Anda di halaman 1dari 4

1.

Sebagai bagian dari bahasa, morfologi berkenaan dengan variasi bentuk


kata dan kesan intuitif pemakai atau calon pemakai bahasa terhadap ciri
bentuk dan korelasinya terhadap ciri makna kata dalam perspektif
komunikatif, yaitu penciptaan(produksi)dan pemahaman(persepsi)kata
dalam pemakaian bahasa. Dengan demikian, morfologi tidak dianggap
atau tidak dilihat sebagai ilmu atau cabang ilmu bahasa. Pernyataan
orang awam(yaitu orang yang tidak mengenal ilmu bahasa)bahwa
morfologi bahasa Jawa lebih rumit daripada morfologi bahasa Indonesia
atau morfologi bahasa Indonesia lebih rumit daripada morfologi bahasa
Inggris, dapat dipahami sesuai dengan anggapan pertama diatas.

Sebagai cabang ilmu bahasa, morfologi adalah salah satu bagian ilmu
bahasa disamping fonologi, sintaksis, dan semantik, yang mengkhususkan
diri untuk mempelajari, menganalisis, atau menerangjelaskan bentuk
atau suku kata yang menampakkan unit-unit yang lebih kecil yang
merupakan unsur-unsur atau bagiannya. Melalui studi struktur kata,
morfologi bertugas menjelaskan hubungan antara perubahan bentuk kata
dan perubahan makna yang biasanya terjadi secara berulang dan
sistematis yang pada umumnya juga berkorelasi dengan fungsi sintaksis
yang berbeda-beda. Sebagai cabang ilmu bahasa, morfologi berusaha
menjawab berbagai pertanyaan seputaran bentuk, makna dan fungsi kata
dalam korelasinya dengan pemakainya.

2. Hubungan antara morfologi dan leksikon, fonologi dan sintaksis


- Morfologi dan leksikon
Leksikon adalah kosakata, perbendaharaan kata, atau kekayaan kata
suatu bahasa. Kekayaan kata itu, bisa mengalami pertambahan karena
adanya penciptaan kata-kata baru yang dilakukan oleh penutur
bahasa. Penciptaan kata baru dan pengubahan bentuk kata itu lazim
disebut proses morfologis. Jadi, morfologi itu berkenaan dengan
proses proses penciptaan kata-kata baru dan penciptaan bentuk-
bentuk baru dari kata yang sudah ada, sedangkan leksikon adalah
yang mewadahi hasilnya.
- Morfologi dan fonologi
Fenomena kebahasaan yang berkenaan dengan hubungan antara
morfologi dan fonologi dianggap sebagai fenomena yang terkait
dengan realisasi fonemis suatu morfem. Para ahli bahasa kemudian
memandang penting untuk mendirikan cabang ilmu bahasa yang baru
yang mengkaji berbagai gejala yang disebabkan oleh adanya interaksi
antara morfologi dan fonologi, yaitu morfofonemik. Pengaruh
morfologis dapat dilihat didalam sistem kaidah fonologi. Sebaliknya,
pengaruh fonologis juga dapat dilihat dalam realisasi morfologis.
Dengan demikian, harus diakui bahwa ada hubungan timbal balik
antara ciri morfologis kata dan ciri fonologis kata.
- Morfologi dan sintaksis
Untuk memahami interaksi antara morfologi dan sintaksis, ada
beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu :
a. Perbedaan antara kata polimorfemis dan frasa
b. Elemen kata yang berupa konstruksi sintaksi
c. Pengaruh proses morfologis terhadap valensi sintaksis
d. Ekspresi morfologis yang berkenaan dengan konten semantis dan
konten gramatikal.
Untuk memahami, menganalisis , dan menerangjelaskan hubungan
antara morfologis dan sintaksis didalam bahasa-bahasa, ada
beberapa perspektif yang harus dipertimbangkan, yaitu :
 Berkenaan dengan batas keduanya
 Morfologi dan sintaksis itu berinteraksi melalui dua arah, yaitu
konstruksi sintaksis dan konstruksi morfologis
 Berkenaan dengan valensi sintaksis
 Bahasa mungkin memiliki alternatif analitis terhadap ekspresi
morfologis yang berkenaan dengan konten semantis dan
konten gramatikal, terutama yang terkait dengan idiom
konstruksional yang produktif.
Hubungan antara morfologi dan sintaksis juga ditunjukkan oleh
adanya pengaruh konstruksi morfologis terhadap struktur
argumen atau konstruksi morfologis yang menampakkan valensi
sintaksis yang berbeda-beda.

