Anda di halaman 1dari 10

BAB II

KAJIAN TEORITIS
2.1 MORFOLOGI BAHASA INDONESIA
Secara etimologi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti bentuk dan
kata logi yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah kata morfologi berarti ilmu mengenai
bentuk. Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk kata
serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata atau
morfologi mempelajari seluk-beluk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata
itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik (Ranlan, 1987:21).
Morfologi dibedakan adanya beberapa morfen. Morfen adalah suatu bahasa yang
turut serta dalam pembentukan kata dan dapat dibedakan artinya. Pada bahasa Indonesia
morfen dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfen yaitu /pra/
dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfen /pra/ menyebabkan
perubahan arti pada kata duga. Morfen memiliki dua jenis, yaitu morfen bebas dan
morfen terikat. Morfen bebas adalah morfen yang tanpa kehadiran morfen lain dapat
muncul dalam ujaran. Morfen bebas adalah morfen yang memiliki makna tanpa bantuan
morfen lain. Contoh : pukul, ambil, potong, dan gali. Sedangkan morfen terikat adalah
morfen yang tanpa digabung dulu dengan morfen lain tidak dapat muncul dalam ujaran.
Morfen terikat terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
1) Morfen terikat secara morfologis berupa :
a) Prefiks/awalan : ber-, di-, ke-, men(N)-, pe(r)-, se-, ter-.
b) Infiks/sisipan : el-, em-, er-.
c) Sufiks/akhiran : an-, i-, er-.
d) Bentuk/unsure gabung : antar-, intra-, pre-, pro-, a-, in-, ir-, pra-, semi-.
e) Klitika : ku-, lah-, pun-, nya-, mu.
2) Morfen terikat secara sintaksis berupa :
a) Preposisi : ke-, di-, dari-, pada-.
b) Kata tugas : yang-, dan-, dengan-, tetapi-, akan-, telah-, namun-, bahkan-,
malahan-, walaupun-, meskipun-, karena-, sebab-sedangkan-.
Berdasarkan macam-macam morfen, terdapat juga proses morfologis dalam
morfologi. Proses morfologis adalah proses pembentukkan kata dari suatu bentuk
dasar menjadi suatu bentuk jadian. Proses ini meliputi afiksasi (pengimbuhan),
reduplikasi (pengulangan), dan komposisi (pemajemukkan).
1) Afiksasi
Dalam tata bahasa tradisional, afiks disebut imbuhan, yaitu mofern terikat
yang dapat mengubah makna gramatikal suatu bentuk dasar. Misalnya me- dan –
kan, di- dan –kan, yang dapat mengubah arti gramatikal seperti ganti menjadi
menggantikan, digantikan.
Proses penambahan afiks pada sebuah bentuk dasar atau kata dasar inilah yang
disebut afiksasi.
Afiks yang terletak di awal bentuk kata dasar, seperti ber-, di-, ke-, me-, se-,
pe-, per-, ter-, pre-, swa-, adalah prefiks atau awalan. Yang disisipkan di dalam
sebuah kata dasar, seperti –em-, -er-, -el-, disebut infiks atau sisipan. Yang terletak
di akhir kata dasar, seperti –I, -an, -kan, -isme, -isasi, -is, -if, dan lain-lain
dinamakan sufiks atau akhiran.
2) Reduplikasi
Chaer (2008:78) proses reduplikasi dalam pembentukan kata adalah proses
pengulangan pada bentuk dasar untuk mendapatkan makna tertentu. Sedangkan
menurut Ramlan (2001:63) reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatik, baik
seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem ataupun tidak. Misalnya
rumah-rumah, berjalan-jalan, bolak-balik.
Berdasarkan cara mengulang bentuk dasarnya, Ramlan (2001) menyebutkan
reduplikasi terdapat empat macam, yaitu :
a) Pengulangan Seluruh
Pengulangan seluruh adalah pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa
perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks.
Misalnya : sepeda-sepeda, buku-buku, dan sekali-sekali.
b) Pengulangan Sebagian
Pengulangan sebagian adalah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya,
yakni bentuk dasarnya tidak diulang seluruhnya. Misalnya : membaca-baca,
mengambil-ambil, dan ditarik-tarik.
