Anda di halaman 1dari 50

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME,


karena atas berkat dan rahmat-Nya maka penulis dapat
menyelesaikan Buku ini.
Penerbitan Buku Radiografi bertujuan agar proses
pembelajaran dalam sistem berbasis kompetensi dapat
berjalan dengan baik dalam input, proses, maupun dalam
evaluasinya. Dengan selesainya buku ini dapat memberikan
panduan dan manfaat baik pada institusi pendidikan dokter
gigi, dosen yang berperan sebagai pengajar, dan mahasiswa
sebagai pengguna.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
keluarga yang telah memberikan support, dr. Huldani, MM.
M.Imun. yang memberikan dorongan sehingga buku ini
dapat terwujud, adik mahasiswa (Qatrunada, Yenni
Salmah) serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu
persatu, sehingga buku ini dapat selesai.
Penulis menyadari keterbatasan akan literatur dan
sumber informasi terkait kajian dalam produksi materi,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan guna kesempuraan Buku Radiografi ini.
Semoga buku Buku Radiografi ini dapat
dipergunakan dengan baik dan bermanfaat bagi kita semua.

Banjarmasin, Agustus 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................... ii
Daftar Isi................................................................... iii
A. Pendahuluan........................................................ 1
B. Klasifikasi Radiografi Kedokteran Gigi.............. 3
C. Radiografi Periapikal........................................... 4
D. Radiografi Bitewing............................................ 19
E. Radiografi Panoramik............................................. 22
F. Radiografi Lateral Jaw......................................... 25
G. Radiografi Sefalometri........................................ 27
H. RadiografiPostero-Anterior................................. 31
I. RadiografiAntero-Posterior................................... 34
J. Radiografi Proyeksi Water’s................................. 34
K. Radiografi Proyeksi Reverse-Towne................... 36
L. Radiografi Submentovertex................................. 37
M. Hasil Radiografi.................................................. 39
N. Bahaya Dan Proteksi Terhadap Radiasi............... 41
Daftar Pustaka........................................................... 44

iii
TEKNIK RADIOGRAFI

A. PENDAHULUAN
Sinar x ditemukan oleh Wilhem C Rontgen,
seorang professor fisika dari jerman saat melihat timbulnya
fluoresensi yang berasal dari kristal barium platinosianida
yang mendapat hadiah nobel pada tahun 1901. Akhir
Desember 1895 dan awal Januari 1896 Dr. Otto Walkhoff
(dokter gigi) dari jerman adalah orang pertama yang
menggunakan sinar x pada foto gigi (premolar bawah).
Pada tahun 1913 Collige menyampurnakan
penemuan Rontgen dengan memodifikasi tabung yang
digunakan. Tabung yang digunakan adalah tabung vakum
yang di dalamnya hanya terdapat 2 elktroda yaitu anode
dan katode. Tabung jenis ini kemudian disebut Hot
Chatode Tube dan merupakan tabung yang dipergunakan
untuk pesawat Rontgen konvesional yang sekarang.
Setahun setelah Rontgen menemukan sinar-X,
maka Henri Becquerel, di Perancis, pada tahun 1896
menemukan unsur uranium yang mempunyai sifat yang
hampir sama. Penemuannya diumumkan dalam kongres
Akademi Ilmu Pengetahuan Paris pada tahun itu juga.
Orang Indonesia yang telah menggunakan sinar Rontgen
pada awal abad ini ialah R.M. Notokworo yang lulus dokter
di Universitas Leiden, Belanda, pada tahun 1912.
Penggunaan sinar-X merupakan bagian tidak
terpisahkan dari kedokteran gigi klinis karena hal ini dapat
membantu dokter pada saat mendiagnosis suatu gejala
klinis yang dialami oleh pasien melalui gambar radiologi
(foto rontgen). Foto rontgen dibuat dengan sinar X yang
melewati suatu objek dan berinteraksi dengan cairan
fotografi pada film. Interaksi ini menghasilkan warna

1
kehitaman pada film. Warna kehitaman ini bergantung
pada jumlah sinar-X yang menyentuh film dan densitas
objek. Foto rontgen dideskripsikan sebagai gambar dua
dimensi yang terdiri dari bayangan hitam, abu-abu, dan
putih dan sering disebut sebagai shadowgraph.

Gambar 1. Dental Radiograph


Jumlah pancaran sinar-X yang teratenuasi
(terhenti) oleh objek menjadikan beberapa variasi
radiodensitas bayangan, yaitu:
● Bayangan putih (radiopaque) merepresentasikan
variasi struktur gigi yang menghentikan penuh
pancaran sinar-X.
● Bayangan hitam (radiolucent) merepresentasikan
area yang tidak menghentikan pancaran sinar-X
sama sekali.
● Bayangan abu-abu (radiointermediate)
merepresentasikan area yang menghentikan
pancaraan sinar-X dengan berbagai variasi.
Radiografi dental merupakan sarana pemeriksaan
untuk melihat manifestasi oral di rongga mulut yang tidak
dapat dilihat dari pemeriksaan klinis namun dapat dengan
jelas terlihat gambaran seperti perluasaan dari penyakit
periodontal, karies pada gigi serta kelainan patologis

2
rongga mulut lainnya. Radiografi dental menjadi pedoman
untuk memaksimalkan hasil diagnosis yang terlihat dari
interpretasi gambar.

B. KLASIFIKASI RADIOGRAFI KEDOKTERAN


GIGI
Dalam bidang kedokteran gigi teknik radiografi
yang digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu radiografi
intra oral dan ekstra oral.
a. Radiografi Intra Oral
Radiografi intra oral pemeriksaan gigi dan
jaringan sekitarnya dengan radiografi yang filmnya
diletakan di dalam mulut pasien. Pemeriksaan intra oral
merupakan pokok dari radiografi kedokteran gigi.
Radiografi intra oral terdiri atas beberapa tipe, yaitu:
1. Radiografi Periapikal
2. Radiografi Bitewing
3. Radiografi Oklusal
b. Radiografi Ekstra Oral
Radiografi ekstra oral adalah pemeriksaan
radiografi yang digunakan untuk melihat area yang luas
pada tengkorak kepala dan rahang. Pada radiografi
ekstraoral film yang digunakan diletakan diluar rongga
mulut. Radiografi ekstra oral terdiri atas beberapa tipe
yaitu:
1. Radiografi Panoramik
2. Radiografi Lateral Jaw
3. Radiografi Sefalometri
4. Radiografi Postero-Anterior
5. Radiografi Antero-Posterior
6. Radiografi Proyeksi Water’s

3
7. Radiografi Proyeksi Reverse-Towne
8. Radiografi Submentovertex

C. RADIOGRAFI PERIAPIKAL
a. Pengertian
Radiografi periapikal merupakan jenis radiografi
intraoral yang bertujuan melihat keseluruhan makhota dan
akar gigi (crown and root), tulang alveolar dan jaringan
sekitarnya. Radiografi periapikal memiliki beberapa
kegunaan yaitu untuk mendeteksi infeksi atau inflamasi
periapikal, penilaian status periodontal, trauma yang
melibatkan gigi dan tulang alveolar, gigi yang tidak erupsi,
keadaan dan letak gigi yang tidak erupsi, penilaian
morfologi akar sebelum ekstraksi, perawatan endodontik,
penilaian sebelum dilakukan tindakan operasi dan
penilaian pasca operasi apikal, mengevaluasi kista
radikular secara lebih akurat dan lesi lain pada tulang
alveolar serta evaluasi pasca pemasangan implant.
b. Teknik Pengambilan Radiograf Periapikal
Ada dua teknik dalam pengambilan radiografi
periapikal yaitu: teknik paralel dan bisekting.
1. Teknik Paralel
Teknik paralel dikenal juga sebagai extension cone
paralleling, right angle technique, long cone technique,
true radiograph merupakan teknik yang paling akurat
dalam pembuatan radiografi intraoral. Hal ini disebabkan
karena pada teknik paralel pelaksanaan dan standarisasinya
sangat mudah dengan kualitas gambar yang dihasilkan
bagus dan distorsinya kecil. Teknik paralel dicapai dengan
menempatkan film sejajar dengan aksis panjang gigi
kemudian film holder diletakkan untuk menjaga agar film

4
tetap sejajar dengan aksis panjang gigi. Pemusatan sinar-x
diarahkan tegak lurus terhadap gigi dan film. Teknik
paralel bila dilakukan dengan benar akan menghasilkan
gambar dengan kualitas baik, validitas yang tinggi, akurasi
linier dan dimensi yang tinggi tanpa distorsi.
Keuntungan dari teknik paralel adalah tanpa
distorsi, gambar yang dihasilkan sangat representatif
dengan gigi sesungguhnya, mempunyai validitas yang
tinggi, posisi relatif dari reseptor gambar sehingga berguna
untuk beberapa pasien dengan cacat. Kerugian dari teknik
paralel adalah sulit dalam meletakkan film holder, terutama
pada anak-anak dan pasien yang mempunyai mulut kecil,
pemakaian film holder mengenai jaringan sekitarnya
sehingga timbul rasa tidak nyaman pada pasien, dan
memposisikan film holder pada molar tiga bawah sangat
sulit.
Sudut penyinaran teknik paralel pada gigi maksila:
1. Pada pengambilan gambar insisivus sentral maksila
film ditempatkan pada film holder dalam orientasi
vertikal. Film ditempatkan pada daerah palatal
sehingga aksis panjang gigi sejajar dengan film. Jika
jarak film terlalu dekat dengan gigi, gambar akan
terdistorsi. Sinar harus tegak lurus terhadap bidang
film dan film harus pada sudut 90o ke daerah
interproksimal dari insisvus sentral maksila. Sentral
dari sinar-x dipusatkan pada ujung hidung. Gambaran
radiografi yang akan diperoleh adalah mesial, distal,
dan apikal dari insisivus sentral maksila.
2. Pada pengambilan gambar insisvus lateral maksila
film ditempatkan pada film holder dalam orientasi
vertikal. Sudut penyinaran menggunakan sudut yang
sama pada insisvus sentral maksila. Film berpusat di

5
belakang gigi insisivus lateral, tegak lurus dengan
aksis panjang gigi insisivus lateral. Sentral dari sinar-
x dipusatkan ujung hidung. Gambaran radiografi yang
akan diperoleh adalah mesial, distal dan apikal
insisvus lateral, insisivus sentral dan kaninus.

Gambar 2. Teknik Paralel Pengambilan Radiograf


Periapikal Insisivus Maksilaris

6
3. Pada pengambilan gambar kaninus maksila film
ditempatkan pada film holder dalam orientasi vertikal.
Kaninus ditempatkan di tengah film pada palatum.
Pusat sinar-x tegak lurus terhadap film dan pada sudut
yang tepat terhadap aksis panjang gigi. Sentral dari
sinar-x dipusatkan pada daerah sudut hidung atau
alanasi. Gambaran radiografi yang akan diperoleh
adalah mesial dan apikal kaninus.

Gambar 3. Teknik Paralel Pengambilan Radiograf


Periapikal Kaninus Maksilaris

7
4. Pada pengambilan gambar premolar maksila film
ditempatkan pada film holder dalam orientasi
horizontal. Kontak antara premolar pertama dan kedua
berpusat pada film dengan pusat sinar-x tegak lurus
terhadap film. Sentral dari sinar-x berada di bawah
pupil mata. Gambaran radiografi yang akan diperoleh
adalah mahkota dan apikal dari distal kaninus,
premolar pertama, kedua dan molar pertama.

Gambar 4. Teknik Paralel Pengambilan Radiograf


Periapikal Premolar Maksilaris

8
5. Pada pengambilan gambar molar maksila film
ditempatkan pada film holder dalam orientasi
horizontal. Molar kedua terletak di tengah film dengan
pusat sinar-x tegak lurus terhadap film. Sentral dari
sinar-x berada di bawah sudut luar mata ke daerah
tengah pipi. Gambaran radiografi yang akan diperoleh
adalah mahkota dan apikal dari molar pertama, kedua
dan ketiga.

Gambar 5. Teknik Paralel Pengambilan Radiograf


Periapikal Molar Maksilaris

9
Sudut penyinaran teknik paralel pada gigi mandibula:
1. Pada pengambilan gambar anterior mandibula film
ditempatkan pada film holder dalam orientasi vertikal.
Gigi insisivus sentral mandibula terletak ditengah film
dengan pusat sinar-x tegak lurus terhadap film. Sentral
dari sinar-x berada di bawah ujung hidung ke tengah
dagu.

Gambar 6. Teknik Paralel Pengambilan Radiograf


Periapikal Insisivus Mandibularis

10
2. Pada pengambilan gambar kaninus mandibula film
ditempatkan pada film holder dengan orientasi
vertikal. Kaninus mandibula terletak ditengah film
dengan pusat sinar-x tegak lurus terhadap film.

Gambar 7. Teknik Paralel Pengambilan Radiograf


Periapikal Kaninus Mandibularis

11
3. Pada pengambilan gambar premolar mandibula film
ditempatkan pada film holder dalam orientasi
horizontal. Kontak antara premolar kedua dan molar
pertama berada ditengah film. Pusat sinar harus tegak
lurus dengan aksis panjang gigi. Sentral dari sinar-x
berada di daerah apikal dari gigi yang bersangkutan
kira-kira satu cm di atas basis mandibula. Film harus
berisi gambaran radiografi dari distal kaninus sampai
mesial molar kedua, dengan kontak gigi premolar
terbuka.

Gambar 8. Teknik Paralel Pengambilan Radiograf


Periapikal Premolar Mandibularis

12
4. Pada pengambilan gambar molar mandibula film
ditempatkan pada film holder dengan orientasi
horizontal. Pusat sinar harus tegak lurus dengan aksis
panjang gigi. Sentral dari sinar-x berada di daerah
apikal dari gigi yang bersangkutan kira-kira satu cm di
atas basis mandibula. Hati-hati dalam penempatan film
karena tepi yang tajam dapat menyebabkan
ketidaknyamanan pada dasar mulut yang sensitif.

Gambar 9. Teknik Paralel Pengambilan Radiograf


Periapikal Molar Mandibularis

13
2. Teknik Bisekting
Teknik bisekting adalah teknik lain yang dapat
dilakukan selain teknik paralel dalam pengambilan film
periapikal. Teknik bisekting biasa digunakan pada kasus-
kasus kelainan anatomi seperti torus palatinus besar,
palatum sempit, dasar mulut dangkal, frenulum pendek,
lebar lengkung rahang yang sempit atau pada pasien anak
yang kurang kooperatif. Film diletakkan ke dalam rongga
mulut dan diberikan blok gigitan untuk menahan film.
Teknik bisekting dicapai dengan menempatkan
reseptor sedekat mungkin dengan gigi dan meletakan film
sepanjang permukaan lingual/ palatal pada gigi kemudian
sinar-x diarahkan tegak lurus (bentuk T) ke garis imajiner
yang membagi sudut yang dibentuk oleh aksis panjang gigi
dan bidang film. Akan tetapi, teknik bisekting
menghasilkan gambar yang kurang optimal karena reseptor
dan gigi tidak berada secara vertikal dengan sinar-x.
Teknik ini memerlukan kepekaan dan ketelitian operator.
Jika sudut bisekting tidak benar, perpanjangan atau
pemendekan akan terjadi.
Keuntungan dari teknik bisekting adalah teknik ini
dapat digunakan tanpa film holder dan posisi yang cukup
nyaman bagi pasien. Kerugian dari teknik bisekting adalah
distorsi mudah terjadi dan masalah angulasi (banyak
angulasi yang harus diperhatikan).
Panjang cone standar dengan ukuran delapan inci
dapat digunakan dalam teknik bisekting. Bila radiografer
ingin menggunakan long cone maka panjang long cone
yang digunakan berkisar dua belas sampai enam belas inci
(12-16 inci). Keuntungan memakai long cone dapat
mengurangi citra pembesaran dan mengurangi distorsi

14
serta dapat memberikan gambaran anatomi dan panjang
gigi yang lebih akurat.

Gambar 10. Teknik Bisekting Pengambilan Radiograf


Periapikal Insisivus Maksilaris

Gambar 11. Teknik Bisekting Pengambilan Radiograf


Periapikal Kaninus Maksilaris

15
Gambar 12. Teknik Bisekting Pengambilan Radiograf
Periapikal Premolar Maksilaris

Gambar 13. Teknik Bisekting Pengambilan Radiograf


Periapikal Molar Maksilaris

16
Gambar 14. Teknik Bisekting Pengambilan Radiograf
Periapikal Insisivus Mandibularis

Gambar 15. Teknik Bisekting Pengambilan Radiograf


Periapikal Kaninus Mandibularis

17
Gambar 16. Teknik Bisekting Pengambilan Radiograf
Periapikal Premolar Mandibularis

Gambar 17. Teknik Bisekting Pengambilan Radiograf


Periapikal Molar Mandibularis

18
D. RADIOGRAFI BITEWING
a. Pengertian
Kata bitewing berasal dari teknik pengambilan
radiografi yang meminta pasien untuk mengigit (bite)
semacam sayap (wing) kecil yang dilekatkan pada film
intraoral. Film holder modern telah menanggalkan bagian
sayap tersebut, tetapi terminologi dan indikasi klinis masih
menggunakan istilah yang sama. Radiografi ini pertama
kali diperkenalkan oleh Raper pada tahun 1925. Bitewing
radiografi digunakan untuk mendeteksi karies di
permukaan proksimal gigi dan crest alveolar bone baik
pada maksilla maupun mandibula pada film yang sama,
yang secara klinis tidak dapat dideteksi.
Radiografi bitewing (interproksimal) digunakan
untuk mengevaluasi puncak tulang interproksimal selama
pemeriksaan periodontal dan rencana perawatan. Pada
teknik bitewing, film ditempatkan sejajar dengan
permukaan mahkota gigi maksila dan mandibula.
Kemudian pasien disuruh menggigit bitewing tab atau
bitewing film holder dan sinar-x diarahkan diantara kontak
dari gigi dengan sudut vertikal +5º sampai +10º. Film dapat
diposisikan secara horizontal atau vertikal tergantung pada
daerah yang akan dilakukan pengambilan radiografi.
Pengambilan secara vertikal biasa digunakan untuk
mendeteksi kehilangan tulang sedangkan pengambilan
secara horizontal biasa digunakan untuk melihat mahkota,
puncak alveolar, kavitas dan keberhasilan dari hasil
perawatan.

19
Gambar 18. Bitewing tab, film holder untuk bitewing
Keuntungan dari teknik bitewing adalah dengan
satu film dapat dipakai untuk memeriksa gigi-gigi pada
rahang atas dan rahang bawah sekaligus. Bitewing
radiografi digunakan untuk melihat garis dari CEJ
(cementoenamel junction) pada satu gigi ke CEJ gigi
tetangganya dalam satu film yang sama, sama halnya
dengan jarak dari puncak ke tulang interproksimal yang
ada. Selain digunakan untuk mendeteksi karies
interproksimal, bitewing radiografi juga memberikan
informasi status pasien periodontal. Ketinggian dari tepi
interproksimal tulang alveolar sampai cemento-enamel
junction relatif dapat diamati. Deposit kalkulus subgingival
juga dapat dideteksi. Walaupun demikian, hasil dari
bitewing radiografi pada diagnosis penyakit periodontal
hanya terbatas pada bagian mahkota akar gigi yang
diamati, dan terbatas pada regio molar-premolar.

Gambar 19 . Komponen Radiografi Bitewing


i : film holder berbagai ukuran

20
ii A : posisi ideal bitewing untuk orang dewasa
ii B : posisi ideal bitewing untuk anak-anak
iii : posisi pasien dan tubehead X-ray unit

b. Teknik Pengambilan Radiograf Bitewing


1. Memilih ukuran film yang sesuai dengan pasien.
A. Large film packets (31 x 41 mm) untuk dewasa.
B. Small film packets (22 x 35 mm) untuk anak-anak
di bawah 12 tahun.
C. Occasionally a longer film packet (57 x 26 mm)
untuk dewasa.
2. Pasien diposisikan dengan headtube dan occlusal
plane horizontal.
3. Memeriksa bentuk lengkung geligi dan jumlah film
yang akan digunakan.
4. Operator memegang tab dengan jempol dan telunjuk
kemudian memasukkan film ke dalam lingual sulcus
berlawanan dengan gigi posterior.
5. Tepi anterior film diposisikan pada distal kaninus
mandibular dan bagian posterior film berada pada
bagian mesial molar ketiga.
6. Tab ditempatkan pada bagian permukaan oklusal
geligi mandibula.
7. Pasien diminta untuk menutup gigi bersamaan dengan
tab.
8. Ketika pasien menutup gigi, operator menekan tab
yang berada di antara gigi untuk memastikan film dan
gigi kontak, kemudian operator melepas tab.
9. Proses pengambilan radiograf dilakukan, setelah
selesai processing dilakukan di kamar gelap.

21
E. RADIOGRAFI PANORAMIK
a. Pengertian
Radiografi panoramik atau orthopanthography /
OPG memberi gambaran umum dari struktur fasial yang
meliputi lengkung gigi-geligi maksila, mandibula, dan
struktur pendukung lainnya, serta berguna untuk
mendeteksi pola kehilangan tulang secara umum.
Kelebihan foto panoramik antara lain:
● Memberikan gambaran yang luas mengenai
struktur tulang fasial dan gigi-geligi.
● Dosis radiasi terhadap pasien relatif rendah.
● Pasien relatif nyaman saat menjalani pemeriksaan.
● Dapat digunakan untuk pasien yang tidak dapat
membuka mulut.
● Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan rontgen
relatif pendek (3-4 menit).
Kekurangan foto panoramik antara lain:
● Gambaran yang dihasilkan tidak mampu
menampilkan detain anatomi seperti pada radiograf
intraoral.
● Sering terjadi distorsi geometris.

Gambar 20. Dental Panoramic X-ray Unit

22
Gambar 21. Diagram siklus tahapan pembentukan
radiograf panoramik

23
b. Teknik Pengambilan Radiograf Panoramik
1. Masukkan film ekstraoral (biasanya ukuran 15x30
cm) ke dalam cassette. Prosedur ini harus dilakukan
di dalam ruang gelap.
2. Instruksikan pasien melepas perhiasan, jepit
rambut, gigi tiruan atau alat orthodontic yang
dikenakan.
3. Jelaskan prosedur pengambilan radiograf dan
pergerakan pesawat sinar X untuk meyakinkan
pasien.
4. Mintalah pasien mengenakan apron.
5. Tempatkan pasien secara akurat pada pesawat sinar
X menggunakan head positioningdevices dan
marker sumber sinar X. Pastikan posisi bidang
oklusal pasien sudah tepat.
6. Instruksikan kepada pasien untuk memposisikan
rahang bawahnya ke anterior (prognati) sehingga
oklusi gigi-geligi pasien region anterior pada
kondisi edge to edge.
7. Instruksikan kepada pasien untuk menelan ludah
dan menempatkan lidahnya pada langit-langit
mulut (sehingga berkontak dengan palatum
durum).
8. Tempatkan film yang telah dimasukkan dalam
cassette pada cassette holder.
9. Tutup pintu ruangan dan tekan tombol pesawat
sinar X.
10. Setelah pengambilan radiograf selesai, lakukan
processing di dalam kamar gelap.

24
F. Radiografi Lateral Jaw
Radiografi Lateral Jaw adalah radiografi yang
digunakan untuk melihat keadaan lateral tulang wajah,
diagnosis fraktur dan keadaan patologis tengkorak dan
wajah.

Gambar 22. Radiografi Lateral Jaw


a. Indikasi
● Penilaian terhadap posisi gigi yang belum erupsi
● Deteksi fraktur mandibula
● Evaluasi lesi atau kondisi yang mempengaruhi
rahang termasuk kista, tumor, lesi giant cell dan
osteodistrofi
● Sebagai alternatif ketika pandangan intraoral tidak
dapat diperoleh karena tersedak parah atau jika
pasien tidak dapat membuka mulut atau sedang
tidak sadar.
● Sebagai pandangan spesifik kelenjar ludah atau
sendi temporomandibular.

25
b. Teknik dasar
Pengambilan gambar bergantung pada prinsip
dasar yang sama yaitu mengenai posisi:
● Kaset (reseptor gambar)
Kaset dipegang oleh pasien di samping dari wajah yang
menutupi area rahang bawah. Posisi persis kaset
ditentukan oleh area yang diinginkan.
● Kepala pasien
Pasien biasanya duduk tegak di atas kursi gigi dan
kemudian diinstruksikan untuk:
1. Putar kepala ke sisi yang diinginkan. Hal ini dilakukan
untuk membawa ramus kontralateral ke depan,
menghindari superimposisi dan untuk
meningkatkan ruang yang tersedia antara leher dan
bahu yang memposisikan set X-ray.
2. Angkat dagu. Ini dilakukan untuk meningkatkan ruang
triangular di antara bagian belakang ramus dan
tulang belakang leher (disebut radiografi lubang
kunci) di mana X-ray balok akan lewat.
● Tubehead sinar-X.
Kepala tabung X-ray diposisikan sebaliknya sisi kepala
pasien ke kaset.

26
Gambar 23. Teknik Pengambilan Gambar Radiografi
Lateral Jaw
G. Radiografi Sefalometri
Radiografi sefalometri adalah radiografi dari tulang
wajah terstandarisasi dan dapat digandakan yang sering
digunakan pada ortodonti untuk menilai hubungan gigi ke
rahang dan rahang ke bagian tulang wajah lainnya.
Standardisasi sangat penting untuk perkembangan
sefalometri pengukuran dan perbandingan titik-titik
spesifik, jarak dan garis pada tulang wajah yang merupakan
bagian utuh dari penilaian ortodonti. Nilai paling besar
mungkin didapat dari radiografi ini jika dicatat dan
didigitalisasi dan ini sangat penting untuk digunakan untuk
mengamati perkembangan dari perawatan.
Sefalometri dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

27
1) Sefalometri lateral: gambaran lateral dari tengkorak
kepala. Dari sefalogram lateral
dapat dilakukan analisa profil jaringan lunak
aspek lateral. Sefalometri lateral
memiliki kegunaan tinggi untuk mengamati
bagian anatomi nasal bones, frontal
sinus, dan sphenoid sinus.

Gambar 24. Sefalometri Lateral


2) Sefalometri postero-anterior: gambaran postero-
anterior dari tulang tengkorak.
Sefalometri ini memiliki kegunaan tinggi untuk
mengamati bagian anatomi orbita,
nasal cavity, dan frontal sinus.

28
Gambar 25. Sefalometri Postero-Anterior (PA)
a. Indikasi Utama
Indikasi klinis utama dapat dipertimbangkan ke 2
tujuan yaitu ortodonti dan operasi
ortognatik.
● Ortodonti
a. Diagnosis awal
b. Perencanaan Perawatan
c. Memonitor proses perawatan
d. Mengevaluasi di akhir perawatan

● Operasi Ortognatik
a. Evaluasi pre-operasi tengkorak dan pola
jaringan lunak
b. Perencanaan perawatan
c. Evaluasi pasca operasi dan pemeriksaan
lanjutan jangka panjang

29
b. Teknik dan Posisi Sefalometri Lateral
✔ Pasien diposisikan di chepalostat dengan
bidang sagital kepala tegak lurus lantai dan
paralel dengan film, sementara bidang
Frankfurt tegak lurus garis lantai. Gigi berada
dalam keadaan intercuspation maksimal
(oklusi sentris).
✔ Pada radiografik sefalometri, sisi kiri muka
pasien diposisikan mendekati reseptor gambar.
✔ Kepala tidak boleh bergerak, ear rod plastic
difiksasi kedalam external auditory meatus.
✔ Pesawat sinar-X berada pada jarak kurang
lebih dua meter dari pasien.

Gambar 26. Pengambilan Radiografi Sefalometri


Lateral

30
c. Teknik dan Posisi Sefalometri Postero-Anterior
✔ Head stabilizing aparatus diputar 90.
✔ Pasien diposisikan pada alat dengan forehead-
nose position.
✔ Ear rods dimasukkan ke telinga.
✔ d. Sinar-X diberikan horizontal dengan pusat di
cervical spine pada ramus mandibular.

Gambar 27. Pengambilan Radiografi Sefalometri Postero-


Anterior

H. Radiografi Postero-Anterior
Radiografi postero-anterior adalah radiografi yang
menunjukkan bagian posterior rahang mandibula yang
digunakan untuk melihat keadaan penyakit trauma,
atau kelainan pertumbuhan dan perkembangan.

31
Gambar 28. Radiografi Postero-Anterior

a. Indikasi klinis utama meliputi:


● Fraktur mandibula yang melibatkan posterior
sepertiga dari body mandibula. Angles mandibula,
ramus mandibula, leher condylar rendah
● Lesi seperti kista atau tumor di posterior sepertiga
dari body atau ramus untuk mencatat mediolateral
ekspansi
● Hipoplasia atau hiperplasia mandibula
● Cacat maksilofasial.

b. Teknik dan posisi


1) Pasien diposisikan menghadap gambar reseptor
dengan kepala miring ke depan sehingga dahi dan
ujung hidung menyentuh reseptor gambar yang
disebut dahi-hidung posisi. Garis dasar radiografi

32
adalah horisontal dan pada sudut kanan reseptor
gambar. Posisi ini berada di dasar tengkorak dan
memungkinkan kubah tengkorak terlihat tanpa
superimposisi.
2) Tubehead sinar-X diposisikan dengan horizontal
(0°) dipusatkan melalui serviks tulang belakang
setingkat ramus mandibula.

Gambar 29. Teknik Pengambilan Radiografi Postero-Anterior

33
I. Radiografi Antero- Posterior
Radiografi antero-posterior adalah radiografi yang
digunakan untuk melihat keadaan pada bagian depan
maksila dan mandibula, gambaran sinus frontalis,
sinus ethmoidalis dan tulang hidung.

Gambar 30. Radiografi Antero-Posterior

a. Indikasi utama meliputi:


● Menampakkan patologi fraktur
● Neoplasma
● Osteitis

J. Radiografi Proyeksi Water’s


Proyeksi ini juga menunjukkan kerangka wajah
yang digunakan untuk melihat sinus frontal dan
ethmoidal, orbital lantai, tulang zygomatik dan
lengkungan zygomatik dan mengevaluasi sinus
maksilaris.

34
Gambar 31. Radiografi Proyeksi Water’s

a. Indikasi klinis utama meliputi:


● Mendeteksi fraktur sepertiga tengah wajah berikut:
- Le Fort I
- Le Fort II
- Le Fort III
● Fraktur prosesus koroid.

b. Teknik dan posisi


1. Pasien dalam posisi kepala terbalik, radiografi
baseline pada 45° ke reseptor gambar, di posisi
hidung-dagu.
2. Tubehead sinar-X diarahkan ke bawah di atas
kepala, dengan sinar pusat pada 30 ° hingga
horizontal, berpusat melalui yang lebih rendah di
perbatasan orbit.

35
Gambar 32. Teknik Pengambilan Radiografi Proyeksi
Water’s

K. Radiografi Proyeksi Reverse-Towne


Radiografi reverse towne adalah radiografi yang
digunakan untuk melihat keadaan kondilus pada
pasien yang mengalami pergeseran kondilus dan untuk
melihat dinding postero lateral pada maksila.

Gambar 33. Radiografi Proyeksi Reverse-Towne

36
a. Indikasi klinis utama meliputi:
● Fraktur tinggi pada leher condylar
● Fraktur intrasapsular TMJ
● Investigasi kualitas permukaan artikular kepala
condylar pada gangguan TMJ
● Hipoplasia kondilus atau hiperplasia.

b. Teknik dan posisi


1. Pasien dalam posisi PA, yaitu kepala berujung ke
depan dalam posisi dahi-hidung dengan keadaan
mulutnya terbuka. Baseline radiografi ini adalah
garis horisontal dan kanan angles ke reseptor
gambar. Membuka mulut akan mengeluarkan
kepala condylar keluar dari glenoid fossae sehingga
bisa terlihat.
2. Tubehead sinar-X diarahkan ke atas di bawah
occiput, dengan tubehead sinar-X 30 ° ke
horizontal, berpusat melalui kondilus.

Gambar 34. Teknik Pengambilan Gambar Radiografi


Proyeksi Reverse-Towne

L. Radiografi Submentovertex
Radiografi submentovertex adalah radiografi yang
digunakan untuk melihat keadaan dasar tengkorak,

37
posisi mandibua, dinding lateral sinus maksila dan
arkus zigomatikus.

Gambar 35. Radiografi Submentovertex

a. Indikasi klinis utama meliputi:


● Investigasi sinus sphenoidal
● Penilaian ketebalan (mediolateral) dari bagian
posterior mandibula sebelumnya osteotomi
● Fraktur lengkungan zygomatik untuk
menunjukkan tulang-tulang tipis
● Menyelidiki dasar tengkorak.

b. Teknik dan posisi

38
1. Pasien diposisikan menghadap jauh dari reseptor
gambar. Kepala dimiringkan ke belakang sejauh
mungkin, begitu puncak tengkorak menyentuh
reseptor gambar. Dalam posisi ini, baseline
radiografi adalah vertikal dan sejajar dengan
reseptor gambar.
2. Tubehead sinar-X diarahkan ke atas di bawah dagu,
dengan sinar pusat pada 5 ° ke horizontal, berpusat
pada garis imajiner yang bergabung molar pertama
bawah. Posisi kepala diperlukan untuk proyeksi
pengambilan gambar radiografi ini, hal ini menjadi
kontraindikasi pada pasien dengan dugaan cedera
leher, terutama yang dicurigai fraktur pasak
odontoid.

Gambar 36. Pengambilan Gambar Radiografi


Submentvertex

M. HASIL RADIOGRAFI
a. Pencatatan Hasil Radiografi
Mencatat hasil pemeriksaan radiografi pada catatan
perawatan pasien, dan menyusun serta menyimpan
radiografi sebagai referensi di masa mendatang termasuk
hal yang penting. Pada catatan perawatan harus
menunjukkan:
● Tanggal radiografi diambil.

39
● Jenis radiografi yang diambil.
● Alasan pengambilan radiografi.
● Informasi diagnostik yang diperoleh dari
pemeriksaan radiografi.
● Tes diagnostik lanjut yang mungkin diperlukan
sebagai follow up hasil radiografik.
b. Kegunaan Hasil Radiografi
Foto rontgen dapat digunakan untuk:
1. Mendeteksi lesi dan lain-lain.
2. Membuktikan suatu diagnosa penyakit.
3. Melihat lokasi lesi/benda asing yang terdapat
padarongga mulut.
4. Menyediakan informasi yang menunjang prosedur
perawatan.
5. Mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan
gigi geligi.
6. Meihat adanya karies, penyakit periodontal dan
trauma.
7. Dokumentasi data rekam medis yang dapat
diperlukan sewaktu-waktu.
c. Gambaran foto rontgen yang dianggap baik
1. Struktur anatomis dari regio gigi yang difoto harus
jelas, yaitu perbedaan dari gambaran enamel,
dentin, kamar pulpa dan jaringan periapikalnya
harus betul-betul tajam dan terlihat jelas.
2. Gambaran dari puncak-puncak tonjol gigi atau cusp
gigi-gigi yang difoto (cusp bukal dan
lingual/palatal) sedapat mungkin bersatu, dimana
permukaan oklusal dari gigi tersebut tidak terlihat
sama sekali.

40
N. BAHAYA DAN PROTEKSI TERHADAP
RADIASI
Radiasi yang digunakan di radiologi di samping
bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosa, juga
dapat menimbulkan bahaya bagi pekerja radiasi dan
masyarakat umum yang berada disekitar sumber radiasi
tersebut. Besarnya bahaya radiasi ini ditentukan oleh
besarnya radiasi, jarak dari sumber radiasi, dan ada
tidaknya pelindung radiasi. Setiap dokter gigi yang
menggunakan radiografi harus menguasai dengan baik cara
penggunaan radiografi yang tepat agar dapat terhindar dari
bahaya tersebut.
Bukti yang ada menunjukkan bahwa semua radiasi,
tidak peduli seberapa kecil dosis, memiliki potensi untuk
menghasilkan efek yang tidak diinginkan dengan
probabilitas statistic yang sangat rendah pada tubuh.
Radiasi dapat memberikan kerusakan biologis akibat
pemaparan.
Tabel 1. Batasan dosis berdasarkan Ionising
Radiations Regulations (IRR) 1999.

41
Tabel 2. Nilai batas dosis pada organ

Tabel 3. Dosis efektif pada pemeriksaan rutingigi

Proteksi radiasi merupakan prosedur penting yang


harus dilakukan sebelum melakukan radiografi. Dasar
perlindungan radiasi dari prinsip ALARA (as low as
reasonable achievable) menyebutkan bahwa tidak peduli
sekecil apapun dosis efek merusak tetap ada. Setiap dosis
yang dapat dikurangi tanpa kesulitan pengeluaran atau
ketidak nyamanan harus dikurangi. Persiapan terhadap
proteksi radiografi harus dilakukan terhadap semua yang
berhubungan dengan pelaksanaan radiografi antara lain
pasien, operator dan lingkungan kerja radiologi.
a. Proteksi Pasien
Untuk proteksi terhadap pasien perlu diperhatikan:
1. Pasien memakai apron (pakaian pelindung).

42
2. Pasien anak atau wanita hamil dianjurkan
menggunakan perisai tiroid saat akan dilakukan
radiografi.
3. Alat yang digunakan harus memenuhi prosedur
standar operasi, yaitu:
a) Pemakaian filtrasi maksimum pada sinar
primer.
b) Pemakaian voltage yang lebih tinggi sehingga
daya tembusnya lebih kuat.
c) Jarak fokus pasien tidak boleh terlalu pendek.
d) Daerah sinar harus seminimal mungkin.
e) Waktu penyinaran harus sesingkat mungkin.

b. Proteksi Operator
Dalam melakukan radiografi dan untuk mencegah bahaya
radiasi, setiap operator memiliki kewajiban untuk:
1. Operator tidak diperbolehkan berdiri di daerah
radiasi sinar-X primer.
2. Operator harus berada pada tempat yang aman yaitu
dibalik dinding pelindung berlapis Pb dan berjarak
cukup jauh dari sumber sinar-X selama melakukan
radiografi.
3. Operator harus melakukan penerapan pogram
perlindungan radiasi tahunan dan seumur hidup,
batas paparan radiasi pengion, memakai dosimeter
pribadi dan penggunaan perisai penghalang.

43
DAFTAR PUSTAKA

Farman, AG. 2007. Panoramic Radiolog Seminars on


Maxillofacial Imaging and Interpretation, Springer
Verlag Berlin Heidelberg
Whaites, E. 2013. Essentials of Dental Radiography and
Radiology (5th edition) Foreword by R.A. Cawson.
Yudhit, A. 2014. Radiografi Kedokteran Gigi. Universitas
Sumatera Utara.
Riaud X. First Dental Radiograph. J Dent Health Oral
Disord Ther. 2018; 9 (1): 1-2.
John R Pramod. Textbook of Dental Radiology. Ed 2. 2011.
Jaypee Brothers Medical Publishers.
Srivastava Ram Kumar. 2011. Step by Step Oral
Radiology. Ed 1. Jaypee Brothers Medical
Publishers.
Frommer H, Stabulas J. 2011. Radiology for the dental
professional. 9th ed. St Louis: Elsevier.
Whaites E. Radiography And Radiology For Dental
Care Professionals. Ed 2. Philadelphia:
Elsevier.
Thomson, E.M. & Johnson, O.N. 2012. Essentials of
Dental Radiography for Dental Assisstants and
Hygienists.9th Edition.New Jersey.Pearson.
Gupta A, Devi P, Srivastava, Jyoti B. Intra Oral Periapical
Radiography Basics yet Intrigue: A Review.
Bangladesh Journal of Dental Research &
Education. 2014; 4 (2): 83-87.

44
Williamson GF. Intraoral Radiography: Positioning and
Radiation Protection. ADA CERP. 2006.
Anggara A, Iswani R, Darmawangsa. Perubahan
Sudut Penyinaran Vertikal Pada Bisecting
Tecnique Radiography Terhadap Keakuratan
Dimensi Panjang Gigi Premolar Satu Atas.
Jurnal B-Dent. Vol 5, No.1. Juni 2018 : 1 – 8.
Mohammad Ridwan. Keputusan Kepala Badan
Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 01-P /Ka-
Bapeten/ I- 03 Tentang Pedoman Dosis Pasien
Radiodiagnostik Kepala Badan Pengawas
Tenaga Nuklir. 2003
Karjodkar RF. Textbook of Dental and Maxillofacial
Radiology. 2nd ed. ST Louis: Jaypee Brother
Medical (P); 2009.
White SC, Pharoah MJ. Oral Radiology Principles and
Interpretation. 6th Ed. St. Louis: Sauders
Elsevier; 2009.
Abramovitch Kenneth dkk. Radiation Safety In Dental
Practice - A Study Guide. California Dental
Association. 2014.
Britta Martinez. Early X-Ray Technology In Dentistry
(1890-1955). Arizona State University. 2013.
Viner M D, Robson J. Post-Mortem Forensic Dental
Radiography - a review of current techniques
and future developments. Journal of Forensic
Radiology and imaging. 2017; 22-37.
Hiswara E. Proteksi Dan Keselamatan Radiasi Di
Rumah Sakit. Jakarta: Batan Presss. 2015

45
Miles, D.A.dkk.2009. Radiographic Imaging for the
Dental Team. Missouri.Saunders Elsevier.
Rasad, S. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2009.

46
drg. Bayu Indra Sukmana, M.Kes
dilahirkan di Ujung Pandang Sulawesi
Selatan pada tanggal 5 April 1985.
Pendidikan SD, SMP dan SMA di
selesaikan di Makassar. Pendidikann
dokter gigi di tempuh di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hang
Tuah Surabaya. Menyelesaikan
Pendidikan Strata S2 pada Universitas
Airlangga Surabaya. Bekerja di bagian Bedah Mulut Rumah
Sakit Gigi dan Mulut Gusti Hasan Aman Banjarmasin dari 2010
sampai sekarang. Kepala Bagian Radiologi Kedokteran Gigi FKG
Universitas Lambung Mangkurat dari 2014 sampai sekarang.

Anda mungkin juga menyukai