Anda di halaman 1dari 22

PENGERTIAN MORFOLOGI :

1. Morfologi ialah ilmu bahasa tentang seluk-beluk bentuk kata (struktur kata).

(Zaenal Arifin, 2008:1).

2. Morfologi merupakan bagian dari tata bahasa, yang membahas tentang


bentuk-bentuk kata.
3. Morfologi merupakan bagian dari tata bahasa yang membahas bentuk-bentuk
kata.

PENGERTIAN MORFREM :

Morfem adalah satuan bentuk bahasa terkecil yang mempunyai makna, secara
relatif stabil dan tidak dibagi atas bagian bermakna lebih kecil. Dalam bahasa
Indonesia dikenal adanya morfem yang disebut unsur gramatis dan unsur non-
gramatis.

Perhatikan kata-kata bergaris pada kalimat di bawah ini.

(1) Bajunya putih.

(2) Baju ini sudah memutih.

(3) Putihkan baju itu.

(4) Ia memutihkan baju itu.

Kata putih, adalah unsur gramatis (telah mengandung makna tersendiri) yang
sama yang terdapat pada setiap kalimat di atas. Unsur itu merupakan unsur
gramatis yang terkecil. Artinya, unsur ini tidak dapat dibagi lagi menjadi unsur-
unsurnya yang bermakna. Unsur pu dan tih tidak bermakna. Karena itu, putih
merupakan unsur gramatis yang terkecil, sedangkan pu dan tih bukan unsur
gramatis terkecil. Berdasarkan perangkat satuannya, putih merupakan satuan

1
morfologis, sedangkan pu dan tih adalah satuan fonologis. Selain terdapat pada
kata-kata di atas, unsur atau satuan putih tentu sering dijumpai pula kata-kata
lainnya, misalnya: pemutih, diputihkan, memperputih, diperputih, keputihan,
terputih, seputih,dan sebagainya. Unsur atau satuan morfologis seperti itu
diklasifikasikan sebagai morfem. Bagaimana dengan me- atau –kan pada kata-
kata di atas, apakah termasuk morfem juga? Satuan ini belum mengandung makna
tersendiri, karena itu, tidak dapat langsung membentuk kalimat. Satuan seperti ini
menurut Santoso (2004) disebut satuan non-gramatis. Untuk membentuk kalimat,
maka satuan non-gramatis seperti me- dan –kan harus digabung dengan satuan
gramatis lain. Kedua macam satuan itu yakni gramatis dan non-gramatis disebut
morfem. Mengapa yang non-gramatis termasuk juga morfem? Karena, me- dan –
kan mempunyai makna juga yang biasa disebut dengan istilah makna struktural.
Morfem seperti ini berfungsi sebagai pembentuk kata dasar dan hanya akan
berfungsi atau bermakna bila dimbuhkan kepada kata dasar. Karena itu, morfem
semacam ini disebut: “tambahan”, “imbuhan”, atau “afiks”.

Jadi dapat kita simpulkan, unsur gramatis adalah satuan kata terkecil yang
memliki makna. Sedangkan unsur non-gramatis adalah satuan yang belum
memiliki makna tersendiri. Karena itu, tidak dapat langsung membentuk kalimat.
Untuk membentuk kalimat, maka satuan non-gramatis seperti me- dan –kan harus
digabung dengan satuan gramatis lain.

JENIS – JENIS MORFEM :

1. Morfem Bebas
Menurut Santoso (2004), morfem bebas adalah morfem yang mempunyai
potensi untuk berdiri sendiri sebagai kata dan dapat langsung membentuk kalimat.
Dengan demikian, morfem bebas merupakan morfem yang diucapkan tersendiri;
seperti: gelas, meja, pergi dan sebagainya. Morfem bebas sudah termasuk kata.
Tetapi ingat, konsep kata tidak hanya morfem bebas, kata juga meliputi semua

2
bentuk gabungan antara morfem terikat dengan morfem bebas, morfem dasar
dengan morfem dasar. Jadi dapat dikatakan bahwa morfem bebas itu kata dasar.
2. Morfem Terikat
Morfem terikat merupakan morfem yang belum mengandung arti, maka
morfem ini belum mempunyai potensi sebagai kata. Untuk membentuk kata,
morfem ini harus digabung dengan morfem bebas. Menurut Samsuri (1994),
morfem terikat tidak pernah di dalam bahasa yang wajar diucapkan tersendiri.
Morfem-morfem ini, selain contoh yang telah diuraikan pada bagian awal,
umpanya: ter-, per-, -i, -an. Di samping itu ada juga bentuk-bentuk seperti –juang,
-gurau, -tawa,yang tidak pernah juga diucapkan tersendiri, melainkan selalu
dengan salah satu imbuhan atau lebih. Tetapi sebagai morfem terikat, yang
berbeda dengan imbuhan, bisa mengadakan bentukan atau konstruksi dengan
morfem terikat yang lain. Morfem terikat dalam bahasa Indonesia menurut
Santoso (2004) ada dua macam, yakni morfem terikat morfologis dan morfem
terikat sintaksis. Morfem terikat morfologis yakni morfem yang terikat pada
sebuah morfem dasar, adalah
sebagai berikut:
(a) prefiks (awalan): per-, me-, ter-, di-, ber- dan lain-lain
(b) infiks (sisipan): -el-, -em, -er-
(c) sufiks (akhiran): -an, kan, -i
(d) konfiks (imbuhan gabungan senyawa) mempunyai fungsi macam-macam
sebagai berikut.
(a) Imbuhan yang berfungsi membentuk kata kerja, yaitu: me-, ber-, per-, -kan, -i,
dan ber-an.
(b) Imbuhan yang berfungsi membentuk kata benda, yaitu: pe-, ke-, -an, ke-an,
per-an, -man, -wan, -wati.
(c) Imbuhan yang berfungsi membentuk kata sifat: ter-, -i, -wi, -iah.
(d) Imbuhan yang berfungsi membentuk kata bilangan: ke-, se-.
(e) Imbuhan yang berfungsi membentuk kata tugas: se-, dan se-nya.

3
Dari contoh di atas menunjukkan bahwa setiap kata berimbuhan akan
tergolong dalam satu jenis kata tertentu, tetapi hanya imbuhan yang merupakan
unsur langsung yang dapat diidentifikasi fungsinya sebagai pembentuk jenis kata.

JENIS PROSES MORFOLOGI DALAM BAHASA INDONESIA

Proses morfologi adalah proses pembentukan morfem menjadi kata.


Ramlan (1983: 190) menyatakan bahwa proses morfologis ialah proses
penggabungan morfem-morfem menjadi kata.

Jika kita gambarkan, proses morfologi itu sebagai berikut:

morfem ------ proses morfologis ---- kata

Proses morfologi atau proses pembentukan kata dalam bahasa Indonesia dibagi
atas:

1. Afiksasi
Afiksasi atau proses pembubuhan afiks adalah proses pembentukan kata
melalui afiks (imbuhan) pada suatu morfem. Hasil dari proses morfologi ini
adalah kata yang berafiks atau kata kompleks. Marilah kita perhatikan contoh
afiksasi berikut ini.
tatar + meng- menatar
gigit + meng- menggigit
daki + meng- mendaki
baca + meng- membaca
Penambahan afiks [meng-] pada bentuk “tatar” menjadi “menatar”,
pada bentuk “gigit” menjadi “menggigit”, pada bentuk “daki” menjadi
“mendaki”, dan pada bentuk “baca” menjadi “membaca”. Alomorf dari
[meng-] itu berbeda-beda sesuai dengan bentuk dasar ditempelinya. Jika
bentuk dasarnya diawali dengan fonem /t/ maka [meng-] berubah menjadi
[men-] dan fonem /t/ luluh. Jika [meng-] bertemu dengan bentuk dasar yang

4
diawali dengan fonem /g/ maka [meng-] berubah menjadi [meng-]. Jika
bertemu fonem /d/ maka [meN-] berubah menjadi [men-]. Jika [meng-]
bertemu dengan fonem /b/ maka akan menjadi [mem-].
Wujud bentuk dasar pada afiksasi itu bisa bermacam-macam. Bentuk
dasar bentuk berafiks itu bisa berupa pokok-kata “tatar, gigit, daki, kukur, dan
baca “ pada contoh di atas. Bentuk dasarnya dapat berupa kata tunggal,
misalnya batu, gergaji, malas dan sakit. Pada bentuk kompleks “berbatu,
menggergaji, pemalas, dan penyakit.” Kata majemuk sebagai bentuk dasar pun
bisa, misalnya “babi buta, anak tiri, dan “kambing hitam” menjadi bentuk
berafiks seperti “membabi buta, menganak tirikan, dan dikambing hitamkan.”
Kita telah sepakat bahwa dalam bahasa Indonesia ada bentuk afiks
[meng-], [ber-], dan [peng-]. Apakah kita dapat mengetahui arti afiks itu
dengan pasti jika tanpa digabungkan dengan morfem lain? Tentu saja kita
tidak bisa mengetahui arti afiks tersebut. Afiks-afiks tersebut baru diketahui
artinya jika sudah digabungkan dengan morfem lain, misalnya memberi,
bercukur, dan pelari.” Arti afiks [meng-] pada memberi “ adalah melakukan
tindakan yang tersebut pada bentuk dasar. Afiks [ber-] pada “bercukur” berarti
melakukan tindakan yang tersebut pada bentuk dasar untuk diri sendiri
riflektif.” [peng-] pada “pelari’ mempunyai arti orang yang biasa berlari.
Ketiga contoh afiks tersebut akan mempunyai arti yang berbeda lagi
bila bergabung dengan bentuk dasar lain misalnya batu, sepeda dan garis.
Bentuk [meng-] jika digabungkan dengan “batu” akan menjadi “membatu”.
Afiks ini mempunyai arti menjadi apa yang disebutkan pada bentuk dasarnya.
Jika [ber-] bergabung dengan “sepeda” menjadi “bersepeda” akan mempunyai
arti mengendarai apa yang tersebut pada bentuk dasar atau mempunyai apa
yang tersebut pada dasar. Bentuk [peng-] jika bergabung dengan bentuk dasar
“garis” akan menjadi “penggaris” yang berarti alat yang dipakai untuk
melakukan pekerjaan tersebut pada bentuk dasar. Jadi, bentuk-bentuk seperti
afiks ini tidak mempunyai arti leksikal sebagaimana bentuk “batu, sepeda dan

5
garis”. Afiks itu hanya mempunyai makna gramatikal yaitu arti yang
ditimbulkan setelah bergabungnya bentuk tertentu dengan bentuk lain.
Apabila bentuk-bentuk [meng-], [ber-], dan [peng-] dibandingkan
dengan bentuk dasar akan terdapat perbedaan distribusi. Bentuk dasar seperti
“batu, sepeda, dan garis” dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa, sedangkan
afiks tidak demikian. Marilah kita perhatikan percakapan berikut ini
a) Agung : Kamu mengendarai apa ke kampus?
Adil : Motor

b) Agung : Kamu sedang membaca apa?


Adil : Berita

Dari percakapan di atas jelaslah bahwa kata “berita, dan motor” dapat
mandiri dalam sebuah tuturan. Lain halnya dengan afiks, bentuk-bentuk ini
tidak mungkin dapat mandiri dalam tuturan, kata, atau kalimat. Keberadaan
afiks selalu bergantung pada bentuk lain dan hasil gabungannya itu baru
membentuk kata. Walaupun demikian, afiks mempunyai kesanggupan untuk
melekat dengan bentuk lain (morfem) untuk membentuk kata. Contohnya

6
morfem “pukul” morfem ini hanya mampu dibentuk menjadi kata “memukul,
dipukul, terpukul, pemukul, memukulkan, memukul-mukul, saling memukul,
dan dipukulkan.” Selain menjadi kata-kata tersebut, bentuk “pukul” sukar
dibentuk menjadi kata lain. Kalau pun ada jumlahnya sangat terbatas.

Berdasarkan uraian di atas, kiranya dapat kita simpulkan bagaimana


pengertian afiks itu sebenarnya. Jadi, afiks adalah bentuk kebahasaan yang
terikat kepada bentuk lain. Ciri-ciri afiks dapat dijabarkan sebagai berikut:

a) Hanya mempunyai makna gramatikal;


b) Merupakan unsur langsung kata tetapi bukan bentuk dasar;
c) Memiliki kesanggupan untuk membentuk kata-kata baru;
Proses penambahan atau penggabungan afiks dengan morfem itu kita
sebut “afiksasi”. Afiks terbagi atas prefiks, sufiks, infiks, dan
konfiks/simulfiks. Dengan demikian, proses morfologi yang terjadi disebut
prefiksasi, sufiksasi, infiksasi, konfiksasi/simulfiksasi. Berikut ini kita uraikan
dengan singkat proses-proses tersebut.
1) Prefiksasi atau Awalan
Awalan atau prefiksasi adalah proses pembentukan kata melalui
penambahan prefiks pada morfem. Prefiks ini mengubah morfem menjadi kata
kompleks. Jika kita gambarkan, bagan arusnya adalah sebagai berikut.
morfem prefikasi kata berprefiks
Sebelum mengalami prefiksasi, morfem tersebut bentuknya tunggal (ingat
bahwa setiap morfem itu bentukannya selalu tunggal), tetapi setelah
mengalami prefiksasi bentukannya menjadi kompleks. Prefiksasi ini sangat
banyak terjadi pada proses pembentukan kata.

Berikut ini beberapa contoh prefiksasi dalam bahasa Indonesia.

a. alomorf meN-
me- : menyanyi, meluas, melebar, merokok

7
mem- : membawa, membongkar, membabi buta, membelot
men- : mendatang, mendasar, mendarat, mendoa
meng- : mengaduh, menghilang, mengecil, menghukum
meny- : menyapu, menyuci, menyela, menyemai
menge- : mengecat, mengebor, mengelas, mengetik
b. alomorf peN-
pe- : pemalas, pemarah, periang, peramah
pem- : pembawa, pemberi, pembuat, pembelot
pen- : pendatang, pendosa, pencukur, penjahit
peng- : pengangkut, pengecil, penguat, penghalus
peny- : penyapu, penyuci, penyela, penyemai
penge- : pengecat, pengebor, pengelas, pengetik
per- : peristri, perjelas, perbudak, perluas
c. alomorf ber-
ber- : bertemu, bernyanyi, bersama, berjumpa
be- : bekerja, beternak, berebut, berasa
bel- : belajar, belunjur
d. alomorf di-
di- : diambil, dijual, dipukul,didapat, dimadu, dirusak.
e. alomorf ter-
ter- : tercantik, tercekik, tergil, terinjak, terkaji, terlama
te- : teramah, terusak, terendam, terebus, terajin
f. alomorf se-
se- : sebelum, sesudah, sehari, serombongan, serumah,
g. alomorf ke-
ke- : ketua, kehendak, kekasih

8
2) Sufiksasi atau Akhiran

Sufiksasi adalah proses pembentukan kata melalui penambahan sufiks


pada morfem. Sufiksasi ini mengubah morfem menjadi kata kompleks. Bila
kita gambarkan, sufiksasi mempunyai bagan arus sebagai berikut
morfem sufiksasi kata bersufiks
pokok kata bersufiks
Sebelum mengalami sufiksasi, morfem tersebut bentuknya tunggal, tetapi
setelah mengalami sufiksasi bentukannya menjadi kompleks. Jumlah sufiks
dalam bahasa Indonesia tidak sebanyak prefiks. Sufiks hanya ada beberapa,
yaitu sufiks kan, -an, dan –i. Adapun sufiks –man, -wan, -wati merupakan
sufiks serapan dari bahasa asing yang kadang-kadang sudah tidak terasa
keasingannya.

Marilah kita perhatikan beberapa contoh penggunaan sufiks dalam bahasa


Indonesia!

a. sufiks –kan : bawakan, bacakan, bubuhkan, dekatkan, jauhkan, tuliskan,


dudukan, tunjukan, dermakan, doakan, temukan, bersihkan
b. sufiks –an : makanan, minuman, jalanan, halangan, bacaan, tontonan,
tontonan, sambilan, cucian, bawaan, kotoran, batuan,
tanaman
c. sufiks -i : cubiti, senangi, tolongi, dapati, cintai pagari, kapuri,
gambari, tulisi, duduki, tunjuki, dekati, jauhi, temui, bubuhi
d. sufiks -man : seniman, budiman, rohaniman
e. sufiks -wan : karyawan, hartawan, budayawan, olahragawan
f. sufiks -wati : karyawati, hartawati, budayawati, olahragawati
Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam sufiks ini.
Berdasarkan contoh-contoh-contoh di atas, sufiksasi tidak selamanya
menghasilkan kata. Sufiks –kan dan –i setelah diletakkan pada morfem

9
ternyata hanya membentuk “pokok kata”. Mengapa kita katakan pokok-kata?
Hal ini dikarenakan oleh ketidakmandirian bentuk-bentuk tersebut. Hasil
sufiksasi sufiks –kan dan –i ini tidak dapat berdiri sendiri. Perhatikan contoh
berikut ini!

a. Olahragawan itu meluapkan kegembiraannya setelah mencetak gol.

b. Dia seorang gadis yang budiman

c. Mahasisiwi itu aktif melakukan kegiatan di luar kampus.

d. Kakak temani adiknya bermain kuda-kudaan.

