia
F. Pengertian Morfofonemik
1. Pertemuan morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang dimulai oleh fonem
atau bunyi /d/ dan bunyi /s/ khusus pada bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing
akan terjadi perubahan bunyi /N/ menjadi /n/.
2. Pertemuan morfem meN- dan peN- pada bentuk dasar yang berawal dengan bunyi
atau fonem /b, f/ akan terjadi perubahan bunyi /N/ menjadi /m/. Misalnya :
3. Pertemuan morfem meN- den peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan
fonem /c, j/, maka fonem /N/ akan berubeh menadi /n/. Misalnya :
4. Pertemuan morfem meN- dan peN- dengan. bentuk dasar yang berbunyi awal /g, h, x/
dan vokal , maka fonem /N/ akan berubah menjadi /η/. Misalnya :
5. Pertemuan morfem ber- dan per— pada bentuk dasar ajar mengakibatkan perubahan
bunyi /r/ men jadi /1/. Peristiwa ini sebenarnya merupakan peristiwa unik, sebab
hanya terjadi pada bentuk dasar ajar sehingga ada yang mengatakan suatu
“kekecualian”. Perhatikanlah :
6. Pertemuan morfem ke-an dan -i dengan bentuk dasar berfonem akhir /?/
menyebabkan fonem tersebut berubah menjadi /k/. Misalnya :
1. Pertemuan antara morfem -an, ke-an, per-an, menyebabkan timbulnya fonem atau
bunyi /?/ bila bentuk dasar itu berakhir dengan vokal /a/. Misalnya :
-an + sapa → sapaan
Jika peN-an dipertemukan dengan bentuk dasar yang diawali bunyi /p, t, k, dan s/ dan
diakhiri oleh vokal maka morfofonemis yang terjadi berupa perubahan, penghilangan
dan penambahan bunyi. Contoh :
2. Pertemuan antara morfem -an, ke-an, per-an dengan bentuk dasar yang berakhir
dengan bunyi /i/ akan menyebabkan timbulnya bunyi /y/. Misalnya :
3. Pertemuan antara morfem , ke-an, per-an dengan bentuk dasar yang berkhir dengan
fonem /u, o/ akan menyebabkan timbulnya fonem /w/. Misalnya :
1. Bunyi /N/ pada meN- dan peN- yang hilang karena pertemuan kedua morfem tersebut
dengan bentuk dasar yang berbunyi atau berfonem awal /r, l, y, w/ dan nasal.
Misalnya :
2. Fonem /r/ pada morfern ber-, ter-, dan per- hilang bila yang berbunyi atau berfonem
awal /r/ atau yang suku pertamanya berakhir dengan bunyi /r/. Misalnya :
J. Kaidah Fonemik
1. Identifikasi Fonem
Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus mencari sebuah
satuan bahasa, bisanya sebuah kata yang mengandung bunyi tersebut lalu
membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa yang
pertama dan mencari pasangan minimalnya. Identitas sebuah fonem hanya berlaku
dalam satu bahasa tertentu saja.
2. Alofon
3. Klasifikasi Fonem
Fonem dibedakan menjadi fonem vokal dan konsonan. Ini agak terbatas sebab hanya
bunyi-bunyi yang dapat membedakan makna saja yang dapat menjadi fonem. Fonem-
fonem yang berupa bunyi, yang didapat sebagai hasil segmentasi terhadap arus ujaran
disebut fonem segmental. Sebaliknya fonem yang berupa unsur suprasegmental
disebut fonem suprasegmental atau fonem nonsegmental. Dalam bahasa Indonesia
unsur suprasegmental tampaknya tidak bersifat fonemis atau morfemis, namun
intonasi mempunyai peranan pada tingkat sintaksis. Kalau kriteria klasifikasi terhadap
fonem sama dengan kriteria yang dipakai untuk klasifikasi bunyi (fon) maka
penamaan kemampuan sama dengan penamaan bunyi.
4. Khazanah Fonem
Khazanah fonem adalah banyaknya fonem yang terdapat dalam satu bahasa. Jumlah
fonem suatu ba\hasa tidak sama jumlahnya dengan yang dimiliki bahasa lain. Ada
kemungkinan juga, karena perbedaan tafsiran, maka jumlah fonem tidak sama.
5. Perubahan Fonem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan
makna kata. Ini dapat dicari dari dua buah kata yang mirip, yang memiliki satu bunyi
yang berbeda. Fonem dianggap sebagai konsep abstrak. Dalam studi fonologi, alofon-
alofon yang merealisasikan sebuah fonem itu dapat dilambangkan secara akurat
dalam wujud tulisan atau transkripsi fonetik. Yang paling tidak akurat adalah
transkripsi ortografis, yakni penulisan fonem-fonem suatu bahasa menurut sistem
ejaan yang berlaku pada suatu bahasa. Grafem adalah satuan unit terkecil sebagai
pembeda dalam sebuah sistem aksara. Contoh grafem antara lain adalah huruf alfabet,
aksara Tionghoa, angka, tanda baca, serta simbol dari sistem penulisan lain. Satu
grafem dapat dipetakan tepat pada satu fonem, meskipun cukup banyak sistem ejaan
yang memetakan beberapa grafem untuk satu fonem (misalnya grafem dan untuk
fonem /ŋ/) atau sebaliknya, satu grafem untuk beberapa fonem (misalnya grafem
untuk fonem /e/ dan /ə/).
DAFTAR PUSTAKA
http://tata-bahasa.110mb.com/Index.htm
http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detailmateri&id=85
http://muslich-m.blogspot.com/2007/08/fonologi-bahasa-indonesia.html