3. Elemen-elemen pembentuk morfologi


- Token dan tipe
Setiap satuan yang muncul dalam pemakaian bahasa disebut token,
sedangkan jenis atau golongan satuan disebut tipe.
Token adalah semua kata yang digunakan dalam suatu teks, tanpa
dipertimbangan apakah kata itu memiliki makna atau kategori yang
sama atau berbeda.
Sedangkan tipe adalah jumlah kata yang menampakkan makna atau
kategori yang berbeda.
Konsep token dan tipe bisa digunakan untuk :
 Membedakan antara jumlah pemakaian kata tanpa kecuali, dan
jumlah kata yang memiliki makna yang berbeda
 Membedakan antara jumlah pemakaian leksem tanpa kecuali,
dan jumlah leksem yang memiliki makna yang berbeda
 Membedakan antara jumlah pemakaian morf sebagai satuan
gramatika terkecil yang bermakna, dan jumlah morfem atau
jumlah morf yang memiliki makna yang berbeda
 Membedakan antara jumlah pemakaian fon(bunyi)dan jumlah
fonem atau jumlah fon yang memiliki fungsi pembeda makna
- Leksem dan kata
Istilah leksem digunakan untuk merujuk suatu unit pembeda yang
bersifat minimal yang ada dalam sistem semantik suatu bahasa.
Leksem dirumuskan sebagai unit abstrak yang mendasari sejumlah
varian kata gramatikal.
Kata sering dipahami berdasarkan dua cara pandang, yaitu perspektif
pembentukannya dan perspektif unsur-unsur yang menjadi
bagiannya.
- Morf, morfem dan alomorf
Morf merupakan realisasi fonologis(lisan)atau realisasi
ortografis(tulis)suatu morfem. Jika realisasi itu bersifat satu lawan
satu, yaitu satu morf merealisasikan satu morfem, berarti morfem itu
tidak memiliki alomorf. Sebaliknya, jika sebuah morfem direalisasikan
oleh dua atau tiga morf, berarti morfem itu memiliki varian yang
disebut alomorf.
Morfem ialah satuan gramatika terkecil yang masih dapat
diidentifikasi atau dikenali maknanya.