c) Pengulangan yang Berkombinasi dengan Proses Pembubuhan Afiks
Pengulangan ini terjadi bersama-sama dengan proses pembubuhan afiks dan
bersama-sama pula mendukung satu fungsi. Misalnya kata ulang mobil-
mobilan, rumah-rumahan, orang-orangan, dan kemerah-merahan.
d) Pengulangan dengan Perubahan Fonem
Pengulangan dari kata dasar dengan perubahan fonemnya. Pengulangan ini
sangat sedikit. Misalnya kata bolak-balik. Di samping kata bolak-balik terdapat
kata kebalikan, sebaliknya membalik.
3) Komposisi
Menurut Chaer (2008:209) komposisi adalah proses penggabungan dasar
dengan dasar (biasanya berupa akar maupun bentuk berimbuhan) untuk mewadahi
suatu ‘konsep’ yang belum tertampung dalam sebuah kata.
2.2 MAKNA LEKSIKAL DAN GRAMATIKAL
Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya, pengertian dari
makna sendiri sangatlah beragam. Menurut KBBI makna adalah cara seseorang
membuat pengertian terhadap objek atau benda yang ada batasan-batasan unsur
penting. Contoh sebuah buku, dapat dimaknai sebagai bahan ilmu pengetahuan,
lembaran, dan lainnya.
Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau pada leksem atau kata meski
tanpa konteks apapun. Misalnya leksmen kuda, memiliki makna leksikal ‘sejenis
binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’, leksmen pensil mempunyai makna
leksikal ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu’. Jadi dapat dilihat dari contoh-
contoh tersebut, makna leksikal adalah makna yang sebenarnya. Makna leksikal
bersifat umum atau lugas artinya makna kata yang tidak dipengaruhi oleh bentuk lain.
Contoh :
Rumah : Bangunan untuk tempat tinggal manusia.
Makan : Mengunyah dan menelan sesuatu.
Makanan : Segala sesuatu yang boleh dimakan
Mata : Indra untuk melihat
Makna gramatikal adalah makna baru yang timbul akibat terjadinya proses
gramatikal (pengimbuhan, pengulangan, pemajemukan). Makna gramatikal ialah
makna yang timbul akibat peristiwa tata bahasa, yaitu proses melekatnya bentuk kata
(morfen) yang satu dengan bentuk yang lain. Makna gramatikal pun adalah makana
yang hadir sebagai akibat dari proses gramatika seperti afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi. Makna gramatikal bergantung pada konteks yang membawanya.
Contoh :
Berumah : Mempunyai rumah
Bermata : Memiliki mata
Memata-matai : Mengamati secara diam-diam
2.3 AFIKSASI
Afiksasi adalah pengimbuhan yang diberikan pada sebuah kata dalam proses
pembentukan kata. Pembentukan kata ini disusun dengan afiks (imbuhan) yang
ditambahkan pada kata dasar, baik itu untuk bentuk tunggal ataupun kompleks, dan unsur
imbuhan dalam afiksasi disebut dengan Afiks.
Afiks bisa ditambahkan pada awal, akhir, ataupun tengah pada kata dasar dan
disesuaikan penempatannya. Ada beberapa afiks yang apabila ditambahkan pada kata
dasar maka akan menyebabkan perubahan makna gramatikal. Misalnya saja pada kata
dasar “Komunikasi” jika diberikan imbuhan “Ber-“ maka akan menjadi “Berkomunikasi”
yang berarti sedang melakukan proses komunikasi.
 Afiksasi dan Kombinasi Morfem
Kombinasi Morfem pada afiksasi merupakan gabungan antara morfem bebas dan
terikat sebagai bentuk yang kompleks. Misalnya pada kata “Menembak” yang
terbentuk dari kata dasar “Tembak” dan kemudian diberi imbuhan “meN-“ tersusun
dari dua unsur langsung, yaitu unsur bebas dan terikat.
Kata tembak disebut unsur bebas dikarenakan sudah memiliki makna gramatikal
sendiri, sedangkan untuk afiks disebut unsur terikat karena tidak dapat berdiri sendiri
dan harus melekat pada kata lain untuk membentuk unsur gramatikal kata.
 Jenis dan Contoh Afiksasi
1. Prefiksasi
Prefiksasi merupakan proses penambahan imbuhan atau afiks yang terstruktur
terikat pada awal kata dasar. Prefiks dalam Bahasa Indonesia, yaitu : ber-,
meN, per, pe-, ke, ter-, di-, ter-, se-.
Selain Prefiks tersebut, ada juga Prefiks Serapan, yaitu a-, ante-, tak-, prae-,
