Anda di halaman 1dari 25

KELAINAN KRANIOFASIAL

Gangguan perkembangan dapat mempengaruhi pertumbuhan normal dan


perubahan struktur kraniofasial. Sebagai konsekuensi, kelainan seperti ini
biasanya pertama kali ditemukan pada bayi atau anak-anak. Banyak kondisi
yang dibahas dalam bab ini masih belum diketahui penyebabnya. Beberapa
kelainan disebabkan oleh mutasi genetik yang baru ditemukan, sedangkan yang
lain berasal dari faktor lingkungan. Kondisi ini berakibat pada berbagai kelainan
wajah dan rahang, termasuk kelainan struktur, bentuk, organisasi, dan fungsi
jaringan keras dan lunak. Banyak kondisi yang mempengaruhi morfogenesis
wajah dan rahang, banyak diantaranya merupakan sindrom langka. Bab ini
secara singkat mengulas lebih banyak lagi kelainan perkembangan umum yang
mungkin ditemui dalam praktik kedokteran gigi.

1. CELAH BIBIR (BIBIR SUMBING) DAN CELAH LANGIT-LANGIT


MULUT (PALATUM)

Mekanisme Penyakit

Kegagalan penggabungan proses perkembangan wajah selama perkembangan


janin dapat mengakibatkan berbagai celah di wajah. Bibir sumbing dan celah
langit-langit mulut adalah kelainan perkembangan kraniofasial yang paling
umum. Insiden kelainan ini bervariasi dengan geografis lokasi, etnisitas, dan
status sosial ekonomi. Dalam populasi orang kaukasia, kejadian bibir sumbing
adalah 1: 800 sampai 1: 1000 kelahiran hidup, dan kejadian celah langit-langit
sekitar 1: 1000. Bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit mulut (CL/P)
dan celah langit-langit adalah dua kondisi berbeda dengan etiologi yang berbeda.
Bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit mulut merupakan hasil dari
kegagalan penyatuan antara prosesus nasal medial dengan prosesus maksilaris.
Kondisi ini berkisar pada tingkat keparahan dari bibir sumbing unilateral sampai
bilateral sampai seluruh bibir, alveolus, dan palatum keras dan lunak pada kasus
yang paling parah. Celah langit-langit mulut berkembang dari kegagalan
perpaduan lempeng palatum lateral. Manifestasi yang minimal dari celah langit-
langit mulut adalah celah pada submukosa di mana langit-langit mulut tampak
utuh kecuali pada uvula yang terbelah (bifid uvula) atau belahan di batas
posterior palatum keras yang dapat dideteksi dengan palpasi. Presentasi yang
paling parah adalah celah yang lengkap mulai dari palatum keras hingga lunak.
Etiologi yang tepat dari celah orofasial tidak sepenuhnya dipahami. Namun,
kebanyakan kasus bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit mulut dan
celah langit-langit mulut dianggap multifaktorial dengan komponen genetik yang
kuat. Bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit mulut dan celah langit-
langit mulut masing-masing dapat dikaitkan dengan kelainan lainnya, sebagai
bagian dari sindrom malformasi genetik seperti, sindrom penghapusan 22q.11

1
2

(sindrom velocardiofacial-sumbing langit-langit mulut dengan kelainan wajah dan


jantung) atau sindrom van der Woude (bibir sumbing atau langit-langit sumbing
atau keduanya dan lubang bibir). Faktor lain yang terlibat dalam perkembangan
celah orofacial termasuk gangguan gizi (defisiensi folat prenatal); lingkungan
agen teratogenik (ibu merokok, janin terpapar antikonvulsan); stres, yang
mengakibatkan peningkatan sekresi hidrokortison; kelainan pasokan vaskular ke
daerah yang terlibat; dan interferensi mekanis dengan proses penyatuan embrio
(celah langit-langit mulut dalam urutan Pierre Robin). Celah yang diliputi bibir
bawah dan mandibula sangat jarang terjadi.

Fitur Klinis

Frekuensi bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit mulut dan celah
langit - langit bervariasi dengan jenis kelamin dan ras, tapi pada umumnya bibir
sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit mulut lebih sering terjadi pada
pria, sedangkan sumbing langit-langit lebih sering terjadi pada wanita. Kedua
kondisi itu lebih umum pada orang Asia dan Hispanik daripada orang Amerika-
Afrika atau Kaukasia. Tingkat keparahan bibir sumbing dengan atau tanpa celah
langit-langit mulut bervariasi mulai dari celah di atas bibir, ke celah yang hanya
melibatkan bibir, hingga perpanjangan ke dalam lubang hidung yang
mengakibatkan deformitas cuping hidung. Saat keparahan bibir sumbing dengan
atau tanpa celah langit-langit mulut meningkat, celah meliputi prosesus alveolaris
dan langit-langit mulut. Bibir sumbing bilateral lebih sering dikaitkan dengan celah
langit-langit mulut. Celah langit-langit mulut juga bervariasi dalam tingkat
keparahan, mulai dari keterlibatan hanya uvula atau palatum lunak hingga
perpanjangan sampai seluruh palatum dan melibatkan prosesus alveolaris di
daerah gigi insisivus lateral pada satu atau kedua sisi. Dengan keterlibatan
prosesus alveolaris, ada peningkatan frekuensi anomali gigi di wilayah celah,
termasuk gigi hilang, hipoplastik, dan gigi supernumerary dan hipoplasia email.
Anomali gigi juga lebih sering terjadi di mandibula pada pasien ini. Pada baik
penderita bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit mulut dan celah
langit - langit, kelainan palatum dapat mengganggu berbicara dan menelan.
Individu yang menderita celah palatal juga berisiko lebih tinggi untuk infeksi
telinga tengah yang berulang karena anatomi dan fungsi abnormal saluran
eustachius.

Fitur Gambaran

Tampilan pencitraan yang khas adalah radiolusen vertikal yang terdefinisi


dengan baik pada kelainan tulang alveolar dan banyak anomali gigi yang terkait
(Gambar 32-1 dan 32-2). Anomali ini bisa meliputi tidak adanya gigi insisivus
lateral rahang atas dan adanya gigi supernumerary di wilayah ini. Gigi yang
3

terlibat seringkali salah bentuk dan terposisi buruk. Pada pasien dengan bibir
sumbing dan langit-langit mulut, seringkali ada penundaan ringan dalam
perkembangan rahang atas dan gigi mandibula dan peningkatan kejadian
hipodontia pada kedua lengkung. Kelainan tulang dapat meluas hingga dasar
rongga hidung. Pada pasien dengan celah yang sudah diperbaiki, kelainan pada
tulang yang jelas mungkin tidak terlihat tapi hanya prosesus alveolaris yang
secara vertikal terlihat pendek di lokasi sumbing.

Gambar 32-1 Bibir sumbing / langit-langit menghasilkan kelainan pada lingir alveolar dan anomali
gigi. (A) celah bilateral maksila di daerah gigi insisivus lateral dan kelainan gigi. (B) Hasil pencitraan
sefalometrik lateral menunjukkan keterbelakangan perkembangan maxilla.

Perawatan

Penanganan dari bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit-langit mulut dan
celah langit-langit mulut bersifat kompleks, sebab dibutukan upaya terkoordinasi
tim multidisiplin dikenal sebagai tim anomali kraniofasial. Tim ini biasanya
mencakup ahli bedah plastik dan bedah rekonstruktif; ahli bedah mulut dan
maksilofasial; ahli bedah telinga, hidung, dan tenggorokan; ahli ortodontik; dokter
gigi; terapi bicara; psikolog; ahli ilmu gizi; dan pekerja sosial. Celah langit-langit
mulut biasanya diperbaiki secara operasi dalam setahun pertama kelahiran,
sedangkan sumbing bibir biasanya diperbaiki dalam 3 bulan pertama untuk
membantu proses pemberian makan dan ikatan antara ibu-bayi. Tulang di bagian
yang terjadi celah seringkali ditambahkan dengan pencangkokan tulang sebelum
pergantian gigi yang hilang dengan baik dengan gigi tiruan lepasan atau cekat
4

atau implan gigi. Perawatan ortodontik biasanya diperlukan untuk menciptakan


bentuk lengkung yang normal dan oklusi yang fungsional.

Gambar 32-2 Pencitraan cone-beam CT pasien dengan bibir dan palatal sumbing unilateral kiri (A)
Potongan koronal. perhatikan diskontinuitas pada dasar hidung terlihat di sisi kiri pasien. (B)
Potongan sagital terhadap pasien yang sama menunjukkan hipoplasia maksila dan anatomi palatal
yang kurang. (C) Pencitraan aksial cone-beam CT dari pasien yang berbeda dengan celah bilateral
menunjukkan defek bilateral pada prosesus alveolar maksila. (A dan B, Courtesy Dr. Sean
Edwards, Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial, Universitas Michigan, Ann Arbor, MI.)

2. SINDROM CROUZON

Sinonim

Sinonim untuk sindrom Crouzon meliputi dysostosid kraniofasial, sindrom


kraniosynostosis, dan kraniosynostosis prematur.

Mekanisme Penyakit

Sindrom Crouzon adalah displasia skeletal autosomal dominan yang ditandai


dengan variabel ekspresivitas dan penetrasi yang hampir tuntas. Kelainan ini
5

adalah salah satu dari banyak penyakit yang ditandai dengan prematur
craniosynostosis (penutupan sutura kranial). Kejadiannya diperkirakan 1: 25.000
kelahiran. Dari kasus ini, 33% sampai 56% yang mungkin timbul sebagai hasil
dari mutasi spontan, sedangkan sisanya timbul dari genetik keluarga. Sindroma
Crouzon disebabkan oleh mutasi reseptor faktor pertumbuhan fibroblas II pada
kromosom 10. Mutasi di bagian ini juga bertanggung jawab atas sindrom
craniosynostosis lainnya dengan fitur wajah serupa namun secara klinis kelainan
anggota badan terlihat. Pada pasien dengan sindrom Crouzon, sutura koronal
biasanya tertutup lebih dulu, dan akhirnya semua sutura tengkorak tertutup lebih
awal. Terjadi juga penyatuan sinkondrosis prematur dari dari dasar tengkorak.
Kurangnya pertumbuhan tulang yang menurun terhadap synkondrosis dan sutura
koronal kranial menghasilkan karakteristik yang khas dari bentuk kranial dan fitur
wajah.

Fitur Klinis

Pasien secara khas memiliki brakhisefali (tengkorak pendek dari depan hingga
belakang), hypertelorisme (peningkatan jarak antar mata), dan orbital proptosis
(mata menonjol) (Gambar 32-3, A dan B). Dalam kasus keluarga, kriteria
minimal untuk diagnosis adalah hypertelorisme dan orbital proptosis Pasien
mungkin menjadi buta akibat penutupan sutura dini dan peningkatan tekanan
intrakranial. Hidung sering muncul menonjol dan runcing karena maksila yang
sempit dan pendek di dimensi vertikal dan anteroposterior. Spina nasal anterior
hipoplastik dan retrusi, tidak mampu memberikan dukungan yang memadai untuk
jaringan lunak hidung. Palatum tinggi, dan lengkung maksila sempit dan retrusi,
sehingga pertumbuhan gigi berdesakan.

Fitur Gambaran

Tanda-tanda radiografi paling awal dari kranial sutura sinostosis adalah sklerosis
dan ujung yang tumpang tindih. Sutura yang biasanya harus terlihat radiolusen
pada film tengkorak tidak terdeteksi atau menunjukkan perubahan sklerotik.
Jarang fitur wajah bisa terlihat sebelum bukti sutura sinostosis. Fusi prematur
dari basis tengkorak mengarah ke berkurangnya pertumbuhan wajah. Dalam
beberapa kasus, tanda kranial yang menonjol diperhatikan, hal ini juga terlihat
pada pasien tumbuh normal, tapi akan lebih menonjol karena adanya
peningkatan tekanan intrakranial dari otak yang sedang tumbuh. Tanda-tanda ini
dapat dilihat sebagai radiolusensi multipel muncul sebagai cekungan (bisa
disebut gambaran-digital) permukaan bagian dalam kubah tengkorak, yang
berakibat pada gambaran seperti logam yang dipukuli (Gambar 32-3, C-E). Di
rahang, kekurangan pertumbuhan dari arah anteroposterior pada dasar
tengkorak menghasilkan hipoplasia maksila, menciptakan maloklusi kelas III
pada beberapa pasien. Hipoplasia maksila berkontribusi ke karakteristik
propsosis orbital karena maxilla membentuk bagian dari tepi orbital inferior dan,
jika sangat hipoplastik, maka tidak mampu menampung isi orbital secara
6

memadai. Mandibula biasanya lebih kecil dari normal tapi terlihat prognatik ke
maksila yang hipoplastik parah.

Gambar 32-3 (A) dan (B), Karakteristik fitur wajah sindrom Crouzon pada anak laki-laki berusia 2
tahun meliputi orbital proptosis, hypertelorism, dan hipoplasia midfacial. Jarang fitur wajah ini bisa
mendahului fitur radiografi synostosis sutura. (C) Sindrom Crouzon ini menghasilkan penutupan
awal sutura dan depresi kranial (gambaran digital) pada permukaan bagian dalam calvaria dari
pertumbuhan otak. (D) dan (E), Penutupan sutura kranial pada pasien lain. Perhatikan juga tanda
gambaran digital yang menonjol. (Gambar D dan E, milik Departemen Radiologi, Rumah Sakit
Universitas Baylor, Dallas, TX.)
7

Diagnosa Banding

Kraniosynostosis prematur, baik terisolasi atau sebagai bagian dari sindrom


genetik, adalah kelainan umum. Kejadian sindrom Crouzon ini dilaporkan
berkisar antara 1: 2100 sampai 1: 2500 kelahiran. Penyebab lain dari
craniosynostosis harus dibedakan dari Sindrom Crouzon, termasuk bentuk
kraniosinostosis sindromik lainnya dan kraniosynostosis koronal nonsyndromik.
Karakteristik fitur wajah yang khas harus terlihat untuk mengenali sindrom
Crouzon.

Perawatan

Gambaran kraniofasial sindrom Crouzon memburuk seiring berjalannya


waktukarena pertumbuhan kraniofasial yang abnormal. Diagnosis dini
memungkinkan perawatan bedah dan ortodontik sejak masa bayi hingga masa
remaja, dikoordinasikan oleh tim celah langit-langit mulut atau anomali
kraniofasial. Tujuan perawatan ini adalah membiarkan otak tumbuh dan
berkembang secara normal dengan mencegah peningkatan tekanan intrakranial,
lindungi mata dengan memberikan dukungan tulang yang memadai,
danmemperbaiki estetika wajah dan fungsi oklusal. Dampak dari diagnosis dini
dan perbaikan dalam perawatan medis dan gigi, kebanyakan pasien memiliki
kecerdasan normal dan hasil fungsional yang baik dan bisa mengharapkan masa
hidup yang normal.

3. MIKROSOMIA HEMIFASIAL

Sinonim

Nama lain untuk mikrosomia hemifasial meliputi hipoplasia hemifasial,


mikrosomia kraniofasial, displasia wajah lateral, sindrom Goldenhar, dan
spektrum okuloaurilulovertebral dysplasia (OAV).

Mekanisme Penyakit

Mikrosomi hemifasial adalah kelainan perkembangan kraniofasial kedua yang


paling umum setelah bibir sumbing dan langit-langit mulut, mempengaruhi sekitar
1: 56.000 kelahiran hidup. Mikrosomia hemifasial merupakan ciri sindrom
Goldenhar. Sindrom ini juga termasuk kedalam anomali yang lebih luas yaitu
okuloaurikulovertebral dysplasia (OAV) kompleks. Pasien dengan mikrosomia
hemifasial biasanya menampilkan kekurangan pertumbuhan dan perkembangan
setengah dari wajah yang disebabkan karena perkembangan abnormal pada
lengkung faring pertama dan kedua. Urutan malformasi ini biasanya unilateral
tapi kadang-kadang mungkin melibatkan kedua sisi (mikrosomia kraniofasial).
Bila seluruh sisi wajah terlibat, mandibula, maksila, zygoma, telinga luar dan
tengah, tulang hyoid, kelenjar parotid, vertebra, saraf kranial kelima dan ketujuh,
otot-otot, dan jaringan lunak lainnya akan berkurang ukurannya dan terkadang
8

gagal berkembang. Gigi yang erupsinya tertunda dan hipodonsia di sisi yang
terkena jugatelah dilaporkan. Sebagian besar kasus terjadi secara spontan,
namun kasus yang bersifat familial menunjukkan pewarisan dominan autosomal
telah terjadi. Dominasi laki-laki 3: 2 dan dominasi sisi kanan 3: 2. Kasus yang
dilaporkan meliputi epibulbar dermoids, preauricular skin appendage, dan fistula
preauricular; anomali vertebra tambahan; dan jantung, serebral, dan malformasi
ginjal (sindrom Goldenhar dan kompleks OAV). Mutasi genetik pada kromosom
14q32 dan penghapusan pada 22q11 telah dikaitkan dengan beberapa kasus
sindrom Goldenhar; namun, dalam banyak kasus, penyebab genetik yang jelas
belum ditemukan.

Fitur Klinis

Mikrosomia hemifasial biasanya terlihat saat lahir. Pasien dengan kondisi ini
memiliki tampilan yang mencolok yang disebabkan oleh kegagalan progresif di
sisi yang terkena dampak kelainan pertumbuhan, dimensi wajah berkurang di sisi
yang terlibat. Selain itu, aplasia atau hipoplasia dari telinga luar (mikrosia) umum
terjadi, dan saluran telinga seringkali hilang Pada beberapa pasien, ukuran
tengkorak berkurang. Di sekitar 90% kasus, ada maloklusi pada sisi yang
terkena. Bidang midsagittal wajah pasien melengkung ke arah sisi yang terkena.
Bidang oklusal sering miring ke sisi yang terkena.

Fitur Gambaran

Temuan radiografi utama adalah pengurangan ukuran tulang di sisi yang terkena.
Perubahan ini paling jelas di mandibula, yang mungkin menunjukkan
pengurangan ukuran atau, pada kasus yang parah, kurangnya perkembangan
dari setiap kondilus, prosesus koronoideus, atau ramus. Badan maksila
berkurang ukurannya, dan sebagian aspek distal mungkin hilang (Gambar 32-4).
Gigi di sisi yang terkena mungkin terlihat berkurang jumlahnya atau ukuran gigi.
Hasil pemeriksaan multidetektor tomografi (MDCT) menunjukkan penurunan
dalam ukuran otot pengunyahan dan otot ekspresi wajah dan hipoplasia atau
atresia kanal pendengaran dan ossicles dari telinga tengah. Jalannya saraf wajah
seringkali terbukti abnormal pada pemeriksaan MDCT pada tulang temporal.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga bisa berguna untuk menunjukkan
tingkat kelainan telinga bagian dalam dan keterlibatan dari saraf wajah dan
jaringan lunak lainnya dari mulut dan mata. Bagian tipis pencitraan MDCT pada
tulang temporal sering dilakukan untuk menilai derajat stenosis pada
pendengaran meatus eksternal dan malformasi telinga tengah dan dalam untuk
merencanakan perawatan, termasuk penggunaan implan koklea, alat bantu
pendengaran yang di jangkarkan ke tulang, atau protesa implan telinga.
Pencitraan ini sangat penting bagi pasien dengan sindrom Goldenhar dan pada
pasien OAV kompleks yang lebih luas. Pendekatan multimodality untuk
pencitraan bisa menjadi optimal, termasuk gambar panoramik untuk
menunjukkan perkembangan gigi, gambar sefalometrik dan pencitraan cone
9

beam CT (CBCT) untuk menilai asimetri wajah dan merencanakan perawatan


ortodontik, pencitraan CT dua dimensi dari tulang temporal untuk menilai anatomi
telinga eksternal dan internal, dan pencitraan CT tiga dimensi untuk perencanaan
perawatan bedah.

Gambar 32-4 (A) dan (B), mikrosomia hemifasial, menunjukkan mengecilnya ukuran dan
malformasi pada telinga kiri dan sisi kiri mandibula. (A) Foto klinis bayi dengan mikrosomia
hemifasial. (B) Pencitraan CT tiga dimensi dari sisi yang terkena menunjukkan tingkat malformasi
dari tulang. Perhatikan hilangnya sendi temporomandibular dan prosesus coronoideus serta
atresia kanal pendengaran. (C) dan (D), gambar panoramik (C) dan gambaran posteroanterior
tengkorak (D) dari kasus lain menunjukkan kurangnya perkembangan ramus, prosesus
coronoideus dan kondilus (panah). (A dan B, milik Dr. Arlene Rozzelle, Rumah Sakit Anak
Michigan, Detroit, MI.)

Diagnosa Banding

Gambaran mikrosomia hemifasial bersifat khas. Kondilus hipoplasia, terutama


yang disebabkan oleh fraktur saat lahir atau remaja arthrosis (arthrosis Boering),
mungkin serupa, tapi ternyata tidak menghasilkan perubahan telinga. Paparan
anak terhadap terapi radiasi selama pertumbuhan juga dapat menyebabkan
keterbelakangan pertumbuhan pada wajah dari jaringan yang terkena radiasi.
Pada atrofi hemifasial progresif (Sindrom Parry-Romberg), perubahannya
10

menjadi lebih parah seiring berjalannya waktu tapi umumnya tidak muncul sejak
lahir, dan telinga normal.

Perawatan

Kelainan mandibula dapat dikoreksi dengan bedah konvensional ortognatik atau


gangguan osteogenesis untuk memperpanjang ramus di sisi yang terkena
Intervensi ortodontik mungkin mampu mencegah maloklusi. Kelainan telinga bisa
diperbaiki dengan operasi plastik atau dikoreksi dengan telinga palsu, dan
kehilangan pendengaran sebagian bisa dikoreksi oleh alat bantu dengar, seperti
alat bantu dengar demgan penjangkaran tulang. Dalam kasus bilateral dengan
gangguan pendengaran yang mendalam (sindrom Goldenhar dan OAV
kompleks), implan koklea mungkin digunakan untuk memperbaiki gangguan
pendengaran yang parah.

4. SINDROM TREACHER COLLINS

Sinonim
Disostosis mandibulofasial adalah sinonim untuk sindrom Treacher Collins.

Mekanisme Penyakit
Sindrom Treacher Collins adalah kelainan autosomal dominan pada
perkembangan kraniofasial. Kelainan ini merupakan disostosis mandibulofasial
yang paling umum terjadi, dengan kejadian 1: 50.000. Sindrom TreacherCollins
memiliki ekspresivitas bervariasi dan penetrasi yang lengkap. Kira-kira separuh
kasus timbul akibat mutasi sporadik; sisanya bersifat familial. Sindrom Treacher
Collins disebabkan oleh mutasi gen TCOF1 pada kromosom 5.

Fitur Gambaran
Temuan yang mencolok adalah tulang zygomatik yang hipoplastik atau hilang,
dan hipoplasia dari aspek lateral orbital. Kanal pendengaran, sel udara mastoid,
dan tonjolan artikular seringkali lebih kecil dari biasanya atau tidak ada. Maksila
dan terutama mandibula hipoplastik, menunjukkan aksentuasi takik antegonial
dan sudut mandibula yang curam, yang memberi kesan badan mandibula
membengkok pada arah inferior dan posterior (Gambar 32-5, C-F). Ramus ini
sangat pendek. Kondilus diposisikan secara posterior dan inferior. Sinus maksila
mungkin kurang berkembang atau tidak ada. Anomali spinal servikal juga telah
dilaporkan pada 18% pasien dengan Sindrom Treacher Collins, termasuk spina
bifida occulta, C1 dismorfik, dan ruang C2-C3 yang berkurang. Dalam satu seri
kasus, lima dari tujuh pasien dengan anomali tulang leher juga memiliki celah
langit-langit mulut. Penemuan ini menunjukkan bahwa pasien dengan sindrom
Treacher Collins dan celah langit-langit mungkin berisiko lebih tinggi untuk
mengalami kelainan tulang leher dan harus ditargetkan untuk dilakukan
pengecekan. Sebuah studi yang lebih baru juga melaporkan bahwa displasia
atau aplasia kelenjar liur utama, seperti yang terdeteksi dengan pencitraan
ultrasound, terjadi pada setengah dari pasien dengan sindrom Treacher Collins
11

diikuti di pusat anomali kraniofasial utama. Temuan ini penting karena anomali
kelenjar ludah ini dapat secara signifikan meningkatkan risiko karies gigi pada
pasien dengan sindrom Treacher Collins.

Gambar 32-5 Sindrom Treacher Collins. (A) dan (B), Perhatikan karakteristik wajah: celah
palpebral miring ke bawah, coloboma sepertiga bagian luar kelopak bawah, tulang pipi yang
tertekan, dagu yang surut, nasofrontal sedikit bersudut, dan hidung yang tampak relatifbesar. (C),
Korelasi fitur radiografi dengan ciri klinis: ramus mandibula pendek, sudut rahang bawah yang
curam, dan gigitan terbuka anterior. Zigoma terbentuk dengan buruk. (D) dan (E), Gambar CT tiga
dimensi anak muda dengan sindrom Treacher Collins menunjukkan sejauh mana kelainan tulang,
termasuk atresia kanal auditori bilateral, aplasia lengkung zygomatic, dan hipoplasia ramus
mandibular dengan ciri bentuk badan mandibula "melengkung" dan takik antegonial yang menonjol.
12

Diagnosa Banding
Kelainan lain yang bisa menyebabkan hipoplasia parah pada keseluruhan
mandibula meliputi agenesis kondilus, sindrom Hallermann-Streiff, Sindrom
Nager, dan Pierre Robin sequence, yang bisa menjadi bagiannya dari beberapa
sindrom genetik lainnya atau anomali yang terisolasi.

Perawatan
Perawatan pasien secara menyeluruh dengan sindrom Treacher Collins secara
optimal disediakan oleh multidisiplin celah langit-langit mulut atau tim anomali
kraniofasial. Pertumbuhan tulang wajah selama masa remaja dapat
menghasilkan beberapa perbaikan kosmetik. Bedah intervensi, termasuk
distraksi osteogenesis bilateral mandibula, bisa memperbaiki cacat osseus.
Pengobatan dari cacat telinga eksternal mungkin melibatkan operasi plastik dan
rekonstruktif atau prostesis atau keduanya. Alat bantu dengar atau implan koklea
mungkin digunakan untuk mengobati gangguan pendengaran, tergantung
keparahannya. Koordinasi antara ortodontis dan bedah ortognatik sering
dilakukan untuk mengobati maloklusi dan memperbaiki fungsi dan estetika.

5. KLEIDOKRANIAL DISPLASIA

Sinonim

Disostosi Kleidokranial adalah sinonim untuk displasia kleidokranial.

Mekanisme Penyakit

Displasia kleidokranial adalah sindrom malformasi dominan autosomal yang


mempengaruhi tulang dan gigi; Kelainan ini mempengaruhi kedua jenis kelamin
secara setara. Prevalensinya diperkirakan 1: 1 juta. Hal itu bisa diwariskan atau
timbul akibat mutasi sporadis. Displasia Cleidocranial disebabkan oleh mutasi
pada gen Runx2 pada kromosom 6. Gen tersebut merupakan kode untuk faktor
transkripsi spesifik osteoblas. Kelainan ini memiliki variabel ekspresivitas dan
penetrasi hampir tuntas.

Fitur Klinis

Meski penyakit ini menyerang seluruh kerangka, displasia kleidokranial terutama


mempengaruhi tengkorak, klavikula, dan gigi. Individu yang memliki kelainan ini
telah terbukti bertubuh lebih pendek daripada kerabat yang tidak memiliki
kelainan namun tidak cukup pendek untuk ini dianggap dwarfisme. Wajah
tampak kecil kontras dengan tengkorak karena hipoplasia maksila dan tengkorak
brakisefalik (dimensi anteroposterior berkurang dengan lebar tengkorak yang
meningkat) dan adanya penonjolan pada bagian frontal dan parietal. Paranasal
sinus mungkin kurang terbentuk. Ada penutupan tertunda pada sutura kranial,
dan fontanel mungkin tetap terbuka bertahun-tahun setelah waktu penutupan
normal. Jembatan hidung mungkin luas dan rata, dengan hypertelorisme (jarak
13

yang terlalu jauh antar mata). Ketiadaan lengkap (aplasia) atau ukuran berkurang
(hypoplasia) dari klavikula memungkinkan mobilitas berlebihan dari bahu
(Gambar 32-6, A dan B). Kelainan gigi yang didapat karena displasia
kleidokranial dan sering menjadi alasannya diagnosis pada individu menjadi
sedikit terpengaruh. Karakteristiknya, pasien dengan penyakit ini menunjukkan
retensi gigi sulung yang berkepanjangan dan erupsi yang tertunda dari gigi
permanen. Ekstraksi gigi primer tidak cukup menstimulasi erupsi yang gigi
permanen. Sebuah studi mengenai gigi dari pasien dengan displasia
kleidokranial menunjukkan kekurangan atau hilangnya sel sementum pada kedua
gigi yang erupsi dan tidak erupsi. Seringkali gigi supernumerari yang tidak erupsi
muncul, dan cukup berdesekan dan disorganisasi dari gigi permanen yang terus
berkembang dapat terjadi. Jumlah gigi supernumerary berkorelasi dengan
penurunan tinggi tulang pada pasien ini.

Fitur Gambaran

Temuan tengkorak yang khas adalah brakisefali, tertunda atau penutupan


fontanel yang gagal, sutura tengkorak terbuka termasuk sutura metopik terbuka
persisten, dan beberapa tulang cacing (tulang kecil dan tidak beraturan di sutura
tengkorak yang terbentuk oleh pusat osifikasi sekunder pada garis sutura)
(Gambar 32-6, C-G, dan 32-7). Dalam kasus yang paling parah, formasi tulang
parietal dan frontal sangat sedikit bisa terjadi. Biasanya, klavikula kurang
berkembang sampai tingkat yang berbeda-beda, dan mereka sama sekali tidak
ada di sekitar 10% kasus. Tulang lain juga mungkin terkena, termasuk tulang
panjang, kolom vertebra, panggul, dan tulang tangan dan kaki. Di rahang, sinus
maksila dan sinus paranasal kurang berkembang dan menghasilkan mikrognati
maksila. Mandibula biasanya berukuran normal. Simfisis mandibula terbuka telah
dilaporkan pada 3% orang dewasa dan 64% anak-anak. Beberapa peneliti telah
menjelaskan bahwa tulang alveolar di atas gigi yang tidak erupsi lebih padat dari
biasanya, dengan pola trabekuler kasar di mandibula temuan ini berkorelasi
dengan temuan histologis bahwa terjadi penurunan resorpsi dan beberapa garis
pembalikan, dan itu dapat menjelaskan erupsi yang tertunda pada gigi yang tidak
secara mekanis terhambat oleh gigi supernumerary dan gigi lainnya yang tidak
erupsi. Secara karakteristik, ada retensi berkepanjangan pada gigi sulung dan
banyak unerupted permanen dan gigi supernumerary (Gambar 32-8, A dan B).
Jumlah gigi supernumerary bervariasi; 63 dalam satu individu telah dilaporkan.
Gigi yang belum erupsi paling sering di anterior maxilla dan regio premolar
rahang. Banyak yang menyerupai dengan premolar dan bisa berkembang
menjadi kista dentigerous. Gigi supernumerari berkembang rata-rata 4 tahun
lebih lama dibandingkan gigi normal. Karena perkembangan tertunda ini,
memang telah diusulkan bahwa gigi supernumerary mewakili sepertiga
pertumbuhan gigi.
14

Diagnosa Banding

Displasia Kleidokranial dapat diidentifikasi dengan riwayat keluarga, mobilitas


bahu yang berlebihan, pemeriksaan klinis tengkorak, dan temuan radiografi
pathognomonic yang retensi gigi sulung berkepanjangan dengan gigi
supernumerary multipel yang tidak tererupsi. Kondisi lain yang terkait dengan gigi
supernumerary multipel yang tidak tererupsi, seperti sindrom Gardner dan
pyknodysostosis, harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding

Gambar 32-6 Displasia kleidokranial. (A), Perhatikan tidak adanya klavikula pada radiografi dada.
(B), Mobilitas bahu yang berlebihan. Perhatikan juga penonjolan frontal dan maxilla kurang
berkembang. (C), radiograf lateral menunjukkan tulang cacing (sutural) di daerah oksipital (panah
kecil) dan fontanel terbuka (panah besar). (D), Lateral tengkorak film menunjukkan kurangnya
perkembangan parietal tulang (panah)

Perawatan

Pada displasia kleidokranial, perawatan gigi harus mencakup pencabutan gigi


sulung dan supernumerari untuk memperbaiki kemungkinan erupsi spontan gigi
permanen. Tulang diatas gigi permanen normal harus dilepas untuk mengekspos
15

mahkota saat setengah dari akar terbentuk untuk membantu erupsi mereka.
Autotransplantasi gigi telah terbukti menjadi strategi yang sukses untuk
mengobati pasien yang lebih tua. Idealnya, pasien harus diidentifikasi lebih awal,
sebelum usia 5 tahun, untuk memanfaatkan gabungan ortodontik dan perawatan
bedah. Rehabilitasi prostodontik dengan gigi implan telah digunakan dalam
beberapa kasus. Pasien harus dipantau untuk pengembangan geraham distal
dan kista sampai akhir masa remaja. Perlakuan bedah terhadap cacat tulang
tengkorak sering dilakukan untuk mengatasi masalah estetika. Dalam kasus
tersebut, pencitraan CT 3 dimensi digunakan untuk memvisualisasikan ukuran
dan ketebalan dan rencana mengambil bahan cangkok tulang dari bagian lain
tengkorak (lihat Gambar 32-7, A-C).

Gambar 32-6, lanjutan (E), film tengkorak posteroanterior. Brakisefali menghasilkan bentuk seperti
bola lampu ke siluet tengkorak dan mandibula. (F), rekonstruksi tiga dimensi dari studi CT dengan
orientasi miring menunjukkan bentuk tengkorak khas yang terlihat pada kondisi ini. Perhatikan
parietal dan frontal bossing dan sutura metopic terbuka pada pria berusia 18 tahun ini. (G),
Tampilan frontal langsung tiga dimensi yang sama rekonstruksi menunjukkan bentuk bola lampu
dari tengkorak dan sutura metopik terbuka. (A, Departemen Ilmu Kesehatan, Universitas Baylor
Rumah Sakit, Dallas, TX.)
16

Gambar 32-7 (A) dan (B), gambar panoramik displasia kleidokranial. Perhatikan retensi gigi sulung
yang berkepanjangan, beberapa gigi supernumerary tidak erupsi dan takik koronoid abnormal (C),
gambar CT aksial mandibula menunjukkan banyak gigi yang tidak erupsi. Jenis pencitraan ini bisa
digunakan untuk melokalisasi gigi yang tidak erupsi untuk membantu rencana perawatan ekstraksi
dan pergerakan gigi ortodontik. (Milik Dr. Sean Edwards, Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial, Universitas Michigan, Ann Arbor, MI.)

6. HIPERPLASIA HEMIFASIAL

Sinonim

Hipertropi hemifasial dan hemihyperplasia adalah sinonim untuk hiperplasia


hemifasial.
17

Mekanisme Penyakit

Hiperplasia hemifasial adalah kondisi di mana setengah dari wajah, termasuk


maxilla sendiri atau dengan mandibula atau fengan bagian tubuh lainnya, tumbuh
dengan proporsi yang tidak biasa. Penyebab kondisi ini tidak diketahui. Beberapa
kasus dikaitkan dengan penyakit genetik, seperti Beckwith-Wiedemann
syndrome.

Fitur Klinis

Hiperplasia hemifasial dimulai saat lahir dan biasanya berlanjut sepanjang tahun-
tahun pertumbuhan. Dalam beberapa kasus, mungkin tidak dikenali saat lahir
tapi menjadi lebih jelas dengan pertumbuhan. Sering terjadi dengan kelainan lain,
termasuk defisiensi mental, kelainan kulit, skoliosis kompensasi, anomali saluran
genitourinaria, dan berbagai neoplasma, termasuk tumor Wilms pada ginjal,
tumor adrenokortikal, dan hepatoblastoma (Beckwith-Wiedemann sindroma).
Laki-laki dan perempuan terpengaruh dengan rasioi yang sama. Gigi dari individu
yang terkena mungkin menunjukkan pembesaran unilateral, percepatan
perkembangan, dan tanggal prematur gigi sulung. Lidah dan tulang alveolar
membesar di sisi yang terlibat.

Gambar 32-8 Hiperplasia hemifasial, memperlihatkan pembesaran maksila kanan saja (A),
Radiografi panoramik menunjukkan akselerasi perkembangan gigi terbatas pada maxilla kanan
pada anak laki-laki usia 5 tahun (B), citra aksial CT menggunakan algoritma tulang pasien yang
sama menunjukkan pembesaran kaninus maksila dan premolar pertama maksial (panah)
dibandingkan dengan sisi kontralateral. (C), Pencitraan CT tiga dimensi menunjukkan pembesaran
tulang pada maksila dan kaninus kanan.
18

Fitur Gambaran

Pemeriksaan radiologis tengkorak pasien menunjukkan pembesaran tulang di


sisi yang terkena, termasuk mandibula (lihat Gambar 32-8), maksila, zygoma,
dan tulang frontal dan temporal. Beberapa kasus telah dilaporkan hanya
melibatkan satu sisi maksila atau satu sisi mandibula.

Diagnosa Banding

Diagnosis banding harus mempertimbangkan hipoplasia hemifasial dari sisi yang


berlawanan, aneurisma arteriovenosa, hemangioma, dan lymphedema
kongenital. Hiperplasia kondilus yang parah juga mungkin melibatkan setengah
dari mandibula sehingga harus dipertimbangkan. Kehadiran dari gigi yang
membesar bersamaan dengan erupsi gigi yang cepat menunjukkan hiperplasia
hemifasial. Kasus terbatas pada satu sisi maksila harus dibedakan dari displasia
fibrosis monostik dan displasia odontomaksila segmental, keduanya memiliki
perubahan karakteristik dalam penampilan radiografi tulang alveolar yang tidak
hadir dalam hiperplasia hemifasial.

Perawatan

Tidak cukupnya jumlah kasus hiperplasia hemifasial dengan tindak lanjut jangka
panjang telah dilaporkan membuat rekomendasi definitif untuk perawatan.
Meskipun kebanyakan kasus diisolasi, anak dengan dugaan hiperplasia
hemifasial harus dirujuk ke ahli genetika medis untuk diagnosis dan deteksi dini
satu dari beberapa sindrom genetik yang bisa dikaitkan dengan kondisi ini.

7. DISPLASIA ODONTOMAKSILA SEGMENTAL

Sinonim

Sinonim untuk displasia odontomaksila segmental adalah hemimaksilofasial


displasia

Mekanisme Penyakit

Displasia odontomaksila segmental adalah kelainan perkembangan dengan


etiologi yang tidak diketahui yang mempengaruhi prosesus alveolaris posterior
pada satu sisi maksila, termasuk gigi dan gingiva cekat.

Fitur Klinis

Kelainannya selalu unilateral dan menghasilkan pembesaran prosesus alveolaris,


dengan atau tanpa pembesaran gingiva, dan anomali gigi. Gigi sering hilang
(paling sering gigi premolar), atau hipoplastik, dan sebagian gigi tetap tidak
erupsi. Hipertrikosis ipsilateral dan anomali kulit lainnya, termasuk kelenjar
sebaseus yang di bibir atas, hiperpigmentasi, hipopigmentasi, nevus Becker, dan
sumbing, juga telah dilaporkan dalam 23% kasus. Pembesaran wajah ringan juga
19

telah dilaporkan dalam beberapa kasus. Sebagian besar kasusnya terdeteksi di


masa kanak-kanak karena orang tua memperhatikan kekurangan gigi erupsi atau
asimetri wajah ringan, atau dokter gigi memberi tahu bahwa premolar hilang
pada gambaran diagnostik.

Gambar 32-9 (A), Pencitraan panorama displasia odontomaksila segmental. Perhatikan geraham
gigi sulung maksila kiri yang lebih besar dibandingkan dengan sisi kanan dan kurangnya formasi
dari premolar, tertundanya erupsi molar pertama, dan pola tulang padat di sebelah kiri prosesus
alveolaris maksilaris. (B) dan (C), Kasus kedua menunjukkan pola trabekuler kasar pada prosesus
alveolaris maksilaris kanan dan erupsi yang tertunda dari bikuspid dan molar pertama kanan
rahang atas. (D-F), gambar CT Cone-beam dari kasus lain yang melibatkan rahang kanan atas.
(D), gambar aksial menunjukkan adanya peningkatan kepadatan tulang internal pada maksila
kanan. (E), Potongan koronal menunjukkan pelebaran dari prosesus alveolaris. (F), Beberapa
struktur linier vertikal radiolusen, yang kemungkinan merupakan kanal nutrisi.
20

Fitur Gambaran

Kepadatan prosesus alveolaris maksila meningkat, dengan jumlah trabekula


tebal yang meningkat tampak sejajar pada orientasi vertikal (Gambar 32-9). Ada
beberapa laporan dari hilangnya lempeng korteks bukal, tapi ini bukan fitur yang
konsisten. Akar gigi sulung lebih besar dibandingkan yang sisi tidak terpengaruh.
dan biasanya bentuknya melebar. Mahkota gigi sulung dan permanen kadang
membersar. Pembesaran ruang pulpa dan resorpsi irregular akar gigi sulung juga
bisa terlihat. Prosesus alveolaris tidak membuat ruang oleh sinus maksila dan
tampak lebih kecil dari pada sisi kontralateral. Sering ada erupsi tertunda pada
gigi molar permanen pertama dan kedua.

Diagnosa Banding

Kondisi lain yang harus dibedakan dari displasia odontomaksila segmental


meliputi segmental hemifasial hiperplasia, displasia fibrosis monostotik, dan
odontodysplasia regional. Hiperplasi hemifasial tidak berhubungan dengan
trabekula kasar secara vertikal di tulang; displasia fibrosis monostik biasanya
tidak berhubungan dengan gigi yang hilang dan, berbeda dengan displasia
odontomaksila segmental, akan terus menunjukkan pertumbuhan yang tidak
proporsional di sisi yang terkena; dan odontodisplasia regional biasanya
berhubungan dengan “gigi hantu” dan tidak berhubungan dengan ekspansi dan
perubahan pola trabekuler pada tulang alveolar.

8. DEPRESI KELENJAR SALIVA LINGUAL

Sinonim

Sinonim untuk depresi kelenjar saliva lingual termasuk depresi mandibula lingual,
kelainan perkembangan kelenjar saliva, kelainan Stafne, kista tulang Stafne,
rongga tulang statis, dan kista tulang laten.

Mekanisme Penyakit

Depresi mandibula lingual mewakili sekelompok cekungan di permukaan lingual


mandibula, dimana cekungan tersebut dilapisi oleh korteks luar yang utuh.
Secara historis, mereka dirujuk sebagai pseudokista karena menyerupai kista
secara radiografi, tapi bukan kista sejati karena tidak ada lapisan epitel. Lokasi
yang paling umum adalah di dalam fosa kelenjar submandibularis dan seringkali
dekat dengan perbatasan inferior mandibula. Bagian cekungan dari posterior
lingual pertama kali dijelaskan oleh Stafne pada tahun 1942. Depresi mendalam
yang didefinisikan dengan baik ini diperkirakan akan terjadi dari atau dikaitkan
dengan pertumbuhan kelenjar liur yang berdekatan ke permukaan lingual
mandibula. Kelainan serupa juga telah dijelaskan terjadi di daerah anterior dekat
daerah apikal premolar, berhubungan dengan kelenjar sublingual (varian anterior
lingual) dan sangat jarang di permukaan medial yang di bagian ramus asending,
21

berhubungan dengan kelenjar parotis (medial ramus variant). Pada kelainan


perkembangan tulang lingual posterior diselidiki dengan pembedahan, lobus
menyimpang dari kelenjar submandibular telah dijelaskan sampai ke dalam
depresi tulang; Namun, pencitraan CT ini menunjukkan beberapa kelainan
jaringan lemak dan tidak ada bukti kelenjar. Etiologi tetap tidak diketahui, namun
kondisi ini merupakan anomali tumbuh kembang yang telah didokumentasikan
dan diketahui kisaran umur pasien berusia antara 11 sampai 30 tahun. Kelainan
ini mungkin akan terus tumbuh perlahan dalam ukuran.

Fitur Klinis

Meskipun depresi tulang rahim lingual tampak langka, dengan varian kejadian
lingual posterior sekitar 0,10% sampai 0,48%, kemungkinan banyak yang tidak
dilaporkan. Varian Kejadian anterior lingual bahkan kurang dari 0,009%. Depresi
tulang mandibula lingual asimtomatik dan tidak mungkin dilakukan palpasi dan
umumnya hanya ditemukan secara kebetulan selama pemeriksaan radiografi.
Dalam sebuah penelitian pada sejumlah besar kasus, laki-laki lebih banyak
terkena dampaknya daripada wanita dengan dominasi dari 6,1: 1, dan puncak
kejadian terjadi pada dekade kelima dan keenam.

Fitur Gambaran

Depresi tulang mandibula lingual memmilik bentuk bulat yang terdefinisi dengan
baik, ovoid, atau sesekali lobulated radiolucency dengan diameter dari 1 sampai
3 cm (Gambar 32-10). Cacat posterior lingual terletak di bawah kanal saraf
alveolaris inferior dan anterior ke arah sudut mandibula, di wilayah takik
antegonial dan fossa kelenjar submandibular. Contoh varian anterior lingual
langka terletak di daerah apikal gigi premolar mandibula atau kaninus dan
berhubungan dengan fosa kelenjar sublingual, diatas otot mylohyoid. Batas dari
defek radiolusen terdefinisikan dengan baik oleh margin radiopak sklerotik padat
dengan lebar variabel, yang biasanya lebih tebal pada aspek superior.
Penampilan ini merupakan hasil penyinaran sinar x yang lewat secara tangensial
melalui dinding depresi yang relatif tebal. Garis besar korteks ini seringkali
kurang berbeda dengan varian anterior lingual. Cacat posterior lingual mungkin
melibatkan batas inferior mandibula. Gambaran MDCT dilaporkan
mengungkapkan jaringan kepadatan lemak di dalam defek (Gambar 32-11), atau
dalam beberapa kasus ada kontinuitas jaringan di dalam defek dengan kelenjar
ludah yang berdekatan.

Diagnosa Banding

Tampilan dan letak gambar radiografi dari kelainan perkembangan tulang bersifat
karakteristik dan mudah dikenali. Depresi tulang mandibula lingual dapat segera
dibedakan dari lesi odontogenik seperti kista karena episenternya lesi
odontogenik terletak di atas kanal alveolar inferior. Namun, bila kelainan yang
22

berhubungan dengan kelenjar sublingual akan muncul di atas kanal, lesi


odontogenik harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding.

Perawatan

Pengakuan atas lesi harus mencegah adanya perawatan atau pembedahan


eksplorasi atau kebutuhan pencitraan canggih seperti pencitraan CT. Kelainan ini
bisa bertambah besar seiring waktu. Ada laporan yang langka yaitu neoplasma
berkembang di jaringan lunak yang ada di dalam kelenjar ludah. Hilangnya
dinding korteks yang jelas di depresi tersebut bisa mengindikasikan adanya
neoplasma.

Gambar 32-10 (A-C), Depresi tulang mandibula lingual dari varian posterior biasanya dipandang
sebagai radiolusen dengan batas jelas dan tajam di bawah kanal mandibular di wilayah fosa
kelenjar submandibular. Cacat ini bisa mengikis batas inferior mandibula. Gambar di (B) adalah
varian yang tidak biasa dengan posisi superior di atas kanal alveolar inferior. Gambar di (C)
mewakili varian anterior di dalam fosa kelenjar sublingual.
23

Gambar 32-11 CT scan dari depresi tulang mandibula lingual, varian posterior. (A) dan (B), tulang
aksial dan jaringan lunak dari kasus yang sama. Perhatikan defek yang terdefinisikan dengan baik
yang membentang dari permukaan medial mandibula dan gambar jaringan lunak yang sesuai, yang
menunjukkan jaringan radiolusen yang kelainan memiliki kerapatan yang setara dengan jaringan
lemak (panah di B). (C), Tiga dimensi, pencitraan CT diformat ulang menunjukkan cacat yang
membentang dari permukaan medial mandibula.

9. SUMSUM TULANG OSTEOPOROSIS FOKAL

Sinonim

Sinonim untuk sumsum tulang osteoporotik fokal adalah ruang sumsum.

Mekanisme Penyakit

Sumsum tulang osteoporosis fokal adalah istilah radiologis yang menunjukkan


adanya adanya cacat radiolusen dalam bagian kanselous rahang. Pemeriksaan
histologis menunjukkan daerah hematopoietik normal atau sumsum lemak.
Etiologi tidak diketahui namun telah didalilkan menjadi: (1) hiperplasia sumsum
tulang; (2) persistensi sisa sumsum embriologis; atau (3) situs penyembuhan
tidak normal setelah ekstraksi, trauma, atau peradangan lokal. Entitas ini adalah
variasi anatomi normal.

Fitur Klinis

Kelainan sumsum tulang osteoporotik fokal biasanya secara klinis asimtomatik


dan biasanya merupakan temuan radiografi insidentil. Ruang sumsum ini lebih
sering terjadi pada wanita usia paruh baya.
24

Fitur Gambaran

Lokasi yang umum untuk sumsum tulang osteoporosis fokal adalah mandibula
daerah molar-premolar. Situs lain termasuk daerah tuberositas maksilaris,
daerah retromolar mandibular, lokasi edentulous, kadang daerah furkasi gigi
geraham rahang bawah, dan jarang di dekat akar gigi. Tampilan radiografik
Ruang sumsum tulang osteoporotik fokal cukup bervariasi. Aspek internal
radiolusen karena adanya trabekula yang lebih sedikit dibandingkan dengan
tulang sekitarnya. Bagian pinggiran mungkin tidak jelas dan pencampuran
dengan kortikal. Tulang sekitar terlihat normal tanpa tanda reaksi tulang (Gambar
32-12).

Diagnosa Banding

Sebuah kista tulang kecil sederhana mungkin memiliki penampilan yang mirip
karena biasanya tidak ada reaksi tulang di pinggiran tulang pada kista
sederhana. Bila sumsum tulang osteoporosis terjadi pada daerahfurkasi atau di
akar gigi, diagnosis bandingnya meliputi adanya lesi inflamasi. Jika daerahnya
adalah tulang sumsum normal, lamina dura harus utuh. Lesi inflamasi yang
sangat awal yang belum merangsang respon osteoblastik yang terlihatmungkin
tampak serupa.

Gambar 32-12 (A-C), Defek sumsum tulang osteoporotik fokal, terlihat sebagai radiolusen (panah).
Beberapa trabekula internal mungkin muncul dan pinggiran bervariasi dari yang terdefinisikan
dengan baik hingga tidak jelas. (D), Contoh terletak pada furkasi gigi molar pertama mandibula.
Ruang ligamen periodontal dan lamina dura utuh.

Perawatan
25

Tidak diperlukan perawatan untuk ruang sumsum tulang osteoporotik.Radiograf


sebelumnya di wilayah tersebut harus selalu diperoleh jika tersedia. Bila ada
keraguan tentang sifat sebenarnya dari radiolusen, sebuah studi longitudinal
dengan film pada interval 3 bulan mungkin diresepkan.

Anda mungkin juga menyukai