Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Kata dan pembentukan kata merupakan unsur pokok dalam menulis, karena kata
merupakan kunci utama dalam membentuk sebuah tulisan. Tulisan yang benar adalah tulisan
yang menggunakan pemilihan dan pembentukan kata yang tepat, sehingga ide atau gagasan
penulis dapat tersampaikan dengan tepat kepada pembaca. Bahasa terdiri atas beberapa tataran
gramatikal antara lain kata, frasa, klausa, dan kalimat. Kata merupakan tataran terendah dan
kalimat merupakan tataran tertinggi ketika menulis. Kata merupakan kunci utama dalam upaya
membentuk tulisan, oleh karena itu, sejumlah kata dalam Bahasa Indonesia harus dipahami
dengan baik agar ide dan pesan seseorang dapat mudah dimengerti.

Proses morfologi, adalah suatu proses pembentukan kata dasar atau bentuk dasar. Dasar
disini dapat berupa bentuk polimorfemis (bentuk berimbuhan, bentuk ulang, atau bentuk
gabungan). Alat pembentuk kata dalam proses morfologi dapat berupa afiks yaitu pada proses
afiksasi, dapat berupa pengulangan dalam proses reduplikasi, dan penggabungan dalam proses
komposisi. Penggabungan kata atau pemajemukan (compounding),idiom dan frasa.

Dengan demikian, kata-kata yang digunakan untuk berkomunikasi harus dipahami dalam
konteks alinea dan wacana. Kata sebagai unsur bahasa, tidak dapat dipergunakan dengan
sewenang-wenang. Akan tetapi,kata-kata tersebut harus digunakan dengan mengikuti kaidah-
kaidah yang benar. Pembentukan kata dengan afiksasi merupakan sebuah pembentukan kata dari
bentuk dasar ke bentuk kompleks atau bentuk berimbuhan. Proses ini merupakan proses
pembubuhan afiks pada betuk dasar. Akibat dari proses ini terbentuk kata berimbuhan. Afiks
dalam bahasa Indonesia dapat ditinjau berdasarkan posisi pelekatnya, afiks dalam bahasa
Indonesia dapat dibedakan atas prefiks (awalan), infiks (sisipan), sufiks (akhiran),konfiks
(gabungan awalan dan akhiran secara bersamaan), dan simulfiks (gabunganawalan dan akhiran
secara tidak bersamaan.
1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah proses pembentukan kata dan perihal kata dalam Bahasa Indonesia?
2. Apakah pengertian dari afiksasi dan bagaimana bentuk-bentuk dari afiksasi?
3. Apakah pengertian dari reduplikasi dan bagaimana cara pembentukannya?
4. Apakah pengertian dari kata majemuk, serta sebutkan jenis-jenis dari kata majemuk?
5. Apakah pengetian dari frasa serta sebutkan jenis-jenis dan ciri-ciri dari frasa?
6. Apakah pengertian dari idiom dan kapan idiom digunkan?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana proses pembentukan kata dan perihal kata dalam Bahasa
Indonesia.
2. Untuk mengetahui apakah pengertian dari afiksasi dan bagaimana bentuk- bentuk dari
afiksasi.
3. Untuk mengetahui pengertian dari reduplikasi dan bagaimana cara pembentukannya.
4. Untuk mengetahui pengertian dari kata majemuk, serta sebutkan jenis- jenis dari kata
majemuk.
5. Untuk mengetahui pengetian dari frasa serta sebutkan jenis-jenis dan ciri- ciri dari frasa.
6. Untuk mengetahui pengertian dari idiom dan kapan idiom digunkan.
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pembentukan Kata Dalam Bahasa Indonesia

Peristiwa pembentukan kata biasa disebut dengan morfologi. Proses pembentukan atau proses
morfologis pada bahasa Indonesia dan bahasa Jawa tidak jauh berbeda. Pada dasarnya proses
morfologis adalah adalah pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan afiks
(dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses
komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses
konversi). Artinya, proses morfologi terdiri atas beberapa proses, dan di dalam proses tersebut
tidak ditutup kemungkinan terdapat proses lagi (Chaer, 2008:25).

Bahasa Indonesia sebagai salah satu bahasa di dunia tidak mungkin mempertahankan kemurnian
dan kemandiriannya. Bahkan, bahasa Indonesia tergolong bahasa yang tidak murni karena dari
awal kelahirannya tidak ada bahasa Indonesia. Tilikan terhadap dinamika pembentukan kata
bahasa Indonesia bertolak dari dua sudut pandang. Pertama, sudut pandang internal, yaitu sudut
pandang yang terfokus pada kaidah pembentukan kata yang ada dalam sistem bahasa Indonesia.
Kedua, sudut pandang eksternal, yaitu sudut pandang yang menekankan pembentukan kata dari
pengaruh bahasa lain, baik asing maupun lokal.

Proses pembentukan kata secara internal yang lazim terjadi dalam bahasa Indonesia mencakup:
afiksasi, reduplikasi, pemajemukan, pemendekan, dan derivasi balik. Berdasarkan dari beberapa
pembentukan kata ini, tidak semua dianalisis tetapi hanya dikhususkan pada pembentukan kata
yang dinamis (mengalami pasang surut). Hasil pengkajian membuktikan bahwa pembentukan
kata dalam bahasa Indonesiadewasa ini, senantiasa mengalami dinamika. Kecenderungan
dinamika mengarah pada munculnya afiks asing atau afiks bahasa serumpun, penanggalan afiks,
munculnya leksikal baru, dan menyusutnya pemakaian kata yang sebelumnya sangat tinggi. Di
sisi lain, ada kecenderungan bahwa morfem unik berubah menjadi morfem.
2.1.1 Afiksasi
Afiksasi merupakan sebuah proses pembentukan kata dari bentuk dasar menjadi bentuk
kompleks atau bentuk berimbuhan. Proses ini merupakan proses pembubuhan afiks pada bentuk
dasar. Akibat dari proses ini terbentuk kata berimbuhan. Afiks dalam bahasa Indonesia dapat
ditinjau berdasarkan posisi pelekatnya sehingga dapat dibedakan atas prefiks (awalan), infiks
(sisipan), sufiks (akhiran), konfiks (gabungan awalan dan akhiran secara bersamaan), dan
simulfiks (gabungan awalan dan akhiran secara tidak bersamaan).

2.1.1.1 Prefiks (Awalan)


Prefiks dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan atas prefiks meN-, peN-, ber-, per, ter, di-, ke-,
dan se-. pembubuhan awalan tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
a. Prefiks meN-
Prefiks meN- memiliki alomorf me-,mem-, men-, meny-, meng-, dan menge-. Alomorf tersebut
merupakan variasi dari prefiks meN-.
(1) prefiks meN- berubah menjadi me- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal
/l/, /r/, /m/, /n/, /ng/, /w/, dan /y/.
Contoh:
meN-   + lihat → melihat
meN-   + rasa → merasa

(2) Prefiks meN- berubah menjadi mem- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal
/b/, /p/, /f/.
Contoh:
meN-   + bantu → membantu
meN-   + pakai → memakai
meN-   + fitnah → memfitnah

(3) Prefiks meN- berubah menjadi men- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem
awal /d/,/t/, /c/, /j/, /sy/,/z/.
Contoh:
meN-   + dengar → mendengar
meN-   + tulis → menulis
meN-   + cuci → mencuci
meN-   + jual → menjual

(4) Prefiks meN- berubah menjadi meny- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem
awal /s/.
Contoh:
meN-   + sewa → menyewa

(5) Prefiks meN- berubah menjadi meng- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem
awal /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /g/, /h/,dan /k/.
Contoh:
meN-   + ajar → mengajar
meN-   + edit → mengedit
meN-   + ukir → mengukir
meN-   + ikat → mengikat
meN-   + ukur → mengukur
meN-   + olah → mengolah
meN-   + gali → menggali

(6) Prefiks meN-berubah menjadi menge- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang bersuku satu.
Contoh:
meN-   + pel → mengepel
meN-   + bor → mengebor
meN-   + cat → mengecat
meN-   + lap → mengelap

b. Prefiks peN-
Prefiks peN- memiliki alomorf pe-,pem-, pen-, peny-, peng-, dan penge-. Alomorf tersebut
merupakan variasi dari prefiks peN-. Prefiks PeN- memiliki kaidah morfofonemik yang sama
dengan meN-.

c. Prefiks ber-
Prefiks ber- memiliki alomorf be- dan bel- . Prefiks ber- berubah menjadi be- jika diimbuhkan
pada bentuk dasar yang berfonem awal /r/ dan suku pertama ditutup dengan /er/.
Contoh:
ber- + runding → berunding
ber- + rebutan → berebutan
ber- + kerja → bekerja
ber- + cermin → becermin

Prefiks ber- berubah menjadi bel- hanya terjadi jika diimbuhkah padabentuk dasar ajar.
Contoh:
ber- + ajar → belajar

d. Prefiks per-
Prefiks per- memiliki alomorf  pe- dan pel-. Prefiks per- berubah menjadi pe- jika diimbuhkan
pada bentuk dasar yang berfonem awal /r/.
Contoh:
per- + redam → peredam
per- + rasa → perasa
per- + raga → peraga

Prefiks per- berubah menjadi pel- jika diimbuhkan pada bentuk dasar ajar.
Contoh:
per- + ajar → pelajar
e. Prefiks ter-
Prefiks ter- memiliki alomorf te-. Prefiks ter- berubah menjadi te- jiak diimbuhkan pada bentuk
dasar yang berfonem awal /r/  atau suku pertama ditutup dengan /er/

Contoh:
ter- + renggut → terenggut
ter- + rasa → terasa
ter- + pergok → tepergok

f. Prefiks di-, ke-, se-.


Prefiks di-, ke-, se- tidak memiliki kaidah morfofonemik. Oleh karena itu, prefiks di-, ke-, se-
tidak mempunyai alomorf sebagaimana prefiks lainnya. Prefiks di-, ke-, se- ditulis serangkai
dengan kata yang mengikutinya.
Contoh:
di- + jemput → dijemput
di- + kasih → dikasih
di- + saying → disayang
ke- + tua → ketua
ke- + kasih → kekasih
se- + bapak → sebapak

2.1.1.2 Infiks (Sisipan)


Infiks merupakan bentuk terikat yang diimbuhkan pada bentuk dasar. Pengimbuhannya
ditempatkan di tengah atau di antara bentuk dasar. Infiks dalam bahasa Indonesia antara lain: -
el-,-em-, -er-, dan -in-.
Contoh:
-el- + tunjuk → telunjuk
-er- + gigi → gerigi
-em- + guruh → gemuruh
-in- + kerja → kinerja
2.1.1.3 Sufiks (Akhiran)
Sufiks adalah bentuk terikat yang diimbuhkan pada akhir bentuk dasar. Sufiks dalam bahasa
Indonesia adalah -an, -kan, dan -i. Sufiks-sufiks tersebut tidak mengalami proses morfofonemik.
Artinya, tidak mengalami perubahan apabila diimbuhkan pada bentuk dasar apa pun.
Contoh:
-an + pikir → pikiran
-an + marah → marahan
-kan + tambah → tambahkan
-kan + bersih → bersihkan
-i + khianat → khianati
-i + sayang → sayangi

2.1.1.4 Gabungan (Konfiks dan Simulfiks)


Penggabungan awalan dan akhiran dalam bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan dua cara.
Penggabungan/pengimbuhan yang dilakukan dengan bersamaan pada bentuk dasar dinamakan
konfiks. Artinya bentuk dasar yang diimbuhkan awalan-akhiran secara bersamaan itu tidak
mempunyai tataran kata sebelumnya.
Contoh:
per-an + tani → pertanian
ke-an + rajin → kerajinan
di-kan + kerja → dikerjakan
ber-an + lanjut → berkelanjutan

Selanjutnya, pengimbuhan awalan-akhiran yang mempunyai tataran kata atau tidak bersamaan
dinamakan simulfiks. Artinya, pengimbuhan awalan-akhiran itu dilakukan secara bertahap,
sehingga mempunyai tataran sebelum bentuk kompleks itu terwujud.
Contoh:
ber- + sama → bersama + -an → bersamaan
peN- + tani → petani + -an → pertanian
di- + marah → dimarah + -i → dimarahi
2.2.1 Reduplikasi
Reduplikasi diartikan sebagai proses pengulangan. Hasil dari proses pengulangan itu dikenal
sebagai kata ulang. Selanjutnya, Kridalaksana (1996:143) menjelaskan bahwa reduplikasi adalah
suatu proses dan hasil pengulangannya satuan bahasa sebagai alat fonologis dan gramatikal. Di
sisi lain, Ramlan (1985:55) mengatakan bahwa proses pengulangan atau reduplikasi adalah
pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem
maupun tidak. Hasil pengulangan tersebut disebut kata ulang, sedangkan satuan yang diulang
merupakan bentuk dasar.

2.2.1.1 Jenis-jenis Reduplikasi


Keraf (1984:120) membagi reduplikasi (kata ulang) menjadi empat bagian, yaitu sebagai berikut:
(1) Kata ulang dengan perubahan suku awal
Contoh:
tanam-tanaman tetanaman
(2) Kata ulang dengan perubahan seluruh/utuh (dwilingga)
Contoh:
buah buah-buah
rumah rumah-rumah
(3) Kata ulang dengan perubahan bunyi pada satu fonem atau lebih.
Contoh:
gerak-gerik
sayur-mayur
(4) Kata ulang berimbuhan
Contoh:
main-main bermain-main
kuda-kuda kuda-kudaan 

Di pihak lain, Kridalaksana (1996:143) membagi kata ulang menjadi delapan bagian. Kedelapan
bagian tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Kata ulang antisipatoris, yakni reduplikasi yang terjadi karena pemakai bahasa
mengantisipasikan bentuk yang diulang ke depan.
Contoh: tembak - menembak
(2) Kata ulang fonologis, yakni pengulangan unsur-unsur fonologis (fonem, suku kata, kata).
Contoh: laki-laki lelaki
(3) Kata ulang grammatikal, yakni pengulangan fungsional dari suatu bentuk dasar (mencakup
morfologi dan sintaksis).
Contoh: besar membesar-besarkan
putar memutar-mutar
(4) Kata ulang idiomatis, yakni kata ulang yang maknanya tidak dapat dijabarkan dari bentuk
yang diulang.
Contoh: mata-mata à bukan pengulangan kata mata dengan makna panca indra.
(5) Kata ulang konsekutif, yakni kata ulang yang terjadi karena pemakai bahasa mengungkap
lagi bentuk yang sudah diungkap (perulangan terjadi ke belakang).
Contoh: tembakmenembak-nembak
(6) Kata ulang morfologis, yakni pengulangan morfem yang menghasilkan kata.
Contoh: kabar mengabar-ngabarkan
naik menaik-naikkan
(7) Kata ulang nonidiomatis, yakni perulangan yang maknanya jelas dari bagian yang diulang
maupun dari prosesnya.
Contoh: kertas-kertas banyak kertas
rumah-rumah banyak rumah.
(8) Kata ulang sintaksis, yakni proses pengulangan yang menghasilkan klausa.
Contoh: jauh-jauh walaupun jauh

Selanjutnya,Ramlan (1985:55) membagi kata ulang menjadi empat bagian


(1) Pengulangan murni, pengulangan seluruh ialah pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa
perubahan fonem dan tidak berkombinasi dengan proses perubahan afiks.
Contoh: sepeda sepeda-sepeda
buku buku-buku
kebaikan kebaikan-kebaikan
(2) Pengulangan sebagian, yaitu pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya, dengan kata lain
bentuk dasar tidak diulang seluruhnya.
Contoh: lelaki bentuk dasar laki
tetamu bentuk dasar tamu
beberapa bentuk dasar berapa
(3) Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks, dalam golongan ini
bentuk dasar diulang seluruhnya dan berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks,
maksudnya pengulangan itu terjadi bersama-sama dengan proses pembubuhan afiks dan
bersama-sama pula mendukung satu fungsi.
Contoh: kereta-keretaan bentuk dasar kereta
gunung-gunungan bentuk dasar gunung
(4) Pengulangan dengan perubahan fonem, kata ulang yang perubahannya termasuk sebenarnya
sangat sedikit.
Contoh: gerak gerak-gerik
serba serba-serbi
rebut berebut-rebutan

2.1.3 Komposisi (Kata Majemuk), Idiom, dan Frasa


Kata majemuk adalah sebuah kata yang memiliki makna baru yang bukan merupakan
gabungan makna unsurnya-unsurnya.Verhaar (1978) mengatakan bahwa suatu komposisi disebut
kata majemuk jika hubungan kedua unsurnya tidak bersifat sintaksis. Di pihak lain,Kridalaksana
(1985) mengatakan bahwackata majemuk haruslah tetap berstatus kata. Yang termasuk kata
majemuk seperti antipati, akhirukalam, geografi, mahakuasa, multinasional, dan pasfoto karena
memenuhi persyaratan sebagai bentuk yang berstatus kata. Di sisi lain, Chaer (1994) berpendapat
bahwa komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar,
baik yang bebas maupun yang terikat sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki
identitas leksikal yang berbeda atau yang baru.

Kata Majemuk Makna


kamar mandi ‘kamar untuk mandi’
rumah sakit ‘rumah untuk merawat orang-orang sakit’
sapu tangan ‘pembersih tangan, muka, dan bagian tubuh lainnya’
tali pinggang ‘ikat pinggang’
Dari tabel di atas terlihat bahwa makna gabungan kata kamar mandi, rumah sakit, sapu tangan,
dan tali pinggang masih dapat ditelusuri. Agar pemahaman kita lebih jelas tentang kata
majemuk, berikut akan dipaparkan ciri-cirinya, yaitu:
(1) Salah satu atau semua unsurnya berupa pokok kata, berdasarkan ciri ini, gabungan dengan
pokok kata disebut kata majemuk karena pokok kata merupakan satuan gramatik yang tidak
dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa dan secara gramatik tidak memiliki sifat bebas
sehingga gabungan dengan pokok kata tentu tidak dapat dipisahkan atau diubah strukturnya.
Dengan begitu jelaslah bahwa setiap gabungan dengan pokok kata merupakan kata majemuk.
Misalnya, kolam renang, pasukan tempur, barisan tempur, lomba lari, kamar kerja, jam
kerja, waktu kerja, dan masih banyak lagi.
(2) Unsur-unsurnya tidak mungkin dipisahkan atau tidak mungkin diubah, satuan sapu tangan
berbeda dengan meja kursi meskipun unsur-unsurnya sama, yaitu berupa nomina. Di antara
meja dan kursi dalam meja kursi dapat disisipkan kata dan menjadi meja dan kursi,
sebaliknya di antara sapu dan tangan dalam sapu tangan tidak dapat disisipkan kata dan.
Kalau disisipkan kata dan, artinya akan berbeda.
Jika diperhatikan gabungan kata atau pokok kata dalam kata majemuk tidak menyatu sebagai
satu kesatuan.Hal inilah yang membedakan antara kata majemuk dan idiom.Idiom merupakan
gabungan dua kata atau yang melahirkan makna baru.Makna baru tersebut tidak dapat ditelusuri,
seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Idiom Makna
menjual gigi ‘tertawa keras-keras’
kaki tangan ‘mata-mata’
tangan kanan ‘orang kepercayaan’
panjang tangan ‘suka mencuri’

Dari segi makna masing-masing gabungan kataterlihat bahwa perbedaan antara idiom dan
kata majemuk.Jika sebuah gabungan kata maknanya masih dapat ditelusuri, gabungan tersebut
disebut kata majemuk.Akan tetapi, jika gabungan kata tersebut sudah menyatu,gabungan tersebut
disebut idiom. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa idiom terbagi menjadi dua, yaitu
idiom penuh dan idiom sebagian. Yang dimaksud dengan idiom penuh adalah idiom yang semua
unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan sehingga makna yang dimiliki berasal dari
seluruh kesatuan itu.Misalnya, membanting tulang, menjual gigi, dan meja hijau, sedangkan
idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikalnya
sendiri. Misalnya, buku putih yang bermakna ‘bukuyang memuat keterangan resmi mengenai
suatu kasus’ atau daftar hitam yang bermakna ‘daftar yang memuat nama-nama orang yang
diduga atau dicurigai berbuat kejahatan’, dankoran kuning dengan makna ‘koran yang biasa
memuat berita sensasi’. Kata buku, daftar, dan koran masih memiliki makna leksikalnya. Dari
pernyataan di atas timbul pertanyaan “Apakah ungkapan idiomatis dapat disebut kata
majemuk?”sebagaian ahli bahasa (Ramlan dan Soedjito) menyebutkan bahwa ungkapan
ungkapan idiomatis juga disebut kata majemuk.Hal ini diperkuat dengan definisi bahwa kata
majemuk adalah suatu kata baru yang merupakan gabungan dua kata sebagai unsurnya.Misalnya,
rumah sakit, meja makan, kepala batu, keras hati, panjang tangan, mata kaki, dan masih banyak
lagi.Selanjutnya, mengapa bentuk seperti rumah besar dan rumah baru tidak dapat disebut kata
majemuk? Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya mengenai pengertian kata majemuk, dapat
dipahami bahwa kata majemuk (compound word) merupakan gabungan morfem, kata yang
memiliki pola gramatis dan pola semantis khusus.Pola-pola khusus tersebut berbeda dengan
gabungan morfem dan kata biasa yang lazimnya hanya menghasilkan kata atau frasa.Gabungan
kata rumah dan kata sakit menjadi bentuk rumah sakit, berbeda dengan gabungan kata rumah
dan kata besar yang menjadi bentuk rumah besar.
Gabungan pertama memunculkan makna khusus, yakni rumah untuk merawat orang-
orang sakit sedangkan gabungan kedua semata-mata menunjukkan bahwa rumah tersebut
ukurannya besar sehingga dapat disebut rumah besar. Kenyataan kebahasaan yang terjadi pada
bentuk rumah besarsama persis dengan yang terjadi pada bentuk rumah barukarena tidak ada
makna khusus yang lahir dari penggabungan kata-kata itu, keduanya cukup disebut kata-kata
atau frasa.
Di dalam kata majemuk, hubungan antarbagian-bagiannya demikian erat dan sama sekali
tidak terpisahkan. Keeratan hubungan itu terlihat dari tidak mungkinnya dilakukan penyelipan
atau penyisipan di dalam bagian-bagian kata majemuk itu. Selain itu, jika di belakang bentuk
majemuk terdapat kata atau frasa penjelas, kata atau frasa tersebutakan memberikan penjelasan
pada kata majemuk itu secara utuh. Bentuk majemuk rumah sakit tidak mungkin di tengah-
tengahnya diselipi frasa khusus bedah sehingga bentuk gabungannya menjadi rumah khusus
bedah sakit.Bentuk itu salah dan jelas tidak berterima di dalam bahasa Indonesia.
Kenyataan ini menegaskan bahwa bagian-bagian di dalam kata majemuk berhubungan
sangat erat antara yang satu dengan yang lainnya.Satu-satunya kemungkinan menempatkan frasa
khusus bedah hanyalah di belakang bentuk rumah sakit sehingga tuturannya menjadi rumah
sakit khusus bedah.Frasa penjelas khusus bedah tidak menjelaskan kata rumah dan kata sakit,
melainkan menjelaskan bentuk rumah sakit itu secara utuh. Kenyataan yang persis sama terjadi
pula pada bentuk rumah makan dan panti asuhan yang keduanya juga merupakan kata majemuk
atau komposisi dalam bahasa kita.
Pada bentuk rumah besar dan rumah baru, penyelipan morfem atau kata itu mungkin
sekali dilakukan. Dengan diselipi kata ini atau itu di tengahnya bentuk tersebut akan menjadi
rumah ini besar atau rumah itu baru, keduanya adalah bentuk yang benar dan berterima di dalam
masyarakat bahasa kita. Kalau bentuk-bentuk itu kita beri kata sekali sebagai penjelas di
belakangnya, kata itu tidak akan menjelaskan frasa secara utuh melainkan hanya kata yang
paling dekat dengan penjelas itu sajalah yang dijelaskan. Kata sekali pada bentuk rumah besar
sekali semata-mata menjelaskan kata besar, bukan kata rumah dan bukan pula kata rumah
besar.Demikian pula pada bentuk rumah baru sekali, kata sekali itu semata-mata memberi
penjelasan pada kata baru yang berada di depannya, bukan kata rumah dan bukan pula pada kata
rumah baru.
Perbedaan kata majemuk dan frasa dapat dinyatakan sebagai berikut:
(1) Kata majemuk terdiri dari unsur-unsur yang anggotanya tidak dapat dipisahkan oleh unsur-
unsur lain, sedangkan frasa terdiri dari unsur-unsur yang anggotanya dapat dipisahkan oleh
unsur lain. Penyisipan unsur lain dalam kata majemuk itu mengakibatkan status kata
majemuk menjadi bukan kata majemuk lagi. Ambillah contoh kata rumah makan, dengan
menyisipkan kata untuk, satuan yang diperoleh bukan kata majemuk lagi, melainkan frasa
rumah untuk makan, yang tentu saja bukan rumah makan. Pengetesan lain dalam
bahasaIndonesia dilakukan dengan penyisipan yang biasanya diikuti oleh adjektiva. Kata
orang besar yang berarti ‘orang yang berpangkat tinggi’ merupakan kata majemuk,
sedangkan orang penting merupakan frasa. Kata orang besar tidak dapat disisipi unsur yang
tanpa mengubah statusnya menjadi frasa orang yang besar (orang yang badannya besar),
sedangkan orang penting merupakan frasa karena terbukti dapat diperluas dengan yang
menjadi orang yang penting.
(2) Kata majemuk merupakan suatu keutuhan sehingga jika mengalami proses morfologis
mendapatkan perlakuan sebagai satu bentuk dasar. Untuk membuktikan berlakunya ciri itu
dapat digunakan afiksasi dengan morfem simultan atau morfem kombinasi yang mengapit
bentuk dasar. Kata tanda tangan, misalnya, merupakan kata majemuk yang terbukti dari
pembentukannya dengan morfem meN-i atau peN-anmenjadi menandatangani atau
penandatanganan.
Menurut Verhaar (1993), dalam perbedaan antara kata majemuk dan frasa tidak ada
permasalahan dengan kata majemuk. Justru karena komponen-komponennya mempunyai urutan
yang tidak mungkin secara sintaksis, tentu saja mudah dikenali sebagai kata majemuk.Misalnya
dalam bahasa Indonesia, kata bumiputera pasti tidak merupakan frasa, karena urutan bumi +
putera dalam arti “putra bumi” tidak mungkin. Menurut peristilahan terkenal dari Takdir
Alisjahbana, yakni “hukum DM”, artinya “hukum bahwa yang diterangkan selalu mendahului
apa yang menerangkan” dapat kita ujibumiputera mempunyai urutan MD, bukan DM. Jadi,
ujaran tersebut adalah sintaksis. Oleh karena itu, kata bumiputera pasti merupakan kata
majemuk, bukan frasa (hukum DM memang sangat konsisten ditaati dalam bahasa Indonesia).
Bagaimana sekarang dengan kata yang sintaksis urutan konstituennya?Apakah meja tulis,
daya juang, matahari, rumah sakit, dan seterusnya merupakan frasa atau kata majemuk?Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kata daya juang, meja tulis, matahari, dan rumah sakit
merupakan kata majemuk, yaitu kata majemuk “sintaksis” karena atas dasar pertimbangan
semantis semata.Akan tetapi, dalam linguistik tidak hanya digunakan pada pertimbangan
semantis semata-mata. Salah satu cara untuk mengujinya adalah dengan reduplikasi. Kata
matahari tidak pernah direduplikasikan menjadi *mata-mata hari maka dari itu matahari adalah
kata majemuk sejati. Kridalaksana (1996) menyebutkan bahwa kata majemuk adalah proses
penggabungan dua leksem atau lebih yang membentuk kata, jelas menempatkan kata majemuk
sebagai satuan yang berbeda dari frasa. Frasa adalah gabungan kata, bukan gabungan leksem.
Secara empiris, Kridalaksana membedakan kata majemuk dari frasa dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
(1) Ketaktersisipan; artinya di antara komponen-komponen kata majemuk tidak dapat disisipi
apapun. Buta warna adalah kata majemuk karena tidak dapat disisipi apa pun, sedangkan
alat negara merupakan frasa karena dapat disisipi partikel dari, menjadi alat dari negara.
(2) Ketakterluasan; artinya komponen kompositum (kata majemuk) itu masing-masing tidak
dapat diafiksasikan atau dimodifikasikan. Perluasan bagi kompositum hanya mungkin untuk
semua komponennya sekaligus. Misalnya kata majemuk kereta api dapat dimodifikasikan
menjadi perkeretaapian.
(3) Ketakterbalikkan; artinya komponen kompositum (kata majemuk) tidak dapat dipertukarkan.
Gabungan seperti bapak ibu, pulang pergi,dan lebih kurang bukanlah kompositum,
melainkan frasa koordinarif karena dapat dibalikkan (gabungan kata semacam ini
memberikan kesempatan kepada penutur untuk memilih mana yang akan didahulukan).
Gabungan seperti arif bijaksana, hutan belantara, bujuk rayu bukanlah frasa, melainkan
kompositum.
Di samping itu, ada juga sebuah gabungan kata dapat mempunyai lebih dari satu makna atau
disebut dengan ambigu/ketaksaan.Hal ini bergantung pada konteks kalimat, seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.

Data Makna
Kumis kucing (1) ‘kumis dari binatang kucing’
(2) ‘sejenis tumbuhan’
Meja hijau (1) pengadilan’
(2) ‘meja berwarna hijau’
Orang tua (1) ‘ibu dan bapak’
(2) ‘orang yang sudah tua’
Orang besar (1) ‘orang penting’
(2) ‘orang yang bertubuh besar’
BAB III

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai