Anda di halaman 1dari 15

PENYIMPANGAN TUMBUH KEMBANG OROKRANIOFASIAL PADA

ANAK

DISUSUN
OLEH:
KELOMPOK 3

KETUA : RAZITA SAVIRA (1613101010028)

1. SYARIFAH SYAFIRA (1613101010022)


2. FARAH NAUFAL RIFTYA (1613101010054)
3. FATIMAH SAHARA ZAMZAMI (1613101010002)
4. SYIFA MAULINA (1613101010008)
5. SASMITA PRIMADANI (1613101010005)
6. ULVA HANIVAH (1613101010032)
7. HUSNA FADLIZA ELRAWY (1613101010024)
8. ARIE MAULIZA PUTRI (1613101010060)
9. HAFIDHA SUHAILA (1613101010016)
10. MAYA MULYANI (1613101010018)
11. FATIN RIZKA (1613101010015)
12. KD. KATHERINA HASAN (1613101010048)
13. POPPY MILA FADRIANI (1613101010019)
14. ZAZA YUNDA PUTRI (1613101010039)

NARASUMBER : Dr. drg. Suzanna Sungkar, Sp. KGA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SYIAH KUALA

BANDA ACEH

2018
KLASIFIKASI DARI PENYIMPANGAN TUMBUH KEMBANG

Klasifikasi Veau

Grup I (A) :
 Kerusakan hanya pada palatum mole

Grup II (B) :

 Kerusakan melibatkan palatum durum dan palatum mole (tidak meluas ke anterior foramen
insisivus)

Grup III (C) :

 Kerusakan melibatkan palatum sampai ke alveolus

Grup IV (D) :

 Cleft pada bilateral

Klasifikasi Kernahan dan Stark

Sistem klasifikasi berdasarkan embriologi yang dikemukakan pada tahun 1958 menandai
foramen insisivus sebagai garis pembagi antara palatum primer dan primer sekunder.
Foramen insisivus merupakan sebuah bukaan berbentuk terowongan yang merupakan tempat
lewatnya bundle neurovascular. Foramen ini berada di palatum durum di belakang gigi insisivus
sentral. Struktur ini merupakan landmark embriologi yang penting, yang digunakan untuk
menetapkan batas antara palatum primer dan palatum sekunder.
 Palatum primer meliputi struktur-struktur anterior di foramen insisivus (bibir, premaksila,
septum anterior)
 Palatum sekunder meliputi struktur-struktur posterior di foramen insisivus (rak palatum lateral,
palatum mole dan uvula).
Kernahan Classifiction

Sistem klasifikasi berdasarkan kemiripan pandangan intra oral dari cleft lip dan palatum denga
huruf “Y”, diusulkan pada tahun 1971 area yang terkena cleft lip ditandai dengan huruf “Y” dan
diberi label dari 1 sampai 9, yang masig-masingnya mewakili struktur anatomis yang berbeda.
Kombinasi nilai angka mewakili penampilan dari cleft lip, alveolus dan palatum.

 Daerah 1 dan 4 mewakili bagian kanan dan kiri dari nasal floor, keduanya.
 Daerah 2 dan 5 mewakili bagian kanan dan kiri dari bibir, keduanya
 Daerah 3 dan 6 mewakili bagian kanandan kiri dari segmen alveolar, keduanya
 Daerah 7 mewakili palatum primer
 Daerah 8 dan 9 mewakili palatum sekunder

Harkin’s classification
1. Cleft dari palatum primer
 Cleft lip
 Alveolar cleft
2. Cleft dari palatum sekunder
 Hard palate
 Soft palate
3. Mandibula process cleft
4. Naso-ocular cleft : melibatkan hidung ke daerah regio medial canthal
5. Oro-ocular cleft : memanjang dari oral commisure menuju palpebral fissure
6. Oro-aural cleft : memanjang dari oral commisure menuju auricle

Spina classification
1. Pre-incisive foramen cleft (bibir ± alveolus)
 Unilateral
 Bilateral
 Median
2. Trans-incisive foramen cleft (bibir, alveolus, palatum)
 Unilateral
 Bilateral
3. Post-incisive foramen cleft (cleft palatum sekunder)
4. Atipikal (jarang)cleft wajah

Klasifikasi Tessier

Celah wajah Oro bisa terlihat seperti:

-Unilateral atau bilateral

- Lengkap, tidak lengkap, atau microform (misalnya Langit-langit sumbing sub-mukosa)

- Membelah bibir dengan atau tanpa langit-langit mulut, atau langit-langit di isolasi

- Bukaan kranio-facial atipikal.

Modifikasi sistem Kliring Klip tessier

A. Dasar Cosideration1. Titik rujukannya adalah orbit dengan celah yang ditemukan di dua
belahan otak yang berbeda.

a. Sebuah Bagian bawahnya diklasifikasikan sebagai celah wajah

b. Bagian atas tutup atas diklasifikasikan sebagai celah kranial

c. Gabungan atau celah kraniofasial dapat terjadi

2. Sistem ini menggambarkan permukaan dan anatomi tulang yang terbengkalai.

3. Tingkat keterlibatan jaringan lunak dan tulang bervariasi.

B. Klasifikasi

TENGAH

Facial Clefts Sesuai Hemial Extension dari celah wajah

No. 0 No. 14
No. 1 No. 13

No. 2 No. 12

No. 3 No. 11

ACENTRIC

Facial Clefts Cranial Clefts

No. 4 No. 10

No. 5 No. 9

No. 6

No. 7

No. 8

A. Gangguan perkembangan kompleks kraniofasial

 Celah , penyimpangan pada perkembangan fasial embrional menimbulkan berbagai defek.


Walaupun setiap tahap dapat terganggu defek perkembangan palatum primum dan
sekundum yang paling lazim
Celah mulut / sumbing dengan atau tanpa celah palatum terjadi sekitar 1 dalam 1000
kelahiran, dan celah palatum dengan sendirinya terjadi pada 1 dalam 2500 kelahiran populasi
kaukasia. Kelainan gigi bervariasi sesuai dengan lokasi dan luasnya celah dan biasanya
melibatkan gigi insisivus.
Gigi dapat tidak ada secara kongenital, brfusi, malformasi, malposisi, atau erupsi tertunda.
Gigi extra atau besar dapat juga terjadi. Celah palatum dan bibir biasanya ditemukan
ditrisomi 6,13 sampai 15, dan 18. Celah palatum, bersama dengan mikrognatia dan kelainan
fasial dan cranium khaas lain juga terjadi pada sindrom kromosom lain.

 Mikrosomia hemifasial
Defek ini merupakan malformasi wajah yang lazim yang ditandai dengan kelainan dan
kelambatan pertumbuhan sendi temporomandibula, ramus, telinga tengah luar, dan struktur
lain pada daerah ini. Defek ini hamper selalu unilateral.

 Sindrom treacher Collins ( disostosis mandibula)


Suatu kelainan yang diwariskan dengan berbagai ekspresi, pada keadaan ini maksila dan
mandibula tidak berkembang sebagai akibat kekurangan jaringan mesenkim menyeluruh.
Penampilan wajah ditandai dengan fissure palpebra miring kebawah kearah kanti luar,
koloboma palpebral bawah , tulang pipi cekung, pinna berubah bentuk, pertumbuhan rambut
aptipik, mikrognatia dan mulut besar.
Maloklusi gigi lazim karena perkembangan maksila buruk, deformitas palatum, dan
retrognatia mandibular.

Penanganan anak dengan kelainan perkembangan kompleks kraniofasial biasanya luas,


mulai sesudah lahir memerlukan pendekatan multidisiplin. Penderita ini biasanya
memerlukan terapi jangka lama mencakup manajemen ruang. Ortodontik termasuk terapi
peralatan fungsional, intervensi bedah bila terindikasi dan akhirnya, penanganan
prostodontik komphrehensif untuk memperoleh hasil estetik dengan lengkung gigi yang
berjajar rapi. Pelayanan tambahan seperti terapi bicara dan nasehat psikologis mungkin juga
diperlukan. Perawatan gigi pencegahan merupakan komponen penting manajemen anak ini.

B. Anomali yang berkaitan dengan perkembangan gigi


 Jumlah abnormal
Baik kegagalan maupun kelebihan permulaan gigi telah diamati. Hipodonsia ( anodonsia
parsial, oligondaasi, gigi yang hilang secara kongenital )dapat parsial atau total dan terjadi
ketika tuntas gigi gagal terbentuk. Ini sangat jarang pada gigi – geligi primer (>1%). Pada
gigi – geligi permanen, insidennya sekitar 7%. Satu gigi atau pasangan gigi bilateral yang
hilang insisivus maksila lateral dan bicuspid kedua mandibular sering terkena, dan kadang
– kadang molar tiga serta bicuspid maksila. Tidak adanya gigi merupakan temuan tersendiri
atau bagian dari sindrom yang diketahui. Bila insisvus atau bicuspid lateral permanent tidak
ada secara kongenital, akan sering ada kejadian yang sama pada riwayat keluarga.
Hipodonsia dapat meluas, dengan tidak ada salah satu atau lebih gigi primer dan kemudian
tidak ada banyak gigi permanen.
Manajemen gigi harus didasarkan pada evaluasi distribusi gigi yang ada dan biasanya
memerlukan penanganan berikutnya pada berbagai umur karena pertumbuhan.

 Hiperdonsia ( gigi ekstra )


Keadaan ini terjadi bika lamina gigi menghasilkan lebih dari jumlah tunas gigi normal,
frekuensinya adalah 0,2 – 2 % pada gigi geligi primer dan 0,1 sampai 4% pada gigi geligi
permanent. Lebih dari 90 % hiperdionsia terjadi pada maksila dan paling sering adalah
mesiodens yang terjadi pada lempeng tengah berdekatan dengan insisivus tengah, dan dapat
ditemukan dalam berbagai bentuk dan orientasi. Identifikasi hiperdonsia dengan radigrafi
penting karena gigi tersebut cenderung mengganggu posisi dan erupsi gigi permanent yang
ada disekitarnya.

 Disostosis kleidokranium
Ada banyak variasi orofasial pada keadaan ini. Erupsi gigi secara khas terlambat, gigi primer
secara abnormal bertahan, dan gigi permanent tidak erupsi. Adanya gigi ekstra atau
hiperdonsia lazim terutama pada premolar. Variasi dalam bentuk dan ukuran sering ada.
Ekstraksi gigi primer jarang mengskibatkan erupsi penggantinya, dan pembuangan gigi yang
tidak erupsi sering menyebabkan fraktur selama upaya ekstraksi karena akar bengkok,
abnormal.
 Fusi
Upaya perkembangan membentuk dua gigi dari satu benih gigi, dan diamati sebagai dua
korona dengan satu akar dan satu saluran akar. Fusi adalah penyatuan dua benih gigi yang
terpisah, biasanya menghasilkan komponen gigi dengan dua korona, dua akar, dan dua
saluran, tetapi kadang – kadang satu korona lebar mempunyai dua akar. Fusi jarang terjadi
pada gigi geligi primer ( 0,5 %) dan pembedaan dapat dibuat secara klinis dengan
menghitung jumlah gigi pada arkus. Konkrsens adalah fusi akar gigi yang sangat berdekatan
oleh adanya deposit sementum.

 Dysplasia ectodermal
Keadaan ini secara luas meliputi kelompok besar syndrome yang terdapat kelainan
perkembangan struktur yang berasal dari ekstoderm. Struktur yang paling sering terkena
adalah rambut,kuku, gigi, kelenjar keringat, dan kelenjar mukosa. Ada pengurangan
menyeluruh pada jumlah dan ukuran gigi, yang sering terbentuk konus dengan akar pendek.
Tidak adanya gigi, perkembangan prosesus alveolaris bersifat hipotrofik, dan mungkin ada
defesiensi ketinggian vertical wajah. Anak ini sering memerlukan rehabilitas gigi kompleks,
yang terdiri dari korona dan alat prostetik yang dapat dibuka pasang, untuk mendorong
perkembangan dan penampilan wajah yang normal. Penangan harus dimulai pada usia dini.

 Kelainan bentuk dan ukuran


Gangguan selama diferensiasi dapat menyebabkan perubahan besar pada morfologi gigi
seperti makrodonsia dan mikrodonsia ( gigi kecil ).
Mikrodonsia relative sering pada insisivus maksila lateral yang kecil dan berbentuk konus,
tampaknya memiliki komponen genetic. Dens invaginatus adalah kelainan perkembangan
yang invaginasinya pada permukaan lidah menimbulkan gambaran seperti yang tampak pada
radiografi berupa gigi di dalam gigi.
Gigi maksila permanent lateral lebih sering terkena.
Dens evaginatus adalah keadaan ditemukannya kuspis atau cusp tambahan yang
mengandung jaringan pulpa seperti pada email dan dentin.
Dilaserasi adalah ikatan abnormal pada akar gigi yang biasanya terjadi akibat trauma
terhadap prekusor primer, yang kemudian mengganggu gigi permanent. Dilaserasi akar juga
terlihat pada ektiolisis kongenital, suatu kondisi yang ditandai dengan kulit bersisik seperti
ikan, hyperkeratosis dan terlambatnya erupsi gigi.

 Hypoplasia enamel
Hypoplasia enamel dapat diakibatkan dari gangguan pembentukan lapisan ameloblas atau
pembentukan matriks, atau mineralisasi. Secara klinis dapat bervariasi dari alur atau
terowongan hingga email berwarna onrange yang mudah pecah sampai tidak ada sama
sekali, berbagai factor dapat menyebabkan gangguan sementara pembentukan email ( misal,
kelebihan asupan florida, defisiensi vitamin D, radiasi kepala dan leher , infeksi berat ).
Hypoplasia terlokalisasi dapat terlihat tanpa factor penyebab yang jelas.

STRUKTUR ABNORMAL : Kelainan Herediter

Dentinogenesis Imperfekta (odontogenesis Imperfekta, Dentin Keruh Herediter)


Mungkin merupakan kelainan pembentukan struktur dentin abnormal herediter tersering
yang mengenai sekitar 1 dari 8000 orang. Terdapat tiga jenis dasar: Pelindung tipe I terjadi dalam
kombinasi dengan osteogenesis imperfect: Pelindung tipe II terjadi secara terpisah dari
osteogenesis imperfect dan diwariskan secara autosom dominan: dan pelindung tipe III jarang
ditemukan, bentuk gigi abnormal, dan terdapat pada populasi tersendiri (Bradywine). Kedua jenis
gigi geligi biasanya terkena tetapi gigi primer paling berat terkena. Korona gigi mempunyai bentuk
dan ukuran normal, tetapi tembus cahaya berwarna biru sampai abu-abu atau coklat tua dengan
kemilau keruh. Secara histologis dentin mengalami dysplasia dengan tubulus dentin yang tersusun
secara tidak teratur dan tidak ada. Percepatan obliterasi ruang pulpa dan saluran secara khas terjadi
segera sesudah erupsi tetapi kadang-kadang bahkan sebelumnya. Akar pendek terdesak terdapat
pada kedua jenis gigi geligi. Email normal, tetapi hilang sesudah erupsi gigi sebagai akibat
penyatuan yang kurang sempurna antara email normal dan dentin yang mendasari. Pengikisan
berat terjadi dengan cepat, gigi sering kali terkikis sampai tepi gingiva. Penutup korona penuh
pada gigi yang berat terkena diperlukan untuk memperbaiki estetik dan mempertahankan oklusi.
Amelogenesis Imperfekta
Amelogenesis Imperfekta adalah gangguan yang diturunkan yang menyebabkan
pertumbuhan email kurang sempurna yang tampak tidak terkait dengan perubahan yang diketahui
di tempat lain dalam tubuh. Ada berbagai bentuk amelogenesis imperfekta dengan cara pewarisan
yang berbeda dari sifat klinis, radiografis dan histologis yang berbeda. Baik gigi primer maupun
permanent biasanya terkena.
Tiga tipe dasar terjadi: hypoplasia email, pada tipe ini email tipis dapat halus, kasar, atau
berlubang; email hipomaturasi,email ketebalannya normal tetapi burik, lunak, dan miudah lepas
dari dentin; dan email hipokalsifikasi, ketebalan email normal tetapi sangat lunak dan sering hilang
segera sesudah erupsi gigi, menyebabkan gigi terpajan.
Penderita dengan amelogenesis imperfekta mempunyai insiden maloklusi yang tinggi,
termasuk gigi anterior terbuka (ketidak berhasilan gigi insisivus membentuk kontak oklusi bila
rahang ditutup). Pada umumnya, penderita ini berespons baik dengan prosedur ortodontik. Bila
perlu, perbaikan gigi molar dan premolar dengan penutupan korona penuh harus mendahului
pemulihan anterior.

Kelainan Warna
Sejumlah faktor berbeda termasuk tetrasiklin, dentinogenesis imperfekta, amelogenesis
imperfekta, eritroblastosis fetalis, dan porfiria kongenital mengakibatkan perubahan warna
endogen gigi yang berkisar dari abu-abu-coklat sampai hijau-biru.
Tetrasiklin
Gigi berwarna sebagai akibat terapi tetrasiklin selama pembentukan gigi dapat bervariasi
dari kuning sampai coklat ke abu-abu tua. Tetrasiklin mempunyai afinitas yang kuat dengan
kalsium, pembentukan khelasi kalsium tetrasiklin ortofosfat, terutama pada bagain dentin, dan
pigmentasi hasilnya cenderung semakin tua semakin menggelap karena pemajaran sinar matahari
(sinar ultraviolet). Kedua gigi geligi dapat terkena, tergantung pada dosis, lama pemajanan, dan
umur kapan terjadi. Perubahan warna dapat terjadi pada gigi primer anak ini yang ibunya diobati
dengan tetrasiklin selama kehamilan, karena mudah melewati plasenta. Defek yang merusak
bentuk ini dapat dihindari dan sekarang telah menjadi penting secara medikolegal.
Pemutihan gigi kadang-kadang efektif, tetapi la;isan estetik sekarang digunakan untuk
keberhasilan yang lebih besar.

Erupsi Abnormal
Erupsi Prematur
Gigi natal dan neonatal ada pada saat lahir atau segera sesudahnya dan biasanya merupakan
bagian dari gigi-geligi primer normal. Karena perkembangan akar tidak sempurna. Gigi dapat
longgar dan harus dicabut jika terdapat risiko aspirasi. Namun, jika berfungsi, harus
dipertahankan. Ulserasi pada permukaan ventral lidah dapat terjadi sebagai akibat abrasi gigi
selama mengisap. Gigi susu dapat juga menimbulkan ketidaknyamanan pada ibu selama memberi
ASI. Disfungsi endokrin dapat menyebabkan gigi permanen erupsi secara premature, tetapi
penyebab yang paling lazim adalah kehilangan dini gigi primer.
Erupsi Terlambat
Erupsi terlambat sampai umur 12 bulan pada anak normal mungkin tidak bermakna.
Keterlambatan menyeluruh yang lebih nyata dapat terjadi bersama dengan keadaan sistemik
termasuk osteodistrofi, hipotiroidisme, hipopituitarisma, dan sindrom Down.

Kegagalan erupsi
Sebab kegagalan erupsi yang paling lazim adalah blokade mekanik, seperti gigi primer
tertahan berlebihan atau kista odontogenik. Penyebab lain adalah erupsi ektopik, sela tidak cukup,
disostosis kleidokranium, dan dentinoigenesis imperfekta. Diagnosis awal dan pengobatan dapat
membentu mencegahaaaaaaaa akibat yang serius.

Penanganan Kelainan perkembangan


Perbaikan gig-geligi yang dirusak oleh kelainan perkembangan diperlukan untuk
memperbaiki atau memulihkan estetik dan fungsi. Teknik pemulihan dengan resin komposit dan
protesis yang dapat diambil atau tetap dapat digunakan untuk menangani kebanyakan masalah.

Kelainan Tumbuh Kembang Terkait Kebiasaan Buruk Anak

Kebiasaan buruk dapat berdampak pada tumbuh kembang. Kebiasaan didefinisikan


sebagai sesuatu yang bersifat permanen dan konstan yang menunjukkan aktifitas berulang secara
otomatis yang dimana melibatkan kontraksi otot yang berefek pada fungsi mastikasi, respirasi,
fonetik, dan estetik.

Kebiasaan normal menyebabkan konstruksi fungsi dentofasial dan memegang peranan


penting dalam perkembangan wajah yang normal dan fisiologi oklusal. Sebaliknya, kebiasaan
buruk dapat menyebabkan malformasi pada struktur dan hubungan interstruktural. Beberapa dari
kebiasaan buruk tersebut, yaitu:

 Bruxism
Bruxism merupakan aktifitas mengatupkan rahang atas dan rahang bawah yang
disertai dengan grinding gigi atas dan gigi bawah. Bruxism dapat menyebabkan atrisi pada
gigi sulung maupun permanen, jika kebiasaan berlanjut dalam waktu yang lama, maka
dapat menyebabkan penyakit periodontal atau kerusakan pada jaringan periodontal, serta
kelainan pada sendi temporomandibular (cth: myofascial pain, disc dispacement witg
reduction, dsb).

 Digit Sucking
Digit sucking merupakan kebiasaan memasukkan jempol atau satu maupun lebih
jari kedalam mulut. Menghisap jari ni bisa saja dilakukan pada kehidupan intrauterin, dan
kebiasaan ini dianggap cukup normal sampai usia 3,5-4 tahun. Apabila kebiasaan berlanjut
diatas usia ini, maka dapat menyebabkan berbagai maloklusi atau memperparah kondisi
yang sudah ada. Tekanan yang dihasilkan dari kebiasaan ini dapat menimbulkan perubahan
pada segmen anterior lengkung gigi, dengan flaring labial, dan jarak protrusi gigi anterior
rahang atas dan overjet yang menigkat.

 Tongue-trust Swallowing/ Tongue Trusting


Kebiasaan mendorong lidah sebetulnya bukan merupakan kebiasaan, tetapi lebih
berupa adaptasi terhadap adanya open-bite, misalnya karena menghisap jari. Adanya
kebiasaan mendorong lidah ke depan ini memungkinkan terjadinya ketidak-seimbangan
otot-otot disekitar lengkung pipi dan otot-otot mulut, sehingga dapat mempengaruhi posisi
gigi. Dampak dari tongue trust ini adalah diastma dan open-bite, maupun gangguan dalam
fonetik.

ETIOLOGI KELAINAN TUMBUH KEMBANG

Etiologi kelainan atau Penyimpangan tumbuh kembang Orokraniofasial yang dapat terjadi pada
anak termasuk hubungannya dengan kebiasaan buruk.

a. Etiologi Anomali kraniofasial

 Radiasi
Infeksi virus seperti Cytomegalovirus, Toxoplasmosis dan rubella selama masa kehamilan
telah diasosiasikan dengan meningkatkan facial cleft pada bayi yang baru lahir seperti
concomitant hand dan ocular abnormalities.
 Maternal Idiosyncrasies. Gangguan phenylketoneuria sering terjadi pada ibu yang
melahirkan bayi dengan bibir sumbing atau gangguan the oculoauriculovertebral (OAV),
yang lebih sering diderita pada ibu yang mengalami diabetes melitus. Beberapa penelitian
menggabungkan berbagai faktor seperti berat badan ibu, kesehatan umum, dan usia dengan
peningkatan kejadian malformasi.
 Chemical, kondisi kekurangan vitamin dikaitkan dengan meningkatnya resiko atau peluang
cleft lip dan plate, namun bisa dikurangi dengan suplement vitamin.
 Vitamin A dan senyawa seperti Isotretinoin dianggap berkaitan dengan clefts and
hemifacail microsomia. Ibu dengan defisiensi vitamin dapat meningkatkan insidensi cleft
lip atau palate. Merokok selama kehamilan dapat menyebabkan craniosynostosis dan facial
clefts.

b. Etiology of cleft lip and palate

 Faktor genetik
Gangguan fungsi gen selama perkembangan embrionik orokraniofasial dapat
menyebabkan keruskan kraniofasial seperti cleft lip dan palate. Mutasi atau polymorphism
dengan MSX1, TGFB1, TGFB3, TGFA, RARA, MTHFR, BCLX3, PAX9, FGFR2,
FGFR1, TCOF1,dll. Menunjukkan kaitannya dengan meningkatnya kejadian cleft lip atau
palate.
 Faktor resiko lingkungan
1. Fakor nutrisi
Berkurangnya komsumsi asam folat selama masa kehamilan berkaitan dengan
meningkatnya resiko kerusakan saat lahir, tetapi dapat dihindari dengan pemberian
sumplemen asam folat selama kehamilan.
2. Merokok
Merokok dapat meningkatkan resiko cleft lip atau palate dan merupakan salah satu
faktor teratogenik.

3. Komsumsi alkohol selama masa kehamilan


Hal ini juga merupakan faktor teratogenik yang dapat menyebabkan cleft lip atau palate
dan anomali kraniofasial.

4. Obesitas dan Nutrisi


Menjadi faktor resiko penting Cleft lip atau palate.

5. Obat-obatan selama masa kehamilan


Beberapa orang yang mengomsumsi obat-obatan selama masa kehamilan dapat
menyebabkan kerusakan kraniofasial termasuk cleft lip atau palate. Ex : Netrotrexale,
Isotretinoin, dan Aspirin.

c. Etiologi Kraniosynostosis

1. Faktor Biokimia

Dalam penelitian untuk menyelidiki peran Hedgehog (Ihh), bone Morphogenic protein
(BMP) dan nogin di Craniosinostosis yang disebabkan oleh kendala janin. Ekspresi dari BMP-4,
Noggin, Histone H4C, Ihh, Sonic Hedgehog, dan patched I (ptch1) diperiksa pada perbandingan
kontras.

2. Faktor lingkungan

Penelitian menunjukkan bahwa peran senyawa nitroso sebagai teratogen dan mutagen pada
hewan, telah disarankan bahwa obat Amina dengan reaksi mitrosasi endogen dan eksogen
membentuk senyawa nitrosokomponen.
DAFTAR PUSTAKA

1. review of litearture. P. 5-8


2. Alpers, Ann. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Volume 2. Jakarta : EGC. 2006. P 1088-1090.
3. Mc.Donald RE, Avery DR. Dentistry for the Child and Adolescent. 10th Edition. St. Louis:
Mosby. 2015. P; 432-442

Anda mungkin juga menyukai