pra-, anu-, anti-, purba-, maha-, serba-, tuna-. Proses Prefiksasi dilakukan
dengan penambahan Prefiks pada awal kata dasar.
2. Infiksasi
Infiksasi merupakan proses penambahan imbuhan yang diletakkan pada
tengah dari kata dasar. Infiks diletakkan antara konsonan yang mengawali kata
dengan vokal yang berikutnya. Infiks dalam Bahasa Indonesia.
Contoh :( -er, -el, -em )
Jari + er = Jemari
3. Sufiksasi
Sufiksasi merupakan proses penambahan imbuhan pada kata dasar yang
ditelatkkan pada akhir dari sebuah kata yang merupakan bentuk dasar. Sufiks
dalam Bahasa Indonesia, yaitu : -kan, -an, -i, -nya, -man, -wati, -wan, -nda, -
anda.
Pada Sufiks, terdapat juga Sufiks Serapan yang terdapat dari beberapa bahasa.
Misalnya, Sufiks dari Bahasa Arab, yaitu : -ah dan –i yang biasanya
diterapkan pada kata hewani ataupun ilmiah. Sufiks dari Bahasa Barat, yaitu :
-is, -if, -isme, -al. Proses sufiksasi ini menambahkan sufiks pada akhir kata
dasar.
Contoh :
Sastra + -wan = Sastrawan ; Duduk + -kan = Dudukkan
4. Konfiksasi
Konfiksasi merupakan proses penambahan imbuhan yang terdiri dari dua
bagian yang ditelatakkan pada bagian awal dan akhir dari kata dasar. Konfiks
dalam Bahasa Indonesia, yaitu : Per-an, Ke-an, Ber-an. Proses konfiksasi
merupakan penambahan prefiks dan sufiks pada waktu yang bersamaan.
Contoh :
Ber-an + Datang = Berdatangan ; Ke-an + Adil = Keadilan
2.4 REDUFLIKASI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, reduplikasi adalah proses atau hasil dari
perulangan kata, baik secara keseluruhan atau sebagian. Jadi, bisa diartikan kata ulang
adalah kata yang hasilkan dari proses perulangan bentuk dasarnya.
Contoh kata ulang adalah sebagai berikut:
 teman-teman, hasil dari proses reduplikasi dengan bentuk dasar teman
 masak-masakan, hasil dari proses reduplikasi dengan bentuk dasar masak
 mobil-mobilan, hasil dari proses reduplikasi dengan bentuk dasar mobil
 pepohonan, hasil dari proses reduplikasi dengan bentuk dasar pohon
 tetamu, hasil dari proses reduplikasi dengan bentuk dasar tamu.
Dari contoh kata ulang di atas, terlihat bahwa pola dari kata ulang tersebut berbeda-beda.
Hal ini karena jenis kata ulang ada bermacam-macam. Supaya lebih jelas, berikut akan
dijabarkan jenis-jenis kata ulang dalam bahasa Indonesia.
2.5 PEMAJEMUKAN
1. Pengertian
a. Pemajemukan adalah proses pembentukan kata melalui penggabungan dua kata yang
menimbulkan suatu kata baru (M. Ramlan, 1985: 69).
b. Pemajemukan adalah proeses pembentukan suatu konstruksi melalui penggabungan dua
buah morfem atau kata, atau lebih (Samsuri, 1978: 199). Konstruksi tersebut bisa berupa
akar + akar, pokok +pokok, atau akar + pokok (pokok + akar).
Konstruksi yang dimaksudkan Samsuri ialah: KT + KT, PKT + PKT, KT + PKT, (PKT +
KT).
c. Pemajemukan adalah proses pembentukan kata melalui penggabungan morfem dengan
kata, atau kata dengan kata yang menimbulkan pengertian baru yang khusus (TBBI, 1988:
168).
d. Pemajemukan adalah proses pembentukan kata melalui penggabungan morfem dasar
yang hasil keseluruhannya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis,
gramatikal dan semantic yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan; pola
khusus tersebut membedakannya dari gabungan morfem dasar yang bukan pemajemukan;
misalnya dalam Bahasa Inggris blackbird adalah hasil pemajemukan (kata majemuk),
sedangkan kata black bird bukan hsil pemajemukan (bukan kata majemuk) (Harimurti,
1982: 77).
e. Pemajemukan adalah proses pembentukan kata (pokok kata) melalui penggabungan dua
atau lebih akar/pangkal, baik bebas maupun terikat, baik monomorfemis maupun
polifermis (Alam S.).
darah tinggi = ab. mm. + ab. mm. serangan jantung = pb. pm. + ab. mm. daya juang = ab.
mm. + at. mm.
serah terima = ab. mm. + at. mm. tendangan penjuru = pb. pm. + pb. pm. Sebar luaskan = at.
mm. + pt. pm.

