KAJIAN KEBAHASAAN
Disusun Oleh:
1. Asni Santy Hasibuan
2. Desti Aryani
3. Elvi Malta Sari
4. Messa Nasti Putri
5. Noci Oktari
6. Sherviyana
1. MORFEM BEBAS
2. MORFEM TERIKAT
Morfem terikat ialah morfem yang selalu melekat pada morfem lain.
Contoh : ber, ter, me, di, se, kan, per, an, kan, i, wan, man, wati, ke-an, pe-an, se-nya, dan
sebagainya.
Morfem terikat baru mempunyai arti setelah mengikatkan diri pada morfem lain.
Contoh :
Morfem ter tidak mempunyai makna. Dalam kata terjatuh morfem ter baru mempunyai
makna, terjatuh: morfem ter berarti tidak sengaja.
Morfem ter tidak mempunyai makna apa-apa sebelum mengikatkan diri pada
morfem lain. Perhatikan kalimat-kalimat di bawah ini.
Selanjutnya morfem ter, ber, dan ke-an diebut morfem terikat. Dalam tata bahasa
Indonesia selanjutnya morfem terikat disebut juga sebagai afiks. Dengan kata lain bahwa
semua afiks merupakan morfem terikat.
Yang dimaksud morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat
muncul dalam pertuturan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya bentuk pulang, makan, rumah,
dan bagus termasuk morfem bebas. Kita dapat menggunakan morfem-morfem tersebut tanpa
harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem lain.
Sementara itu, yang dimaksud dengan morfem terikat adalah morfem yang tanpa
digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Semua afiks dalam
bahasa Indonesia adalah morfem terikat, begitu juga morfem penanda jamak dalam bahasa
inggris.
Berkaitan dengan morfem terikat, ada beberapa hal yang perlu dikemukakan. Pertama,
bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur juga merupakan morfem terikat, karena
bentuk-bentuk tersebut meskipun bukan afiks, namun tidak dapat muncul dalam pertuturan
tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi seperti afikasasi, reduplikasi, dan
komposisi. Bentuk-bentuk seperti ini biasa disebut bentuk prakategorial.
Kedua, sehubungan dengan praktagorial di atas, menurut Verhaar (dalam Chaer,
2003:152) bentuk-bentuk seperti baca, tulis dan tendang juga termasuk bentuk prakategorial
karena bentuk-bentuk tersebut baru merupakan pangkal kata, sehingga baru bisa muncul
dalam pertuturan sesudah mengalami proses morfologis meskipun bentuk-bentuk tersebut
dapat muncul dalam kalimat imperatiif.
Menurut Verhaar kalimat imperatif adalah kalimat ubahan dari kalimat deklaratif.
Dalam kalimat deklaratif aktif harus digunakan prefiks inflektif me-, dalam kalimat deklaratif
pasif harus digunakan prefiks inflektif di- atau ter-; sedangkan dalam kalimat imperatif, juga
dalam kalimat partisif, harus digunakan prefiks inflektif 0.
Ketiga, bentuk renta (yang hanya muncul dalam bentuk tua renta), kerontang (dalam
bentuk kering kerontang), dan bugar (dalam bentuk segar bugar) juga termasuk morfem
terikat, karena hanya muncul dalam pasangan tertentu, maka bentuk-bentuk tersebut disebut
juga morfem unik.
Keempat, bentu-bentuk yang termasuk preposisi dan konjung, seperti ke, dari, pada,
dan, kalau, dan atau secara morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis
marupakan bentuk terikat.
Kelima, yang disebut klitika merupakan morfem yang agak sukar untuk ditentukan
statusnya; apakah terikat atau bebas. Klitika adalah bentuk-bentuk singkat, biasanya hanya
satu silabel, secara fonologis tidak mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan
selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat dipisahkan. Misalnya klitika lah pada kalimat
Ayahlah yang akan datang dapat dipisahkam menjadi Ayahmulah yang akan datang. Begitu
juga dengan klitika ku dalam konstruksi bukuku dapat dipisahkan menjadi buku baruku.
Menurut posisinya, klitika dapat dibedakan atas proklitika dan enklitika. Proklitika
adalah klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti, seperti ku- dan kau. Sedangkan
enklitika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati, seperti lah, nya, dan
ku.
Proses Morfofonemik
Morfofonemis adalah perubahan-perubahan fonem yang terjadi sebagai akibat
pertemuan (hubungan) morfem dengan morfem lain (Ramlan, 1987:83). Selain itu,
Kridalaksana (dalam Sutarna, 1989:4) mengungkapkan bahwa morfofonemik adalah
subsistem yang menghubungkan morfologi dan fonologi. Seperti diketahui morfologi adalah
cabang linguistik yang membahas hal tentang pembentukan kata, sedangkan fonologi
membicarakan seluk beluk bunyi bahasa dan fonem. Adapun yang dibahas dalam
morfofonemik ialah terjadinya perubahan-perubahan fonem sebagai akibat bertemunya
morfem yang satu dengan morfem yang lain (proses morfologis). Proses berubahnya fonem (-
fonem) sebagai akibat proses morfologis tersebutlah yang disebut sebagai proses
morfofonemik. Dalam bahasa Indonesia proses morfofonemik hanya terjadi pada pertemuan
mortem dasar dengan morfem afiks, baik prefiks (awalan), infiks (sisipan), sufiks (akhiran),
maupun konfiks (afiks terbelah atau terbagi).
Proses morfofonemik terbagi menjadi tiga, seperti diuraikan di bawah ini.
a. Proses morfofonemik jenis penambahan fonem
Dalam bahasa Indonesia cukup banyak morfem prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks yang
di dalam proses pembentukan kata mungkin menyebabkan munculnya fonem baru. Untuk
mengetahui ada atau tidaknya proses penambahan fonem pada proses pembentukan kata bisa
dilakukan dengan cara menghitung jumlah fonem morfem-morfem yang bertemu dan jumlah
fonem kata yang dihasilkannya. Jika jumlah fonem kata jadiannya lebih banyak, jelas terjadi
penambahan fonem. Perhatikan contoh di bawah ini.
Morfem yang bertemu: /me-/ + /baca/, jumlah fonemnya 6 buah
Kata bentukannya: /membaca/, jumlah fonemnya 7 buah
Selisihnya: 7-6 = 1 buah
Jadi, ada penambahan 1 fonem, yakni fonem /m/.
Untuk mempermudah penganalisisan proses morfofonemik pada satuan kata, maka
proses perubahan fonem didasarkan atas kondisi tertentu dengan urutan sebagai berikut.
(1) (Wujud) morfem afiksnya;
(2) bentuk dasarnya;
(3) fonem yang ditambahkan atau yang muncul; dan
(4) contoh konkretnya.
Kondisi 1
(1) Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/
(2) Bentuk dasarnya: berfonem awal: /b/, /f/, /p/ tak luluh
(3) Fonem yang ditambahkan (muncul): /m/
(4) Contoh : /me-/ + /bawa/ = /membawa/
/me-/ + /fitnah/ = /memfitnah/
/me-/ + /produksi/ = /memproduksi/
/me-/ + /perkara/ + /kan/ = /memperkarakan/
/pe-/ + /buat/ = /pembuat/
Kondisi 2
(1) Morfem afiksnya: /me/, /pe-/
(2) Bentuk dasarnya: berfonem awal: /d/, /s/, /t/ tak luluh
(3) Fonem yang muncul: /n/
(4) Contoh: /me-/ + /duga/ = /menduga/
/me-/ + /traktir/ = /mentraktir/
/pe-/ + /duduk/ = /penduduk/
Kondisi 3
(1) Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/
(2) Bentuk dasarnya: berfonem awal: /c/, /j/
(3) Fonem yang muncul: /n/
(4) Contoh: /me-/ + /jauh/ = /menjauh/
/me-/ + /jarring/ = /menjaring/
/pe-/ + /jajah/ = /penjajah/
/me-/ + /cari/ = /mencari/
/pe-/ + /curi/ = /pencuri/
Kondisi 4
(1) Morfem afiknya: /me-/, /pe-/
(2) Bentuk dasarnya: berfonem awal: /g/, /h/, /x/, /vocal/, /k/ tak luluh
(3) Fonem yang muncul: /ng/
(4) Contoh: /me-/ + / gelar/ = /menggelar/
/me-/ + /xayal/ = /mengxayal/
/me-/ + /aku/ = /mengaku/
/me-/ + /hemat/ = /menghemat/
/me-/ + /kaji/ = /mengkaji/
/pe-/ + /ganggu/ = /pengganggu/
/pe-/ + /ikut/ = /pengikut/
Kondisi 5
(1) Morfem afiksnya: /me-/, /pe-/
(2) Bentuk dasarnya: satu suku kata (eka suku)
(3) Fonem yang muncul: /nge/
(4) Contoh: /me-/ + /bom/ = /mengebom/
/me-/ + /cat/ = /mengecat/
/pe-/ + /bor/ = /pengebor/
/pe-/ + /las/ = /pengelas/
Kondisi 6
(1) Morfem afiksnya: /-an/, /ke-an/, /pe-an/, /per-an/, /ber-an/
(2) Bentuk dasarnya: berakhir dengan /n/
(3) Fonem yang muncul: bunyi luncuran /y/
(4) Contoh: /tepi/ + /-an/ = /tepiyan/
/gali/ + /-an/ = /galiyan/
/ke-an/ + /seni/ = /keseniyan/
/pe-an/ + /lari/ = /pelariyan/
/per-an/ + /wali/ = /perwaliyan/
/ber-an/ + /lari/ = /berlariyan/
Kondisi 7
(1) Morfem afiksnya: /-an/, /ke-an/, /per-an/
(2) Bentuk dasarnya: berakhiran fonem /u/, /o/
(3) Fonem yang muncul: bunyi luncuran /w/
(4) Contoh:
b. Proses morfofonemik jenis penghilangan fonem
Proses penghilangan fonem /N/ pada meN- dan peN- terjadi sebagai akibat pertemuan
morfem meN- dan peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /l, r, y, w, dan
nasal/. Terlihat seperti contoh di bawah ini.
meN- + lerai melerai
meN- + lupaakan melupakan
meN- + lestarikan melestarikan
meN- + ramalkan meramalkan
meN + rusakkan merusakkan
meN + resahkan meresahkan
meN + yakinkan meyakinkan
meN + wajibkan mewajibkan
meN- + wahyukan mewahyukan
meN- + wakili mewakili
meN- + warisi mewarisi
meN- + warnai mewarnai
meN- + nyanyi menyanyi
meN- + nganga menganga
meN- + merahi memerahi
meN- + nalarkan menalarkan
peN- + lerai pelerai
peN- + lupa pelupa
Fonem /r/ pada morfem ber-, per-, dan ter- hilang sebagai akibat pertemuan morfem-
morfem itu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/ dan bentuk dasar yang suku
pertamanya berakhir dengan /er/ misalnya;
ber- + rantai berantai
ber- + revolusi berevolusi
ber- + kerja bekerja
ber- + serta beserta
per- + ragakan peragaan
per- + ramping peramping
ter- + rasa terasa
ter- + rekam terekam
Fonem-fonem /p, t, s, k/ pada awal morfem hilang akibat pertemuan morfem meN- dan
peN- dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem-fonem itu. Seperti contoh di bawah
ini.
meN- + paksa memaksa
meN- + tulis menulis
meN- + sapu menyapu
meN- + karang mengarang
peN- + pangkas pemangkas
peN- + tulis penulis
peN- + sapu penyapu
peN- + karang pengarang
Pada kata memperagakan dan menertawakan fonem /p/ dan /t/ yang merupakan fonem
awal bentuk dasar kata itu tidak hilang kaena fonem-fonem itu merupakan fonem awal afiks,
ialah afiks per- dan ter-, demikian juga pada kata-kata menterjemahkan, mensuply,
mengkoordinir, penterjemah, pensurvey, fonem-fonem /t, s, k/ yang merupakan fonem awal
bentuk dasar kata itu tidak hilang karena bentuk dasar kata-kata itu berasal dari kata asing
yang masih dipertahankan keasingannya.
c. Proses morfofonemik jenis penggantian fonem
Proses perubahan fonem, misalnya terjadi akibat pertemuan morfem meN- dan peN-
dengan bentuk dasarnya. Fonem /N/ pada kedua morfem itu berubah menjadi /m, n, n, n/
hingga morfem meN- berubah menjadi mem-, men-, meny-, dan meng-. Sementara itu,
morfem peN- berubah menjadi pem-, pen-, peny-, dan peng-. Perubahan-perubahan itu
tergantung pada kondisi bentuk dasar yang mengikutinya. Kaidah-kaidah perubahannya dapat
diikhtisarkan sebagai berikut.
1. Fonem /N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi fonem/m/ apabila bentuk dasar
yang mengikutinya berawal dengan /p, b, f/.
meN- + paksa memaksa
meN- + periksa memeriksa
meN- + pukul memukul
peN- + periksa pemeriksa
peN- + pukul pemukul
peN- + perkosa pemerkosa
meN- + bantu membantu
meN- + buru memburu
meN- + bangun membangun
peN- + bantu pembantu
peN- + buru pemburu
meN- + fitnah memfitnah
meN- + fatwakan memfatwakan
peN- + fitnah pemfitnah
2. Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk dasar yang
mengikutinya berawala dengan fonem /t, d, s,/. Fonem /s/ di sini hanya khusus bagi beberapa
bentuk dasar yang berasal dari bahasa asing yang masih mempertahankan keasingannya.
Misalnya :
meN- + tulis menulis
meN- + tarik menarik
peN- + tulis penulis
peN- + tarik penarik
meN- + datangkan mendatangkan
meN- + duga menduga
peN- + datang pendatang
peN- + dapat pendapat
meN- + support mensuport
meN- + supply mensupply
peN- + supply pensupply
peN- + survey pensurvey
3. Fonem /n/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi /n/ apabila bentuk dasar yang
mengikutinya berawal dengan / s,s,c,j/. Misalnya:
meN- + sapu menyapu
meN- + sangkal menyangkal
peN- + suluh penyuluh
peN- + sumpah penyumpah
meN- + syaratkan mensyaratkan
meN- + syukuri mensyukuri
meN- + cari mencari
meN- + coba mencoba
peN- + cukur pencukur
peN- + cemas pencemas
meN- + jadi menjadi
meN- + jaga menjaga
peN- + judi penjudi
4. Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi /n,/ apabila bentuk dasar yang
mengikutinya berawal dengan fonem/ k, g, x, h, dan vocal/. Misalnya :
meN- + kacau mengacau
meN- + kutip mengutip
peN- + kacau pengacau
peN- + karang pengarang
meN- + garis menggaris
meN- + giatkan menggiatkan
peN- + garis penggaris
peN- + gerak penggerak
meN- + khayalkan mengkhayalkan
meN- + khitankan mengkhitankan
peN- + khianat pengkhianat
peN- + khayal pengkhayal
meN - + habiskan menghabiskan
meN- + haruskan mengharuskan
peN- + hias penghias
peN- + halau penghalau
meN- + angkut mengangkut
meN- + edarkan mengedarkan
meN- + ikat mengikat
peN- + angkut pengangkut
peN- + edar pengedar
5. Pada kata mengebom, mengecat, mengelas, mengebur, pengebom, pengecat, juga terdapat
proses morfofonemik yang berupa perubahan, ialah perubahan fonem /N/ menjadi /n,/:
meN- + bom mengebom
meN- + las mengelas
peN- + bom pengebom
peN- + cat pengecat
Di samping proses perubahan, pada kata-kata itu terjadi juga proses penambahan, ialah
penambahan fonem/ e/.
6. Fonem /r/ pada morfem ber- dan per- mengalami perubahan menjadi /l/ sebagai akibat
pertemuan morfem tersebut dengan bentuk dasarnya yang berupa morfem ajar :
Ber- + ajar belajar
Per- + ajar pelajar
7. Fonem /?/ pada morfem-morfem duduk /dudu?/, rusak /rusa?/, petik /, peti?, dan
sebagainya, berubah menjadi /k/ sebagai akibat pertemuan morfem-morfem itu dengan
morfem ke- an, peN-an, dan i. seperti contoh di bawah ini.
Ke-an + duduk/dudu?/ kedudukan/kedudukan/
Ke-an + rusak /rusa?/ kerusakan/krusakan /
peN- an + duduk/dudu?/ pendudukan/pendudukan
peN- an + petik/peti?/ pemetikan/
-i + duduk/dudu? Duduki/duduki/
-i + rusak/rusa?/ rusaki/rusaki
Proses Morfologi
Proses morfologi ialah proses pembentukan kata- kata dari satuan lain yang
merupakan bentuk dasarnya. Dalam Bahasa terdapat tiga proses morfologi, ialah proses
pembubuhan afiks (afiksasi), proses pengulangan (reduplikasi), dan proses pemajemukan
(pemajemukan). Disamping tiga proses morfologi tersebut di atas, dalam bahasa sebenarnya
masih ada satu proses lagi yang disini disebut zero. Proses ini hanya meliputi sejumlah kata
tertentu, ialah kata- kata makan, minum, minta, dan mohon, yang semuanya termasuk
golongan kata verbal yang transitif.
Proses morfologis pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk
dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses atiksasi), pengulangan (dalam proses
reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (dalam proses
akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi) (Chaer, 2008:25).
a. Afiksasi
Afiksasi adalah proses perubahan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam
proses ini terlibat unsur-unsur sebagai berikut, (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks, dan (3)
makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif (perubahan bentuk kata
yang menunjukkan berbagai hubungan gramatikal) dan dapat pula derivatif (pengimbuhan
afiks yang tidak bersifat infleksi pada bentuk dasar untuk membentuk kata).
Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar,
yakni bentuk terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi, misalnya meja, beli, makan, dan
sikat. Dapat pula berupa bentuk kompleks, seperti terbelakang pada lata keterbelakangan,
berlaku pada kata memberlakukan, dan aturan pada kata beraturan. Selain itu, afiksasi dapat
berupa frase seperti ikut serta pada kata keikutsertaan, dan lain sebagainya.
Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat yang diimbuhkan pada
sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Sesuai dengan sifat kata yang dibentuknya,
dibedakan adanaya dua jenis afiks, yakni afiks inflektif dan afiks derivatif. Yang dimaksud
dengan afiks inflektif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata inflektif atau
paradigma infleksional. Dalam bahasa Indonesia dibedakan adanya prefiks me- yang inflektif
dan prefiks me- yang dirivatif. Sebagai afiks inflektif, prefiks me- menandai bentuk kalimat
indikatif aktif, sebagai kebalikan dari prefiks di- yang menandai bentuk indikatif pasif.
Sebagai afiks derivatif, prefiks me- membentuk kata baru, yaitu kata yang identitas
leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Misalnya, terdapat pada kata membengkak
yang berkelas verba dari dasar ajektifa atau pada kata mematung yang berkelas verba dari
dasar nomina.
Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar biasanya dibedakan menjadi prefiks,
infiks, sufiks, konfiks, interfiks, dan transfiks. Agar lebih jelas akan dijabarkan seperti di
bawah ini.
(1) Prefiks
Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar, seperti me- pada kata
menghibur. Prefiks dapat muncul bersama dengan sufiks atau ariks lain. Misalnya, prefiks
ber- bersama sufiks kan pada kata berdasarkan.
(2) Infiks
Infiks ialah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Misalnya infiks el- pada
kata telunjuk dan lain sebagainya.
(3) Sufiks
Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar. Misalnya, sufiks
an pada kata bagian, sufiks kan pada kata bagikan, dan lain sebagainya.
(4) Konfiks
Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi pada
awal bentuk dasar dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar. Karena konfiks
ini merupakan morfem terbagi, maka kedua bagian dari afiks itu dianggap sebagai satu
kesatuan dan pengimbuhannya dilakukan sekaligus. Dalam bahasa Indonesia ada konfiks per-
/-an seperti terdapat pada kata pertemuan, konfiks ke-/-an pada kata keterangan, dan konfiks
ber-/-an seperti pada kata berciuman.
Dalam penggunaan konfiks dalam bahasa Indonesia, ada dua hal yang perlu
diperhatikan. Pertama, untuk menentukan dua buah afiks (prefiks dan sufiks) adalah konfiks
atau bukan harus dilihat makna gramatikalnya yang terjadi dalam proses afiksasi. Misal,
bentuk ber-/-an pada kata beraturan bukanlah konfiks, sebab maknanya adalah mempunyai
aturan atau ada aturannya. Jadi jelas sufiks an lebih dulu diimbuhkan pada dasar atur
menjadi kata aturan; kemudian barulah prefiks ber- diimbuhkan pada aturan sehingga
terbentuklah kata beraturan.
Berbeda dengan bentuk ber-/-an pada kata bermunculan, kedua bentuk pada kata ini
disebut sebagai konfiks karena makna kata bermunculan adalah banyak yang muncul dan tak
beraturan. Jadi ber-/-an pada kata bermunculan diimbuhkan secara bersamaan pada bentuk
dasar muncul menjadi bermunculan.
Masalah kedua yang perlu diperhatikan mengenai konfiks dalam bahasa Indonesia
adalah mengenai bentuk me-/-i dan me-/-kan. Ada yang mengatakan kedua bentuk ini
merupakan sebuah konfiks, namun ada pula yang mengatakan bahwa kedua bentuk tersebut
bukanlah konfiks. Yang mengatakan kedua bentuk itu bukan konfiks beralasan, bahwa sufiks
i dan sufiks kan adalah afiks derivatif atau afik pembentuk kata. Umpamanya kata
melewati dan melewatkan mempunyai proses pembentukan sebagai berikut: mula-mula pada
akar lewat diimbuhkan afiks derivatif i dan kan sehingga menjadi lewati dan lewatkan.
Setelah itu baru diimbuhkan prefiks me- pada lewati dan lewatkan sehingga menjadi melewati
dan lewatkan. Jadi prefiks me- pada kata melewati dan melewatkan adalah sebuah afiks
inflektif (bisa saja diganti dengan prefiks di-, ter-, ku-)
(5) Interfiks
Interfiks adalah sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam proses
penggabungan dua buah unsur. Interfiks banyak kita jumpai dalam bahasa-bahasa Indo
German.
(6) Transfiks
Transfiks adalah afiks yang berwujud vokal-vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan
dasar. Transfiks ini kita dapati dalam bahasa Semit (Arab dan Ibrani). Dalam bahasa-bahasa
ini dasar biasanya berupa konsonan-konsonan, biasanya tiga konsonan, seperti k-t-b
b. Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara
keseluruhan, sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi (Chaer, 2003:183). Oleh
karenanya, lazim dibedakan ada reduplikasi penuh, seperti meja-meja (dari dasar meja),
reduplikasi sebagian seperti lekaki (dari dasar laki), dan reduplikasi dengan perubahan bunyi,
seperti bolak-balik (dari dasar balik).
Dalam linguistik Indonesia sudah lazim digunakan sejumlah istilah sehubungan dengan
reduplikasi dalam bahasa Jawa dan Sunda, seperti istilah-istilah berikut.
(1) Reduplikasi dwilingga, yakni pengulangan morfem dasar, seperti aki-aki, kursi-kursi,
dan sebagainya.
(2) Reduplikasi dwilingga salin suara, yakni pengulangan morfem dasar dengan perubahan
vokal dan fonem lainnya, seperti bolak-balik, mondar-mandir, dan sebagainya.
(3) Reduplikasi dwipurwa, yakni pengulangan silabel pertama, seperti lekaki, pepatah, dan
lain sebagainya.
(4) Reduplikasi dwiwasana, yakni pengulangan pada akhir kata, seperti cengengesan.
(5) Reduplikasi trilingga, yakni pengulangan morfem dasar sampai dua kali, seperti dag-dig-
dug, cas-cis-cus, dan ngak-ngik-ngok.
Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional) dan dapat pula bersifat
derivasional. Reduplikasi yang paradigmatis tidak mengubah identitas leksikal, tetapi hanya
memberi makna gramatikal. Misalnya, meja-meja berarti banyak meja dan kecil-kecil berarti
banyak yang kecil. Sementara itu, yang bersifat derivasional membentuk kata baru atau kata
yang identitas leksikalnya berbeda dengan bentuk dasarnya. Misalnya, kata laba-laba dari
bentuk dasar laba dan pura-pura dari bentuk dasar pura.
Chaer (2003:184) mengungkapkan ada beberapa catatan yang harus diperhatikan
mengenai reduplikasi, seperti berikut ini.
(1) Bentuk dasar reduplikasi dalam bahasa Indonesia dapat berupa morfem dasar seperti
meja yang menjadi meja-meja, bentuk berimbuhan seperti pembangunan menjadi
pembangunan-pembangunan, dan bentuk gabungan kata seperti surat kabar menjadi surat-
surat kabar atau surat kabar-surat kabar.
(2) Bentuk reduplikasi yang disertai afiks, prosesnya bisa berbentuk: (a) proses reduplikasi
dan proses afiksasi terjadi bersamaan seperti pada bentuk berton-ton dan bermeter-meter; (b)
proses reduplikasi terjadi terlebih dahulu, baru disusul oleh proses afiksasi, seperti pada
bentuk berlari-lari dan mengingat-ingat (dasarnya lari-lari dan ingat-ingat); (c) proses
afiksasi terjadi terlebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh proses reduplikas, seperti pada
kesatuan-kesatuan dan memukul-memukul (dasarnya kesatuan dan memukul).
(3) Pada dasar yang berupa gabungan kata, proses reduplikasi mungkin harus berupa
reduplikasi parsial. Misalnya, ayam itik-ayam itik dan sawah ladang-sawah ladang (dasarnya
ayam itik dan sawah ladang) untuk reduplikasi penuh. Untuk reduplikasi persial seperti pada
kata surat-surat kabar dan rumah-rumah sakit.
(4) Banyak orang menyangka bahwa reduplikasi dalam bahasa Indonesia hanya bersifat
paradigmatis dan hanya memberi makna jamak atau kevariasian. Namun, sebenarnya
reduplikasi dalam bahasa Indonesia juga bersifat derivasional. Oleh karenanya, muncul
bentuk-bentuk seperti mereka-mereka, kita-kita, kamu-kamu dan dia-dia tidak dapat dianggap
menyalahi kaidah bahasa Indonesia.
(5) Ada pakar yang menambahkan adanya reduplikasi semantic, yakni dua buah kata yang
maknanya bersinonim membentuk satu kesatuan gramatikal. Misalnya, ilmu pengetahuan,
hancur luluh, dan alim ulama.
c. Komposisi
Menurut Chair (2008:209) komposisi adalah proses penggabungan dasar dengan dasar
(biasanya berupa akar maupun bentuk berimbuhan) untuk mewadahi suatu konsep yang
belum tertampung dalam sebuah kata. Seperti kita ketahui konsep-konsep dalam kehidupan
kita banyak sekali, sedangkan jumlah kosakata terbatas. Oleh karena itu, proses komposisi ini
dalam bahasa Indonesia merupakan suatu mekanisme yang cukup penting dalam
pembentukan dan pengayaan kosakata.
Dalam pembicaraan komposisi C.A. Mees (dalam Chaer, 2008:209) menggunakan
istilah kata majemuk dan aneksi. Dengan istilah kata majemuk dimaksudkan untuk gabungan
kata yang memiliki makna idiomatik, persis sama dengan yang digunakan Alisyahbana.
Sementara istilah aneksi dimaksudkan untuk menyebut gabungan kata yang maknanya masih
dapat ditelusuri secara gramatikal, seperti lukisan Yusuf memiliki makna lukisan milik
Yusuf atau lukisan buatan Yusuf; dan meja tulis bermakna meja tempat menulis. Jadi C.A
Mees menggunakan istilah kata majemuk untuk komposisi yang bermakna idiomatik, dan
aneksi untuk komposisi yang bukan bermakna idiomatikal.
Kridalaksana (dalam Chaer, 2008:210) menyamakan istilah komposisi sama dengan
paerpaduan atau pemajemukan, yaitu proses penggabungan dua leksem atau lebih yang
membentuk kata. Hasil proses itu disebut paduan leksem atau kompositum, yang menjadi
calon kata majemuk yang berasal dari paduan kata dengan kata, bukan leksem dengan
leksem. Jadi dengan kata lain kalau komposisi adalah masalah morfologi, maka frase adalah
masalah sintaksis. Oleh karena itu, ada kemungkinan adanya sebuah data kebahasaan apabila
dilihat adari segi morfologi sebagai sebuah komposisi, tetapi kalau dilihat dari segi sintaksis
sebagai sebuah frase.
1. Komposisi Nominal
Komposisi nominal adalah komposisi yang pada satuan klausa berkategori nomina.
Dalam kaitannya dengan masalah semantik dapat dibedakan adanya lima macam komposisi
nomina, seperti dijabarkan di bawah ini.
a. Komposisi bermakna gramatikal
Makna gramatikal adalah makna yang muncul dalam proses penggabungan dasar
dengan dasar dalam pembentukan sebuah komposisi nominal, antara lain adalah makna yang
menyatakan hal-hal sebagai berikut.
1) Gabungan biasa, sehingga diantara keduanya dapat disisipkan kata dan makna gramatikal
gabungan biasa ini akan terjadi apabila keduanya memiliki komponen;
- pasangan antonim relasional misalnya: ayah ibu, murid guru, suami istri, adik kakak, penjual
pembeli, pembaca penulis dan sebagainya;
- anggota dari suatu medan makna misalnya topan badai, sawah ladang, kampung halaman,
piring mangkuk, cabai bawang dan sebagainya.
- bagian sehingga dapat disisipkan kata dari misalnya awal tahun, tengah semester, suku
bangsa, pangkal paha, ujung jalan dan sebagainya.
- kepunyaan atau memiliki, sehingga dapat disisipkan kata milik misalnya sepatu adaik, rumah
nenek, tanah Negara, mobil direktur dan sebagainya.
- asal bahan, sehingga dapat disisipkan kata terbuat dari misalnya kursi rotan, uang logam,
jendela kaca, map plastic, dan sebagainya.
2) Komposisi bermakna idiomatik
Artinya seluruh komposisi itu memiliki makna yang tidak dapat diprediksi secara
leksikal maupun gramatikal.
Misalnya: orang tua dalam arti ayah dan ibu.
meja hijau dalam arti pengadilan.
3) Komposisi nominal metaforis
Artinya dengan mengambil salah satu komponen makna yang dimiliki oleh unsur
tersebut.
- Kaki mobil - daun jendela
- Kepala surat - daun telinga
4) Komposisi Nomial nama dan istilah
Contoh:
Nama : Hotel Indonesia, Jalan Jagorawi, Kampung Bali, dan sebagainya.
Istilah : buku ajar, lepas landas, suku cadang, dan sebagainya.
5) Komposisi Nominal dengan Adverbia
Misalnya : sedikit air, banyak hujan, beberapa siswa, kurang semen dan sebagainya.
2. Komposisi Verbal
Komposisi verbal adalah komposisi yang pada satuan klausa berkategori verbal.
Misalnya :
- Mereka menyanyi menari sepanjang malam.
- Dia datang menghadap kepala sekolah.
3. Komposisi Ajektival
Komposisi ajektival adalah komposisi yang pada satuan klausa, berkategori ajektiva.
Misalnya :
- Gadis cantik molek itu termenung.
- Kaya miskin di hadapan Allah sama saja.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Ramlan, M. 1987. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: CV. Karyono.
Tim redaksi. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia-Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Hakikat
Morfologi ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami
berterima kasih pada Ibu Dra. Elfia Sukma, M.Pd selaku Dosen mata kuliah Kajian
Kebahasaan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Hakikat morgologi: Morfem bebas, Morfen terikat serta
proses morfofologi. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
I. 2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami susun meliputi:
1. Apa yang dimaksud dengan morfem bebas?
2. Apa yang dimaksud dengan morfem terikat?
3. Bagaimana proses morfofologi?
I. 3 Tujuan
Berdasar rumusan masalah di atas, maka kita dapat mengetahui bahwa tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui apa itu morfem bebas.
2. Mengetahui apa itu morfem terikat.
3. Mengetahui bagaimana proses morfofologi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mofem dapat dibagi menjadi dua yaitu : morfem bebas dan morfem terikat. Morfem
bebas ialah morfem yang dapat berdiri sendiri. Morfem terikat ialah morfem yang selalu
melekat pada morfem lain.
Adapun proses morfofologi dapat dibedakan menjadi berikut : Proses morfologis pada
dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan
afiks (dalam proses atiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam
proses komposisi), pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status (dalam
proses konversi) (Chaer, 2008:25)
B. Saran
Bahasa Indonesia tidak akan tetap terjaga apabila tidak diadakan pusat bahasa dan balai
bahasa serta tempat pelatihan dan pengajaran tentang tata bahasa. Maka pembelajaran bahasa
disetiap sekolah-sekolah pada setiap jenjang pendidikan nyata diperlukan karena akan
membantu memlihara kesucian dan keaslian bahasa, agar selalu tehindar dari kontaminasi
budaya bahasa asing.