Anda di halaman 1dari 15

2.

4 morfem Dasar, pangkal (stem), akar, aan Leksem

Istilah morfem dasar biasanya di gunakan sebagai dikotomi dengan morfem


afiks. Jadi bentuk-bentuk seperti {beli}, {juga}, dan {kucing} adalah morfem
dasar. Morfem dasar ini adalah yang termasuk morfem bebas seperti {beli},
{kucing}, dan {pulang}; tetapi ada pula yang termasuk morfem terikat, seperti
{juang}, {henti}, dan {tempur}. Sedangkan morfem afiks seperti {ber-}, {di-}
dan {-an} jelas semuanya termasuk morfem terikat. Lihat bagaian berikut!

Bebas

Dasar terikat

Morfem

Afiks (semunya terikat)

Sebuah morfem dasar dapat menjadi bentuk dasar atau dasar (base)
dalam suatu proses morfologi. Artinya, dapat di beri afiks tertentu dalam proses
afikasi, dapat di ulang dalam proses reduplikasi, atau dapat di gabung dengan
morfem yang lain dalam suatu proses komposisi atau pemajemukan.

Istilah bentuk dasar atau dasar(base) biasanya di gunakan untuk menyebut


sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Bentuk
dasar ini dapat berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan
morfem. Umpamanya pada kata berbicara yang terdiri dari morfem {ber-} dan
morfem {bicara}; maka morfem {bicara} adalah menjadi bentuk dasar dari
kata berbicara itu, yang kebetulan juga berupa morfem dasar. Pada kata
dimengerti bentuk dasarnya adalah mengerti, dan pada kata keanekaragaman
bentuk dasarnya adalah aneka ragam. Pada bentuk reduplikasi rumah-rumah
bentuk dasarnya adalah rumah, pada, bentuk reduplikasi berlari-lari bentuk
dasarnya berlari, dan pada-bentuk reduplikasi kemerah-merahan bentuk
dasarnya adalah kemerahan. Lalu, pada komposisi sate ayam bentuk dasarnya
adalah sate, pada komposisi ayam betina bentuk dasarnya adalah ayam, dan
pada komposisi pasar induk bentuk dasarnya adalah pasar. Jadi, bentuk dasar
adalah bentuk yang langsung menjadi dasar dalam suatu proses morfologi.
Wujudnya dapat berupa morfem tunggal, dapat juga berupa bentuk
polimorfemis.

Istilah pangkal atau stem digunakan untuk menyebut bentuk dasar


dalam proses pembentukan kata inflektif, atau pembubuhan afiks inflektif.
Hal ini terutama terjadi pada bahasa-bahasa fleksi, seperti bahasa Arab,
bahasa Itali, bahasa Jerman, dan bahasa Prancis. Dalam bahasa Indonesia
proses pembentukan kata inflektif hanya terjadi pada proses pembentukan
verba transitif, yakni verba yang berprefiks me- (yang dapat diganti dengan
di-, prefiks ter-, dan prefiks Zero). Misalnya, pada kata membeli pangkalnya
adalah beli, pada kata mendaratkan pangkalnya adalah daratkan, dan pada
kata menangisi pangkalnya adalah bentuk tangisi.

Istilah akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat
dianalisis lebih jauh lagi.-Artinya, akar adalah bentuk yang tersisa setelah
semua afiksnya ditanggalkan. Misalkan pada kata memberlakukan setelah
semua afiksnya ditanggalkan (yaitu prefiks me-, prefiks ber-, dan sufiks
-kan) dengan cara tertentu, maka yang tersisa adalah akar laku. Akar lakua
ini tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi tanpa merusak makna akar tersebut.
Contoh lain, kata keberterimaan kalau semua afiksnya ditanggalkan akan
tersisa akarnya yaitu bentuk terima. Bentuk terima ini pun tidak dapat
dianalisis lebih jauh lagi.

istilah leksem ada digunakan dalam dua bidang kajian linguistik, yaitu
bidang morfologi dan bidang semantik. Dalam kajian morfologi, leksem
digunakan untuk mewadahi konsep "bentuk yang akan menjadi kata"
melalui proses morfologi. Umpamanya bentuk PUKUL (dalam konvensi
‘morfologi' leksem ditulis dengan huruf capital semua) adalah sebuah
leksem yang akan menurunkan kata-kata yang seperti memukul, dipukul,
terpukul, pukul, pukulan, pemukul,dan pemukulan. Sedangkan dalam kajian
semantik leksem adalah satuan bahasa yang memiliki sebuah makna. Jadi,
bentuk-bentuk seperti kucing, membaca, matahari, membanting tulang, dan
sumpah serapah adalah leksem.

Dari bentuk leksem ada bentuk-bentuk turunannya, yaitu leksikon, leksikal,


leksikologi, dan leksikografi. Istilah leksikon dalam arti 'kumpulan leksem'
dapat dipadankan dengan istilah kosa kata atau perbendaharaan kata.

1) 2.5 Tentang Morfem Afiks Prefiks, yaitu afiks yang dibubuhkan dikiri
bentuk dasar, yaitu prefiks ber-, prefiks me-, prefiks per-, prefiks di-, prefiks
ter-, prefiks se-, dan prefiks ke-.
2) Infiks, yaitu afiks yang dibubuhkan di tengah kata, biasanya pada suku awal
kata, yaitu infiks -el-, infiks -em-, dan infiks -er-.
3) Sufiks, adalah afiks yang dibubuhkan di kanan bentuk dasar, yaitu sufiks
-kan, sufiks -i, sufiks -an, dan sufiks -nya.
4) Konfiks, yaitu afiks yang dibubuhkan di kiri dan di kanan bentuk dasar
secara bersamaan karena konfiks ini merupakan satu kesatuan afiks.
Konfiks yang ada dalam bahasa Indonesia adalah konfiks ke-an, konfiks ber-
an, konfiks pe-an, konfiks per-an, dan konfiks se-nya. Sudah disebutkan di
atas bahwa morfem afiks adalah morfem yang tidak dapat menjadi dasar
dalam pembentukan kata, tetapi hanya menjadi unsurpembentuk dalam
proses afiksasi. Dalam bahasa Indonesia dibedakan adanya morfem afiks
yang disebut:
5) Dalam bahasa Indonesia ada bentuk kata yang berklofiks, yaitu kata yang
dibubuhi afiks pada kiri dan kanannya; tetapi pembubuhannya itu tidak
sekaligus, melainkan bertahap. Kata-kata berklofiks dalam bahasa
Indonesia adalah yang berbentuk me-kan, me-i, memper, memper-kan,
memper- I, ber-kan, do-kan, di-I, diper-kan, diper-I, teper-kan, diper-I, ter-
kan, ter-I, ter-per, teper-kan, teper-i.
1) Dalam ragam nonbaku ada afiks nasal yangdirealisasikan dengan nasal m-,
n-, ny-, ng-, dan nge-. Kridalaksana (1989) menyebut afiks nasal ini dengan
istilah simulfiks. Contoh: nulis, nyisir, ngambil, dan ngecat.

BAB 3

PROSES MORJFOLOGI
Proses morfologi pada dasarnya adalah proses pembentukan kata dari sebuah
bentuk dasar melalui pembubuhan afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan
(dalam proses redupilaksi), penggabungan (dalam proses komposisi),
pemendekan (dalam proses akronimisasi), dan pengubahan status (dalam
proses konversi). Prosedur ini berbeda dengan analisis morfologi yang
mencerai-ceraikan kata (sebagai satuan sintaksis) menjadi bagian-bagian atau
satuan-satuan yang lebih kecil. Jadi, kalau dalam anilisis morfologi; seperti
menggunakan teknik Immediate Constituen Analysis (IC Analysis), terhadap
kata berpakaian, misalnya, mula-mula kata berpakaian dianalisis menjadi
bentuk ber- dan pakaian; lalu bentuk pakaian dianalisis lagi menjadi bentuk
pakai dan -an. Maka dalam proses morfologi prosedurnyadibalik: mula-mula
dasarpa/ca/diberi sufiks -an menjadi pakaian. Kemudian kata pakaian itu diberi
prefiks ber- menjadi berpakaian. Jadi, kalau analisis morfologi mencerai-
ceraikan data kebahasaan yang ada, sedangkan proses morfologi mencoba
menyusun dari komponen-komponen kecil menjadi sebuah bentuk yang lebih
besar yang berupa kata kompleks atau kata yang polimorfemis.

3.1 Bentuk Dasar

Pada Bab II telah disinggung bahwa bentuk dasar adalah bentuk yang
kepadanya dilakukan proses morfologi itu. Bentuk dasar itu dapat berupa
akar seperti baca, pahat, dan juang pada kata mem-baca, memahat, dan
berjuang. Dapat berupa bentuk polimorfemis seperti bentuk bermakna,
berlari, dan jual beli pada kata kebermaknaan, berlari-lari, dan berjual beli.

Dalam proses reduplikasi bentuk dasar dapat berupa akar, seperti


akar rumah pada kata rumah-rumah, akar tinggi pada kata tinggi-tinggi,
dan akar marah pada kata marah-marah. Dapat juga berupa kata
berimbuhan seperti menembak pada kata menembak-nembak, kata
berimbuhan bangunan pada kata bangunan-bangunan, dan kata
berimbuhan kemerahan pada kata kemerah-merahan. Dapat juga berupa
kata gabung seperti rumah sakit pada kata rumah-rumah sakit, dan anak
nakal pada kata anak-anak nakal.

Dalam proses komposisi dapat berupa akar sate pada kata sate „ ayam,
sate padang, dan sate lontong; dapat berupa dua buah akar 1 seperti akar
kampung dan akar halaman pada kata kampung halaman, atau akar tua
dan akar muda pada kata tua muda.

3.2 Pembentuk Kata

Komponen kedua dalam morrologi adalah alat pembentuk kata. Sejauh


ini alat pembentuk dalam proses morfologi adalah (a)afiks dalam proses
afiks, (b) pengulangan dalam proses reduplikasi, (c) penggabungan dalam
proses komposisi, (d) pemendekan atau penyingkatan dalam proses
akronimisasi, dan (e) pengubahan status dalam proses konversi.

Dalam proses afiksasi sebuah afiks diimbuhkan pada bentuk dasar


sehingga hasilnya menjadi sebuah kata. Umpamanya pada dasar baca
diimbuhkan afiks me- sehingga menghasilkan kata membaca yaitu sebuah
verba transitif aktif; pada dasar juang diimbuhkan afiks ber- sehingga
menghasilkan verba intransitif berjuang.

Berkenaan dengan jenis afiksnya, biasanya proses afiksasi itu


dibedakan atas prefiksasi, yaitu proses pembubuhan prefiks, konfiksasi
yakni proses pembubuhan konfiks, sufiksasi yaitu proses pembubuhan
sufiks dan infiksasi yakni proses pembubuhan infiks. Hanya perlu dicatat
dalam bahasa Indonesia proses infiksasi sudah tidak produktif lagi. Dalam
hal ini perlu juga diperhatikan adanya klofiksasi, yaitu kelompok afiks yang
proses afiksasinya dilakukan bertahap. Misalnya pembentukan kata
menangisi, mula-mula pada dasar tangis diimbuhkan sufiks -i; setelah itu
baru dibubuhkan prefiks me-.

Proses prefiksasi dilakukan oleh prefiks ber-, me-, di-, ter-, ke, dan se-;
infiksasi dilakukan oleh infiks -el-, -em-, dan -er-; sufiksasi dilakukan sufiks
-an, -kan, dan -i; sedangkan konfiksasi dilakukan oleh konfiks pe-an, per-
an, ke-an, se-nya, dan ber-an (ada yang bukan konfiks). Namun, perlu
dicatat ada afiks yang sangat produktif yaitu prefiks ber- dan prefiks me-;
ada yang cukup produktif, yaitu prefiks ter-, sufiks -kan, sufiks -i, dan sufiks
-an; dan juga ada yang tidak produktif lagi, yaitu infiks -el-, -em-, dan -er-.

Alat pembentuk kedua adalah pengulangan bentuk dasar yang


digunakan dalam proses reduplikasi. Hasil dari proses reduplikasi ini lazim
disebut dengan istilah kata ulang. Secara umum dikenal adanya tiga
macam pengulangan, yaitu pengulangan secara utuh, pengulangan
dengan pengubahan bunyi vokal maupun konsonan, dan pengulangan
sebagian.

Aiat pembentuk ketiga adalah penggabungan sebuah bentuk pada


bentuk dasaryang ada dalam proses komposisi. Penggabungan ini juga
merupakan alat yang banyak digunakan dalam pembentukan kata karena
banyaknya konsep yang belum ada wadahnya dalam bentuk sebuah kata.
Misalnya, bahasa Indonesia hanya punya sebuah kata untuk berbagai macam
warna merah. Oleh karena itulah dibentuk gabungan kata seperti merah
jambu, merah darah, dan merah bata.

Alat pembentuk keempat adalah abreviasi khusus yang digunakan dalam


proses akronimisasi. Disebut abreyiasj khusus ' karena semua abreviasi
menghasilkan_akronim. Abreviasi dari bentuk Sekolah Menengah Atas menjadi
SMA adalah bukan akronim; tetapi hasil abreviasi dari Jakarta Bogor Ciawi
menjadi jagorawi adalah akronim.

Alat kelima dalam pembentukan kata adalah pengubahan status dalam


proses yang disebut konversi. Misalnya, bentuk gunting yang berstatus
nomina dalam kalimat "gunting ini terbuatdari baja", dapat diubah statusnya
menjadi bentuk gunting yang berstatus verba, seperti dalam kalimat
"gunting dulu baik-baik, nanti baru dilem".
3.3 Hasil Proses Pembentukan

Proses morfologi atau proses pembentukan kata mempunyai dua


hasil yaitu bentuk dan makna gramatikal. Bentuk dan makna gramatikal
merupakan dua hal yang berkaitan erat; bentuk merupakan wujud fisiknya
dan makna gramatikal merupakan isi dari wujud fisik atau bentuk itu.

Wujud fisik dari hasil proses afiksasi adalah kata berafiks, disebut juga
kata berimbuhan, kata turunan, atau kata terbitan. Wujud fisik dari proses
reduplikasi adalah kata ulang, atau disebut juga bentuk ulang. Wujud fisik
dari hasil proses komposisi adalah kata gabung, disebut juga gabungan
kata, kelompok kata, atau kata majemuk (tentang istilah kata majemuk
banyak menimbulkan persoalan. Nanti akan dibahas tersendiri pada
subbab lainnya).

3.2 Makna Gramatikal

Pembicaraan tentang makna gramatikal perlu melibatkan jenis-jenis


tingkatan makna lain, sehingga perlu dibicarakan dalam subbab tersendiri.

Dalam kajian semantik secara umum dikenal adanya makna leksikal,


makna gramatikal, makna kontekstual, dan makna idiomatikal. Tigayang
pertamadilihatdari tahap penggunaan bahasa; sedangkan yang keempat
dilihat sebagai kekhususan dalam penggunaan bahasa. Keempatnya secara
singkat akan dibicarakan berikut ini.

makna leksikal adalah makna yang secara inheren dimiliki oleh setiap
bentuk dasar (morfem dasar atau akar). Umpamanya makna leksikal akar
kuda adalah 'sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai'; makna
leksikal akar pensil adalah 'sejenis alat tulis terbuat dari kayu dan arang'; dan
makna leksikal akar buaya adalah 'sejenis binatang reptil yang dapat hidup di
air dan di darat'. Makna leksikal buaya dapat kita lihat, misalnya, dalam
kalimat "di kebun binatang itu ada tiga ekor buaya"; tetapi dalam kalimat
"dasar buaya, ibunya sendiri ditipu", kata buaya tidak bermakna leksikal.

Berbeda dengan makna leksikal, maka makna gramatikal baru "muncul"


dalam suatu proses gramatika, baik proses morfologi maupun proses
sintaksis. Umpamanya, dalam proses prefiksasi faer-pada dasar dasi muncul
makna gramatikal 'memakai (dasi)', dalam proses prefiksasi me- pada dasar
batu muncul makna gramatikal 'menjadi seperti (batu)', dan dalam proses
komposisi dasar sate dengan dasar ayam menjadi bentuk sate ayam muncul
makna gramatikal 'sate yang bahannya daging (ayam)'. Sedangkan dalam
proses komposisi dasar sate dan dasar Padang muncul makna gramatikal
'sate yang berasal dari (Padang)'.

Sudah dibicarakan pada subbab 1.8 bahwa makna gramatikal mempunyai


hubungan erat dengan komponen makna yang dimiliki oleh bentuk dasar
yang terlibat dalam proses pembentukan kata.

Setiap makna gramatikal dari suatu proses morfologi akan


menampakkan makna/bentuk dasarnya, seperti kita lihat pada gabungan
sate ayam dan sate padang di atas. Contoh lain, bentuk berdasi makna
gramatikalnya 'memakai dasi'; berkuda makna gramatikalnya
'mengendarai kuda'; dan bentuk berdiskusi makna gramatikalnya adalah
'melakukan diskusi;

Makna leksikal dan makna gramatikal ini akan tersisih oleh makna
kontekstual atau pemakaian kata itu di dalam konteks kalimat maupun konteks
situasi. Malah banyak orang menyatakan makna sebuah kata baru jelas bila kata
itu telah digunakan. Umpamanya, prefiksasi me- pada kata amb/7 menjadi
mengambil memunculkan makna gramatikal 'melakukan ambil' (bandingkan
dengan bentuk menulis dalam arti 'melakukan tulis', dan membaca dalam arti
melakukan baca'). Namun, dalam kalimat "Perusahaan kami akan mengambil 10
pegawai baru", kata mengambil memiliki makna kontekstual 'menerima';
sedangkan dalam kalimat "Semester ini saya tidak mengambil mata kuliah
kewiraan" kata mengambil memiliki
nakna gramatikal 'mengikuti'.

Terakhir yang disebut makna idiomatikal adalah makna yang ^ idak ada
hubungannya dengan makna leksikal maupun makna gramatikal dari unsur-
unsur pembentukannya. Misalnya, semua nakna gramatikal bentuk ke-an
dengan dasar berkategori ajektifa idalah 'hal dasar' (seperti pada bentuk
ketakutan, keberanian, dan :ejengkelan), tetapi pada bentuk kemaluan tidak
bermakna 'hal malu' nelainkan bermakna....(maaftentu Anda tahu sendiri).
Begitu juga lengan bentuk-bentuk meninggal, berpulang, bersalin, dan
nenggalakkan yang tidak bermakna gramatikal, melainkan •ermakna
idiomatikal. Menurut makna gramatikalnya kata meninggal dalah 'melakukan
(tinggal)', tetapi di sini bermakna 'wafat' atau Tiati'; berpulang menurut makna
gramatikalnya adalah 'melakukan egiatan pulang', tetapi di sini bermakna
'wafat'atau 'mati'; bersalin makna gramatikalnya adalah 'melakukan salin',
tetapi di sini bermakna 'melahirkan anak'; dan kata menggalakkan menurut
makna gramatikalnya adalah 'membuat jadi (galak)', tetapi di sini bermakna
'menggiatkan'.
3.5 Tahap Pembentukan

Sudah disebutkan di muka bahwa bentuk dasar dalam proses


morfologi dapat berupa akar, dapat berupa bentuk polimorfemis atau bentuk
turunan, dan dapat pula meialui bentuk perantara. Oleh karena itu,
berdasarkan tahap prosesnya kita dapat membedakan adanya
pembentukan setahap, bertahap, dan meialui bentuk perantara.

(1) Pembentukan setahap terjadi kalau bentuk dasarnya berupa akar atau
morfem dasar (baik bebas maupun cerikat). Dalam proses afiksasi,
misalnya, pengimbuhan prefiks me- pada bentuk dasar beli menjadi kata
membeli; pada pengimbuhan prefiks ber- pada bentuk dasar air menjadi
kata berair; dan pada pengimbuhan se- pada bentuk dasar kelas menjadi
kata sekelas. Simak bagan berikut.

me- + beli membeli

ber- + air berair

se- + kelas sekelas

atau dalam bagan

me beli ber air se kelas

Pembentukan setahap dalam proses reduplikasi, misalnya dasar rumah +


pengulangan (p) menjadi rumah-rumah; dasar kecil + Pembentukan setahap
dalam proses reduplikasi, misalnya dasar rumah + pengulangan (p) menjadi
rumah-rumah; dasar kecil + pengulangan (p) menjadi kecil-kecil; dan dasar
bangun + pengulangan (p) menjadi bangun-bangun. Simak bagan berikut.

Rumah + p rumah-rumah

Kecil + p kecil-kecil

Bangun + p bangun-bangun

Atau dalam bagan

Rumah p kecil p bagun p


(2) Pembentukan bertahap terjadi kalau bentuk dasar yang mengalami
proses morfologi itu berupa bentuk polimorfemis yang sudah menjadi kata
(baik kata berimbuhan, kata berulang, maupun kata gabung). Maksudnya,
pembentukan bertahap ini terjadi pada dasar yang sudah merupakan hasil
dari proses pembentukan sebelumnya. Misalnya, kata berpakaian dibentuk
dengan mengimbuhkan prefiks ber- pada dasar pakaian (yang terlebih
dahulu terbentuk dari proses pengimbuhan sufiks -an pada dasar pakai).
Jadi, bagannya adalah'.

ber- + (pakai + an) berpakaian

atau dalam bagan.


ber pakai an

Tafsiran kata berpakaian di atas didukung oleh makna gramatikal kata


berpakaian yang berarti memakai pakaian'. Jadi, jelas prefiks ber- diimbuhkan
setelah sufiks -an diimbuhkan pada akar pakai. Contoh lain, pembentukan
bertahap terjadi pada kata memberlakukan. Mula-mula akar laku diberi prefiks
ber- menjadi kata berlaku; setelah itu pada kata berlaku yang menjadi tahap
pembentukan tahap kedua diimbuhkan sufiks -kan menjadi i pangkal
berlakukan; selanjutnya pada pangkal berlakukan I diimbuhkan prefiks me-
inflektif sehingga menjadi memberlakukan. Bagannya adalah sebagai
berikut.

Mem ber laku kan

Tafsiran proses kata memberlakukan seperti di atas didukung oleh makna


gramatikalnya yang berarti menjadi berlaku (akan)'. Dengan demikian yang
disebut klofiks adalah afiks-afiks yang berperan di dalam proses afiksasi
bertahap ini.

Pembentukan bertahap banyak terjadi dalam kombinasi proses, antara


afiksasi (A) dengan reduplikasi (R); antara reduplikasi dan afiksasi; antara
komposisi dengan komposisi (K); antara komposisi dengan afiksasi; antara
komposisi dengan reduplikasi.

Pembentukan yang dimulai dengan proses afiksasi dilanjutkan dengan proses


reduplikasi, misalnya, terjadi pada pembentukan kata berlari-larian. Mula-
mula pada akar /ar/diberi konfiks ber-an menjadi beriarian; sesudah itu
kata beriarian diberi proses reduplikasi menjadi berlari-larian. Bagannya
adalah:

Lari + ber-an berlarian + reduplikasi.

Atau bagan

Ber lari reduplikasi

Tafsiran kata berlari-lari seperti tersebut di dukung oleh makna


gramatikalnnya yang menyatakan makna “melakukan lari-lari”.
Bandingkan dengan makna berlari-larian yang menyatakan “banyak yang
berlarian”.

Pembentukan kata yang dimulai dengan proses komposisi, dilanjutkan


dengan proses komposisi lagi, misalnya, terjadi dalam pembentukan kata
kreta api ekspres. Mula-mula akar kreta digabungkan dengan akar api
menjadi bentuk kreta api; setelah itu digabungkan pula dengan akar
ekspres sehingga menjadi kreta api ekspres. Bagannya adalah:

Kereta + api kereta api + ekspres kereta api exspres.

Atau bagan.

Kereta api ekspres

Malah bentuk kereta api ekspres dapat dibentuk lagi dengan


menggabungkan kepadanya akar malam sehingga menjadi bentuk kereta
api akspres malam, yang bagannya.
Kereta api ekspres malam

Pembentukan kata yang dimulai dengan proses komposisi dilanjutkan


dengan proses afiksasi, misalnya, dalam proses terjadinya kata berjual beli.
Mula-mula pada akar jual digabungkan akar beli sehingga menjadi jual beli;
sesudah itu dilanjutkan dengan pengimbuhan prefiks ber- sehingga menjadi
berjual beli. Bagannya adalah:

Jual + beli jual beli + ber berjual beli.


Atau bagan berikut.

Ber jual beli

Tafsiran proses kata berjual beli didukung oleh makna gramatikalnya yang
menyatakan 'melakukan jual beli'. Pembentukan kata yang dimulai dengan
komposisi dilanjutkan dengan proses reduplikasi, misalnya, dalam proses terjadinya
kata surat-surat kabar; Mula-mula pada akar surat digabungkan dengan akar kabar
sehingga menjadi surat kabar; kemudian dilanjutkan dengan proses reduplikasi
sehingga menjadi surat-surat kabar (di sini terjadi reduplikasi sebagian) bagannya
adalah:

Surat + kabar surat kabar + reduplikasi surat-surat kabar.

Atau bagan.

Surat kabar reduplikasi

Dalam hal ini perlu dicatat bahwa bentuk-bentuk seperti berjam-jam,


berton-ton, dan bermeter-meter dibentuk dengan afiksasi dan reduplikasi
dilakukan sekaligus, tidak satu per satu. Makna gramatikal yang dimiliki
bentuk berjam-jam adalah 'lama waktu yang diukurdengan jam'; bentuk
berton-ton bermakna gramatikal V 'ukuran berat yang dihitung dengan
ton'; dan makna gramatikal bermeter-meter adalah 'ukuran panjang yang
dihitung dengan meter'.

(3) Pembentukan kata yang prosesnya melalui bentuk perantara adalah


seperti terjadi dalam proses pembentukan kata pengajar. Secara kasat
mata bentuk pengajar tampaknya dibentuk dari dasar berupa akar ajar
yang diberi proses prefiksasi pe-. Namun, sebenarnya proses itu terjadi
melalui bentuk kata mengajar sebab makna gramatikal pengajar adalah
'yang mengajar'. Seperti dikatakan Kridalaksana (1989) bahwa proses
pembentukan nomina terjadi setelah pembentukan verba. Jadi, proses
pembentukan nomina pengajar setelah terjadi pembentukan verba
mengajar; proses pembentukan nomina pelajar terjadi setelah proses
pembentukan verba belajar. Ini tampak dari makna gramatikal pelajar
yaitu 'yang belajar'. Begitu juga dengan nomina pengajaran yang dibentuk
melalui verba mengajar, sebab makna gramatikalnya adalah 'hal/proses
mangajar'. Bentuk ajaran juga terjadi melalui verba mengajar sebab
makna gramatikalnya adalah 'hasil mengajar'. Sebagai contoh lain dalam
bahasa Indonesia ada kata pemersatu, pemettahanan, dan perbaikan.
Mari kita lihat bagaimana proses pembentukan ketiga kata itu. Kata
pemersatu dibentuk dari akar satu dan prefiks pemer- melalui verba
mempersatukan sebab makna gramatikalnya adalah 'yang
mempersatukan'. Kata pemertahanan dibentuk dari akar tahan dengan
konfiks pemer-an melalui verba mempertahankan sebab makna
gramatikalnya adalah 'proses/hal mempertahankan'. Sedangkan kata
perbaikan dibentuk dari akar baik dengan konfiks per-an melalui verba
memperbaiki. Makna gramatikalnya adalah 'hal/proses memperbaiki'.
Contoh-contoh di atas kalau dibagankan akan menjadi.

Mengajar pengajar, pengajaran

Ajar

Belajar pelajar, pelajaran

Satu mempersatukan pemersatu

Tahan mempersatukan pemertahanan


baik memperbaiki perbaikan
jadi, kita lihat tampaknya proses pembentukan kata dalam bahasa
Indonesia sangat rumit.

3.6 Bentuk inflektif dan Deritif

seperti kita ketahui dalam bahasa-bahasa fleksi, seperti bahasa Arab,


bahasa latin , dan bahasa italiam, ada pembentukan kata secara derivatif.
Dalampembentukan kata inflektif identitas leksikal kata yang dihasilkan sama
dengan identitas leksikal bentuk dasarnya. Sebaliknya dalam proses
pembentukan derivative identitas bentuk yang dihasilkan tidak sama dengan
identitas leksikal bentuk dasarnya. Jadi pembentukan kata inggris dari dasar
write menjadi writes adalah pembentukan kata inflektif, karena baik write
maupun writes adalah sama-sama verba; tetapi pembentukan kata write
menjadi writer adalah pembentukan derivatif, sebab bentuk write berkategori
verba, sedangkan write berkategori nomia.

Kasus inflektif dalam bahasa Indonesia hanya terdapat dalam


pembentukan verba transitif, yaitu dengan prefiks me- untuk verba
transitif aktif, dengan prefiks di- untuk verba transitif pasif tindakan,
dengan prefiks ter- untuk verba transitif pasif keadaan, dan dengan prefiks
zero untuk verba imperatif. Bentuk dasarnya dapat berupa:

(1) Pangkal verba akar yang memiliki komponen makna (+sasaran), seperti
akar baca, beli, dan tulis.
(2) Pangkal bersufiks -kan, seperti selipkan, daratkan, dan lewatkan.
(3) Pangkal bersufiks -i, seperti, tangisi, lalui, dan nasihati.
(4) Pangkal berprefiks per- seperti, perpanjang, perluas, pertinggi.
(5) Pangkal berkonfiks per-kan seperti, persembahkan, pertemukan, dan
pertukarkan.
(6) Pangkal berkonfiks per-i seperti, perbaiki, perbarui, dan persenjatai.

Keenam tipe pangkal itu dapat diberi afiks me-, di-,ter-, dan zero. Missal.

(1) Me-
{
di-
ter
ø

(2) Me-
di-
ter
ø

(3) Me-

di-
ter

(4) me-

di-

ter-

ø
(5) me-
di-
ter-

ø
(6) me-

di-
ter-

ø
dari contoh-contoh diatas tampak jelas bahwa bentuk dasar ( dalam hal
ini disebut pangkal atau stem) adalah berkategori verba dan kata yang
dibentuk pun berupa verba. Afiks mana yang harus digunakan
tergantung pada modus kalimat yang akan dibuat; prefiks me- untuk
kalimat aktif transitif, prefiks di- untuk kalimat pasif tindakan, prefiks ter-
untuk kalimat pasif keadaan, dan prefiks zero untuk kalimat imperative.

Indicator untuk mengenal verba derivatif adalah bahwa prefiks me- pada
kata itu tidak dapat diganti dengan prefiks di- maupun prefiks ter-
.sedangkan pada verba inflektif, prefiks me- yang dimilikinya dapat
dipertukarkan dengan prefiks di-, atau prefiks ter.

3.7 Produktifitas proses

Yang dimaksud dengan produktivitas dalam proses pembentukan kata


adalah dapat tidaknya sebuah proses dilakukan secara berulang-ulang
dalam pembentukan kata. Proses afiksasi, sangat reduplikasi, dan
komposisi secara umum dapat dikatakan sangat produktif; tetapi proses
konversi dan aknomisasi cukup terbatas.

Dalam proses afiksasi, prefiks me- dan prefiks ber- sangat produktif;
sedangkan infiks -el-, -em-, dan -er- sudah tidak produktif lagi. Sementara itu
klofiks (atau gabungan afiks) memper- hanya dapat digunakan pada akar
atau dasar berkategori ajektiva, seperti mempercantik, mempersulit, dan
memperketat; tetapi tidak dapat digunakan pada akar berkategori verba,
sebab bentuk-bentuk *memperbaca, *memperminum, dan *memperbeli
tidak berterima. Sementara itu, gabungan afiks memper-kan dapat
digunakan pada bentuk seperti mempersembahkan, mempertahankan, dan
mempertemukan; namun dasaryang berkategori ajektivatampaknya tidak
dapat, sebab bentuk-bentuk seperti *memperpanjangkan,
*memperlebarkan, dan *memperkeruhkan tidak dapat berterima.

Anda mungkin juga menyukai