2. Hasil
Hasil proses komposisi atau pemajemukan disebut kata majemuk atau kompositum.
3. Jenis Kata Majemuk atau Kompositum
1.1 Menurut Samsuri
a. Kata majemuk (konstruksi majemuk) yang endosentrik: ialah konstruksi yang
distribusinya sama dengan semua atau salah satu unsurnya:
1) Rumah sakit itu baru dibangun.
2) Rumah itu baru dibangun.
b. Kata majemuk (konstruksi majemuk) yang eksosentrik: ialah konstruksi yang
distribusinya tidak sama dengan unsur-unsurnya:
1) Kedua orang tua itu mengadakan jual beli hasil pertanian.
2) + Kedua orang itu mengadakan jual hasil pertanian.
3) + Kedua orang itu mengadakan beli hasil pertanian.

1.2 Menurut Harimurti Kridalaksana (Kam. Ling., 1982: 89)


a. Kompositum asintaksis (asyntactic compound): kompositum yang bagian- bagiannya
mempunyai hubungan yang lain seandainya dipakai sebagai kata yang bebas (Alam
S.: tidak dapat dijabarkan secara sintaktis): meja hijau (tidak dapat dijabarkan menjadi
“meja yang hijau”), orang tua (yang berarti ibu- bapak), sarjana muda (tidak dapat
dijabarkan sebagai sarjana yang masih muda). Sudaryanto menamakan bentuk-
bentuk yang demikian itu sebagai kata majemuk bersemem leksikal (linguistic,
1983: 227).
b. Kompositum sintaksis (syntactic compound): kompositum yang anggota- anggotanya
mempunyai hubungan yang sama dengan konstruksi yang berupa frase (Alam S.:
dapat dijabarkan secara sintaktis): kamar tunggu (kamar tempat atau tempat
menunggu), meja makan (meja tempat makan), kursi roda (kursi yang beroda).
Sudaryanto menamakan bentuk-bentuk yang demikian itu sebagai kata majemuk
bersemem frasal (loc. cit).
c. Kompositum iteratif (iterative compound): kompositum yang terdiri atas unsur- unsur
yang sama (reduplikasi).
d. Kompositum kopulatif (copulative compound): kompositum yang terdiri atas
konstituen-konstituen yang sederajat seolah-olah digabungkan dengan kata dan,
misalnya: Indo Eropa, nenek moyang (?).
e. Kompositum pangkal (stem compound): kompositum yang terdiri atas dua pangkal
atau lebih: angkatan bersenjata, tendangan penjuru.
f. Kompositum sintetis (synthetic compound): kompositum yang semua atau salah satu
unsurnya berupa bentuk terikat: uji petik, nonpribumi, subbab, niraksarawan,
mahaadil (?).

4. Ciri-ciri Kata Majemuk


1.1 Menurut M. Ramlan
a. Salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata: daya juang, temu karya, lomba lari,
daya tempur, kolam renang, jual beli, tenaga kerja.
b. Unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan atau diubah strukturnya: kamar mandi tidak
dapat dipisahkan dengan kata itu, misalnya, hingga menjadi kamar itu mandi; atau dengan
kata sedang hingga menjadi kamar sedang mandi. Demikian juga konstruksi kaki tangan
tidak dapat disisipi kata dan menjadi kaki dan tangan. Dengan kata lain, kaki tangan
musuh berbeda artinya dengan kaki dan tangan musuh. Demikian juga konstruksi telur
mata sapi tidak dapat diubah strukturnya menjadi telur mata sapi jantan, misalnya; atau
telur mata sapi hitam.
c. Salah satu atau semua unsurnya berupa morfem unik: remuk redam, sedu sedan, tunggang
langgang, centang perenang, porak poranda.

1.2 Menurut kesimpulan hasil Simposium Tatabahasa pada tanggal 20 Oktober 1979 di
Fakultas Sastra UI (Masinambouw, 1980: 72, 73), khusus tentang kata majemuk:
a. Konstruksi kata majemuk memperlihatkan derajat keeratan yang tinggi sehingga
merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan.
b. Konstruksi kata majemuk berperilaku sebagai kata, artinya masing-masing konstituen dari
konstruksi itu hilang otonominya; artinya masing-masing tidak dapat dimodifikasikan
secara terpisah maupun disisipi morfem lain tanpa perubahan makna aslinya.
c. Keeratan konstruksi majemuk itu ditentukan oleh cirri dari sekurang-kurangnya satu
konstituen yang memperlihatkan asosiasi (atau afinitas) yang konstan dengan konstituen
lainnya dalam konstruksi itu. Asosiasi (atau afinitas) yang konstan itu terwujud melalui
pola kombinasi morfem dasar yang merupakan konstituen konstruksi majemuk sebagai
berikut:
1) sekurang-kurangnya satu morfem dasar memperlihatkan cirri tidak produktif;
2) sekurang-kurangnya satu morfem dasar merupakan bentuk unik;
3) sekurang-kurangnya satu morfem dasar merupakan morfem terikat namun tidak tergolong
sebagai bentuk afiks.
d. Sebagai pangkal tolak penelitian lebih lanjut terhadap cirri-ciri konstruksi majemuk,
terutama menurut derajat kepukalannya, dapatkah dibuat daftar semua konstruksi menurut
kontinum kepukalan.
e. Oleh karena batas-batas dalam suatu kontinum tidak jelas, maka dapatlah kontruksi-
konstruksi peralihan antara yang jelas bersifat majemuk dan yang jelas bersifat frasa.
Masalah penamaan bagi golongan konstruksi ini perlu memperoleh kesepakatan lebih
lanjut.

5. Struktur Kata Majemuk


Struktur kata majemuk dapat ditentukan antara lain berdasarkan jenis morfem unsur-
unsurnya seperti tampak pada i.e., atau berdasarkan kategori unsur-unsur pembentuknya,
seperti:
a. Nomina (n) + nomina (n): alat Negara, anak sungai, dsb.
b. Ajektif (a) + nomina (n): merah jambu, kecil hati, dsb.
DAFTAR PUSTAKA

Fradana, A. (2018). BUKU AJAR MORFOLOGI BAHASA. Sidoarjo, Jawa Timur: UMSIDA Press.
Meriana, R. d. (2017). Interferensi Morfologis Pada Gelar Wicara Mata Najwa Periode Januari
2017 dan Implikasinya. Jurnal Kata (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) , 2.
Rahmawati, N., & Nurhamidah, D. (2018). Makna Leksikal dan Gramatikal Pada Judul Berita Surat
Kabar Pos Kota (Kajian Semantik). Jurnal Sasindo Unpam , 6(1).
Kridalaksana, Harimurti. (2007). Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Muslich, Mansur.(2008). Tata Bentuk Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai