A. Jenis Morfem Berdasarkan Kemampuan Berdistribusi
Apabila dilihat lebih lanjut, bentuk-bentuk linguistik antara satu dengan yang lain mempunyai sifat tertentu dalam tuturan biasa. Misalnya dalam contoh kalimat berikut: Dodi : Wah! Dari mana kamu? Tarsan : Biasa. Orany kaya, kok. Selalu urusan bisnis. Dodi : Ha! Bisnis apa? Kemarin minta uang saya seratus ribu rupiah, sekarang bilang bisnis. Tarsan : Kamu itu bagai mana sih? Saya ini sudah lama terkenal sebagai direktur pabrik biting. Kamu dari mana? Dodi : kuliah. Tarsan : siapa yang percaya? Modelnya kacau-kacau begitu dari kuliah. Dari contoh di atas, bentuk linguistik yang mampu menduduki kalimat dan ada yang selalu bergandeng dengan bentuk lain dalam menduduki kalimat. Seperti bentuk Wah, biasa, ha, dan kuliah itu mampu berdiri sendiri sebagai kalimat. Sedangkan bentuk kalimat-kalimat lainnya terdiri atas lebih dari satu bentuk linguistik. Misalnya, kalimat Dari mana kamu? Terdiri atas bentuk Dari, mana, dan kamu, dan kalimat Selalu urusan bisnis terdiri atas bentuk selalu, urus- an, dan bisnis. Tetapi bentuk-bentuk yang menjadi unsur kalimat terkhir itu ada yang benar- benar tidak mampu berdiri sendiri sebagai kalimat dan ada yang mampu berdiri sendiri sebagai kalimat. Bentuk mana, kamu, dan bisnis mampu berdiri sendiri sebagai kalimat. Bentuk-bentuk yang dipakai secara tersendiri dalam kalimat tuturan disebut bentuk bebas atau free from atau free morphone. Tetapi, bentuk dari, urus, dan –an dia atas. Ketiga bentuk itu tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa. Antara bentuk urus- dan –an pada kalimat Selalu urusan bisnis tidak dapati disisipi bnetuk lain jenis apapun. Bentuk terakir ini tidak dapat berdiri sendiri baik dalam kedudukannya sebagai kalimat maupun sebagai kata yang menjadi unsur pembentuk kalimat. Bentuk ini disebut dengan bentuk terikat (bound from atau semi free morphome). Sedangkan bentuk yang masih mempunyai kebebasan, dikatakan sebagai bentuk semibebas (semi-free from atau semi free morphome). Dari kutipan dialog diatas, terdapa bentuk yang kemampuannya lebih terikat dibandingkan yang lain. Seperti balau yang selalu bergandenga dengan kacau, tetapi bentuk kacau dapat digunakan tanpa bentuk balau. Misalnya sangat kacau, sedanga kacau, dll. nah bentuk balau itu disebut bentuk unik atau unique from atau unique morphome.
B. Jenis Morfe Berdasarkan Produktivitasnya
Bentuk-bentuk linguistik dapat dijelaskan atas dasar kemampuannya membentuk kata, biasanya hanya dibatasi pada morfem terikat, khususnya afiks. Dalam bahasa indonesia morfem afiks sangat produktif membentuk kata-kata baru, ada yang tak produktif, bahkan ada yang sedang cenderung produktif dan sedang tak cenderung produktif. Misanya afiks {ke-an} dengan afiks ini kita dapat membentuk kata-kata baru sebanyak-banyaknya. Contoh keterlaluan, keadilan, keikutsertaan. Berbeda dengan afiks {ke-}dalam kata kekasih yang berfungsi membendakan. Ia sudah tidak lagi digunakan untuk membentuk kata-kata baru. Kecuali kata yang sudah ada ada seperti kehendak, ketua. Sama denga afiks {-em-}, {-el-}, dan {-er}, seperti dalam kata gerigi, telunjuk, gemetar. Benar kata samsuri dalam morfologi dan pembentukan kata (1998:18) bahwa ketiga afiks itu hanya mampu berproduksi saat dalam bahasa Melayu dahulu, tetapi dalam bahasa indonesia sekarang sama seklai tidak produktif. Morfem afiks yang terus menerus mampu membentuk kata-kata baru disebut afiks poduktif, seedangkan yang tidak mmapu lagi membentuk kata-kata baru disebut afiksasi tak produktif.
C. Jenis Morfem Berdasarkan Relasi Antar Unsurnya
morfem segmental dalam bahsa indonesia, yang unsur-unsurnya merupakan satu kesatuan yang ta terpisahkan dalam pemakaiannya, tetapi ada pula yang sebaliknya. Contoh kalilmat kesuksesan selalu didambakan setiap manusia yang ingin maju. Kalimat itu terdiri dari depalan kata. Ada yang terdiri atas satu morfem, yaitu {selalu}, {manusia}, {yang}, {ingin}, {maju}, ada yang terdiri dari dua morfem kesuksesan, setiap, dan ada yang tiga morfem, yaitu didambakan. Kata kesuksesan terdiri dari atas morfem {sukses}, dan {ke-an}, kata setiap terditi atas morfem {tiap} dan {se}, dan kata didambakan terdiri atas morfem {damba}, {di}, dan {- kan}. dalam pemakaian unsur-unsur yang membentuk morfem {selalu}, {manusia}, {yang}, {ingin}, {maju}, {sukses}, {damba},{se-}, {di-},{-kan} merupakan deretan morfem yang tak terpisahkan anata satu dengan yang lain. Morfem ini disebut dengan morfem utuh. Tetapi morfem {ke-an}. Unusur-unusuny terbelah dlam pemakaiannya, yaitu dua fonem pertama (/k/dan/e/) diletakkan di muka atau sebelum bentuk dasar. Sedangkan dua morfem lainnya yaitu (/a/dan/n/) diletakkan di belakang atau sesudah bentuk dasar. Fonem yang terpisah dalam pemakaiannya dinamakan morfem terbelah.
D. Jenis Morfem Berdasarkan Sumbernya
Morfem bahasa indonesia dapat di kelompokkan atas dasar morfem yang berasal dari bahasa indonesia asli, berasal dari bahasa daerah yang ada di wilayah indonesia, dan morfem yang berasal dari bahasa asing. Morfem-morfem yang berupa morfem bebas tidak dibicarakan di sini sebab merupakan wilayah leksikologi. Yang dibicarakan di sini hanyalah morfem terikat yang berupa afiks. Sebab, morfem jenis terakhir ini sangat berperan dalam pembentukan kata-kata baru yang merupakan titik sentral pembahasan morfologi. Morfem afiks yang berasal dari bahasa indonesia digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu prefiks, infiks, sufiks, konfiks. Yang teergolon prefiks ialah {meN-}, {ber-}, {peN-}, dll. yang tergolong infiks adalah {-el}, {-er-}, dan {-em}. Yang tergolong sufiks adalah {-an}, {- kan}, {-i}. Yang tergolong konfiks adalah {pe-an}, {per-an}, ke-an}. Apabila morfem afiks yang berasal dari bahasa indonesia asli hanya mempunyai makna gramayikla saja (dan tidak mempunyai arti leksikal). Bila afiks {peN-an} misalnya mamapu melekat pada bentuk dasar bahasa indonesia dan bentuk serapan, maka afiks asing yang masuk ke dalam bahasa indonesia relatif arus mempunya kemmapuan demikian. Bentuk {-is} dalam pancasilais dan {-isasi} dalam turinisasi menunjukkan bahwa afiks asing itu telah menjadi keluarga bahasa indonesia sebab afiks itu telah mampu melekat pada bentuk dasar bahasa bahasa indonesia asli. Lain dengan bentuk {-us} pada politikus dan bentuk {-if} pada sportif. Bentuk itu belum mampu melekata pada bentuk dasar bahasa indonsia asli.bentuk itu hanya mampu melekat pada bentuk dasar bahasa asingnya. Jadi bentuk {-us} dan {-if} belum menjadi keluarga afiks bahasa indonesia. E. Jenis Morfem Berasarkan Jumlah Fonem yang Menjadi Unsurnya Morfem yang berunsur satu fonem disebut monofonemis. Misalnya morfem {-i-} dalam mememtiki dan {a-} dalam amoral. Sedangkan morfem yang berunsur lebih dari satu fonem disebut polifonemis. Misalnya {-an}, {di-}. {ke-} (dua fone) {ber-}, {meN-}, {dua}, {itu}, {api} (tiga fonem) {satu}, {baik}, {daki} (empat fonem) {serta}, {makin}, {sering}, (lima fonem) {bentu}, {sambil}, {sembuh} (enam fonem) {bentrok}, {cokelat} (tujuh fonem) {semboyan}, {kerontang} (delapan fonem) {penasaran}, {sederhana}, {selenggara} (sembilan fonem) {halilintar}, {malapetaka}, {semenanjung} (sepuluh fonem). Dari contoh di atas bahwa morfem bahasa indonesia yang morfofonemis sedikit sekali bila dibandingkan dengan morfem yang polifonemis. Morfem morfofonemis hanya morfem afiks, sedangkan morfem-morfem yang lain belum ada yang morfofonemis. Morfem polifonemislah yang sangat banyak dalam bahsa inonesia. Apabila dilihat dari frekuensi morfem-morfem polifonemis yang ada, morfem yang berunsur antara emapat, lima, dan enam fonemlah yang banyak frekuensinya. Sedangkan morfem yang berunsur dua, tiga, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh frekuensinya masih di bawahnya.
F. Jenis Fonem Berdasarkan Keterbukaanya Bergabung Dengan Morfem Lain
Morfem-morfem bahasa inodesia ada yang mempunyai kemungkinan bergabung dengan morfem lain, tetapi ada juga yang tidak. Morfem {meN-}, {ber-}, dan {di-} misalnya, walaupun semua tergolong morfem prefiks, tapi morfem itu memunyai perbedaan. Pada umumnya morfem {meN-} dan {ber-} mengawali bentuk kata menarik dan berlalu. Di samping itu, kata yang berwalan dengan {meN-} dan {ber-} masih membuka kemungkinan digabungi prefiks lain, dalam hal ini morfem prefik {di-} ketiga kata di atas itu menjadi dimengertikan, dimengerti, diberlakukan. Sifat terbuka terdapat pada morfem prefiks {meN-} dan {ber-} di atas itdak terdapat pada morfem prefiks {di-}. Kata yang berawalan dengan morfem {di-} sudah menutup kemungkinan digabungi dengan morfem prefiks lain. Misalnya dicabut, diinjak, dibingkai. Kata benda yang dipakai sebagai alat untuk melakukan pekerjaan misalnya paku, bajak, jarum, dan tongkat mempunya sifat keterbukaan yang berbeda. Kata paku dan bajak dapat dibentuk menjadi konstruksi yang lebih besar dengan membubuhkan afiks {meN-} dan {di-} sehingga menjadi memaku, dipaku, membajak, dan di bajak. Tetapi melakukan pekerjaan dengan dengan laat jarum dan tongkat, penutur bahasa indonesia belum pernah terdengan menggunkan konstruksi *menjarum dan menongkat*. Konsep itu hanya dapat menggunakan bentuk urai. Misalnya menjahit dengan jarum dan memukul dengan tongkat. Jadi bentuk paku dan bajak dikatan bentuk terbuka. Sedangkan jarum dan tongkat dikatakan sebagai bentuk tertutup. G. Jenis Morfem Berdasarkan Makna Atas dasar bermakna tidaknya morfem, ia bisa dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang bermkana dan kelompok yang tidak bermakna. Morfem kelompok bermakna – sesuai dengan namanya- selalu bermkana, maknanya bisa di cari di kamus-kamus umum. Misalnya lapor, lapar, kuda, genit. Morfem langsung bermakna ia bisa juga disebut morfem leksikal. Morfem kelompok tidak bermakna –seperti anda bisa tebak- memang tidak punya makna (sendiri). Misalnya {ter-}, {di-}, {oeN-}. {se-}, {-i}, {-an}, {-el} dll. kelompok kedua ini baru diketahui maknanya bila sudah berada dalam konstruksi yang lebih besar atau telah melekat pada bentuk dasar, bentuk dari kelompok pertama. Karena itulah morfem-morfem ini disebut morfem gramatikal. Morfem yang selama ini disebut sebagai imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, dan konfiks) termasuk anggota kelompok morfem gramtikal. Imbuhan bahasa indonesia asli tidak pernah – tidak akan pernah- bisa menjadi morfem bebas. Sebab, ia juga tidak akan pernah menjadi anggota leksikal. Tetapi, kata isme misalnya, dalam pembentukan kata baru dalam bahasa indonesia produktivitas tinggi, sudah bisa diketahui maknanya tanpa harus melekat pada bentuk dasar.
Daftar Pusataka
Muslich, Masnur. 2010. Tata Bentuk Bahasa Indonesia, Kajian Ke Arah Tata Bahasa Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara Samsuri. 1988. Morfologi dan pembentukan Kata. Jakarta: P2LPTK, Ditjen Dikti, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan