Anda di halaman 1dari 19

APAKAH MORFOLOGI

ITU
Dosen Dr Muhammad Sukri, M.Hum.
Ketika anda membuka kamus dengan maksud mencari makna kata
/jalan/, anda tidak akan merasa heran bahwa tidak ada entri terpisah
untuk kata-kata: jalan, berjalan, jalan-jalan, dan perjalanan. Jika anda
mencermati secara saksama kalimat: Ahmad berjalan kaki ke kampus,
dan anda ingin menemukan arti berjalan kaki; anda tidak akan mencari
entri berjalan kaki, tetapi anda akan mencari entri jalan kaki.
Berdasarkan pada apa yang anda temukan dalam kamus bahasa
Indonesia itu, mungkin akan terlintas di benak anda bahwa begitu
banyak kata yang dapat dibentuk dengan menggunakan satu dasar
bentukan, yakni kata jalan. Kata jalan terdiri atas satu morfem, kata
berjalan terdiri atas dua morfem (morfem /ber-/ dan morfem /jalan/
sebagai bentuk dasarnya., kata perjalanan terdiri atas dua morfem
(morfem /per-[-an]/ sebagai afiks dan morfem /jalan/ sebagai bentuk
dasarnya).
Adapun ketika anda mengulang kata jalan, maka anda akan
mendapatkan kata jalan-jalan yg terdiri atas satu morfem; hanya saja
kelihatan sepintas lalu bahwa kata jalan-jalan terdiri atas dua morfem.
Namun, perlu diingat bahwa morfem tsb diulang dan tetap terdiri atas
satu morfem. Pada kesempatan lain, dan anda tidak sengaja mendengar
teman anda mengucapkan kalimat: Gatot berjalan-jalan di sekitar
kampus; maka anda tahu bahwa kata berjalan-jalan juga dibentuk dari
kata jalan sbg bentuk dasarnya. Tetapi, akan ada keragu-raguan dalam
benak anda; apakah kata berjalan-jalan itu terdiri atas dua morfem atau
tiga?. Jawabannya ialah kata berjalan- jalan terdiri atas tiga morfem,
yakni morfem /ber-/ sebagai morfem afiks, morfem jalan yang secara
bersama-sama dg morfem /ber-/ sbg bentuk dasar dan morfem jalan yg
kedua yg mrp morfem ulang. Kenyataan kata dalam semua bentukannya
melalui mekanisme tertentu (apakah afiksasi, reduplikasi, dan bahkan
pemajemukan) menjadi sasarkaji atau objek kajian morfologi.
Dalam kajiannya, morfologi berhubungan dg proses perubahan2x
bentuk kata yg sekaligus menyebabkan perubahan golongan & arti
kata. Bhs Indonesia misalnya, golongan kata kain, tidak sama dg
golongan kata berkain. Kata kain termasuk nomina, sedangkan kata
berkain termasuk verba. Sbg data pembanding, dlm bhs Inggris
ditemukan bentuk2x infleksi: forms (form), books (book), stops (stop,
stoped), watches (watch) dll. Selanjutnya, dalam bhs Inggris juga dpt
ditemukan bentuk2x derivasi: dance dancer, drive driver, run runner, dll.
Jika diperhatikan, bahwa dari contoh ini dapat dikatakan bahwa baik
proses infleksi maupun derivasi mrp proses morfemis. Tapi, kriteria yg
digunakan utk membedakan apakah suatu proses morfemis itu termasuk
infleksi atau derivasi adalah bhw proses derivasi mrp suatu proses
morfemis yg menghasilkan leksem baru, sedangkan infleksi mrp proses
morfemis yg menghasilkan bentuk2x kata yg berbeda dari kelas kata
dasarnya dan jelas tidak membentuk unit leksikal yg baru.
Jika anda termasuk penutur bhs Indonesia, anda akan mengenal dan
mengetahui bahwa kata pemandian terbentuk dari morfem afiks /p-
[-an]/ dan /mandi/ sebagai bentuk dasarnya. Sehingga dengan mudah
anda mengatakan bahwa kata /pemandian/ terdiri atas dua morfem.
Mengapa dua morfem? Alasannya ialah bahwa dalam bhs Indonesia
tidak terdapat bentukan *pemandi dan *mandian. Golongan kata
/mandi/ tidak sama dengan golongan kata /pemandian/. Kata /mandi/
termasuk golongan kata verbal sedangkan kata /pemandian/, ‘tempat
mandi’ termasuk golongan kata nominal.
Dalam membedah fenomena kebahasaan, morfologi tidak berhenti
hanya pada segi bentuk, tetapi juga berusaha mencari tahu arti kata sbg
akibat perubahan bentuk kata itu sendiri. Kata2x seperti jalan, berjalan,
jalan-jalan, dan perjalanan, tentu saja punya arti yg berbeda-beda.
Demikian pula halnya dengan kata2x dalam bhs Sasak seperti mandiq,
kepandiq, dan pemandiqan sudah jelas mengemban arti tersendiri.
Berdasarkan uraian di atas, kiranya dapat mengantarkan kita pada
anggitan (definisi) morfologi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
morfologi adalah cabang ilmu bahasa (linguistik) yang berhubungan
dengan struktur internal kata serta korespondensi antara bentuk dan
makna kata-kata secara sistematis (bandingkan Ramlan, 1987:21,
Keraf, 1994, Kridalaksana, 1996:10, Muslich, 1990:28, Nida, 1974:1,
Matthews,1997:231, Malmkjær, 1995:314, O’Grady dan Dobrovolsky,
1989: 89-90, Bauer,1983: 33, Crystal, 1997: 249, Katamba, 1993:3, dan
Boiij, 2007:7).
Salah satu cabang linguistik mikro adalah morfologi yang merupakan
ilmu yang mempelajari bagian-bagian kata. Dalam bahasa Inggris, ilmu
ini dikenal dengan morphology yang dahulu disebut morphemic. Ilmu ini
sangat terkait dengan tata bahasa atau gramatika. Bahkan morfologi
merupakan saudara sintaksis (pembahasan lebih lanjut, pertemuan
berikutnya).
1.1 MORFOLOGI DAN LEKSIKOLOGI
Seperti yang ternyatakan dalam sub 1.1 bahwa morfologi berhubungan dengan
struktur internal kata di mana jalinan dalam struktur itu dapat dikatakan tidak dapat
dipisahkan (inextricably) serta jalin-menjalin (entwined). Di sisi lain, leksikologi
berhubungan dengan perbendaharaan kata dalam suatu bahasa. Dengan kalimat
lain, dapat dikatakan bahwa leksikologi mempelajari arti kata seperti yang ternyatakan
dalam kamus. Dengan maksud memperjelas konsep, berian contoh kalimat berikut
ini diharapkan dapat mempermudah pemahaman kita mengenai batasan antara
leksikologi dan morfologi.

1) Pohon kelapa itu pendek


2) Anak muda cenderung berpikir pendek
3) Anak manja itu memiliki angan-angan pendek
Selanjutnya diterangkan pula arti kata bentukan dari kata tersebut. Kata
memendekkan berarti ‘membuat sesuatu menjadi lebih pendek’
memperpendek artinya ‘membuat sesuatu berbeda dari ukuran sebenarnya’ dan
sebagainya. Meskipun leksikologi maupun morfologi sama-sama mempelajari
masalah arti, namun perlu dicatat bahwa terdapat celah perbedaan antara
keduanya. Perbedaan yang dimaksud adalah sebagai berikut (lihat tabel 1 di
bawah) ini.
Leksikologi Morfologi Area
- mempelajari arti kata - mempelajari arti yang - dalam kajian morfologi,
     
sesuai dengan kamus
  timbul sebagai akibat peristiwa sintaksis, dan semantik; bentuk leksikal

(leksikal) gramatik (makna) mengandung sejumlah pertentangan


 
terutama kaitannya dengan fungsi ekspresi
- mempelajari perubahan bentuk kata
- mempelajari pemakaian kata (misalnya kata leksikal). (lihat

Bauer,
2007:108-117)
1.3 MORFOLOGI DAN ETIMOLOGI
Jika di bidang arti ada pendekatan antara morfologi dan leksikologi, maka di bidang
bentuk ada pendekatan antara morfologi dan etimologi. Dengan maksud
memperjelas perbedaan keduanya, berian contoh berikut diharapkan dapat
membantu pemahaman ihwal perbedaan itu. Dalam bahasa Indonesia ditemukan
kata-kata seperti kena, berkenan, perkenankan; di samping kata ia, ada juga kata
dia, yang, dan nya; di samping ada kata tuan, terdapat juga kata tuhan.
Persoalan yang muncul selanjutnya adalah: adakah perubahan bentuk yang
dapat diamati dalam kata-kata itu menjadi urusan bidang kajian morfologi?. Seperti
telah dinyatakan sebelunya bahwa morfologi khusus mempelajari struktur internal
kata dan korespondensi antara bentuk dan makna kata-kata secara sistematis.
Hanya saja perlu ditegaskan juga bahwa yang diselidiki oleh morfologi adalah
peristiwa-peristiwa umum dalam proses pembentukan kata baik melalui
mekanisme afiksasi, reduplikasi, maupun melalui mekanisme pemajemukan
(pembahasan lebih mendetail dalam pertemuan 5).
•Berdasarkan pada data yang ditemukan dalam bahasa Indonesia tersebut di atas (kata kena
menjadi kenan seperti yang terdapat dalam bentukan berkenan; kata ganti ia menjadi dia; dan
terakhir ialah perubahan dari kata tuan menjadi kata tuhan, dapat dikatakan hanya terjadi
pada kalangan kata-kata tersebut. Artinya, tidak ada kaidah (rule) yang dapat dijadikan dasar
dalam proses pembentukan kata itu. Dengan kalimat lain, perubahan kata-kata itu di luar kaidah
pembentukan kata seperti halnya terjadi pada proses pembentukan kata melalui afiksasi
misalnya, dengan mudah dapat dikatakan bahwa setiap morfem dasar yang terdiri atas satu
suku (silabel) kata yang ditambahkan morfem afiks /m-/ akan menjadi /m/ dan
seterusnya. Dengan demikian, peristiwa- peristiwa yang tidak dapat diatur dengan kaidah
pembentukan kata tidak dapat disebut sebagai peristiwa umum, dan sudah tentu bukan
merupakan cakupan morfologi, melainkan termasuk ke dalam bidang ilmu lain yang dikenal
dengan istilah etimologi. Jadi, etimologi adalah kajian yang mempelajari asal-usul suatu kata.
1.4 MORFOLOGI DAN FONOLOGI
Apabila dua morfem dihubungkan atau diucapkan yang satu sesudah
yang lain, ada kalanya terjadi perubahan pada segmen-segmen yang
bersinggungan. Studi tentang perubahan-perubahan pada segmen yang
disebabkan oleh hubungan dua morfem atau lebih itu disebut proses
morfofonologi atau proses morfofonemik.
Morfofonologi dapat diartikan sebagai kajian yang menjelaskan berbagai
perubahan fonologi yang terjadi karena morfem yang satu digabungkan
dengan morfem yang lain dalam rangka pembentukan kata.
Pembentukan kata itu sendiri dapat melalui berbagai cara, yaitu afiksasi,
reduplikasi, dan komposisi (pemajemukan).
Perubahan fonologi yang dimaksud adalah yang menyangkut tiga hal:

1) penambahan suatu segmen fonem,

2) penghilangan suatu segmen fonem pada morfem-morfem yang dilibatkan dalam


proses pembentukan kata itu sendiri, dan
3) perubahan suatu segmen fonem (apakah segmen konsonan atau vokal) menjadi
segmen lain akibat dari proses pembantukan kata.
Jadi, dapat dikatakan di sini ialah hubungan antara morfologi dan fonologi terlihat
jelas dalam kajian morfofonemik. Bergabungnya dua bidang kajian bahasa ini,
morfologi menangani bentuk bahasa dan fonologi menangani bunyi bahasa. Hal ini
tidak dapat dihindari karena memang fenomena kebahasaan yang terjadi tidak
cukup ditangani dengan satu bidang kajian semata.
1.5 MORFOLOGI DAN SINTAKSIS
Penutur suatu bahasa biasanya memiliki pengetahuan tidak hanya mengenai kata- kata
bahasa itu, tetapi juga mengenai komposisi dan struktur kata-kata tersebut (Halle,
1973:3). Nida (1974:1) mendefinisikan morfologi sebagai berikut: “Morphology is the study of
morphemes and their arrangements in forming word”. Tampak jelas definisi tersebut
mengisyaratkan bahwa morfologi adalah studi tentang morfem dan aturannya atau kaidahnya
dalam pembentukan kata. Selanjutnya, Nida mengatakan: ‘Morphemes are the minimal
meaningfull unit which may constitute word or part of word”. Morfem adalah unit terkecil
yang bermakna yang dapat membangun kata-kata atau bagian dari kata-kata.
Definisi morfologi Nida (1974) agak berbeda dengan defiinisi yang dikemukakan oleh
Matthews (1997:231) berikut:
The study of the grammatical structure of words and the categories realized by them.Thus, a
morphological analysis will divide girls into girl and –s, which realized ‘plural.
Morfologi membahas masalah bentuk-bentuk kata itu sendiri. Istilah morfologi telah dipakai
oleh para linguis lebih dari satu abad meskipun pendapat-pendapatnya sangat
bervariasi dengan maksud untuk mendapatkan anggitan (definisi) yang tepat mengenai
bidang kajian dan ruang lingkup kajiannya. Minat dalam mengklasifikasi kelompok-
kelompok bahasa dunia pada abad ke sembilanbelas telah mengarah pada kajian
bagaimana bahasa-bahasa itu terstruktur secara berbeda, baik dengan cara yang luas
maupun secara sempit, mulai dari kaidah struktur yang bersifat umum sampai pada kajian
unsur-unsur khusus seperti prefiks dan infleksi (Malmkjær, 1995:314).
Menurut Rusmadji (1993: 2), morfologi mencakup kata, bagian-bagiannya, dan prosesnya.
Adapun menurut O’Grady dan Dobrovolsky (1989: 89-90), morfologi adalah komponen tata
bahasa generatif transformasional (TGT) yang membicarakan tentang struktur internal kata,
khususnya kata kompleks. Selanjutnya, mereka membedakan antara teori morfologi
umum yang berlaku bagi semua bahasa dan morfologi khusus yang hanya berlaku bagi
bahasa tertentu. Teori morfologi umum berurusan dengan pembahasan secara tepat
mengenai jenis-jenis kaidah morfologi yang dapat ditemukan dalam bahasa-bahasa alamiah.
Di pihak lain, morfologi khusus merupakan seperangkat kaidah yang mempunyai fungsi
ganda. Pertama, kaidah-kaidah ini berurusan dengan pembentukan kata baru. Kedua,
kaidah-kaidah ini mewakili pengetahuan penutur asli yang tidak disadari tentang struktur
internal kata yang sudah ada dalam bahasanya.
Bauer (1983:33) mengatakan bahwa morfologi membahas struktur
internal bentuk kata. Dalam morfologi, analisis membagi bentuk kata ke
dalam formatif komponennya (yang kebanyakan merupakan morf yang
berwujud akar kata atau afiks), dan berusaha untuk menjelaskan
kemunculan setiap formatif.
Crystal (1997: 249) menjelaskan bahwa morfologi sebagai cabang
tatabahasa yang mengkaji struktur atau bentuk kata, khususnya melalui
penggunaan konstruksi morfem. Secara tradisional biasanya dibedakan
dari sintaksis yang khusus berkaitan dengan kaidah penguasaan dari
kombinasi kata dalam kalimat. Morfologi biasanya dibedakan atas dua
bidang kajian, yaitu kajian infleksi (morfologi infleksi) dan pembentukan
kata (morfologi leksikal atau morfologi derivasi) – suatu perbedaan yang
kadang-kadang didasari oleh status teorinya (morfologi split/terpisah).
Dalam hal ini Aronoff dan Corbin (dalam McCarthy, 1992:44) secara
eksplisit menghilangkan morfologi infleksi dari pertimbangannya,
sehingga mereka tidak membicarakan pokok permasalahan apakah ada
atau semua bentuk kata yang diinfleksi seharusnya secara leksikal
dibuat daftarnya. Namun, Halle masih (dalam McCarthy, 1992:44)
memandang tidak ada alasan untuk tidak membuat daftar bentuk-
bentuk infleksif sebagaimana halnya bentuk derivatif; perbedaan
antara keduanya hanya bentuk infleksi telah dikelompokkan di dalam
kamus ke dalam model pola. Crowley dkk. (1995:4) menambahkan
bahwa sebuah bahasa mempunyai seperangkat kaidah yang
menentukan bagaimana morfem dapat digabungkan bersama untuk
membentuk unit/kesatuan yang lebih besar yang disebut kata. Ketika
kita membicarakan tentang morfologi atau struktur morfologi suatu
bahasa, kita merujuk pada jenis-jenis morfem yang dimiliki dan cara
menggabungkannya sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada.
Katamba (1993:3) menyebutkan morfologi mengkaji struktur
kata. Pernyataan bahwa kata mempunyai struktur bisa
mengejutkan karena penutur secara normal berfikir bahwa kata
sebagai kesatuan makna yang tidak dapat dibagi. Hal ini
barangkali berkaitan dengan kenyataan bahwa banyak kata yang
secara morfologis sederhana dan tidak dapat dipenggal-penggal
menjadi unit-unit yang lebih kecil yang masing-masing
mempunyai
makna. Acuan terkini mengenai anggitan morfologi diungkapkan
oleh Boiij (2007:7). Boiij berpendapat bahwa dalam kajian
linguistik setakat ini, istilah morfologi mengarah kepada kajian
struktur internal kata dan korespondensi antara bentuk dan
makna kata- kata secara sistematis.
Kata sintaksis berasal dari kata dalam bahasa Yunani Sun yang berarti dengan dan
tattein yang berarti menempatkan (lihat Muhammad, 2004:105). Secara etimologis
sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata
atau kalimat dan kelompok-kelompok kata menjadi kalimat. Jadi jelas pijakan
pembahasan sintaksis adalah penyusunan kata-kata menjadi frase, frase menjadi
klausa serta klausa menjadi kalimat.
Sintaksis (syntax) membahas semua hubungan antar-kata dan antar-kelompok
kata (atau antar-frase) dalam satuan dasar sintaksis itu yaitu kalimat. Secara
sintaksis tradisional dan morfologi merupakan bagian dari tata bahasa. Morfologi
menyelidiki hubungan-hubungan gramatikal di dalam kata itu sendiri tetapi
sintaksis mempelajari hubungan gramatikal di luar batas kata, tetapi di dalam
satuan kalimat. Dengan kalimat lain, morfologi berbicara mengenai analisis kata
secara internal sedangkan sintaksis membahas susunan kata dalam dalam rangka
menghasilkan kalimat.
SEKIAN DAN TERIMA
KASIH
PERTEMUAN SELANJUTNYA KITA MEMBAHAS SATUAN-SATUAN
GRAMATIK DALAM BAHASA

Anda mungkin juga menyukai