10
e. Beckhamp cetak tiga gol ke gawang jerman.

f. Kakak *peluk adik karena gemas.

Berdasarkan contoh-contoh kalimat di atas, kita dapat membedakan mana


kalimat yang baik dan lazim dan mana kalimat yang tidak baik. Kalimat a
sampai c merupakan kalimat yang biasa kita dapati dalam tuturan sehari-hari.
Hal ini karena bentuk-bentuk yang dimiringkan sudah merupakan kata. Lain
halnya dengan kalimat d sampai f. Kalimat-kalimat tersebut sangat janggal dan
berkesan tidak baku. Hal ini karena bentuk-bentuk yang dimiringkan itu
bukanlah kata melainkan baru pokok kata. Pokok kata tidak bisa mandiri pada
kalimat perintah dan kalimat pasif. Pada kalimat pasif pun, keberadaan bentuk
pokok-kata itu bergantung pada jenis subjeknya. Bentuk bawakan, peluk, dan
temani pada kalimat berikutnya seharusnya “membawakan, memeluki, dan
menemani”. Setelah diberi prefiks, barulah bentuk-bentuk tersebut diterima
dalam bahasa Indonesia.

11
3) Infiksasi atau Sisipan

Infiksasi adalah proses pembentukan kata melalui penambahan infiks


pada morfem. Infikasi ini mengubah morfem menjadi kata kompleks. Bila kita
gambarkan, bagan arus infikasi adalah :

morfem infikasi -kata berinfiks

-pokok kata berinfiks

Sebelum mengalami infikasi, morfem tersebut bentuknya tunggal,


tetapi setelah mengalami infikasi bentuknya menjadi kompleks. Infiks dalam
bahasa Indonesia sangat terbatas. Karenanya, infikasi dalam bahasa Indonesia
bukan merupakan proses morfologi yang produktif.

Berikut ini beberapa contoh kata yang berinfiks dalam bahasa Indonesia.

infiks -el- : telunjuk, pelatuk, geligi, geletar, gelembung


infiks -em- : gemunung, gemilang, temurun, kemuning, gemuruh,
infiks -er- : seruling gerigi
infiks -in- : sinambung, kinerja
Pada umumnya infiks yang sudah biasa kita kenal adalah “el-, -em-,
-er-“ sedangkan infiks “-in-“ baru ditemukan pada bentuk “sinambung dan
kinerja”.
Ada beberapa infiks yang baru berterima jika merupakan kata ulang.
Pada infiks –el-, bentuk “geligi” baru berterima jika menjadi “gigi-geligi”.
Pada infiks -em-, bentuk “gemunung, temurun, dan gemulung” baru berterima
jika menjadi “gunung-gemunung, turun-temurun, dan gulung-gemulung”. Pada
infiks –er-, bentuk “gerigi” biasanya ada dalam “gigi-gerigi”. Jika satuan
morfem setelah dibubuhi infiks tidak dapat mandiri, maka hasil infiksasi itu
kita sebut pokok kata. Bentuk-bentuk merupakan pokok kata pada contoh di

12
atas adalah “geligi, gemunung, temurun, geletar, gemulung, gerigi, dan
sinambung”.
4) Konfiksasi/Simulfiksasi

Prinsip konfiks dan simulfiks yang ditemukan para pakar bahasa. Ada
yang menyamakan antara konfiks dan simulfiks. Ada yang membedakan antara
konfiks dan simulfiks. Harimurti Kridalaksana adalah contoh pakar yang
membedakan konfiks dengan simulfiks. Pada bahasa yang satu ini berpendapat
bahwa konfiks itu afiks yang terdiri atas dua unsur, satu di muka bentuk dasar
dan satu makna gramatikal. Konfiks dalam bahasa Indonesia adalah “ke-an,
peN-an, per-an, dan ber-an”. Konfiks harus dibedakan dengan kombinasi afiks.
Menurut Harimurti Kridalaksana, kombinasi afiks yang lazim adalah me-kan,
meN-i, memper-kan, memper-i, ber-kan, ter-kan, per-kan, se-nya. Simulfiks
menurut pakar bahasa ini adalah afiks yang dimanifestasikan dengan ciri-ciri
segmental yang dileburkan pada dasar. Dalam bahasa Indonesia, simulfiks
dimanifestasikan dengan nasalisasi dari fonem pertama suatu bentuk dasar.
Fungsinya adalah membentuk verba atau menverbalkan nomina, adjektiva,
atau kelas kata lain. Contoh simufiks seperti ini biasanya ada pada ragam
bahasa nonstandar, misalnya :

kopi < ngopi

Sate < nyate

soto < nyoto

kebut < ngebut

teh < ngeteh

Pendapat pakar bahasa yang satu ini berbeda dengan pendapat pakar
bahasa lain yang sama-sama membedakan antara konfiks dengan simulfiks,

13
simulfiks pada umumnya (apalagi di sekolah) sama dengan kombinasi afiks
yang dikemukakan oleh Harimurti Kridalaksana.

Bagan arus konfiksasi atau simulfiksasi adalah:

morfem konfiksasi kata berkonfiks

simulfiksasi kata bersimulfiksasi

Pada contoh berikut ini, akan diuraikan pemakaian konfiks dan simulfiks
(kombinasi afiks).

a. konfiks ke-an : keadilan, kebesaran, kejauhan, kehujanan.


b. konfiks peN-a : pemberangkatan, pendudukan, pembulatan,
pembukuan, pendaratan, pengadaan,
c. konfiks ber-an : bersamaan,berlarian,berpegangan.
d. simulfiks me-kan : memberikan, membacakan, menanamkan,

e. simulfiks meN-i : mencubiti, menciumi, memandangi, menanami,


melangkahi, menguliti, mengurangi, mendekati
f. simulfiks memper-kan : mempertontonkan, mempertunjukkan,
memperhitungkan,memperdagangkan.
g. simulfiks memper-i : memperbaharui
h. simulfiks ber-kan : bersenjatakan, bertaburkan, berdasarkan,
berasaskan, berhiaskan (intan)
i. simulfiks ter-kan: terabaikan, terambilkan, terumuskan.
j. simulfiks per-kan : persatukan, peristrikan, perdagangkan,
perjual belikan, pertunjukan, pertontonkan.
k. simulfiks se-nya : setinggi-tingginya, sebagus-bagusnya,
sebaik-baiknya, sejelek-jeleknya.

14
2. Reduplikasi atau kata ulang
Kata ulang atau reduplikasi adalah salah satu proses pembentukan kata.
Proses yang terjadi adalah pengulangan bentuk dasarnya. Jadi, reduplikasi
adalah proses pembentukan kata melalui pengulangan bentuk dasarnya. Bentuk
dasarnya itu dapat berupa morfem atau bentuk kompleks. Hasil dari reduplikasi
pada umumnya kata ulang. Walaupun demikian, ada beberapa bentuk yang
bukan kata ulang melainkan hanya bentuk ulang.

Jika digambarkan, bagan arus reduplikasi itu sebagai berikut

morfem bebas reduplikasi kata ulang

Tidak semua hasil reduplikasi itu kata ulang, beberapa di antaranya hanya
bentuk ulang. Bentuk-bentuk seperti “paru-paru, lobi-lobi, dan kupu-kupu”
tidak kita golongkan kata ulang. Bentuk-bentuk tersebut disebut bentuk ulang
karena tidak dapat ditentukan bentuk dasarnya. Selain bentuk paru-paru
mungkin ada bentuk lain, misalnya “saya senang makan paru goreng”.
Walaupun bentuk-bentuk ini bukanlah kata ulang, sulit sekali untuk mengulang
bentuk ini, apakah pengulangan “paru-paru, lobi-lobi, kupu-kupu”menjadi”
paru-paru – paru-paru, lobi-lobi – lobi-lobi, kupu-kupu – kupu-kupu
berterima? Selama ini, bentuk ulang itu tidak dapat mengalami pengulangan
lagi. Bagaimana dengan bentuk pipi, dada, dan kuku? Bentuk-bentuk ini pun
tidak termasuk kata ulang melainkan hanya bentuk ulang. Bentuk ulangnya
pun hanya pengulangan fonologis. Kita tentu sepakat bahwa bentuk “pi, do,
dan ku” tidak ada dalam bahasa Indonesia.

Pada umumnya, para ahli bahasa menggolongkan hasil reduplikasi


sebagai berikut:

a. Reduplikasi Seluruh

15
Reduplikasi seluruh adalah proses pembentukan kata melalui pengulangan
seluruh bentuk dasarnya. Ciri-ciri reduplikasi seluruh adalah:
1) tidak terjadi perubahan fonem
2) tidak berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks
3) bentuk dasar yang berafiks diulang seluruhnya
Untuk lebih jelasnya, marilah kita perhatikan contoh-contoh berikut ini :

rumah < rumah-rumah

meja < meja-meja

sekali < sekali-sekali

kebaikan < kebaikan-kebaikan

larangan < larangan-larangan

minuman < minuman-minuman

b. Reduplikasi Sebagian

Reduplikasi sebagian adalah proses pembentukan kata melalui


pengulangan sebagian bentuk dasarnya. Hasil dari proses morfologi ini
selalu berupa kata ulang. Hampir semua bentuk dasarnya adalah bentuk
kompleks. Hanya beberapa bentuk dasar pada reduplikasi ini berbentuk
tunggal, misalnya lelaki yang dibentuk dari laki, tetamu yang dibentuk dari
tamu, beberapa dibentuk dari berapa, pertama-pertama dibentuk dari
pertama, dan segala-gala yang dibentuk dari segala. Mengapa bentuk
“berapa, pertama, dan segala” kata bentuk tunggal? Hal ini dikarenakan kita
tidak menemukan bentuk “tama, gala dan rapa” dalam bahasa Indonesia.
Sepintas lalu, bentuk-bentuk tersebut seperti bentuk berafiks.
Berikut ini adalah contoh-contoh reduplikasi sebagaian.
menulis < menulis-nulis

16
membaca < membaca-baca
mengarang < karang-mengarang
terbatuk < terbatuk-batuk
bersiap < bersiap-siap
beredekatan < berdekat-dekatan
berpukulan < berpukul-pukulan
nyanyian < nyanyi-nyanyian
sayuran < sayur-sayuran
dibaca < dibaca-baca
c. Reduplikasi Berkombinasi Afiks
Pada proses ini, bentuk dasar diulang seluruhnya dan berkombinasi
dengan proses pembubuhan afiks. Proses pengulangan yang terjadi itu
bersama-sama dengan proses penambahan afiks pada bentuk dasarnya.
Proses pengulangan dan penambahan afiks itu bersama-sama pula
mendukung satu fungsi.
Di bawah ini contoh kata-kata hasil reduplikasi yang berkombinasi
dengan afiks.
mobil < mobil-mobilan
rumah < rumah-rumahan
merah < merah-merahan
putih < putih-putihan
kereta < kereta-keretaan
kursi < kursi-kursian
buah < buah-buahan
jelek < jelek-jelekan
bagus < bagus-bagusan
dalam < dalam-dalaman

17
d. Reduplikasi dengan Perubahan Fonem
Reduplikasi dengan perubahan fonem adalah proses pembentukan kata
melalui pengulangan yang disertai dengan perubahan fonem. Pada
umumnya, reduplikasi itu selalu mempunyai bentuk dasar. Apakah bentuk-
bentuk yang tidak dapat ditentukan bentuk dasarnya dapat disebut kata
ulang? Marilah kita perhatikan contoh-contoh berikut ini.
1) gerak < gerak-gerik
serba < serba-serbi
lauk < lauk-pauk
sayur < sayur-mayur
ramah < ramah-tamah
2) balik < bolak-balik
compang < compang-camping (?)
panting < pontang-panting (?)
marit < morat-marit (?)
Pada reduplikasi kelompok 1) kita dapat dengan mudah menentukan
bentuk dasarnya karena morfem-morfem tersebut bertema dalam bahasa
Indonesia. Pada kelompok 2) kita mengalami kesulitan dalam menentukan
dasarnya karena kedua unsur pembentuk pengulangan itu tidak bertemu
dalam bahasa Indonesia, kecuali “balik” pada “bolak-balik”. Ada sebagian
pokok bahasa yang menyarankan dengan menggunakan “analogi berbahasa.
Kelemahan dari proses analogi berbahasa ini adalah analogi setiap pengguna
bahasa tidak sama sehingga akan melahirkan bentuk-bentuk yang berbeda.
Kalau menggunakan analogi berbahasa pada bentuk “bolak-balik” kita dapat
menentukan bentuk dasar “compang-camping”, pontang-panting, dan morat-
morit”. Bentuk dasarnya bisa jadi “compang, panting, morit”. Pertanyaan
kita sekarang, mengapa kita beranalogi kepada bentuk “gerak-gerik” maka
bentuk dasarnya adalah “compang, pontang, dan morat”.

18
Ada dua kemungkinan terhadap bentuk-bentuk yang tidak dapat ditentukan
bentuk dasarnya itu.
1) Bentuk tersebut tidak termasuk kata ulang karena tidak dapat ditentukan
bentuk dasarnya.
2) Bentuk tersebut termasuk kata ulang dengan kedua unsur
pembentukannya sebagai bentuk dasarnya.
Kalau bentuk-bentuk seperti “compang-camping, pontang-panting,
morat-marit” tidak termasuk kata ulang, maka tergolong apakah bentuk-
bentuk tersebut. Bisa jadi bentuk-bentuk tersebut tergolong ke dalam kata
majemuk yang salah satu atau kedua unsur pembentukannya morfem unik.
Bila demikian, bentuk compang-camping, pontang-panting, morat-marit”
sejajar dengan bentuk-bentuk majemuk seperti “simpang-siur, sunyi-
senyap, beras petas, dan lalu lalang”. Jika termasuk kata majemuk dengan
unsur morfem unik, maka penulisannya seharusnya tanpa tanda hubung.
Penulisannya menjadi “compang camping, pontang panting, morat marit.

3. Komposisi atau Kata Majemuk

Komposisi atau pemajemukan adalah proses morfologi atau proses


pembentukan kata melalui penggabungan dua morfem yang membentuk
satu kesatuan. Hasil dari proses morfologi ini adalah kata majemuk.

Bagan arus komposisi atau pemajemukan adalah :

morfem + morfem komposisi kata majemuk

Berdasarkan bagan arus di atas, bahwa kata majemuk harus selalu


terdiri atas dua unsur. Dua unsur pembentukannya itu harus merupakan satu
kesatuan. Ciri-ciri bentuk majemuk adalah sebagai berikut.

a. Hubungan unsur-unsur pembentukannya rapat atau sudah menjadi satu


senyawa.

19
b. Struktur unsur-unsur pembentukannya tidak dapat dipertukarkan.
c. Salah satu atau semua unsurnya adalah pokok kata.
Berikut ini adalah contoh-contoh bentuk majemuk dalam bahasa Indonesia.
mata + gelap mata gelap
kursi + goyang kursi goyang
kamar + mandi kamar mandi
mata + uang mata uang
daun + pintu daun pintu
bola + lampu bola lampu
anak + timbangan timbangan anak

JENIS KATA ULANG

(a) Kata ulang murni, yaitu pengulangan seluruh bentuk dasar kata. Contoh :

lari-lari, adik-adik, saudara-saudara

(b) Kata ulang berubah bunyi, yaitu kata ulang ulang yang bagian perulangannya
mengalami perubahan bunyi, baik vokal maupun konsonan, terdiri atas :

• Kata ulang berubah vokal. Contoh: bolak-balik, mondar-mandir, serba-serbi.

• Kata ulang berubah konsonan. Contoh: sayur-mayur, lauk-pauk, ramah-


tamah

• Kata ulang berubah vokal dan konsonan. Contoh: lemah-lembut, sorak-sorai,


riuh-rendah

(c) Kata ulang sebagian (dwipurwa), yaitu pengulangan kata yang terjadi hanya
pada sebagian bentuk dasar.

(d) Kata ulang berimbuhan, yaitu kata ulang yang mendapat imbuhan. Contoh:

sayur-sayuran, tolong menolong, bermaaf-maafan.

20
MAKNA KATA ULANG

(a) Menyatakan banyak. Contoh : rumah-rumah, anak-anak, meja-meja

(b) Menyatakan bermacam-macam. Contoh : sayur-mayur, lauk-pauk,


tanamtanaman.

(c) Menyatakan menyerupai. Contoh : kuda-kuda, siku-siku, rumah-rumahan,


kuda-kudaan.

(d) Menyatakan saling. Contoh : hormat-menghormati, bersalam-salaman,cinta-


mencintai.

(e) Menyatakan melemahkan arti. Contoh :sakit-sakitan, ragu-ragu.

(f) Menyatakan bersifat seperti. Contoh: kekanak-kanakan, kebarat-baratan.

(g) Menyatakan berulang-ulang (terus-menerus). Contoh : melambai-lambai,


mengangguk-angguk, mencoret-coret.

(h) Menyatakan berhubungan dengan. Contoh : tulis-menulis, tali-temali.

(i) Menyatakan intensitaskualitatif (menegaskan). Contoh : tinggi-tinggi, besar-


besar, cantik-cantik.

(j) Menyatkan kumpulan. Contoh : dua-dua, tiga-tiga.

(k) Menyatakan agak. Contoh : kemerah-merahan, kehijau-hijauan.

21
22

Anda mungkin juga menyukai