Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN BACAAN

OLEH :
SUNAELY 1951141029
BSI 2019 (B)

IDENTITAS BACAAN

1. Bacaan I :
Judul : Buku Ajar Sintaksis
Pengarang : Dr. Rusma Noortyani, M. Pd
Penerbit : Penebar Media Pustaka
Tahun Terbit : 2017
Cetakan : Edisi Pertama
Kota Terbit : Yogyakarta
Tebal Buku : 110 Halaman
2. Bacaan II :
Judul : Beberapa Konsep dalam Sintaksis
Pengarang : E. Zainal Arifin
Penerbit : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Tahun Terbit : 1996
Cetakan : -
Kota Terbit : Jakarta
Tebal Buku : 61 Halaman
3. Bacaan III :
Judul : Modul : Kedudukan dan Ruang Lingkup Sintaksis
Pengarang : Joko Santoso, M.Hum.
Tebal Jurnal : 41 Halaman
4. Bacaan IV :
Judul : Sintaksis Bahasa Indonesia
Pengarang : Dr. Supriyadi, M. Pd
Penerbit : UNG Press
Tahun Terbit : 2014
Cetakan : Edisi Pertama
Kota Terbit : Gorontalo
Tebal Buku : 101 Halaman
A. PENDAHULUAN
Bacaan yang dilaporkan adalah beberapa buku dan modul dengan informasi yang telah saya
sampaikan pada halaman sebelumnya.

Materi pada beberapa bacaan ini disajikan dalam beberapa bab, adapun cakupan materi secara
umum yang dibentangkan dalam bacaan ini adalah mencakup materi umum mengenai sintaksis,
sesuai dengan mata kuliah ini, yaitu Sintaksis.

B. LAPORAN BAGIAN BUKU


Penyajian materi dari beberapa sumber bacaan tersebut saya rangkum berdasarkan isi masing-
mmasing bacaan. Berikut laporannya :

Bacaan I : Buku Ajar Sintaksis


Terdiri atas delapan bab.

BAB I : Pengertian Sintaksis dan Ruang Lingkupnya

Terdapat tiga subtopik yang dibahas pada bab ini, yaitu :

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Sintaksis, ada 31 pendapat yang mengemukakan


pengertian sintaksis.
2. Ruang Lingkup Sintaksis, terdapat diagram yang mengemukakan bahwa sintaksis adalah
salah satu cabang linguistik.
3. Kontruksi Sintaksis, memiliki ciri (1) anggotanya berupa bentuk bebas, (2) hubungan
antara unsurnya dapat disisipi bentuk kata lain, (3) struktur unsurnya biasanya tidak tetap,
(4) bentuknya berupa frasa, klausa, dan kalimat.

BAB II : Frasa Bahasa Indonesia

Terdapat tiga subtopik yang dibahas pada bab ini, yaitu :

1. Pengertian Frasa, mencakup pengertian frasa yang merupakan satuan gramatik, terdiri
atas dua kata atau lebih yang tidak memiliki unsur klausa atau tidak predikatif. Serta
mengemukakan sifat frasa dan contohnya.
2. Klasifikasi Frasa, Frasa dapat diklasifikasikan berdasarkan unsur-unsur yang membentuk
frasa, berdasarkan persamaan distribusinya dengan salah satu atau kedua unsurnya dan
berdasarkan sifat hubungan internalnya.
3. Kategori Frasa, bahwa golongan frasa dilihat dari persamaan distribusinya dengan
kategori (jenis, kelas, atau golongan) kata, serta menyebutkan beberapa kategori frasa.
BAB III : Klausa Bahasa Indonesia

Terdapat tiga subtopik yang dibahas pada bab ini, yaitu :

1. Pengertian Klausa, bagian inti kalimat atau dapat juga dikatakan sebagai pembentuk
kalimat.
2. Unsur Klausa, Secara fungsional unsur inti klausa adalah subjek (S) dan predikat (P).
unsur lain seperti objek (O), pelengkap(Pel), dan keterangan (Ket) boleh ada dalam
klausa boleh juga tidak ada. Unsur fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa
adalah predikat (P).
3. Kalimat dan Klausa, pembahasan ini topiknya lebih panjang daripada kedua subtopik
sebelumnya yang fokus pada pengertian klausa dan unsur klausa. Disini, menjelaskan
perbedaan kalimat dengan klausa dalam hal intonasi akhir atau tanda baca yang menjadi
ciri kalimat. Selain itu, terdapat beberapa contoh yang dapat memudahkan pembaca.

BAB IV : Kalimat Bahasa Indonesia

Terdapat lima subtopik yang dibahas pada bab ini, yaitu :

1. Batasan dan Ciri-ciri Kalimat : menjelaskan pengertian kalimat, mendeskripsikan


bagaimana kalimat itu diucapkan berdasarkan tanda baca, terdapat sebuah kutipan
wacana sebagai bahan untuk mencontohkan intonasi yang cocok pada tiap kalimat.
2. Bagian-bagian Kalimat : kalimat dilihat dari segi bentuknya, menilik hubungan struktural
dalam kalimat serta contoh satuan tata bahasa.
3. Konstituen Kalimat : Analisis struktural suatu kalimat pada dasarnya adalah menetapkan
pola hubungan konstituennya yang memperlihatkan secara lengkap hierarki konstituen-
konstituen kalimat itu. Salah satu cara untuk menyatakan struktur konstituen kalimat
adalah dengan menggunakan diagram.
4. Unsur Wajib dan Unsur Tak Wajib : Kalimat terdiri atas unsur predikat dan unsur subjek.
Kedua unsur kalimat itu merupakan unsur yang kehadirannya selalu wajib. Di samping
kedua unsur itu, dalam suatu kalimat kadang-kadang ada kata atau kelompok kata yang
dapat dihilangkan tanpa mempengaruhi status bagian yang tersisa sebagai kalimat, tetapi
ada pula yang tidak.
5. Keserasian Unsur -unsur Kalimat : Penggabungan dua kata, atau lebih, dalam satu
kalimat menuntut adanya keserasian di antara unsur-unsur tersebut baik dari segi makna
maupun dari segi bentuk. Berdasarkan hal itu, keserasian unsur-unsur kalimat akan
dikemukakan dari segi tersebut, yakni keserasian makna dan keserasian bentuk.

BAB V : Struktur Kalimat Dasar

Terdapat tiga subtopik yang dibahas pada bab ini, yaitu :


1. Struktur Kalimat Dasar : Yang dimaksud dengan kalimat dasar adalah kalimat yang (i)
terdiri atas satu klausa, (ii) unsur-unsurnya lengkap, (iii) susunan unsur-unsurnya
menurut urutan yang paling umum, dan (iv) tidak mengandung pertanyaan atau
pengingkaran. Membahas tentang bentuk, kategori, fungsi dan peran serta pola kalimat
dasar
2. Kalimat Dasar dan Konstituennya : kehadiran unsur objek, pelengkap, dan/atau
keterangan wajib sangat bergantung pada bentuk dan jenis predikat. Dengan katalain,
unsur yangterdapat di sebalah kanan merupakan konstituen yang berfungsi melengkapi
verba predikat. Oleh karena itu, konstituen objek, pelengkap, dan keterangan wajib sering
juga disebut konstituen komplementasi atau pemerlengkapan.
3. Pola Kalimat Topik-komen : Pola-pola dasar dapat juga dilihat sebagai susunan
kalimatyangterdiri atas dua bagian, yakni topik dan komen. Hubungan pemilikan dalam
pola topik-komen dinyatakan dengan pronomina –nya. Pronomina –nya juga dipakai
meskipun topiknya jamak.

BAB VI : Peran Semantis Unsur Kalimat

Terdapat enam subtopik yang dibahas pada bab ini, yaitu :

1. Pelaku : peserta yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat
2. Sasaran : peserta yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh verbal predikat
3. Pengalam : peserta yang mengalami keadaan atau peristiwa yang dinyatakan predikat
4. Peruntung : peserta yang beruntung dan memperoleh manfaat dari keadaan, peristiwa
atau perbuatan yang dinyatakan oleh predikat
5. Atribut : Dalam kalimat yang predikatnya nomina, predikattersebut mempunyai peran
semantis atribut
6. Peran Sistematis Keterangan : pada dasarnya sesuai dengan sifat kodrati dari nomina
yang ada pada keterangan tersebut.

BAB VII : Perluasan Kalimat Tunggal

Terdapat tiga subtopik yang dibahas pada bab ini, yaitu :

1. Keterangan : Pada umumnya kehadiran keterangan dalam kalimat tidak wajib sehingga
keterangan diperlakukan sebagai unsur takwajib dalam arti bahwa tanpa keterangan pun
kalimat telah mempunyai makna mandiri. Terdapat sembilan macam keterangan, yaitu :
(1) keterangan waktu, (2) keterangan tempat, (3) keterangan tujuan, (4) keterangan cara,
(5) keterangan penyerta, (6) keterangan alat, (7) keterangan pembandingan, (8)
keterangan sebab, dan (9) keterangan kesalingan,
2. Nomina Vokatif : konstituen tambahan dalam ujaran berupa nomina atau frasa nominal
yang menyatakan orang yang disapa
3. Aposisi : Kalimat tunggal dapat pula diperluas dengan cara menambahkan unsur tertentu
yang beraposisi dengan salah satu unsur kalimat (biasanya unsur nominal) yang ada. Dua
racun kalimat disebut beraposisi jika kedua unsur itu sederajat dan mempunyai acuan
yang sama atau, paling tidak, salah satu mencakupi acuan unsur yang lainnya.

BAB VIII : Pengingkaran Kalimat

Terdapat tiga subtopik yang dibahas pada bab ini, yaitu :

1. Pengingkaran Kalimat : proses atau konstruksi yang mengungkapkan pertentangan isi makna
suatu kalimat, dilakukan dengan penambahan kata ingkar pada kalimat. Pengingkaran kalimat
dilakukan dengan menambahkan kata ingkar yang sesuai di awal frasa predikatnya
2. Pengingkaran Bagian Kalimat : Bagian kalimat tertentu dapat diingkarkan denganmenempatkan
kata ingkar yang sesuai di depan unsur yang diingkarkan itu. Salah satu jenis pengingkaran unsur
kalimat adalah pengingkaran pengontrasan
3. Lingkup Pengingkaran : Kata ingkar seperti "tidak" mempunyai ruang lingkup pengingkaran
yang berbeda-beda bergantung pada ada tidaknya keterangan pada kalimat.

Bacaan II : Buku : Beberapa Konsep dalam Sintaksis


Terdiri atas empat bab.

BAB I : Objek Sekunder dalam Bahasa Indonesia

Terdapat lima subtopik yang dibahas pada bab ini, yaitu :

1. Pendahuluan : pengantar tentang konsep objek sekunder


2. Konsep Objek Sekunder : membahas tentang konsep objek ganda dalam bahasa Inggris
yang diterapkan pada dua buah frasa nomina yang tidak berpreposisi, mengacu pada
pendapat Kanno (1983:175) dan Dik (1983)
3. Bagaimana dalam Bahasa Indonesia : disini, menjelaskan mengenai tata bahasa dan
adanya diagram sebagai contoh
4. Penutup : menyimpulkan materi ketiga dan keempat.
5. Pustaka Acuan : daftar pustaka

BAB II : Klausa Sematan (yang, untuk dan bahwa)

Terdapat enam subtopik yang dibahas pada bab ini, yaitu :

1. Pendahuluan : Kalau bahasa dianggap sebagai suatu sistem komunikasi, sudah barang
tentu bahasa dapat menyampaikan suatu message (pesan atau makna) melalui
seperangkat lambang (bunyi-bunyi) atau simbol-simbol, baik secara lisan maupun secara
tertulis (Palmer, 1976:6). Pernyataan itu diilhami oleh Bapak Linguistik Modern dari
Swiss, Ferdinand de Saussure (1988: 147) yang melontarkan istilah yang sangat terkenal,
yaitu signifiant 'penanda' dan signifie 'petanda' yang masing-masing merupakan padanan
dari image acoustique (gambar akustis) dan consept (konsep).
2. Tujuan Pembahasan : mengungkap sejumlah fakta semantis klausa sematan dengan
penyemat yang, bahwa, dan untuk dalam pidato Presiden Soeharto, pada Upacara
Penyerahan Penghargaan kepada Para Juara Perlombaan lntensifikasi Pertanian Tingkat
Nasional Tahun 1992 pada Tanggal 22 Januari 1992, di Istana Negara, yang berkenaan
dengan
a) fungsi semantis klausa sematan;
b) struktur semantis klausa sematan;
3. Kerangka Teori : berisi teori tentang kesatuan bentuk dan makna, pengertian klausa
sematan, jenis dan fingsi klausa sematan, serta makna klausa sematan.
4. Analisis Data : menganalisis pemggunaan penyemat yang, penyemat untuk dan penyemat
bahwa.
5. Simpulan : menyimpulkan materi ketiga dan keempat.
6. Pustaka Acuan : daftar pustaka

BAB III : Gerak-gerik Bahwa

Terdapat enam subtopik yang dibahas pada bab ini, yaitu :

1. Pendahuluan : klausa bukan inti yang menggunakan penghubung bahwa tersebut lebih
tepat disebut klausa dengan penyemat bahwa, sedangkan menurut Lapoliwa, klausa sejenis itu
disebut klausa pemerlengkapan dengan pemer lengkap bahwa a tau disebut klaus a proposisional
( 1991 :7 6). (Dalam pembicaraan selanjutnya klausa ini akan disebut klausa bahwa).
2. Tinjauan Sintaksis Klausa Bahwa : didalam menjelaskan fungsi subjek, fungsi pelengkap
subjek, fungsi predikat, fungsi pelengkap predikat, fungsi pelengkap dari pelengkap
predikat, fungsi objek langsung, fungsi pelengkap objek langsung, fungsi objek tidak
langsung,fingsi pelengkap objek tidak langsung, fungsi pelengkap dari pelaku, Fungsi
Pelengkap Adverbial yang Berupa Frasa Preposisi, fungsi subjek klausa bukan inti,
fungsi pelengkap subjek klausa bukan inti, pelengkap predikat klaisa bukan inti, objek
klausa bukan inti, fungsi adverbial sebab, fungsi objek klausa relatif, dan fungsi
keterangan tambahan klausa inti.
3. Tinjauan Semantis Klausa Bahwa : bahwa sebagai fungsi semantis bahwa/klausa bahwa
itu sendiri.
4. Simpulan : menyimpulkan materi kedua
5. Acuan Pustaka : daftar pustaka

BAB IV : Kolokasi Nomina Adjektiva

1. Pendahuluan : Kolokasi atau sanding kata dibedakan dari idiom, kata majemuk, atau frasa
karena kolokasi dilihat dari kemungkinan adanya beberapa kata dalam lingkungan yang
sama atau perasosiasian yang tetap antara suatu kata dan kata tertentu (Kridalaksana,
1993).
2. Konstruksi Kolokasi : menjelaskan tentang kontruksi kolokasi, dan beberapa sutipe yaitu,
"sanding kata tipe N+A, tipe N+A dua, tipe N+A tiga dan seterusnya sampai tipe N+A
dua belas, serta sanding kata tipe A+N"
3. Penutup : Sanding kata yang dibentuk oleh nomina dan adjektiva pada garis besarnya ada
yang berkonstruksi N + A dengan jumlah tipenya ada dua belas, dan ada yang
berkonstruksi adjektiva ditambah nomina. Namun, konstruksi A + N jumlahnya sangat
terbatas. Dalam bahasa Indonesia selain terdapat sanding kata N + A, terdapat juga
sanding kata N + N, N + V, N + Adv, N + Num, dengan berbagai variasinya. Sudah
barang tentu hal tersebut menantang ahli bahasa untuk mencoba menguak tabir yang
menyelimutinya.
4. Pustaka Acuan : daftar pustaka.

Bacaan III : Modul : Kedudukan dan Ruang Lingkup Sintaksis


KEGIATAN BELAJAR 1 : Pengertian dan Sejarah Sintaksis

1. Pengertian Sintaksis : Kridalaksana (2001:199) menyatakan bahwa sintaksis ialah cabang


linguistik yang memelajari pengaturan dan hubungan antara kata dan kata, atau antara
kata dan satuan-satuan yang lebih besar, atau antarsatuan yang lebih besar itu di dalam
bahasa.
2. Sejarah Sintaksis di Indonesia : menjelaskan sejarah sintaksis di Indonesia.

KEGIATAN BELAJAR 2 : Kedudukan dan Alat-alat Sintaksis

1. Kedudukan Sintaksis : menjelaskan keberadaan dan keterkaitan sintaksis di antara cabang


ilmu bahasa yang lain, yaitu fonologi, morfologi, dan semantik.
2. Alat-alat Sintaksis : satuan bahasa atau cara yang digunakan untuk membangun
konstruksi sintaksis: frase, klausa, kalimat, dan wacana.

KEGIATAN BELAJAR 3 : Kontruksi dan Objek Sintaksis

1. Kontruksi Sintaksis : mengemukakan bahwa konstruksi sintaksis ialah konstruksi yang


mungkin berupa wacana, kalimat, klausa, atau frase.
2. Objek Sintaksis : membicaraka objek kajian sintaksis yaitu wacana, kalimat, klausa, dan
frase dengan segala permasalahannya, baik mengenai hubungan bentuk maupun
hubungan makna unsur-unsurnya.
Bacaan IV : Buku Sintaksis Bahasa Indonesia
BAB I : Konsep Dasar Sintaksis

1. Hakikat Sintaksis : Ramlan (1789:21) mengemukakan bahwa sintaksis adalah bagian atau
cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa.
Stryker dan Tarigan (1989:21) mengatakan bahwa syntax in the studi of the patterns by
which words are combined to make sentences. Artinya, sintaksis adalah telaah mengenai
pola-pola yang diperlukan sebagai sarana untuk menghubung-huubungkan kata menjadi
kalimat.
2. Kedudukan Sintaksis dalam Ilmu Bahasa (Linguistik) : Sintaksis adalah salah satu
subdisiplin linguistik yang berada dalam wilayah tatabahasa. Sebagai subdisiplin dalam
tata bahasa, sintaksis membahas hal-hal yang meliputi frasa, klausa, dan kalimat.
3. Fungsi, Kategori dan Peran : Fungsi kajian sintaksis terdiri atas beberapa komponen, tiga
hal yang penting adalah subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Kategori
sintaksis sering pula disebut kategori atau kelas kata. Empat kategori sintaksis utama
adalah (a) verba atau kata kerja, (b) nomina atau kata benda, (c) adjektiva atau kata sifat,
dan (d) adverbial atau kata keterangan. Berdasarkan peran semantisnya, yaitu : pelaku,
perbuatan, sasaran.
4. Konsep Dasar : Pada bagian ini dibahas sepintas tentang hakikat frasa, klausa, dan
kalimat.

BAB II : Frasa

1. Pengertian : frasa merupakan unsur gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih. Frasa
merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi, maksudnya frasa selalu terdapat
dalam satu fungsi tertentu, seperti dalam S, P, O, PEL, atau K. Apabila frasa itu terdiri
atas dua kata, misalnya frasa sakit sekali, kemarin pagi, dan di halaman dengan mudah
dapat ditentukan bahwa kedua kata itu merupakan unsurnya.
2. Frasa Endosentrik dan Eksosentrik : Frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan
unsurnya, baik semua unsurnya maupun salah satu dari unsurnya, disebut frasa
endosentrik, sedangkan frasa yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan semua
unsurnya atau sebagian unsurnya disebut frasa eksosentrik.
3. FrasaNomina, Frasa Verba, Frasa Numeralia, Frasa Adjektiva, Frasa Keterangan dan
Frasa Preposisiona : membahas mengenai persamaan distribusi dengan golongan atau
kategori kata yang menjadi intinya, frasa berdasarkan golongan frasa, yaitu frasa nomina,
frasa verba, frasa ajektiva, frasa numeralia, dan frasa preposisiona.

BAB III : Klausa

1. Pengertian : klausa adalah satuan gramatik yang terdiri atas unsur S dan P, tetapi penanda
klausa P.
2. Kategori Klausa : Klausa dapat dikategorikan berdasarkan tiga hal, yakni: (1)
berdasarkan unsur-unsur fungsinya. (2) berdasarkan kategori kata atau frasa yang
menjadi unsurnya. (3) berdasarkan makna unsur-unsurnya.
3. Penggolongan Klausa : Klausa dapat digolongkan berdasarkan tiga hal, yakni: (1)
berdasarkan struktur internnya. (2) berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara
gramatik menegatifkan P. (3) berdasarkan kategori kata atau frasa yang menduduki
fungsi P.

BAB IV : Kalimat

1. Hakikat Kalimat : Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks yang mengungkapkan
pikiran yang utuh secara ketatabahasaan. Dalam wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan
titinada, disela oleh jeda, diakhiri oleh intonasi final, diawali oleh kesenyapan awal dan
diakhiri oleh kesenyapan akhir. Dalam wujud tulis, kalimat dimulai dengan huruf kapital
dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru (intonaso final).
2. Pembentukan Kalimat : Proses pembentukan kalimat dapat dipilah menjadi empat hal,
yakni proses pembentukan kalimat berdasarkan bentuk sintaksis, jumlah klausa, cara
pengungkapan, dan keefektifannya.
3. Ciri-ciri Pembentukan Kalimat : Dalam kontruksi kalimat terdapat lima unsur fungsi,
yaitu: subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Unsur-unsur fungsi tersebut
bukan semata-mata untuk menganalisis/menguraikan kalimat atas dasar unsur-unsurnya,
tetapi juga untuk mengecek apakah kalimat yang dihasilkan memenuhi syarat atau kaidah
tatabahasa karena kalimat yang benar harus memiliki kelengkapan unsur kalimat.
4. Kalimat Efektif : Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan gagasan
penuturnya/penulisnya secara tepat dan dapat dipahami secara tepat pula oleh
pendengarnya/pembaca. Sehubungan dengan itu, dalam menyusun kalimat efektif
diperlukan syarat-syarat: (a) kejelasan gagasan kalimat, (b) kepaduan unsur kalimat, (c)
kecermatan pembentukannya, dan (d) kevariasian penyusunannya. Di samping itu,
khusus dalam ragam tulis diperlukan satu syarat lagi bagi kalimat efektif, yaitu ketepatan
penulisannya.

C. PENUTUP
Isi dari sumber bacaan yang saya kumpulkan ini sangat sesuai dengan pembahasanya mengenai
materi sintaksis. Sangat cocok dipelajari saat situasi seperti saat ini ketika kita hanya
melaksanakan perkuliahan daring, karena isinya bisa dibilang lengkap dan cara penyajian buku
yang saya laporkan ini mudah untuk dipahami karena memberikan contoh yang ringan. Bisa
dipelajari tanpa bimbingan guru atau dosen.
Rata-rata pembahasan yang disaji dari tiap buku adalah fungsi sintaksis yang merupakan subjek,
predikat, objek, pelengkap dan keterangan. Sintaksis terdiri dari frasa, klausa, dan kalimat. Dari
frasa, klausa dan kalimat memiliki pengertian dan jenis-jenisnya.

Frasa merupakan gabungan dua kata atau lebih yang menempati satu fungsi dan tidak
melebihinya. Sedangkan klausa merupakan unsur kalimat yang mewajibkan adanya dua fungsi
sintaksis, yakni subjek dan predikat sedang yang lainnya tidak wajib. Untuk kalimat yaitu satuan
gramatik yang ditandai adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan
bahwa kalimat itu sudah selesai (lengkap).

Anda mungkin juga menyukai