4. Afiksasi adalah peristiwa penambahan afiks pada leksem akar atau


leksem dasar untuk menciptakan leksem baru atau bentuk kata baru.
Proses afiksasi adalah proses pembentukan leksem baru atau bentuk kata
baru melalui penambahan afiks, baik yang berupa prefiks, infiks, sufiks,
konfliks maupun kombinasi diantaranya.
Contohnya :
 penambahan prefiks me- pada leksem dasar beli menjadi
membeli ;
 penambahan prefiks per- pada leksem dasar besar menjadi
perbesar;
 penambahan infiks –er-pada leksem dasar gigi menjadi gerigi;
 penambahan sufiks –kan pada leksem dasar beli menjadi
belikan;
 penambahan konfliks ke-an pada leksem dasar bodoh menjadi
kebodohan;
 penambahan prefiks me- pada leksem dasar belikan sudah
bersufiks menjadi membelikan;
 penambahan prefiks me- pada leksem dasar perbesar sudah
berprefiks menjadi memperbesar;
 penambahan prefiks ber- pada leksem dasar gerigi sudah
berinfiks menjadi bergerigi, dan seterusnya.
5. Penggunaan afiks dalam proses pembentukan kata derivasional
a. Pembentukan verba
Yang dimaksud verba derivasional adalah verba turunan yang
biasanya berasal dari stem yang berkategori nonverbal. Contoh,
didalam kamus, akar alir ditulis sebagai entri yang tidak mendapatkan
keterangan status kategorialnya. Oleh karena itu, dibelakangnya
segera dicantumkan kata mengalir yang status kategorialnya v atau
verba. Jadi, yang bermakna`bergerak maju(tentang air, barang cair,
udara dan sebagainya)`itu bukan akar alir, melainkan kata mengalir.
b. Pembentukan nomina
Nomina derivasional memiliki beberapa bentuk, sesuai dengan afiks
yang digunakannya. Nomina bisa diturunkan dari verba, adjektiva,
adverbia, dan numeralia dengan sufiks an, baik melalui proses-
antara, maupun tidak.
c. Pembentukan adjektiva
Afiksasi pembentuk adjektiva turunan bisa menjadi alat pengubah
konstruksi frasa menjadi konstruksi kata.
Kata seberat (se-X) sebenarnya sepadan dengan frasa sama berat.
Kata terpanas (ter-X) sebenarnya sepadan dengan frasa paling panas.
Frasa lebih gede, lebih pinter, lebih cantik sering diungkapkan dengan
bentuk X-an menjadi gedean, pinteran, cantikan.
Adjektiva turunan dalam bahasa Indonesia banyak yang berupa kata
pinjaman dari bahasa lain. Stem yang menjadi dasar pembentukan
adjektiva turunan itu kadang juga dipinjam sesuai kategori asalnya,
misalnya pasangan teknis-teknik, kronologis-kronologi, praktis-praktik.
d. Pembentukan adverbia
Ada sejumlah adverbia baru yang diciptakan melalui afiksasi. Adverbia
derivatif itu dapat diciptakan dengan menggunakan konfiks se-nya
pada adjektiva, seperti pada kata sebaiknya, sebenarnya, sebetulnya,
sesungguhnya, selayaknya, seyogianya, selambatnya (juga selambat-
lambatnya), secepatnya (juga secepat-cepatnya). Disamping itu,
adverbia itu juga bisa dibentuk dari stem adverbia, misalnya
seharusnya, semestinya, setidaknya. Adverbia yang dibentuk dari stem
nomina agak terbatas jumlahnya, misalnya sekiranya. Adverbia juga
bisa dibentuk dengan sufiks –nya yang dilekatkan pada nomina,
misalnya kelihatannya, rupanya, rupa-rupanya, agaknya, kiranya.
e. Pembentukan numeralia
Numeralia derivasional dalam bahasa Indonesia pada umumnya
berkenaan dengan numeralia-gugus, kolektif, urutan. Disamping bisa
diturunkan dari nomina, numeralia derivasional itu juga bisa
diturunkan dari numeralia yang disertai dengan perubahan yang
bersifat subkategorial, misalnya dari numeralia bilangan menjadi
numeralia kolektif.
f. Pembentukan interogativa
Interogativa derivasional dalam bahasa Indonesia pada umumnya
berasal dari stem interogativa. Dengan demikian, derivasi itu tidak
mengubah kelas kata stem atau bentuk dasarnya. Perubahan yang
terjadi bersifat subkategorial, yaitu mengubah kelas kata interogativa
menjadi subinterogativa tertentu. Misalnya, kata apa dapat diubah
menjadi apaan (ragam nonstandar) atau apa-apaan. Penambahan
sufiks –an pada bentuk apa itu tidak berfungsi mengubah makna,
tetapi menambah aspek makna `keraguan` atau `meremehkan`.
Demikian pula stem masak yang dibentuk menjadi masakan dengan
penambahan sufiks –kan. Stem masak `mana bisa/boleh` masih
memiliki makna yang sama walaupun terjadi penambahan nilai rasa
`penegasan`.

Anda mungkin juga menyukai