Anda di halaman 1dari 88

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN CRANIOFASIAL

MAKALAH
disusun untuk memenuhi salah tugas mata kuliah BDS 1
Dosen Pembina
Hj. Emma Rachmawati, drg., MS

Kelompok 4
Ali Alfatsyah Jihadillah

(160110140037)

Zuleika Fadiah Puteri Utami

(160110140038)

Safitri Bellinda

(160110140039)

Najib Hendri Purnomo

(160110140040)

Yuyun Qurrota Ayunina R

(160110140041)

Muthi Larasmita

(160110140042)

Hanifa Mardhiyyah Sugiyono

(160110140043)

Novianti

(160110140044)

Sita Aulia Agustin

(160110140045)

Iqbal Ibnu Faizal

(160110140046)

Adzkannisa Shalihah

(160110140047)

Dwita Kemala

(160110140048)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Selain itu,
terima kasih kami ucapkan kepada drg. Hj. Emma Rachmawati, MS. yang telah
memberikan arahan kepada kami selama proses diskusi.
Makalah ini disusun untuk menambah pengetahuan mengenai mata kuliah
Orthodonti, khususnya tentang Pertumbuhan dan Perkembangan Craniofasial.
Selain itu makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah BDS 1 yang
diberikan oleh Tim Dosen Blok BDS 1 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Padjadjaran.
Proses penyusunan menggunakan sumber data literatur atau

metode

sekunder. Data diperoeh dari buku Bishara, Mitchel, Moyers, Proffit dan beberapa
referensi buku lainnya.
Tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, kami mengharapakan
kritik dan saran yang konstruktif mengenai makalah ini.

Jatinangor, 16 Maret 2015

Kelompok Tutor 4

DAFTAR ISI

ii

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB I ANALISIS KASUS......................................................................................1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8

Latar Belakang.........................................................................................1
Identifikasi Masalah.................................................................................2
Hipotesis...................................................................................................2
Mekanisme...............................................................................................2
Rumusan Masalah....................................................................................2
Tujuan Penulisan......................................................................................3
Manfaat Penulisan....................................................................................3
Metode Penulisan.....................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4


2.1
Tulang Pembentuk Cranial Vault.............................................................4
2.2
Proses Pembentukan Tulang....................................................................8
2.2.1
Sel dan Matriks Penyusun Tulang....................................................9
2.2.2
Proses Pembentukan Tulang..........................................................11
2.2.3
Proses Pertumbuhan Tulang...........................................................16
2.3
Proses Pembentukan Pembuluh Darah pada Tulang..............................18
2.4
Proses Pembentukan Tulang Kranium...................................................19
2.4.1
Mekanisme Tumbuh Kembang Cranial Vault................................19
2.4.2
Mekanisme Tumbuh Kembang Cranial Base................................28
2.5
Proses Pembentukan Tulang Nasomaxilla.............................................43
2.6
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tulang.....................55
2.7
Kelainan pada Craniofasial....................................................................57
BAB III PEMBAHASAN......................................................................................64
3.1
Crouzons Syndrome..............................................................................64
3.1.1
Definisi...........................................................................................64
3.1.2
Tanda dan Gejala............................................................................65
3.1.3
Patogenesis.....................................................................................66
3.1.4
Radiologi........................................................................................66
3.1.5
Penanganan dan Pengobatan..........................................................77
BAB IV PENUTUP...............................................................................................78
4.1
4.2

Kesimpulan............................................................................................78
Saran.......................................................................................................82

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................83

iii

BAB I
ANALISIS KASUS

1.1

Latar Belakang
Seorang gadis berumur 7 tahun bernama Atina di bawa oleh ibunya

datang ke RSGM FKG UNPAD untuk mencari informasi mengenai kesehatan


mulutnya. Selama pemerikasaan saya melihat bahwa pasien memiliki bentuk
yang tidak biasa dari kepala dan wajah. Dari riwayat kondisi ini, terungkap
bahwa kelainan tersebut telah ada sejak bayi lahir dan kodisinya makin
memburuk saat ia tumbuh dewasa. Menurut orang tuanya, Atina bukan satusatunya yang menderita kelainan ini, salah satu sepupunya mengalami kondisi
yang sama.
Setelah dilakukan pemeriksaan umum dan ekstra oral, tidak ada
penyakit serius yang diderita oleh Atina, tetapi kedua matanya tampak
menonjol, ada jarak yang jauh dari kedua mata, hidung yang luas, dan bentuk
wajah yang cekung. Dari kondisi tersebut didapatkan hipotesis bahwa pasien
mengidap Crouzon Syndrom. Karena adanya kelainan dari bentuk wajah
pasien, maka dari itu, pada makalah ini akan dibahas pertumbuhan dan
perkembangan tulang kepala dan wajah.

iv

1.2

Identifikasi Masalah
Keluhan:
1) Bentuk kepala dan wajah tidak biasa
2) Kondisinya bertambah parah seiring dia tumbuh
General Examination: Tidak ada penyakit serius yang diderita pasien
Extraoral examination:
1) Kedua matanya tampak menonjol
2) Ada jarak yang jauh dari kedua mata
3) Hidung yang luas
4) Bentuk wajah yang cekung.
Riwayat Penyakit Keluarga: Sepupu pasien mengalami kondisi yang
sama

1.3

Hipotesis
Kelainan tumbuh kembang tulang kepala dan wajah.

1.4

Mekanisme
Pasien dilahirkan dangan kondisi kepala dan wajah abnormal, kemudian
terlihat mata pasien yang menonjol, jarak antar mata melebar, akar
hidung lebar, dan wajah terlihat cekung, ini merupakan kelainan tumbuh
kembang tulang kepala dan wajah.

1.5

Rumusan Masalah
1) Apa saja tulang pembentuk kranium?
2) Bagaimana proses pembentukan tulang?

3) Bagaimana proses pembentukan pembuluh darah pada tulang?


4) Bagaimana proses pembentukan tulang kranium?
5) Apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tulang?
6) Apa saja tulang pembentuk wajah tengah?
7) Bagaimana proses pembentukan tulang nasomaxilla?
8) Apa saja kelainan pada craniofasial?
1.6

Tujuan Penulisan
Tujuan umum pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi kriteria

penilaian dalam mata kuliah BDS 1. Sedangkan tujuan khususnya adalah


untuk

untuk

menambah

pengetahuan

mengenai

pertumbuhan

dan

definisi

pertumbuhan

dan

perkembangan dari kraniofasial.


1.7

Manfaat Penulisan
1) Mahasiswa

dapat

perkembangan

menjelaskan

secara

umum

kemudian

kaitannya

dengan

pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial.


2) Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme pertumbuhan dan
perkembangan dari kraniofasial.
1.8

Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan yaitu metode pustaka dan studi

literature, dimana kami mencari dan mengumpulkan informasi dari buku


maupun sumber-sumber lainnya seperti jurnal dan internet.

vi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tulang Pembentuk Cranial Vault


Cranial vault merupakan tulang-tulang pipih yang menutupi permukaan

atas cranium dan mengelilingi kavitas cranium yang berisi otak. Pertumbuhan
cranial vault mengikuti prinsip osifikasi intramembran, yaitu pembentukan sel-sel
tulang melalui jaringan mesenkim tanpa adanya model kartilago terlebih dahulu.
Tulang-tulang pipih pembentuk cranial vault adalah sebagai berikut:

Os. Frontale (1)

Os. Temporale (2)

Os. Parietale (2)

Os. Occipitale (1)

Gambar Cranial vault dan tulang pembentuknya

Gambar Cranial vault dan tulang pembentuknya


Pada awalnya tulang-tulang pipih pembentuk cranial vault dipisahkan oleh
fontanel. Fontanel merupakan struktur membranosa pada cranium bayi yang
bersifat lentur. Karena kelenturan inilah fontanel berguna untuk mempermudah
proses kelahiran, yaitu memudahkan kepala keluar dari jalan lahir. Selain itu
kelenturan fontanel berguna agar pertumbuhan cranium sejalan dengan
pertumbuhan otak.
Berbagai macam fontanel adalah:

Fontanel Posterior, yaitu terletak pada pertemuan dua os. Parietale dan
os. Occipitale. Fontanel posterior mengalami osifikasi intramembran
pada saat dua sampai tiga bulan pertama. Daerah fontanel posterior ini
pada saat dewasa dinamakan lambda.

Fontanel Anterior, yaitu terletak pada pertemuan dua os. Frontale dan
dua os. Parietale. Fontanel anterior mengalami osifikasi intramembran
pada saat pertengahan umur 2 tahun. Dapat terjadi keterlambatan

10

penutupan fontanel anterior, yang disebut cleidocranial dysostosis.


Daerah fontanel anterior pada saat dewasa dinamakan bregma.
Fontanel anterior merupakan fontanel terbesar dibandingkan fontanel
lainnya.

Fontanel Sphenoid, merupakan fontanel yang kecil yang terletak di


setiap sisi kepala. Fontanel ini terletak di antara os. Frontale, os.
Parietale, os. Sphenoid, os. Temporale

Fontanel Mastoid, merupakan fontanel kecil yang terletak di setiap sisi


kepala. Fontanel ini terletak di antara os. Temporale, os. Occipitale, os.
Parietale.

Gambar Newborn skull dan letak fontanelnya

11

Seiring dengan bertambahnya usia, fontanel akan mengalami osifikasi


intramembran dan berubah menjadi sutura. Suturan merupakan persendian fibrosa
(fibrous joint) yang hanya terdapat di kepala. Sutura hanya dapat memungkinkan
pergerakan yang sangat sedikit.

Gambar Sutura pada cranium

Gambar Perbedaan cranium pada saat lahir dan dewasa

12

Atap dan sebagian besar sisi tulang tengkorak berkembang dari sel-sel
Krista neuralis yang berasal dari neuroektoderm. Daerah oksipital dan posterior
rongga mata berasal dari mesoderm paraksial yang merupakan sel-sel mesoderm
yang menyebar kea rah lateral dan membentuk lempeng yang tebal.
Proses terbentuknya cranial vault membranosa yaitu setelah kelahiran
tulang pipih cranial vault (membranosa) membesar. Hal ini terjadi karena
terbentuknya lapisan baru di luar (aposisi) dan pengurangan dari arah dalam
(resorpsi). Karena terjadi pertumbuhan otak yang menyebabkan penambahan
volume otak, cranial vault mengalami aposisi dan remodeling tulang.
Pertumbuhan cavitas cranium mencapai 87% hingga usian 2 tahun,
mencapai 90% pada usia 5 tahun, dan mencapai 98% pada usia 15 tahun.

2.2

Proses Pembentukan Tulang


Tulang terbentuk dari suatu jaringan pengikat. Berdasarkan tingkat

diferensiasinya, jaringan pengikat dapat dibedakan menjadi jaringan pengikat


embrional dan jaringan pengikat dewasa. Jaringan pengikat embrional merupakan
jaringan yang terbentuk pada saat embrio. Jaringan pengikat embrional ini sendiri
terdapat dua jenis jaringan embrional yaitu jaringan mesenkim dan jaringan
mukosa.
Jaringan mesenkim pada awalnya terdapat sebagai jaringan pengisi antara
lapisan entoderm dan ektoderm dalam embrio. Gambaran histologisnya sangat
khas, karena sebagian besar tersusun secara longgar sel-sel yang mempunyai

13

tonjolan sitoplasma yang saling berhubungan. Dalam keadaan hidup celah-celah


antara sel diisi oleh mukopolisakarid. Kadang-kadang di antara sel-sel tersebut
sudah tampak fibril halus.
Sistem rangka tubuh dibentuk dari paraxial and lateral plate mesoderm and
dari neural crest. Paraxial mesoderm membentuk segmen-segmen yang dikenal
sebagai somit di bagian kepala dan occipital. Somit ini kemudian berdiferensiasi
menjadi

bagian

ventromedial,

sclerotome,

dan

bagian

dorsolateral,

dermomyotome. Pada akhir minggu keempat, somit berubah menjadi lymorphous


dan membentuk jaringan, yaitu jaringan mesenkim. Sel-sel mesenkim ini
kemudian bermigrasi dan berdiferensiasi dengan banyak cara. Sel tersebut
kemudian berubah menjadi fibroblasts, chondroblasts, dan osteoblasts.
Neural crest cell di bagian kepala juga berdiferensiasi menjadi mesenkim
dan membantu pembentukan tulang di kepala dan wajah. Pada tulang tertentu,
seperti tulang pipih pada kepala, jaringan mesenkim langsung berdiferensiasi
menjadi tulang melalui proses intramembranous ossification. Pada tulang yang
lain, sel-sel mesenkim membentuk hyaline cartilage models atau bone collar yang
akan terosifikasi melalui proses endochondral ossification.
2.2.1

Sel dan Matriks Penyusun Tulang


Osteoblas
Sel osteoblast bertanggung jawab atas pembentukan matriks tulang, oleh

karena itu banyak ditemukan pada tulang yang sedang tumbuh. Selnya berbentuk
kuboid atau silindris pendek, dengan inti terdapat pada bagian puncak sel.

14

Sitoplasma tampak basofil karena banyak mengandung ribonukleoprotein yang


menandakan aktif mensintesis protein.

Osteosit
Sel osteosit merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang. Sel ini

berbentuk gepeng mempunyai tonjolan-tonjolan yang bercabang-cabang. Dapat


dilihat pula aktivitas sintesis protein dalam sitoplasmanya. Ujung-ujung tonjolan
dari osteosit yang berdekatan saling berhubungan melalui gap junction. Hal-hal
ini menunjukkan bahwa kemungkinan adanya pertukaran ion-ion di antara
osteosit yang berdekatan. Osteosit yang terlepas dari lacunanya akan mempunyai
kemampuan menjadi sel osteoprogenitor yang pada gilirannya tentu saja dapat
berubah menjadi osteosit lagi atau osteoklas.

Osteoklas
Sel Osteoklast merupakan sel multinukleat raksasa dengan ukuran berkisar

antara 20 m-100m dengan inti sampai mencapai 50 buah. Sel osteoklast berada
dalam suatu lekukan jaringan tulang yang dinamakan Lacuna Howship. Sel ini
diketahui dapat mensekresikan beberapa asam organik yang dapat melarutkan
komponen mineral pada enzim proteolitik lisosom untuk kemudian bertugas
menghancurkan matriks organik (resorpsi) pada proses remodeling tulang.

Sel Osteoprogenitor
Sel tulang jenis ini bersifat osteogenik, berada pada permukaan jaringan

tulang pada periosteum bagian dalam dan juga endosteum. Selama pertumbuhan
tulang, sel-sel ini akan membelah diri dan mnghasilkan sel osteoblas yang

15

kemudian akan akan membentuk tulang. Sebaliknya pada permukaan dalam dari
jaringan tulang tempat terjadinya pengikisan jaringan tulang, sel-sel osteogenik
menghasilkan osteoklas.

Sel-sel osteogenik juga dapat berdiferensiasi menjadi khondroblas yang


selanjutnya menjadi sel kartilago.

Matriks Tulang
Berdasarkan beratnya, matriks tulang yang merupakan substansi

interseluler terdiri dari 70% garam anorganik dan 30% matriks organik. Sebanyak
95% komponen organik dibentuk dari kolagen, sisanya terdiri dari substansi dasar
proteoglycan dan molekul-molekul non kolagen yang tampaknya terlibat dalam
pengaturan mineralisasi tulang.
Materi organik non kolagen terdiri dari kalsium dan fosfat dalam bentuk
kristal-kristal hydroxyapatite yang terlibat dalam pengikatan kalsium selama
proses mineralisasi. Kekerasan tulang tergantung dari kadar bahan anorganik
dalam matriks, sedangkan dalam kekuatannya tergantung dari bahan-bahan
organik khususnya serabut kolagen.
2.2.2

Proses Pembentukan Tulang


Osteogenesis Desmalis (osteogenesis intramembranosa)
Proses ini terjadi dalam membran jaringan, kerena pemadatan jaringan

mesenkim. Tulang yang terbentuk selanjutnya dinamakan tulang desmal.


Intramembranous ossification, akan membentuk tulang pipih seperti os forontal,

16

os parietal, os occipital, os temporal, os maxilla dan os mandibular. Proses ini juga


berperan dalam pertumbuhan tulang pendek dan penebalan tulang pipa.

Gambar Proses pembentukan tulang Intramembranosa ossification


Tempat pemadatan jaringan mesenkim disebut dengan primary ossification
center. Proses ini dimulai saat sel-sel mesenkim berdiferensiasi menjadi
osteoblast. Osteoblasts kemudian memproduksi matriks tulang yang diikuti oleh
proses calcification, pengendapan garam kalsium fosfat pada sebagian dari
matriksnya sehingga bersisa sebagai selapis tipis matriks osteoid sekeliling
osteoblast (encapsulation). Osteoblas akan terbenam dalam matriks yang
mengapur sehingga sel tersebut dinamakan osteosit.
Kumpulan osteosit ini membentuk dinding tulang berupa rongga tulang
yang memanjang yang mengandung kapiler, sel sumsum tulang. Rongga tulang ini
muncul disekitar ossification center, yang menyebabkan struktur tulang menjadi
spongy. Jaringan pengikat yang masih ada menembus dinding tulang melalui

17

perkembangan pembuluh darah dan sel-sel mesenkim yang belum berdiferensiasi


membentuk sel sumsum tulang. Ossification centers tulang tumbuh radially dan
bergabung, menggantikan jaringan mesenkim.
Pada tulang pipih di kepala, sebelum di dominasi oleh tulang, terjadi
proses resorption di permukaan internal dan external. Bagian permukaan internal
dan external sudah menjadi tulang kompak sedangkan bagian tengah masih
mempertahankan sifat spongynya. Hal ini dikarenakan adanya penimbunan
kalsium hydroxyapatite yang membentuk tulang menjadi kompak.

Jaringan

mesenkim yang tidak mengalami proses osifikasi membentuk endosteum dan


periosteum.

Osteogenesis Enchondralis
Endochondral ossification terjadi bersama hyaline cartilage yang akan

menjadi model tulang. Proses ini berperan dalam pembentukan tulang pendek dan
pemanjangan tulang pipa.

Gambar Proses pembentukan tulang (endrokondral ossification)

18

Poses ini dimulai sel-sel mesenkim mulai memadat dan berdiferensiasi


menjadi chondrocytes. Chondrocytes membentuk cartilaginous model atau bone
collar, calon bakal tulang. Pembuluh darah tulang masuk ke bagian tengah dari
cartilaginous model, membawa osteoblasts pada bagian diafisis (pusat penulangan
primer) dan membatasi proliferasi sel chondrocytic ke ujung (epifisis) dari tulang.
Kondrosit diaphysis mengalami hipertrofi dan apoptosis karena termineralisasi
oleh matriks sekitarnya, sehingga matriks kartilago akan terdesak mejadi sekatsekat tipis. Hal ini akan mengakibatkan sel kartilago terperangkap karena
terganggu nutrisinya sehinggal mati. Rongga-rongga yang saling berhubungan
sebagai sisa-sisa lacuna. Osteoblast terikat ke mineralisasi matriks tulang dan
terjadi pengendapan matriks. Kemudian, sebagai pembuluh darah menembus
bagian epifisis, pusat osifikasi sekunder terbentuk. Pada saat perluasan dan
remodeling, pusat osifikasi primer dan sekunder diisi oelh sel-sel sumsum tulang.
Pertumbuhan tulang dikelola oleh proliferasi kondrosit di diskus epifisis.
Di pusat osifikasi sekunder, kartilago yang masih ada terbagi menjadi dua
bagian, yaitu articular cartilage, yang tetap ada samapi dewasa dan tidak
berkontribusi dalam proses pemanjangan tulang, dan epiphyseal cartilage, disebut
juga epiphyseal plate, menghubungkan kedua epifisis ke bagian diafisis.
Epiphyseal cartilage bertanggung jawab dalam tumbuh kembang pemanjangan
tulang dan akan menghilang saat dewasa. Inilah alasan orang dewasa tingginya
tidak akan bertambah lagi, rata-rata 20 tahun. Melalui pemeriksaan x-ray, ada
kemungkinan untuk menentukan usia tumbuh tulang. Pada saat epifisis tertutup,

19

maka tidak akan ada lagi pemanjangan tulang, walaupun masih bisa terjadi
pelebaran tulang.

Gambar Zona-zona pada grwoth plate


Epiphyseal cartilage terbagi menjadi lima zona, yaitu:

Zona Proliferasi, dimana sel chondrocytes membelah diri menjadi deretan selsel gepeng.

Zona Maturasi, saat sel chondrocytes tidak lagi membelah diri, tapi bertambah
besar.

Zona hypertrophy, saat sel-sel chondrocytes membesar dan bervakuola.

Zona kalsifikasi adalah zona saat matriks chondrocytes mengalami kalsifikasi


dengan penimbunan kalsium hydroxyapatite.

Zona degenerasi, yaitu zona saat sel-sel chondrocytes berdegenerasi menjadi


osteoblast yang akan menghasilkan matriks osteoid yang akan membentuk
osteosit.

20

2.2.3

Proses Pertumbuhan Tulang


Pemanjangan Tulang Pipa
Setelah berlangsung penulangan pada pusat penulangan sekunder di

daerah epiphysis, terdapatlah sisa-sisa sel khondrosit diantara epiphysis dan


diaphysis. Sel-sel tersebut tersusun berderet-deret memanjang sejajar sumbu
panjang tulang. Masing-masing deretan sel kartilago dipisahkan oleh matriks tebal
kartilago, sedangkan sel-sel kartilago dalam masing-masing deretan dipisahkan
oleh matriks tipis. Jaringan kartilago yang memisahkan epiphysis dan diaphysis
berbentuk lempeng yang disebut dengan discus epiphysealis.
Sel-sel dalam masing-masing deretan tidak sama penampilannya. Hal ini
disebabkan karena ke arah diaphysis sel kartilago berkembang yang sesuai dengan
perubahan yang terjadi pada pusat penulangan yang menyebabkan gambaran
daerah perkembangan yang berbeda-beda.
Masuknya pembuluh darah pada permukaan trabekula di daerah ke arah
diaphysis membawa sel yang akan berubah menjadi osteoblas yang selanjutnya
akan melanjutkan penulangan. Dalam proses pertumbuhan discus epiphysealis
akan semakin menipis, sehingga akhirnya pada orang yang telah berhenti
pertumbuhan memanjangnya sudah tidak ditemukan lagi.

Pembesaran Diameter Tulang Pipa


Pertumbuhan tulang pipa selain memanjang melalui discus epiphysealis

juga mengalami pertambahan diameter dengan cara pertambahan jaringan tulang


melalui penulangan oleh periosteum lapisan dalam dan juga pengikisan jaringan

21

tulang dari permukaan dalamnya. Dengan adanya proses pengikisan jaringan


tulang ini, walau pun diameter tulang bertambah namun ketebalannya tetap
dipertahankan. Hal ini penting karena tanpa pengikisan, berat tulang akan
bertambah terus sehingga mengganggu fungsinya.

Mekanisme Kalsifikasi Dan Remodeling Tulang


Proses klasifikasi dimulai dengan pengendapan calcium salts pada serabut

kolagen. Proses ini disebabkan oleh proteoglycans dan tingginya affinitas


pengikatan kalsium glycoproteins. Pengendapan kalsium ini mungkin dipercepat
dengan

kemampuan

osteoblasts

untuk

untuk

memusatkan

kalsium

di

intracytoplasmic vesicles dan melepaskan vesicles ke extracellular medium


(matrix vesicles). Proses kalsifikasi ini juga dibantu oleh alkaline phosphatase,
yang dihasilkan oleh osteoblasts.
Tulang memiliki bentuk yang berbeda walaupun melewati proses
pembentukan tulang yang sama. Hal ini dikarenakan adanya proses remodeling
tulang. Proses ini terdiri adas dua bagian, yaitu aposisi dan resorpsi tulang.
Aposisi merupakan pemanjangan tulang yang diikuti oleh proses penambahan
volume dari tulang karena aktivitas dari sel osteoblast. Resorpsi tulang merupakan
penyerapan sebagian matriks (pengikisan) untuk membuat bentuk tulang karena
aktivitas dari sel osteoklast. Proses rertumbuhan tulang secara umum berkaitan
dengan proses resorpsi sebagian jaringan tulang yang melebihi kecepatan
pengeroposan tulang. Proses ini memungkinkan bentuk tulang dipertahankan

22

sementara tulang tumbuh. Remodeling tulang (bone turnover) bekerja sangat aktif
pada anak-anak, sekitar 200 kali lebih cepat daripada pada orang dewasa.
2.3

Proses Pembentukan Pembuluh Darah pada Tulang

Darah berperan penting dalam pembentukan tulang, baik pembentukan secara


intra membranosa maupun secara enkondralis.

Pembentukan Tulang secara Intra Membranosa


Pada pembentukan tulang secara intra membranosa, sel mesenkim akan
berdiferensiasi menjadi periosteum yang akan bermigrasi ke tengah tulang
dan akan berdiferensiasi menjadi sel endotel yang akan berdiferensiasi lagi
menjadi pembuluh darah dan akan tertahan di dalam ruang dan lamakelamaan pembuluh darah akan dikelilingi tulang. Hal ini adalah sebagai
awal sistem Havers yang akan menutrisi tulang. Kemudian, pada saat
klasifikasi osteoid, pembuluh darah yang terperangkap akan berfungsi
sebagai penyuplai nutrien ke osteosit dan jaringan tulang, juga sebagai
pengangkut zat sisa.

Pembentukan Tulang secara Enkondralis


Mula-mula, pembuluh darah menembus perikondrium di tengah batang
tulang rawan, merangsang sel-sel perikondrium berubah menjadi
osteoblast (terutama pada bagian tengah epifisis dan bagian tengah
diafisis, serta pada jaringan ikat pembungkus tulang rawan). Kemudian
akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan dari

23

zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya


pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk
sumsum tulang. Selanjutnya, pembuluh darah akan memasuki daerah
epifise sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang
spongiosa. Namun masih tersisa tulang rawan di kedua ujung epifise yang
berperan penting dalam pergerakkan sendi dan satu tulang rawan di antara
epifise dan diafise yang disebut dengan cakram epifise.
2.4
2.4.1

Proses Pembentukan Tulang Kranium


Mekanisme Tumbuh Kembang Cranial Vault
Membranous neurokranium (desmokranium)
Mesensim yang membentuk neurokranium mula-mula tersusun sebagai

membrane kapsular disekitar otak yang sedang terbentuk. Membrane terdiri dari 2
lapisan, yaitu

endomenik dan ektomenik. Endomenik merupakan tempat asal

neural crest yang akan membentuk lapisan leptomeningeal yang menutupi otak
(piamater dan arachnoid). Ektomenik merupakan lapisan luar tempat asal
mesodermal yang berdiferensiasi menjadi bagian dalam dura yang menutupi otak,
yang tetap tidak terosifikasi, dan bagian luar membrane superficial yang bersifat
kondrogenik

dan

osteogenik.

Osteogenesis

ektomenik

terjadi

berupa

pembentukkan tulang intramembranosis di atas kubah otak (dome of the brain),


membentuk vault tengkorak, sedang ektomenik membentuk dasar kondrifikasi
otak berupa kondrokranium yang nantinya berosifikasi endokondral.

24

Gambar 1.1 Derivat neurokranium dari ektomenik embrionik (kavaria, dura


mater) dan endomenik (arahnoid dan piamater)

Gambar 1.2 Asal tulang tengkorak


Selain sifat divergen, ada 2 lapisan ektomenik yang tetap saling
berdekatan, kecuali pada daerah dimana terbentuk sinus venosus. Dura mater dan
septumnya, falces cerebri dan cerebeli dan tentorium cerebeli, menunjukkan
bundel-bundel serat yang tersusun rapat dan melekat dengan kuat terhadap sistem
suture yang nantinya berkembang pada vault. Bentuk neurokranium dewasa
merupakan hasil akhir dari arah tekanan karena pertumbuhan otak bersama sistem

25

dural tersebut. Tanpa sabuk dura, otak akan melebar sebagai spere yang sempurna.
Karena duramater berfungsi sebagai periosteum endokranial dan juga menentukan
bentuk tulang kalvaria.
Pada periode embrionik somit, tube neural yang menutupi dura mater dan
permukaan ektodemal berkontak pada daerah penutupan neuropore anterior dari
otak yang sedang bertumbuh. Usaha mempertahankan kontak ini yang bersifat
sementara selama pertumbuhan menimbulkan proyeksi dura yang akibat
pembengkokan ventral rostrum, meluas ke daerah bakal frontonasal. Dikemudian
hari, setelah kapsul nasal mengelilingi proyeksi dura, kanal garis tengah akan
membentuk dasar foramen caecumpada bakal daerah pertemuan tulang etmoidfrontal. Proyeksi dura dan kulit daerah frontonasal biasanya terpisah dengan
tertariknya proyeksi frontonasal, sehingga kanall dan foramen caecum tertutup
(blind foramen). Kegagalan tertutupnya foramen caecum menyebabkan jaringan
saraf masuk ke daerah nasal.

Gambar 1.3 Pola herniasi meningoensephalosel melalui foramen caecum


membentuk cacat wajah. (a) tahap embrionik, dura dalalm foramen caecum. (b)
selama perkembangan fetus, dura berherniasi melalui foramen caecum dan

26

berkontak dengan kulit. Normalnya, beretraksi sebelum lahir. (c) sinus dermoid
dengan kista. (d) kista dermoid, memiliki atau tidak memiliki batang ke dura. (e)
ensephalosel. (f) sisi cacat
Osifikasi tulang kalvariaintramembranosis tergantung pada adanya otak, karena
bila struktur ini tidak ada, maka tidak ada tulang kalvaria yang terbentuk. Ada
berbagai pusat osifikasi primer dan sekunder yang terbentuk pada lapisan luar
ektomenik, untuk membuat tulang individual. Ektomenik yang berasal dari
mesodermala akan membentuk sebagian besar tulang frontal, parietal, sphenoid,
petrosal temporal dan osipital. Neural crest menghasilkan mesensim yang
membentuk tulang lakrimal, nasal, squamous temporal, sigomatik, maksila, dan
mandibula.

Gambar 1.4 Daerah osifikasi tulang membran tengkorak.


Kedua tulang frontal timbul dari pusat osifikasi primer tunggal, terbentuk
di daerah lengkung supersiliaris pada minggu ke-8 intrauterin. Ketiga pasang
pusat sekunder muncul setelah itu pada prosesus sigomatik, tulang nasal dan

27

tulang fosa trochlear. Penggabungan antara pusat-pusat ini sempurna pada bulan
ke 6-7 intrauterin. Pada saat lahir, tulang frontal dipisahkan oleh suture frontal \
(metopik); penggabungan sinostotik dari suture ini biasanya terjadi pada tahun
kedua dan menggabungkan tulang frontal menjadi tulang tunggal pada umur 7
tahun.
Kedua tulang parietal muncul dua dari pusat osifikasi primer yang terlihat
pada eminensia parietal pada minggu ke-8 intrauterin dan bergabungpada bulan
ke-4 intrauterin. Osifikasi tertunda pada daerah foramen parietal, menghasilkan
fontanel sagital pada saat lahir.
Bagian squamous supranuchal dari tulang occipital (di atas garis nuchal
superior) berosifikasi intamembranosis dari dua pusat pada tiap sisi, serta timbul
pada mingu ke-8 intrauterin. Sisa tulang osipital berosifikasi endokondral.
Bagian squamous temporal berosifikasi intramembrabosis dari satu pusat
dan timbul pada akar zygomatikus pada minggu ke-8 intrauterin. Cincin timpanik
dari tulang temporal berosifikasi intramembranosis dari satu pusat dan tibul pada
bulan ke-3 intrauterin, pada dinding lateral tympanum. Pembagian kedua bagian
tulang membranosus dari tulang temporal terjadi waktu lahir. Sisa tulang temporal
berosifikasi endokondral.
Bila terbentuk pusat osifikasi abnormal antara tulang-tulang kalvaria,
keadaan tersebut terlihat berupa tulang Wormian. Pusat osifikasi timbul pertama
kali pada munggu ke-7 dan ke-8 intrauterin. Tetapi osifikasi baru selesai setetlah
bayi lahir. Mesensim diantara tulang akan membentuk serat untuk membuat

28

artikulasi sindesmotik. Mesensim membranosis yang menutupi tulang akan


membentuk periosteum. Pada saat lahir, tulang kalvaria dipisahkan oleh suture
dengan lebar bermacam-macam dan fontanele. 6 dari fontanele ini diindikasikan
sebagai anterior posterior, posterolateral dan anterolateral dalam hubungannya
dengan sudut kedua tulang parietal (gbr.5). Adanya pertemuan membranosis yang
fleksibela antara tulang-tulang kalvaria, memungkinkan suture dan fontanele
menyempitdan pergeseran tulang-tulang ini bila ditekan selama persalinan. Kepala
tampak berubah bentuk selama beberapa hari setelah bayi dilahirkan (gambar 6).

Gambar 5 Fontanele dan suture kalvaria

Gambar 6 Gambar bagian atas kedua tengkorak neonatal yang menunjukkan


berbagai ukuranfontanel anterior (AF) pada saat lahir. FR, tulang frontal; FS,
suture frontal; PAR, tulang parietal; PF, fontanele posterior; S, suture sagital

29

Pertumbuhan tulang pasca-kelahiran menimbulkan penyempitan suture


dan hilangnya fontanele. Fontanele anterolateral menghilang 3 bulan setelah bayi
lahir; fontanele posterolateral tertutup pada tahun kedua; fontanele posterior
terttutup 2 bulan setelah bayi lahir; dan fontanele anterior tertutup selama tahun
kedua. Suture frontal median biasanya tertutup antara umur 6-8 tahun.
Penggabungan suture frontal (metopik) meliputi jaringan kondroid, kadangkadang membentuk tulang rawan sekunder yang akan diganti oleh tulang rawan
lamella. Perluasan osifikasi tulang kalvaria ini akan terus berlangsung sepanjang
hidup; suture sindesmosis antara tulang neurokranial bergabung menjadi
sinostosis, menyatukan tulang kalvaria individual menjadi komponen tunggal
dalam usia tua. Pada fetus, tulang neurokranial intramembranosis berubah
menjadi bidang lengkung yang besar diatas otak sedang berkembang.
Perkembangan selanjutnya dari otak menentukkan ukuran neurokranium
yang lebih besar daripada bagian wajah dan pengunyahan tengkorak. Dominasi
neurokranium terhadap wajah paling besar pada awal masa fetus, berkurang
menjadi 8:1 pada saat lahir, dan 6:1 pada tahun kedua, 4:1 pada tahun kelima; 22,5:1 pada orang dewasa. Pada saat lahir, neurokranium sudah mencapai ukuran
25% dari pertumbuhan optimal; 50% pada umur 6 bulan dan 75% pada umur 2
tahun. Pada umur 10 tahun, pertumbuhan neurokranium 95% tetapi rangka wajah
baru mencapai 65% dari pertumbuhan keseluruhan. Pada masa pasca-kelahiran,
neurokranium bertambah volimenya 4-5 kali, sedangkan wajah bertambah 8-10
kali dari volume saat lahir.

30

Bentuk dan ukuran optimal cranial vault sangat tergantung pada tekanan
internal pada bagian dalam tulang neurokranial. Otak yang membesar
menghasilkan tekanan tensional pada suture tulang, sehingga merupakan rangsang
kompensasi sekunder dari pertumbuhan suture tulang (gambar 7). Otak berfungsi
sebagai matrik fungsional dalam menentukan luas pertumbuhan tulang
neurokranial. Keliling kepala merupakan indicator pertumbuhan otak yang baik.

Gambar 7 Skema potongan melalui tengkorak dan otak untuk memperlihatkan


tekanan pertumbuhan matrik fungsional.
Pertumbuhan tulang kalvaria merupakan kombinasi dari;

Pertumbuhan suture

Aposisi permukaan dan resorpsi (remodeling)

Pergeseran keluar karena perluasan otak

Perkembangan tulang kalvaria merupakan sututr dominan sampai tahun


kehidupan keempat. Baru kemudian aposisi permukaan menjadi semakin
dominan. Remodeling bidang tulang yang melengkung memungkinkan tulang
menjadi datar untuk tempat daerah permukaan yang makin besar dari otak yang
sedang bertumbuh. Datarnya lengkung yang tinggi dari tulang kalvaria diperoleh

31

dengan kombinasi erosi endokranial dan deposisi ektokranial, selain itu juga
terjadi resorpsi ektokranial dari daerah-daerah lengkung maksimal, seperti
eminensia frontal dan parietal.
Tulang-tulang kalvaria bayi yang baru lahir, unilaminar dan kurang
memiliki diploe. Sejak umur 4 tahun, pemadatan lamella trabekula kanselus akan
membentuk bagian dalam dan luar meja tulang cranial. Meja makin jelas terlihat
masa dewasa. Walaupun sifat mja bagian dalam berhubungan dengan tekanan otak
dan intracranial, meja bagian luar lebih responsive terhadap tekanan ektrakranial.
Tetapi kedua bidang kortikal tersebut tidak berdiri sendiri. Penebalan tulang
frontal pada garis tengah di glabela berasal dari masuknya sinus frontal diantara
bidang kortikal. Hanya meja bagian luar yang teremodeling, meja bagian dalam
menjadi stabil pada umur 6-7 tahun, mencerminkan hampir terhentinya
pertumbuhan serebral. Jadi, hanya bagian dalam tulang frontal yang dpat
digunakan untuk titik pedoman stabil (sinar X) dari pertumbuhan yang diteliti
sejak umur 7 tahun. Pertumbuhan meja bagian luar semasa anak-anak,
mengahasilkan lengkung supersiliari, prosesus mastoid, protuberan occipital
eksternal dan garis temporal serta nuchal yang tidak terdapat pada tengkorak
neonatal. Tulang-tulang kalvaria terus bertambah tebal perlahan-lahan bahkan
setelah pertumbuhan umum sempurna.
Bila tekanan intracranial makin besar, kedua bidang tulang kalvaria
menjadi tipis dan membesar. Sebaliknya tekanan matrik fungsional otak yang
berkurang menghasilkan kalvaria yang kecil. Tekanan normal pada meja luar
tulang cenderung mempengaruhi hanya superstruktur cranium bukan bentuk

32

intrakranialnya. Tarikan otot juga mempengaruhi perkembangan prosesus


mastoid, lateral pterygoid plate, garis temporal dan nuchal pada cranium, prosesus
koronoid dan sudut ramus-tubuh mandibula. Pada wajah, ketahanan butres
terhadap tekanan kunyah menghasilkan prosesus supraorbital. Proyeksi tulang
superstruktural ini menambah dimensi cranium, tetapi tidak berhubungan dengan
kapasitas intracranial. Tekanan eksternal abnormal selama perkembangan dapat
merubah morfologi cranial, tetapi tidak merubah kapasitas cranial.
2.4.2

Mekanisme Tumbuh Kembang Cranial Base


Selama minggu keempat intra uterin, mesenkim yang berasal dari

mesodermal paraksial dan neural crest, berkondensasi antara otak sedang


berkembang dan foregut, membentuk dasar kapsul ektomeningeal. Kondensasi ini
merupakan pembentukan awal dari tengkorak. Walau demikian, perkembangan
tengkorak tetap berlangsung lebih lanjut, setelah perkembangan primordial dari
beberapa struktur cranial lainnya, seperti otak, saraf cranial, mata, dan pembuluh
darah. Selama periode somit-akhir, mesenkim sklerotomal occipital terkonsentrasi
di sekitar notokord yang terletak di bawah otak sedang berkembang. Dari daerah
ini, mesenkim terkonsentrasi ke sephalik, membentuk dasar otak. Perubahan
ektomenik mesenkim menjadi tulang rawan merupakan permulaan dari
kondrokranium, dimulai pada hari ke 40.
Pusat kondrofikasi terbentuk di sekitar ujung cranial notokord, disebut
tulang rawan parakordal. Dari sini, perluasan kaudal dari kondrofikasi bergabung
dengan gabungan sklerotom, keluar dari somit occipital keempat yang

33

mengelilingi tube neural. Tulang rawan sklerotom, bagian pertama dari tengkorak
terbentuk, membentuk batas foramen magnum, menghasilkan anlagen untuk
bagian basilar dan condylar tulang occipital.
Ujung cranial notokord berada setinggi membrane orofaringeal, yang
menutupi stomodeum. Tepat di cranial membran ini, muncullah kantung
hipofiseal (Rathke) dari stomodeum; kantung ini menghasilkan lobus anterior dari
kelenjar pituitari (adenohipofisis), yang terletak tepat di cranial ujung notokord.
Kedua tulang rawan hipofiseal (postspenoid) terbentuk pada kedua sisi batang
hipofiseal dan bergabung membentuk tulang rawan basispenoid, yang
mengandung hipofisis dan nantinya menghasilkan sella tursika serta bagian
belakang tubuh tulang sphenoid.

Gambar 8 Tulang rawan primordial dari kondrokranium (setengah kanan) dan


derivatnya (setengah kiri). Foramen dan isinya, pembuluh darah dan saraf
cranial dapat dilihat di kiri.

34

Di cranial kelenjar pituitari, penggabungan dua tulang rawan prespenoid


(trabekular) membentuk bakal tulang prespenoid, yang akan membentuk bagian
depan tubuh tulang sphenoid. Di lateral, pusat kondrofikasi orbitospenoid (sayap
kecil) dan alispenoid (sayap besar) akan ikut membentuk sayap tulang sphenoid.
Paling depan, gabungan tulang rawan prespenoid akan menjadi bidang tulang
rawan vertical (tulang rawan mesetmoid) dalam septum nasal. Tulang rawan
mesetmoid berosifikasi pada saat lahir, menjadi bidang tegak lurus tulang etmoid,
tepi atasnya membentuk krita galli yang memisahkan bola-bola olfaktoris.

Gambar 9 Tulang rawan dari kondrokranium fetus dan derivatnya. Vomer dan
maksila berasal dari intramembranosis.
Kapsul yang mengelilingi organ indra nasal dan otik (vestibulocochlear)
berkondrofikasi dan bergabung menjadi tulang rawan dasar cranial. Kapsul nasal
(ectethmoid) berkondrifikasi pada bulan kedua, memebntuk kotak tulang rawan
dengan atap dan dinding lateral yang dipisahkan oleh septum tulang rawan medial
(mesetmoid). Pusat osifikasi di dinding lateral membentuk massa lateral (labirin)
dari tulang etmoid dan concha nasal inferior.

35

Gambar 10 Skema potongan korona dari kapsul nasal dan pusat osifikasi.
Septum nasal medial tetap berupa tulang rawan kecuali di posteroinferior,
dimana dalam membrane dari tiap sisi septum, pusat osifikasi intramembranosis
membentuk

mula-mula, sepasang tulang vomer, kedua bagiannya bergabung

sebelum lahir, tetapi mengandung septum tulang rawan nasal, sampai pubertas.
Alae vomer meluas ke belakang ke atas basispenoid, membentuk atap nasofaring
suatu tanda khas manusia. Pertumbuhan aposisional tulang periode postnatal
pada tepi posterosuperior vomer, ikut berperan pada pertumbuhan septum nasal
dan secara tidak langsung berperan pada pertumbuhan ke bawah dan ke depan
dari wajah.
Kapsul nasal yang berkondrifikasi membentuk tulang rawan lubang
hidung dan tulang rawan septum nasal. Pada fetus, tuang rawan septum
memisahkan dasar cranial di atas dan vomer premaksila serta prosesus palatal
maksila, di bawah. Tulang rawan septum nasal juga dianggap, dari
pertumbuhannya, berperan dalam pertumbuhan ke bawah dan ke depan dari
bagian tengah wajah (berfungsi sebagai matrik fungsional).

36

Kapsul otik terkondrifikasi dan bergabung dengan tulang rawan parakordal


untuk nantinya berosifikasi sebagai bagian mastoid dan petrosal tulang temporal.
Kapsul otik tidak berkondrifikasi pada manusia.
Pusat kondrifikasi dasar cranial yang mulanya terpisah, bergabung menjadi
bidang basal tunggal, tidak teratur, dan berlubang-lubang. Pembentukan awal
(prekondrifikasi) dari pembuluh darah, saraf cranial, dan spinal cord antara otak
sedang berkembang dan isi ektokranialnya, berperan dalam terbentuknya lubanglubang (foramen) pada bidang tulang rawan basal dan lantai tulang cranial.
Kondrokranium yang terosifikasi akan bergabung dengan desmokranium
yang terosifikasi untuk membentuk neurocranium. Otak sedang berkembang
terletak di groove dangkal yang terbentuk dari kondrokranium. Fosa hipofiseal
sentral yang dalam dikelilingi oleh tulang rawan prespenoid dari tuberkulum selae
di anterior dan tulang rawan postspenoid dari dorsum selae di belakang.
Serat saraf olfaktoris(I) menentukan pembentukan lubang dari bidang
kribriform tulang etmoid. Perluasan tulang rawan orbitospenoid di sekitar saraf
optic(II) dan arteri optalmik, yang bila bergabung dengan bagian cranial bidang
basal, membentuk foramen optic. Ruang antara tulang rawan orbitospenoid dan
alispenoid akan tetap ada, suatu jalan untuk saraf okulomotor(III), troklear(IV),
optalmik(V), dan abdusen(VI) serta vena optalmik, seperti fisur orbital superior.
Pertemuan alispenoid (sayap besar) dan tulang rawan prespenoid dari tulang
sphenoid dimasuki oleh saraf maksilaris(V 2) untuk membentuk foramen rotundum
dari saraf mandibula (V3) untuk membentuk foramen ovale dan arteri meningeal

37

tengah untuk membentuk foramen spinosum. Tetap adanya tulang rawan diantara
daerah-daerah osifikasi alispenoid dan kapsul otik, berperan dalam pembentukan
foramen laserum. Osifikasi di sekitar arteri carotid internal juga kanalisnya,
terletak di pertemuan tulang rawan alispenoid dan postspenoid serta kapsul otik.
Masuknya saraf wajah(VII) dan vestibulocochlear(VIII) melalui kapsul
otik, memastikan paten dari internal akoustik meatus. Saraf glosofaringeal(IX),
vagus(X), dan spinal asesoris(XI) serta vena jugular internal berjalan antara
kapsul otik dan tulang rawan parakordal, berperan dalam membentuk foramen
jugular yang besar. Saraf hipoglosal(XII) berjalan antara sklerotom occipital, serta
berperan dalam pembentukan kanalis hipoglosal atau condyle anterior. Spinal cord
menentukan pembentukan foramen magnum.
2.4.2.1 Osifikasi kondrokranial
Hampir 110 pusat osifikasi terletak di tengkorak embrio manusia.
Beberapa pusat ini bergabung membentuk 45 tulang di tengkorak neonatal. Pada
orang dewasa muda, terlihat 22 tulang tengkorak.

38

Pusat osifikasi dalam bidang basal, meluas bersama alispenoid pada


minggu ke 8, membentuk dasar untuk bagian tulang endokondral dari tulang
occipital, sphenoid, dan temporal (semuanya memiliki komponen tulang
intramembranosis) dan untuk seluruh tulang endokondral etmoid dan concha nasal
inferior.

Gambar 11 Skema dasar cranial orang dewasa yang menunjukkan daerah tulang
rawan primordial dari kondrokranium (hitam) dan luas osifikasi endokondral
(arsir jarang) dan intramembranosis (arsir padat).
Sisa kondrokranial yang tidak terosifikasi akan tetap ada pada saat lahir, sebagai
alae dan septum hidung, pertemuan speno-occipital dan speno-petrosal, apeks
tulang petrosal, dan antara bagian-bagian tulang occipital yang terpisah.

Gambar basicranial pada bayi yang baru lahir (neonatal)


1) Tulang Occipital

39

Berasal dari tulang rawan basicranial-berperan melalui sklerotom


occipital-dan membrane desmocranial, tulang occipital berosifikasi dari tujuh
pusat (dua intramembranosis, lima endokondral) sekitar medulla oblongata, yang
menentukan pembentukan foramen magnum. Tulang occipital bertumbuh dalam
berbagai pola, dengan komponen-komponennya yang merupakan sentrum,
prosesus transversal, dan lengkung neural dari beberapa vertebra occipital yang
berurutan. Tulang rawan basioccipital, seperti tubuh vertebral, dilewati oleh
notokord, vestigeal yang masih ada pada saat lahir. Bagian squamous di atas garis
nukal superior berosifikasi dari sepasang pusat osifikasi intramembranosis pada
minggu ke 8, dan intranukal, dari sepasang pusat osifikasi endokondral pada
minggu ke 10. Pasangan segmen infranukal kondral bergabung dan baji medial
dari tulang rawan (pusat Kerckring) biasanya terbentuk di belakang foramen
magnum, tetapi suture intramembranosis medial tetap tidak bergabung pada tepi
dorsalnya. Suture nukal transversal antara bagian tulang rawan dan membran
squamous occipital mungkin tetap ada, tetapi umumnya bergabung pada minggu
ke 12.
Pusat osifikasi basikranial endokondral medial tunggal muncul pada
minggu ke 11, membentuk tulang basioccipital di depan foramen magnum dan
sepertiga anterior condyle occipital. Sepasang pusat osifikasi endokondral muncul
pada minggu ke 12, membentuk tulang eksoccipital, di lateral foramen magnum,
termasuk dua-pertiga posterior condyle occipital; mengelilingi saraf hipoglosal
untuk membentuk kelenjar hipoglosal. Squama occipital mulai bergabung dengan
eksoccipital pada sinkondrosis intraoccipital posterior selama tahun ke 2-3

40

postnatal. Eksoccipital bergabung dengan basioccipital pada sinkondrosis


intraoccipital anterior, yang terletak pada condyle. Selama tahun ketiga dan
keempat, sinkondrosis anterior ini mulai hilang; pada umur 7 tahun, bagian
eksoccipital, squamous, dan basilar bergabung untuk membentuk tulang occipital
tunggal. Tuberkel basioccipital muncul pada permukaan ventral basioccipital,
untuk tempat perlekatan raphe faringeal medial. Garis nukal dan protuberan
occipital membesar postnatal dengan fungsi otot nukal.

Gambar 12 Dasar tengkorak neonatal yang menunjukkan pembentukan tulang


ociipital yang mengelilingi foramen magnum.
Postnatal, permukaan endokranial dari tulang occipital umumnya terresorpsi
dan permukaan ektokranial terdepositer, menghasilkan pergeseran ke bawah dari
dasar fosa cranial posterior, untuk tempat otak yang membesar. Bagian squamous
dan basilar memiliki kecepatan pertumbuhan yang terpisah.

2) Tulang Temporal

41

Komponen squamous dan timpani dari tulang ini berosifikasi dalam


membran, sedang elemen petrosal dan stiloid berosifikasi endokondral dari
beberapa pusat osifikasi (21). Bagian squamous berosifikasi intramembranosis
dari satu pusat yang muncul pada minggu ke 8, prosesus sigomatik meluas dari
pusat osifikasi ini. Cincin timpani mengelilingi eksternal akoustik meatus,
berosifikasi dari empat pusat intramembranosis, dimulai pada bulan ke 3. Otosit
telinga dalam merangsang kondrogenesis pada mesenkim periotik, baik neural
crest maupun mesodermal, untuk membentuk kapsul otik; represi local dari
kondrogenesis menyebabkan terbentuknya ruang perilimfatik dalam kapsul.
Bagian petrosal berosifikasi endokondral dalam kapsul otik dari 14 pusat; pusat
ini mulai muncul pada minggu ke 16 dan bergabung selama bulan ke 6, ketika
labirin telinga dalam sudah mencapai ukuran maksimal. Kapsul otik mulanya
berhubungan dengan tulang rawan basioccipital, tetapi sinkondrosis berubah
menjadi foramen laserum dan jugular.
Telinga dalam, di dalam tulang petrosal mengandung derivat, lengkung
brankial pertama dan kedua yang membentuk tulang maleus, inkus, dan stapes.
Tulang petrosal membentuk kapsul otik dewasa, terdiri dari tiga lapisan;
endosteal dan lapisan periosteal di bagian luar yang mengandung kanalis
haversian, sedang lapisan dalam terdiri dari tulang endokondral seperti fetus, yang
tetap ada sepanjang hidup, dan tidak digantikan oleh tulang kanalikus haversian.
Labirin osseous tetap tidak berubah sepanjang hidup sebagai anyaman kapsul
tulang yang melindungi labirin membranosis. Sebaliknya, lapisan petrosal
periosteal luar teremodeling menjadi tulang lamellar dan beradaptasi terhadap

42

tekanan fungsional. Prosesus stiloid berosifikasi dari dua pusat di lengkung tulang
rawan brankial hyoid (kedua); pusat atas terbentuk tepat sebelum lahir dan pusat
bawah tepat setelah lahir. Pada minggu ke 22, bagian petrosal dan cincin timpani
bergabung kurang sempurna, meninggalkan fisur petrotimpani, tempat lewatnya
saraf korda timpani dan ligament diskomaleolar. Pada saat lahir, cincin timpani
bergabung tidak sempurna dengan bagian squamous tulang temporal, membentuk
fisur squamotimpani. Kemudian, cincin bertumbuh ke lateral untuk membentuk
bidang timpani. Prosesus petrosal, squamous dan stiloid proksimal bergabung
selama tahun pertama kehidupan, dan prosesus stiloid distal dan proksimal
bergabung sekitar periode pubertas.
Fosa mandibula (glenoid) hanyalah cekungan dangkal pada waktu lahir,
menjadi dalam dengan berkembangnya eminensia artikular. Prosesus mastoid
terbentuk setelah tahun kedua, ketika terlewati oleh perluasan antrum timpani,
untuk membentuk rongga udara mastoid.
3) Tulang Etmoid
Ini adalah tulang endokondral, yang membentuk dasar medial dari fosa
kranial anterior dan sebagian dari atap, dinding lateral, dan septum medial rongga
hidung, berosifikasi dari tiga pusat; pusat medial tunggal di tulang rawan
mesetmoid membentuk bidang tegak lurus dan Krista galli tepat sebelum lahir;
sepasang pusat untuk labirin lateral yang terlihat pada tulang rawan kapsul nasal
pada bulan ke 4 iu; dan pusat osifikasi sekunder yang muncul diantara bidang
kribriform dan krista galli pada saat lahir. Pada umur 2 tahun,bidang tegak lurus

43

bergabung dengan labirin, melalui penggabungan bidang kribriform, membentuk


tulang etmoid tunggal.
Resorpsi permukaan endokranial bidang kribriform, dengan deposisi pada
permukaan nasal yang berlawanan, menghasilkan pergerakan ke bawah dari dasar
kranial anterior. Pertumbuhan postnatal dari bidang kribriform hanya sedikit dan
sempurna pada tahun ke 4. Pertumbuhan postnatal dari elemen nasal yang lain
merupakan faktor penting dalam pembesaran sepertiga tengah wajah.
4) Concha nasal inferior
Tulang endokondral berosifikasi pada tulang rawan dari bagian lateral
kapsul nasal (ectethmoid), membentuk pusat tunggal yang terlihat pada bulan ke
5 itu. Osifikasi perifer dari gulungan tulang rawan membentuk lamella tulang
ganda ketika tulang rawan teresorpsi. Concha inferior terlepas dari ectethmoid
menjadi tulang terpisah.
5) Tulang Sphenoid
Ini adalah tulang multicomposite, dengan 19 pusat intramembranosis dan
pusat osifikasi endokondral. Ini adalah tubuh sentral, basispenoid, berasal dari
tulang rawan basikranial, sedang sayapnya dan bidang petrigoid memiliki tulang
rawan dan osifikasi intramembranosis.

44

Tubuh

spenoid

berasal

dari

pusat

prespenoid

dan

postspenoid

(basispenoid). Satu pusat medial dan dua pusat osifikasi prespenoid muncul pada
bulan ke 4 pada bagian mesetmoid tulang rawan basikranial untuk membentuk
tulang prespenoid di depan tuberkulum sellae. Tulang postspenoid, muncul dari
dua pasang pusat pada tulang rawan basispenoid pada kedua sisi kantung
hipofesial yang meluas ke atas selama bulan ke 4, membentuk sella tursika,
dorsum sella dan basispenoid

(tempat berakhirnya notokord). Penggabungan

pusat osifikasi akan menutupi saluran orohipofiseal persistensi saluran sebagai


saluran kraniofaringeal pada tubuh spenoid, akan menimbulkan tumor
kraniofaringeal.
Pusat osifikasi endokondral dari sayap besar spenoid akan terlihat pada
tulang rawan alispenoid, dan untuk sayap kecil pada tulang rawan orbitospenoid.
Juga, pusat osifikasi intramembranosis akan muncul pada minggu ke 8, untuk
sayap besar dan untuk bidang petrigoid medial serta lateral.
Bidang pterigoid medial berosifikasi endokondral dari tulang rawan
sekunder di prosesus hamular. Pada beberapa fetus, hamulus pterigoid terlihat

45

jelas, merupakan tulang yang terosifikasi penuh ketika lahir; yang bersama
alispenoid, merupakan elemen spenodial pertama yang terosifikasi (awal minggu
ke 8). Hamulus pada awalnya dibatasi oleh suture dari bidang pterigoid medial.
Di dekat ujung kranial yang menonjol dari basispenoid, terdapat sepasang
concha spenoidal yang mulanya terpisah ( tulang Bertin ), yang bergabung
menjadi tubuh spenoid di belakang, tempat invaginasi sinus spenoidal.
Sinkondrosis midspenoidal antara pre dan postspenoid akan bergabung
tidak lama sebelum lahir. Pada sebagian besar mamalia, selain mausia,
sinkondrosis ini akan bergabung postnatal atau tidak sama sekali. Basispenoid dan
alispenoid tetap terpisah pada saat lahir melalui artikulasi campuran tulang
rawan/ligamen. Basispenoid berartikulasi di konral dengan basiosipital dan
ligamentus dengan tulang petrosal. Normalnya, sinkondrosis spenoosipital
bergabung pada masa remaja; penggabungan yang terlalu dini pada masa bayi
dapat menimbulkan jembatan hidung yang melesak dan wajah dished yang khas
dari anomali kraniofasial.
Perubahan di dasar tengkorak terjadi primarly sebagai hasil dari
pertumbuhan endokhondral melalui sistem synchondrosis. Sebuah synchondrosis
adalah sendi kartilaginosa dimana membagi tulang rawan hialin dan kemudian
diubah menjadi tulang. Sebelum lahir, dasar tengkorak memiliki serangkaian
synchondrosis dalam dan di antara etmoid, sphenoid, dan tulang oksipital.
Situs-situs pertumbuhan yang penting pada os sphenoid adalah
synchondrosis antara tulang sphenoid dan oksipital, atau spheno-oksipital

46

synchondrosis, synchondrosis intersphenoid, antara dua bagian dari tulang


sphenoid, dan synchondrosis spheno-ethmoidal, antara tulang sphenoid dan
ethmoid. Secara histologis, synchondrosis tampak seperti piring epifisis dua sisi.
Daerah antara dua tulang terdiri dari pertumbuh tulang rawan.
Pada basis kranium, tulang sphenoid terdapat dalam tiga bagian, badan
sentralnya mempunyai dua ala minor, dan dua ala mayor pada setiap sisi, dengan
perlekatan prosesus pterigoid Tulang sphenoid dan oksipital yang nantinya akan
berfusi pada basis crania, masih tetap dipisahkan sewaktu bayi lahir oleh daerah
kartilaginus

yaitu

sinkondosis

sfeno-oksipital.

Pertumbuhan

kartilaginus,

pertumbuhan kartilago melalui pembelahan sel, dengan perubahan progresif


menjadi tulang melalui osifikasi.
Pertumbuhan kartilaginus, khususnya pada sinkondrosis sfeno-osipital,
bias menyebabkan terjadinya ekspansi antero-posterior. Menurut Powell dan
Brodie (1964), sinkondrosis ini baru terosifikasi sesudah usia 12-16 tahun, dan
karena itu, menghasilkan pertumbuhan aktif sampai usia pubertas. Pertumbuhan
sutural pada sutura akan membatasi tulang sphenoid dan osipital, memungkinkan
terjadinya pertumbuhan lateral dari basis cranium yang barangkali akan
berlangsung aktif sampai usia 6-7 tahun.

47

2.5

Proses Pembentukan Tulang Nasomaxilla

Terdiri dari tulang-tulang wajah yang terbentuk dari dua arkus faring
pertama. Arkus pertama membentuk, bagian dorsal, prosesus maksilaris yang
berjalan ke depan dibawah regio mata dan membentuk os maksila, os
zigomatikum, dan sebagian dari os temporale. Bagian ventral membentuk
prosesus mandibularis yang mengandung kartilago merkel. Tulang-tulang wajah
berkembang secara intramembranosis dari pusat osifikasi.

Gambar Pandangan lateral dari kepala dan leher fetus.


Perlekatan rangka wajah anteriorinferior terhadap dasar kalvaria
menentukan pengaruh kondrokranial terhadap pertumbuhan wajah. Daerah
perlekatan jelas dibatasi oleh fisura pterigomaksila dan fosa pterigopalatina
anatara tulang spenoid dari dasar kalvaria dan maksila serta tulang palatina dari
permukaan belakang wajah. Tulang zigomatik melekat pada rangka kalvaria pada
sutura frontozigomatik dan temporozigomati. Tulang maksila dan nasal dari

48

permukaan anterior melekat pada kalvaria di sutura frontomaksila

dan

frontonasal. Letak ketiga pasang rongga organ antara rangka neural dan wajah
memperumit

perlekatan

kedua

komponen

tengkorak,

satu

sama

lain

mempengaruhi pertumbuhan rangka wajah. Mata, rongga hidung, dan septumnya,


serta telinga luar, terletak sepanjang batas sepertiga atas dan tengah dari wajah
berfungsi sebagai matrik fungsional dalam menentukan aspek-aspek tertentu dari
pola pertumbuhan wajah. Lidah, gigi, dan otot oromastikasi juga terletak antara
sepertiga bawah dan tengah, serta berfungsi untuk mempengaruhi pertumbuhan
rangka wajah.
Rongga nasal, terutama septum nasal, berpengaruh dalam menentukan
bentuk wajah. Pada fetus, ligamen septomaksila muncul dari sisi dan tepi
anteriorinferior septum nasa, dan nasal, dan masuk ke bagian depan tulang hidung
meneruskan pertumbuhan septum ke maksila. Pertumbuhan maksila diarahkan ke
depan dan bawah melalui tulang rawan septum.
Tarikan dan dorongan dari pertumbuhan septum nasal akan memisahkan
berbagai

sutura

frontomaksila,

frontonasal,

frontozigomatik,

dan

zigomatikomaksila. Pertumbuhan bola mata, otak, dan tulang rawan sikondrosal


speno-osipital, juga berfungsi untuk memisahkan sutura-sutura wajah. Selain itu,
kondisi sutura ini akan menyebabkan sutura terkena daya dari otot kunyah,
sebagai bantalan terhadap tekanan kunyah yang diteruskan melalui tulang-tulang
disekitarnya.

49

Gambar Skema Maksila


Gaya fungsional pada wajah akan menimbulkan berbagai efek pada sutura.
Jadi, sutura temporozygomatik pada lengkung zigomatil akan tumbuh lebih
dominan ke arah anteroposterior.
Pertumbuhan

anteroposterior pada sutura nasomaksila, menghasilkan

jembatan hidung yang lebih tinggi. Sutura frontomaksila, frontozigomatik,


frontonasal, etmoidomaksila, dan frontoetmoidal merupakan daerah pertumbuhan
terutama ke arah vertikal, sebagai akibat perluasan bola mata dan septum nasal.
Bila pertumbuhan septum nasal kurang sempurna, tinggi sepertiga tengah wajah
kurang terpengaruh, di banding dimensi anteroposterior, menghasilkan wajah
yang cekung.

Gambar Arah pertumbuhan dan resorpsi tulang wajah.

50

Perluasan lateral

dari sutura zigomatikomaksila

oleh mata

dan

pertumbuhan pada sutura intermaksila, akan melebarkan wajah. Lebar wajah


kurang proposional dibanding dengan neurokranium, pada neonatal, daripada di
orang dewasa. Wajah bayi baru lahir dua kali lebih lebar dibanding tingginya,
dari pada orang dewasa, dan akan menyesuaikan diri ke proporsi dewasa selama
anak-anak.

Gambar Tengkorak fetus, neonatal, dam dewasa yang menunjukkan


pertumbuhan relatif dari wajah dan neokranium.

Pertumbuhan daerah sutura terbesar adalah pada umur 4 tahun. Setelah itu,
sutura hanya berfungsi sebagai daerah penggabungan fibrous dari tulang-tulang
tengkorak, memungkinkan adanya penyesuaian melalui aposisi dan remodeling
permukaan.
Remodeling terjadi pada seluruh permukaan tulang, untuk menyesuaikan
tulang dengan posisinya yang baru setelah pergeseran Deposisi tulang pada
tuberositas maksila akan merangsang pergeseran ke depan dari seluruh maksila.

51

Ruang kosong dari rongga nasal juga mempengaruhi pertumbuhan dan bentuk
wajah.
Seluruh pertumbuhan tulang yang kompleks adalah hasil dari dua proses
yaitu deposisi dan resorpsi, yang dilakukan oleh bidang pertumbuhan yang terdiri
atas jaringan lunak yang memengaruhi tulang. Karena bidang pertumbuhan dan
fungsi yang berbeda dari berbagai bagian dari tulang, maka tulang akan
mengalami remodeling. Ketika jumlah deposisi lebih besar dari resorpsi,
pembesaran

dari

tulang

mendesak

terjadinya

displacement

yang

juga

berkesinambungan dengan displacement tulang lainnya.


1) Pertumbuhan nasomaxillary complex
Pertumbuhan nasomaxillary diproduksi/dihasilkan oleh 2 mekanisme dasar:
a. Perpindahan pasif dibentuk oleh pertumbuhan basis kranial yang
mendorong maksila maju kedepan.
b. Pertumbuhan aktif struktur maksila dan hidung.
Struktur nasal terjadi pada perpindahan pasif yang sama sebagaimana maksila.
Hidung tumbuh lebih cepat dari wajah, selama pertumbuhan remaja. Pertumbuhan
hidung di dapat dari peningkatan ukuran kartilago nasal septum. Sebagai
tambahan, proliferasi lateral kartilago mengubah bentuk hidung, dan berkontribusi
terhadap peningkatan ukuran luarnya. Pertumbuhan hidung secara garis besar
bervariasi, bergantung dari masing-masing orang.

52

A. Maksila
Pertumbuhan kompleks nasomaksila diproduksi oleh mekanisme berikut:

Displacement (perpindahan)

Displacement pasif/sekunder dari kompleks naso maksila terjadi pada direksi


menurun dan maju seperti pertumbuhan dasar kranial, tipe pemindahan ini tidak
terjadi secara langsung. Kompleks naso maksila adalah pergerakan simple kearah
anterior sebagai pertumbuhan fossa kranial tengah pada arah tersebut.
Perpindahan pasif maksila adalah suatu mekanisme pertumbuhan penting selama
periode pertumbuhan gigi sulung, tapi akan menjadi kurang penting sebagai
pertumbruhan basis kranii yang lambat.
Suatu tipe pemindahan primer juga terlihat pada direksi posterior. Ini
mengakibatkan keseluruhan maksila dibawa kearah anterior. Tipe pemindahan
primer ini adalah suatu pemindahan tulang oleh pembesarannya sendiri.

Pertumbuhan pada sutura

Maksila dihubungkan pada kranium dan dasar kranial oleh sutura, suturasutura tersebut adalah :

Sutura Frontozygomatic berkembang secara vertical

Sutura Frontomakxilla berkembang secara vertical

Sutura Frontonasal berkembang secara vertical

53

Sutura Nasomaxilla berkembang secara antro-posterior

Sutura temporozygomati berkembang secara antero-posterior

Sutura zygomatikamaxilla berkembang secara lateral

Sutura-sutura ini semuanya oblique (miring) dan lebih kurang pararel


antara satu dengan yang lainnya. Ini mengizinkan reposisi maksila kebawah dan
kedepan seperti pertumbuhan yang terjadi pada sutura-sutura ini.
1) Surface Remodeling
Remodeling oleh aposisi dan resorpsi tulang terjadi untuk :

Meningkatkan ukuran tulang

Merubah bentuk tulang

Merubah hubungan fungsional tulang

Berikut adalah perubahan remodelling yang terlihat pada kompleks naso-maksila.

54

Resorpsi terjadi pada permukaan lateral pinggir orbital menuju pada


pergerakkan lateral bola mata. Untuk mengkompensasi, terjadi aposisi tulang pada
pinggir medial orbit dan pada permukaan eksternal pinggir lateral. Dasar dari orbit
faces superior, lateral, dan anteriorly. Aposisi permukaan terjadi disini dan
mengakibatkan pertumbuhan pada direksi superior, lateral dan anterior. Aposisi
tulang terjadi sepanjang garis tepi posterior dari tuberosity maksila. Hal ini akibat
perpanjangan lengkung dental dan perbeasarn dimensi anterior-posterior dan
seluruh badan maksila. Hal ini membantu pada akomodasi erupsi molar. Resorpsi
tulang terjadi pada dinding lateral hidung menuju pada suatu peningkatan ukuran
rongga hidung. Resorpsi tulang terlihat terjadi pada dinding lateral. Untuk
mengkompensasinya, maka terjadi aposisi tulang pada sisi palatal. Tulang
zygomatik bergerak pada direksi posterior. Hal ini dicapai dengan resorpsi pada
permukaan anterior dan aposisi pada permukaan posterior. Pelebaran wajah oleh
pembentukan tulang pada permukaan lateral zygomatic dan resorpsi pada
permukaan medialnya. Anterior nasal spine meningkat akibat deposisi tulang.
Terjadi resorpsi dari permukaan periosteal dari korteks labial.
Mekanisme dan letak
Mekanisme dari pertumbuhan nasomaksilary complex terdapat di suturasutura, nasal septum, permukaan periosteal dan endosteal, dan alveolar process.
Meningkatnya ukuran maksila karena adanya aktivitas subperiosteal selama
pertumbuhan postnatal, meskipun periosteum memiliki nama yang berbeda di
tempat yang berbeda. Periosteum merupakan suatu membran fibrosa yang kuat
yang menutupi permukaan tulang dan membentuk kesatuan yang kuat dengan

55

tendon dan ligament. Periosteum menyuplai pembuluh darah dan saraf pada
tulang daan membantu pertumbuhan tulang. Hampir diseluruh permukaan
terdapat periosteum; di beberapa daerah disebut mucoperiosteum; apabila
periosteum dari tulang bertemu dengan periosteum lainnya disebut sutura; dan
saat dua tulang menjadi satu (alveolar process) bergabung dengan modifikasi
tulang dari akar gigi (cementum) disebut membran periodontal. Meskipun
memiliki nama yang berbeda-beda, periosteum memiliki peran yang penting
dalam remodeling bone. Seluruh nasomaksilary complex nantinya

akan

bergabung bersama cranial vault dan cranial base melalui sistem sutural yang
complex.
Mekanisme osifikasi endokondral terjadi pada tulang panjang, mandibula,
dan cranial base, namun proses osifikasi ini tidak menyebar ke wajah bagian
tengah. Capsul nasal embrionik tidak dengan sederhana berosifikasi untuk
menjadi tulang di nasomaksilar complex. Pertumbuhan kartilago pada bagian
nasal septum merupakan sumber dari tekanan yang menyebabkan maksila tumbuh
secara anterior-inferior, meskipun teori ini telah dimodifikasi oleh banyak peneliti.
Tekanan pada nasal septum ini dapat dikatakan memiliki peran yang dominan.
Perlu diingatkan bahwa pada bagian luar dan dalam dari permukaan tulang
pada wajah bagian tengah melibatkan suatu proses dari pertumbuhan nasomaksila
secara utuh, proses itu adalah remodeling bone. Dengan demikian, permukaan
tulang yang mengalami remodeling menjadi sangat aktif dan melakukan adaptasi
pada daerah seperti suture, sinkondrosis, condylus dan sebagainya.

56

Ukuran dan Arah

1.Tinggi Maksila
Studi implant klasik dari Bjork dan skeller menegaskan bahwa tinggi
maksila meningkat karena pertumbuhan sutura menuju frontal dan tulang
zigomatik serta pertumbuhan aposisi di alveolar process. Aposisi juga terjadi di
lantai orbital dengan remodeling resorptive dari permukaan yang lebih rendah.
Secnara bersamaan, lantai hidung diturunkan oleh resorpsi sementara
aposisi terjadi pada palatum keras. Tinggi orbital tidak mengalami peningkatan
pada masa kanak-kanak hingga remaja sampai tingkat yang sama seperti halnya
rongga hidung, sehingga, menurunkan sutural dari korpus maksila menurunkan
kompensasi untuk aposisi dari lantai orbit. Penurunan lantai orbit dari orbital pada
usia empat tahun dan seterusnya, kurang dari setengah penurunan sutural korpus
maksila
Pertumbuhan pada sutura median menghasilkan pelebaran beberapa
milimeter lebih besar dari pembentukan aposisi, namun permukaan yang
terbentuk harus menyertai penambahan pada sutura. Pembentukan alveolar yang
berkontribusi saat awal pertumbuhan vertikal sangat penting pada proses
pencapaian lebar yang diinginkan, dikarenakan perbedaan yang terdapat di setiap

57

processus alveolar. Pada saat processus alveolar tumbuh secara vertikal,


perbedaan tersebut meningkatkan lebarnya. Ketika masa pertumbuhan aktif
condylus maksila terhenti (pada akhir masa remaja), processus alveolar maksila
terus berkembang hingga mencapai hampir 40% dari tinggi total maksilla.
2.Lebar Maksila
Pertumbuhan pada sutura tengah lebih penting daripada pengubahan bentuk
aposisional pada perkembangan lebar maksila. Pertumbuhan meningkat pada
sutura tengah seperti umumnya pertumbuhan kurva untuk tinggi badan, dan
pertumbuhan pubertal maksimum pada sutura tengah bertepatan dengan waktu
maksimum pertumbuhan pada sutura fasial seperti yang terlihat pada gambaran
radiograf. Bagaimanapun, tidak ada hubungan antara petumbuhan lebar pada
sutura tengah dan pertumbuhan sutural ketinggian maksila. Rotasi garis lintang
bersama dari dua maksila mengakibatkan pemisahan sebagian lebih ke posterior
daripada anterior.

Panjang Maksila

Panjang maksila meningkat sekitar tahun kedua dengan aposisi pada


tuberositas maksilaris dan pertumbuhan sutura menuju tulang palatal. Permukaan
resorpsi terjadi secara anterior pada tulang arkus maksila. Studi implant oleh
Bjork dan Skieller menunjukkan bahwa permukaan anterior ini cenderung stabil
secara sagital, namun arkus maksila akan berremodeling sebagaimana tumbuh
kebawah, itulah mengapa bagian anterior mengalami resorpsi. Pada permukaan
labial akan bergerak dari arah pertumbuhan inferior

58

Waktu meningkatnya alveolar process erat kaitannya dengan erupsi

gigi. Peningkatan secara keseluruhan tinggi maksila seirama dengan pertumbuhan


vertical mandibula.

Mekanisme
Seluruh mekanisme pertumbuhan nasomaksila telah dirancang dengan

baik untuk adaptasi dan pertumbuhan compensator, namun adaptasi yang berbeda
dapat dilihat pada alveolar process. Ketika palatum sedang sempit, sebagai
contoh, prosesus alveolar mengimbangi antara lebar dan tinggi.
Bidang oklusi dikoordinasikan selama pertumbuhan dengan pola
morfologi secara keseluruhan, deposisi dan resorpsi prosesus

alveolar

berkompensasi baik untuk perpindahan palatal. Dengan demikian, di dalam


kerangka gigit dalam, di mana sudut gonial hampir ortogonal, bidang oklusal
(dibentuk oleh pertumbuhan prosesus alveolar) hampir parallel terhadap bidang
mandibula. Di sisi lain, ketika tinggi muka anterior secara tidak proporsional
panjang, pertumbuhan alveolar anterior berkompensasi dan bidang oklusal dalam.
Karena sifat adaptif dan kompensasi dari pertumbuhan alveolar, oklusi ini
kadang-kadang berbeda dengan hubungan skeletal dan ditemukan hubungan
molar kelas 1, misalnya, dalam kerangka (Kelas II) retrognathic. Memprediksi
pertumbuhan tulang, bukanlah memprediksi secara tepat hubungan oklusal masa
depan. Perawatan ortodontik, terlepas dari alat, tergantung, untuk sebagian besar,
pada kapasitas adaptif dari proses pertumbuhan alveolar dan remodeling.

59

2.6

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Tulang

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tulang


1. Herediter (genetik)
Tinggi badan anak secara umum bergantung pada orang tua, anak-anak
dari orang tua yang tinggi biasanya mempunyai badan yang tinggi juga.
2. Faktor nutrisi
Suplai bahan makanan yang mengandung kalsium, fosfat, protein,
vitamin A, C, D penting untuk generasi pertumbuhan tulang serta untuk
memelihara rangka yang sehat.

Kalsium berfungsi untuk mencegah pengeroposan tulang. Kalsium


dapat diperoleh dari susu, sayuran hijau seperti bayam, brokoli,
daun pepaya, daun singkong, daun labu dan sawi. Selain itu bijibijian (kenari, wijen dan almond) dan kacang-kacangan serta hasil
olahannya (kedelai, kacang merah, kacang polo, tempe, tahu), ikan
teri kering, udang kering, salmon, sardine merupakan makanan
yang mengandung kalsium.

Vitamin C memiliki banyak peranan dalam tubuh, di antaranya


adalah dalam pembentukan kolagen, yaitu sejenis protein yang
menghubungkan semua jaringan serabut, kulit, urat, tulang rawan,
dan jaringan lain di tubuh manusia. Struktur kolagen yang baik

60

dapat menyembuhkan patah tulang, memar, pendarahan kecil, dan


luka ringan. Vitamin C dapat diperoleh dari buah dan sayuran
antara lain adalah lada merah, jojoba, peterseli, jambu biji, buah
kiwi, brokoli, leci dan juga jeruk. Vitamin C juga bisa di dapatkan
dari sumber hewani, di antaranya terdapat pada hati sapi, tiram,
hati ayam, dan lainnya.

Vitamin D sangat penting bagi kesehatan tulang karena berperan


dalam penyerapan kalsium di lambung dan saluran pencernaan.
Tanpa vitamin D yang cukup, tubuh kita tidak akan mampu
menyerap kalsium dengan baik sehingga memiliki tulang yang
lemah. Vitamin D adalah pro-hormon yang digunakan tubuh kita
untuk mengangkut kalsium dari pencernaan melalui darah menuju
ke tulang, jantung, otak, paru-paru dan organ lain yang
memerlukannya. Vitamin D dapat diperoleh dari susu, telur, ikan,
udang, kedelai, dll.

3. Faktor endokrin
a) Hormone paratiroid (PTH) satu sama lain saling berlawanan dalam
memelihara kadar kalsium darah. Sekresi PTH terjadi dengan cara:
1) Merangsang osteoklas, reapsobsi tulang dan melepas kalsium
ke dalam darah.
2) Merangsang absorbsi kalsium dan fosfat dari usus.
3) Meresorbsi kalsium dari tubulus renalis.
b) Tirokalsitonin, hormon yang dihasilkan dari sel-sel parafolikuler dari

61

kelenjar tiroid, cara kerjanya menghambat resorbsi tulang.


c) Hormon pertumbuhan yang di hasilkan hipofise anterior penting untuk
proliferasi (bertambah banyak) secara normal dari rawan epifisealis
untuk memelihara tinggi badan yang normal dari seseorang.
d) Tiroksi bertanggung jawab untuk pertumbuhan tulang yang layak,
remodeling tulang dan kematangan tulang.
4. Faktor persyarafan
Gangguan suplai persyarafan mengakibatkan penipisan tulang seperti
yang terlihat pada kelainan poliomyelitis.
5. Penyakit
Penyakit

mempunyai

pengaruh

yang

kurang

baik

terhadap

pertumbuhan tulang. Ada beberapa penyakit atau gangguan (eksternal


maupun internal) bisa memengaruhi pertumbuhan tulang. Pengaruh
eksternal, misalnya pengaruh radiasi sinar X, bisa memengaruhi lempeng
pertumbuhan (epiphyseal growth plate /EGP). Lempeng pertumbuhan ini
adalah bagian dari tulang yang berpotensi menambah panjang atau lebar
tulang. Apabila lempeng ini terkena obat-obatan, radiasi sinar X, atau
trauma (jatuh, terbentur), maka pertumbuhan tulang pun bisa terganggu.

2.7

Kelainan pada Craniofasial

Kelainan pada craniofasial adalah


1) Treacher Collins Syndrome

62

Sindrom Treacher Collins atau dysostosis mandibulofacial adalah autosomal


dominan gangguan langka pembentukan wajah yang terjadi di sekitar 1: 50.000
kelahiran hidup. Daerah wajah yang terkena adalah mereka yang berasal dari
faring lengkungan 1 dan 2. Namun bisa bervariasi dalam tingkat keparahan klinis,
bahkan di antara individu dalam silsilah yang sama.
Karakter muka umum:

Down-slanting fisura palpebra

Zygomatic, supraorbital dan mandibula hipoplasia.

Colobomas (daerah kekurangan jaringan) dari kelopak mata bawah

Malformasi parah telinga, termasuk telinga luar, telinga tengah dan


ossicles atresia kanal auditori eksternal, yang bersama-sama sering
mengakibatkan gangguan pendengaran konduktif;

Sumbing terisolasi, hadir di sekitar sepertiga kasus dan

Biasanya pola skeletal parah kelas II dengan peningkatan proporsi


vertikal, karena kekurangan mandibula dan rotasi pertumbuhan
mandibula posterior.

Individu dengan TCS biasanya menjalani rekonstruksi jaringan lunak selama


dua dekade pertama kehidupan. Pengobatan ini ditujukan terutama untuk
meningkatkan fungsi pernafasan dan merekonstruksi jaringan lunak dan keras.

63

Pengelolaan kasus tersebut memerlukan pendekatan tim yang berdedikasi dan


multidisiplin.
Skala besar dan upaya kolaborasi diidentifikasi TCOF1 sebagai gen
bermutasi di TCS. TCOF1 mengkodekan phosphoprotein nukleolus Treacle
dianggap memiliki peran penting dalam biogenesis ribosom, yang sangat penting
bagi pertumbuhan sel normal dan defferentiation. Sayangnya, upaya untuk
mempelajari TCS menggunakan model tikus telah terhambat karena tikus yang
tidak memiliki fungsi hanya satu TCOF1 alel memiliki fenotip TCS bahkan lebih
parah daripada yang ditemukan pada manusia, tergantung pada latar belakang
genetik mereka. Tikus ini memiliki produksi ribosom dewasa dalam
neuroephitelial tengkorak dan sel-sel saraf WIT, yang mengarah ke proliferasi
berkurang dan peningkatan besar dalam kematian sel terprogram yang hampir
terkait dengan tabung saraf, dan penurunan migrasi sel neural cest ke wilayah
craniofacial awal . Oleh karena itu, cacat utama dalam TCS adalah produksi selsel neural cest mengisi lengkungan faring pertama dan kedua di awal
pembangunan, sel bertanggung jawab untuk memproduksi sebagian besar tulang
wajah.

2) Craniosynostosis

64

Craniosynostosis adalah sekelompok gangguan heterogen yang ditandai oleh


fusi dini jahitan tengkorak. Hal ini dapat terjadi secara terpisah atau dalam
hubungan dengan anomali lainnya, di sejumlah sindrom yang ditandai.
a) Craniosynostosis terisolasi
Sekitar 1: 2.000 anak yang lahir dengan fusi dini jahitan tengkorak, paling
sering sagital; tapi jahitan koronal, metopic dan lambdoid juga dapat dipengaruhi.
Kasus ini biasanya terjadi secara sporadis, tetapi juga bisa familial. Fitur
kraniofasial tergantung pada dimana jahitan dipengaruhi tetapi biasanya
melibatkan distorsi tengkorak karena pertumbuhan kompensasi yang berlebihan di
daerah-daerah tidak terpengaruh.
b) Apert Syndrome
Sindrom Apert ditandai dengan craniosynostosis, malformasi midfasial,
sindaktili simetris tangan dan kaki dan keterbelakangan mental. Kondisi ini dapat
terjadi secara sporadis atau diwariskan secara autosomal dominan namun jarang,
Terjadi pada sekitar 1: 65.000. Sindrom Apert ditandai oleh cacat garis tengah
calvarial lebar, yang cepat ditutup dengan tulang dan jahitan koronal yang
sekering awal masa bayi.
Fitur kraniofasial meliputi:

Dahi curam

Hypertelorism

65

Proptosis okular (perpindahan ke depan dan penjeratan mata dari balik


kelopak mata) dan downslanting fisura papebral

Low-set telinga

Hipoplasia maksila, dengan terkait Bizantium berbentuk lengkung rahang


atas dan gigi yang parah crowding

Lateral pembengkakan palatal, yang dapat memberikan penampilan yang

pseudo-sumbing dan celah langit-langit


c) Sindrom digital facial oral
Sindrom digital mulut wajah merupakan kelompok heterogen dari
gangguan perkembangan, yang menggabungkan kedua kelainan oral dan
kraniofasial dengan anomali mempengaruhi angka. Yang terbaik adalah ditandai
ofd-1, yang diturunkan secara dominan kondisi x-linked autosomal dan terjadi
pada sekitar 1: 50.000 kelahiran hidup, hanya perempuan yang terpengaruh karena
mematikan di negara heterozigot laki-laki.
Ofd-1 juga ditandai dengan facies khas, ada

Bossing Frontal

Midfasial hipoplasia

Luas akar hidung

Mata terbuka lebar

Bibir atas pendek

Konservasi rapuh rambut kulit kepala.

66

Dalam rongga mulut, suatu hiperplasia biasa dan ditandai frenulum


terjadi, yang mengakibatkan pola karakteristik clefting orofasial

Sebuah celah garis tengah kecil dari bibir atas memanjang melalui
perbatasan vermillion sering hadir dalam kombinasi dengan clefting
lebih parah dari langit-langit

Sebuah celah melintang dalam biasanya memisahkan selera primer dan


sekunder, sementara panjang sumbing penuh langit-langit sekunder,
memperluas melalui langit-langit lunak, juga hadir

Frenula hiperplasia juga hadir di wilayah mandibula, sehingga clefting


dari lidah di sekitar setengah dari kasus.

Lekukan (clinodactyly)

Fusions (sindaktili)

Brakhidaktili

Gen ofd telah diidentifikasi dan mengkode protein yang terlibat dalam
organisasi dan perakitan silia primer, ekstensi kontraktil kecil yang ditemukan di
permukaan populasi sel banyak. Hal ini menjadi semakin jelas bahwa silia
mediator penting dari pensinyalan sel selama perkembangan dan model tikus baru
yang dihasilkan manusia ofd-1 menunjukkan bahwa pembentukan silia yang
normal rusak dalam kondisi ini.
3) Fetal alcohol syndrome

67

Anomali terkait dengan sindrom alkohol janin timbul sebagai akibat langsung
dari konsumsi alkohol selama kehamilan. Diperkirakan bahwa di seluruh dunia,
FAS mempengaruhi sekitar 1 dari 100 anak-anak yang baru lahir untuk berbagai
tingkat, sehingga penyebab paling umum kesulitan belajar.
Fitur Prinsip fas meliputi:

Pertumbuhan somatik terbelakang

Fasies karakteristik, termasuk hidung pendek datar, hipoplasia midfasial,


vermilion border tipis bibir atas dan philtrum tidak jelas

Langit-langit sumbing (dalam kasus yang lebih berat)

Disfungsi dari sistem saraf pusat.


Tingkat keparahan kondisi ini sebanding dengan kuantitas dan waktu
konsumsi alkohol selama kehamilan. Dalam kasus yang paling ekstrim, fas
merupakan dari HPE. Selain itu, sementara yang tepat mekanisme yang
mendasari teratogenitas alkohol tidak sepenuhnya dipahami, paparan
pengembangan embrio ayam untuk etanol menyebabkan kematian
populasi sel neural cest di wilayah kraniofasial.

68

3
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
3.1.1

Crouzons Syndrome
Definisi
Crouzon syndrome merupakan penyakit autosomal dominan dengan gejala

yang bervariasi yang disebabkan oleh mutasi gen pertumbuhan FGFR2


(Fibroblast Growth Factor Receptor 2) pada kromosom 10. Octave Crouzon
(1912) memperkenalkan sindrom herediter kraniofasial dysostosis pada ibu dan
anak laki-laki. Crouzon menggambarkan tiga kelainan bentuk tulang calvaria,
anomali wajah, dan exophthalmos.
Penyakit ini dikarakteristikkan dengan tulang calvaria yang terlalu cepat
menutup dan sutura basis kranial dan juga seperti halnya orbital dan maksila
secara kompleks (craniosynostosis). Kranium tersusun atas beberapa tulang yang
dipisahkan oleh sutura. Sutura ini membuat kranium membesar dan berkembang
bersamaan dengan perkembangan otak. Jika satu atau lebih sutura menutup lebih
cepat, khususnya sebelum otak berkembang secara sempurna, maka kemungkinan
perkembangan otak akan menekan kranium dan dapat mengakibatkan terbukanya
sutura yang lain. Hal ini dapat menyebabkan ketidaknormalan bentuk kepala dan
pada beberapa kasus dapat mempercepat perkembangan otak.
Penyatuan sutura yang terlalu cepat melibatkan sagital dan koronal sutura.
Sutura lamboidal terkadang juga terlibat. Urutan dan kecepatan penyatuan sutura

68

69

menentukan tingkat deformitas dan kecacatan. Penyatuan sutura yang cepat dapat
terjadi sendiri atau bersamaan dengan kelainan lain. Pada crouzon syndrome tidak
ditemukan kelainan pada jari-jari seperti yang terdapat pada penyakit Aperts
Pfeiffer dan Saethre-Chotzen syndrome sebagai diagnosa bandingnya. gambaran
klinis yang dominan termasuk hipoplasia maksila, bibir atas pendek, mata banyak
spasi (hypertelorism), orbit dangkal, menonjol bola mata (proptosis okular),
kepala pendek (brachycephaly).
3.1.2

Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari crouzon syndrome tergantung pada bagaimana dan

kapan sutura kranial menyatu dengan cepat selama perkembangan janin. Tanda
dan gejala yang sering terjadi antara lain:
a. Pembentukan tulang kepala yang terlalu cepat (craniosynostosis)
b. Perkembangan yang lambat dari hidung dan soket mata (midface
hypoplasia)
c. Hidung berbentuk paruh
d. Mikrotia pada telinga
e. Kehilangan atau mengecilnya kanal telinga (congenital aural atresia)
f. Penyakit ini menyebabkan kehilangan pendengaran
g. Anomali pada tangan dan kaki (tetapi bukan syndactyly)
h. Acanthosis nigricans

70

i. Mandibula prognasi, gigi rahang atas crowded, oligodontia, cleft


palate, makrodontia, maksila atresia
3.1.3

Patogenesis
Crouzon syndrome diakibatkan oleh mutasi dari gen pertumbuhan,

Fibroblast Growth Factor Reseptor -2 (FGFR2) pada kromosom10. Mutasi ini


menyebabkan sutura tumbuh prematur atau tumbuh lebih cepat dari seharusnya.
Sutura yang terlebih dahulu menyatu adalah sutura coronalis. Jika sutura menyatu
terlebih dahulu maka perkembangan wajah juga menjadi terganggu yang akan
mengakibatkan wajah menjadi cekung. Dasar orbita yang pendek akan
mengakibatkan bola mata menojol keluar. Selain FGFR2, mutasi gen FGFR3 juga
dapat menyebabkan Crouzon syndrome dan sindrom lainnya, seperti Pfeiffer
syndrome, Saethre-Chotzen syndrome, dan Jackson-Weiss syndrome.
3.1.4

Radiologi
Radiografi cranium normal dengan yang mengalami muka cekung

1) Prosedur Pemeriksaan Radiograf Cranium


Menurut Bontrager (2010), teknik radiografi cranium adalah teknik
penggambaran cranium dengan menggunakan

sinar- X untuk memperoleh

radiograf guna membantu menegakkan diagnosa.


a) Patologi pemeriksaan radiografi cranium
Menurut Bontrager (2010) patologi pemeriksaan radiografi craniun
diantaranya adalah Fraktur, luka tembak, metastase, tumor (neoplasma), adenoma,

71

osteitis, myeloma. Menurut frank (2012) patologi umum dikepala sehingga


dilakukan pemeriksaan cranium AP dan Lateral diantaranya adalah untuk
menampakkan Fraktur, mestatase, osteomilitis, osteitis, tumor. Menurut Twaddle
cit Prabawani (2011) pemeriksaan radiologi berupa rontgen polos kepala dengan
indikasi bila nyeri kepala. Menurut Price (2006) Nyeri kepala pasca-trauma
memerlukan foto rontgen kepala polos.
b) Persiapan alat dan bahan, meliputi :
Alat dan bahan yang harus dipersiapkan adalah Pesawat sinar-X, kaset dan
film ukuran 24 x 30 cm, marker R dan L dan plester, apron, ID camera, grid, alat
prossesing film. Penggunaan identitas pada radiograf dengan marker meliputi
informasi tanggal pemeriksaan, nama atau nomor pasien, kanan atau kiri dan
instiusi.
c) Persiapan Pasien
Persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan radiografi cranium
antara lain melepaskan benda-benda logam, plastik atau benda lain yang
terdapat dikepala. Pengambilan radiograf dengan pasien berdiri atau tiduran
(Bontrager, 2010).
d) Teknik radiografi cranium (Standar)
1)

Proyeksi Anteroposterior (AP) Axial (Towne method)

Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi anterior


posterior axial adalah untuk menampakan patologi fraktur, neoplastic dan

72

osteitis. Teknik pemeriksaan cranium proyeksi Antero Posterior Axial adalah


sebagai berikut :

Posisi pasien:

Atur pasien dalam posisi berdiri atau tidur di meja pemeriksaan.

Posisi objek:
a. Tekan dagu, hingga Orbitomeatal Line (OML) tegak lurus terhadap
meja pemeriksaan. Jika pasien tidak kooperatif tekan leher pasien
sehingga Infraorbitomeatal Line (IOML) tegak lurus dengan meja
pemeriksaan. Tambahkan alat bantu radiolusent dibawah kepala
jika diperlukan.
b. Luruskan midsagital plane (MSP) terhadap sinar pusat sampai garis
tengah grid.
c. Pastikan kepala tidak ada rotasi.
d. Pastikan vertex tengkorak masuk luas lapangan sinar x

Sinar pusat:
a. Sudutkan 300 terhadap OML atau 370 terhadap (IOML), jika dagu
pasien tidak memungkinkan untuk ditekan sehingga OML tegak
lurus terhadap kaset bahkan dengan alat bantu yang diletakkan di
kepala, maka IOML dapat di tempatkan tegak lurus terhadap kaset
dengan sinar pusat disedutkan 370 caudad. Sudut 300 antara

73

OML dan kaset untuk menampakkan gambaran anatomi yang


sama.
b. Titik bidik pada MSP 6,5 cm diatas glabella sampai melewati
foramen magnum
c. Minimum Source image receptor distance (SID) 100 cm

Kolimasi

Kolimasi hingga bagian luar tengkorak

Pernafasan

Pasien menahan nafas selama eksposi berlangsung


Kreteria radiograf : tampak tulang oksipital, petrosum piramid dan
foramen magnum dengan dorsum sellae dan posterior clinoid di
bayangan foramen magnum.

74

2)

Proyeksi Lateral
Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi lateral

adalah untuk menampakkan patologi fraktur, neoplasma dan osteitis,


trauma rutine untuk menampakan tengkorak kanan dan kiri, untuk
mengambarkan udara pada sinus spenoid. Teknik pemeriksaan cranium
proyeksi lateral adalah sebagai berikut :

Posisi pasein:

Atur pasien dalam keadaan erect, recumbent semiprone

Posisi objek:
a. Luruskan MSP sejajar dengan meja pemeriksaan
b. Luruskan Interpupillary Line (IPL) tegak lurus dengan meja
pemeriksaan
c. Fleksikkan leher hingga IOML tegak lurus terhadap tepi depan
meja pemeriksaan

Sinar pusat
a.Arahkan sinar pusat tegak lurus kaset
b.

Titik bidik 5 cm superior EAM

c.Minimum SID 100 cm

75

Kolimasi
Kolimasi hingga bagian luar tengkorak

Pernafasan
Pasien tahan nafas selama ekposi berlangsung

Kreteria radiograf : Tampak cranium secara lateral, bagian dalam sella


tursica termasuk anterior dan posterior clinoid dan tampak dorsum
sella.

76

3)

Proyeki AP

Menurut Frank (2012), ketika pasien tidak dapat diposisikan PA dan AP


axial proyeksi yang dapt mengambarkan kreteria yang serupa adalah proyeksi AP.
Tujuan dilakukannya proyeksi AP adalah untuk menampakkan patologi fraktur,
neoplasma dan osteitis. teknik pemeriksaan cranium proyeksi AP adalah sebagai
berikut :

Posisi pasien

Atur pasien dalam posisi supine

Posisi objek:
a. Posisi pasien supine dengan MSP tubuh pada pertengahan kaset
diatas meja pemeriksaan
b. Memastikan MSP kepala dan OML tegak lurus kaset

Sinar pusat:
a. Pusat sinar tegak lurus kaset/pada glabela
b. Minimum SID 100 cm

Kolimasi

Kolimasi hingga bagian luar tengkorak

77

Pernafasan

Pasien tahan nafas selama ekposi berlangsung

Kreteria radiograf: kreteria radiograf proyeksi AP sama dengan


proyeksi PA. Tampak tulang frontal , crita galli, internal auditory canal,
frontal dan anterior sinus etmoid, petrous ridge, greter dan sayap
spenoid dan dorsum sella (gambar 2.10).

4)

Proyeksi posteroanterior (PA) Axial

Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi PA adalah untuk


menampakkan patologi fraktur, neoplasma dan osteitis. Teknik pemeriksaan
cranium proyeksi PA Axial adalah sebagai berikut :

Posisi pasien:

78

Atur pasien dalam posisi berdiri atau prone

Posisi objek:

a. Letakkan hidung dan dahi pasien di atas meja pemeriksaan


b. Fleksikan leher hingga OML tegak lurus kaset
c. MSP tubuh diatur tepat dipertengahan meja pemeriksaan

Sinar pusat:
a. Arahkan sinar 15 caudad
b. Pilihan lain arah sinar pusat 250 terhadap kaset sampai 300 dan
titik bidik keluar dari nasion.Pilihan lainnya penyudutan 250
sampai 300 caudad akan lebih baik menampakkan superior orbital
fisura, foramen magnum dan inferior orbital rim.
c. Minimum SID 100 cm

Kolimasi

Kolimasi hingga bagian luar tengkorak

Pernafasan

Pasien tahan nafas selama ekposi berlangsung

79

Kreteria radiograf : Tampak tulang Frontal, Besar dan kecil sayap


spenoid, tampak superior orbital, anterior sinus etmoid jaraksuperior
orbital.

Gambar cranium normal dan yang mengalami kelainan

80

Radiologi cranium normal

Radiologi cranium Crouzon Syndrome

81

3.1.5

Penanganan dan Pengobatan


Penganganan dan pengobatan Crouzons syndrome dapat berbeda

tergantung pada kondisi pasien dan penyakit yang dideritanya. Pilihan pengobatan
adalah :

Bedah Ortognatik

Kraniotomi

Osteotomi Le Fort Maksiliari

Osteotomi Pemisahan Sagital Rahang

Terapi Wicara

Selain itu tidak ada cara untuk mencegah crouzon syndrome. Satu-satunya
cara yang dapat dilakukan adalah jika anda menderita crouzon syndrome atau

82

memiliki sejarah sindrom tersebut, maka anda dapat berkonsultasi dengan


konsuler genetic ketika memutuskan untuk memiliki anak.

4
BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan

Pada kasus ini diketahui pasien yang bernama atina berumur 7 tahun di
diagnosis mengalami kelainan crouzon's syndrome. Dengan keluhan kepala dan
wajah tidak normal sejak lahir dan kondisinya semakin parah, mata menonjol
keluar, jarak antar mata jauh, ujung hidung melebar, muka bagian tengah terrlihat
cekung dan ada sepupunya yang mengalami kelainan yang sama.
Pada umumnya tulang kranial tersusun dari : 1 os frontale, 2 os temporale, 2
os parietale, dan 1 os occipital. Tulang tulang tersebut merupakan tulang pipih.
Tulang merupakam tulang yang akan membentuk basikranial dan neurokranial.
Tulang sendiri terbentuk dengan dua proses yaitu (1) intramembranosa yang
terjadi dalam membran jaringan, karena pemadatan jaringan mesenkim dan (2)
endokondral yang terjadi bersama hyalin cartilage yang akan menjadi model
tulang. Basicranial

sendiri berkembang

melalui osifikasi yang

disebut

kondrokranial. Osifikasi basic cranial ini terjadi pada bagian- bagian tulang seperti
occipital, temporal, etmoid, spenoid, dan concha nasal inferior yang merupakan
bagian dari basikranial. Osifikasi pada basikranial sendiri terjadi sebelum dan
sesudah kelahiran hingga umur sekitar 8 tahun. Pada masing masing tulang terjadi
osifikasi yang berbeda ada yang terjadi secara intramembranosa dan

83

84

juga endokondral. Pertama pada tulang occipital pada minggu ke 8 terjadi


osifikasi intramembranosa pada pars squamosa nuchalsuperior di ikuti dengan
perkembangan pada bagian squamosa nuchalinferior , basilar, dan lateralis yang
pada akhirnya akan bergabung dengan cara sinkondrosis ( pertautan tulang
rawan ).pada tulang lainnya seperti temporal ,ethmoid, conchanasal inferior dan
spenoid juga akan mengalami osifikasi secara bersama walaupun pada
minggu/bulan yang berbeda menyesuaikan dengan bagian lainnya. Tulang spenoid
dan oksipital yang nantinya akan berfusi pada basis cranial, masih tetap
dipisahkan sewaktu bayi oleh daerah kartila ginus yaitu sinkondrosis sfenooksipital yang kemudian mengalami pertumbuhan ginus, pertumbuhan kartilago
melalui pembelahan sel dengan perubahan progresif menjadi tulang melalui
osifikasi.
Sedangkan pada kasus crouzon's syndrome ini tulang calvaria terlalu cepat
menutup yang disebabkan oleh adanya kelainan pada kromosom 10 (FGSR2) dan
sutura basis kranial dan juga seperti halnya orbita dan maxilla secara kompleks.
Kranium tersusun atas beberapa tulang yang dipisahkan oleh sutura. Sutura ini
membuat kranium membesar dan berkembang bersamaan dengan perkembangan
otak. Jika salah satu atau lebih sutura menutup lebih cepat maka kemungkinan
perkembangan otak akan menekan kranium dan mengakibatkan terbukanya sutura
yang lain. Hal ini dapat menyebabkan ketidaknormalan bentuk kepala.
Gejala yang ke 2 yaitu midface yang cekung atau mukanya konkaf. Muka
konkaf itu di sebabkan oleh hypoplasia nasomaksila. Bagian midface atau
nasomaxilla sendiri terdiri dari nasal, maxilla, zigomatikum dan orbita.

84

85

Pada umumnya bagian nasomaxilla ini akan tumbuh dengan dua proses
yaitu deposisi dan resorpsi, yang dilakukan oleh bidang pertumbuhan yang terdiri
atas jaringan lunak yang memengaruhi tulang. Karena bidang pertumbuhan dan
fungsi yang berbeda dari berbagai bagian dari tulang, maka tulang akan
mengalami remodeling. Ketika jumlah deposisi lebih besar dari resorpsi,
pembesaran

dari

tulang

mendesak

terjadinya

displacement

yang

juga

berkesinambungan dengan displacement tulang lainnya.


Ketika salah satu sisi dari korteks tulang baru bertambah, pada sisi lainnya
korteks tulang akan mengikis. Deposisi terjadi pada permukaan tulang yang
bertambah.Sementara resorpsi terlihat pada permukaan yang mengikis. Hasilnya
dari proses cortical drift, perpindahan yang bertahap dari pertumbuhan tulang.
Bentuk kompleks dari tulang wajah membesar secara bersamaan dan
berkembang secara berdiferensiasi. Dengan begitu, beberapa area tumbuh dengan
cepat dan bagian luarnya mengalami resorpsi. Pertumbuhan kompleks naso
maksila diproduksi oleh mekanisme berikut:
a. Displacement (perpindahan)
Displacement pasif/sekunder dari kompleks naso maksila terjadi pada
direksi menurun dan maju seperti pertumbuhan dasar kranial, tipe pemindahan ini
tidak terjadi secara langsung. Kompleks naso maksila adalah pergerakan simple
kearah anterior sebagai pertumbuhan fossa kranial tengah pada arah tersebut.
Perpindahan pasif maksila adalah suatu mekanisme pertumbuhan penting selama
periode pertumbuhan gigi sulung, tapi akan menjadi kurang penting sebagai
pertumbuhan basis kranii yang lambat. Suatu tipe pemindahan primer juga terlihat
pada direksi posterior. Ini mengakibatkan keseluruhan maksila dibawa kearah

85

86

anterior. Tipe pemindahan primer ini adalah suatu

pemindahan tulang oleh

pembesarannya sendiri.
b. Pertumbuhan pada sutura
Maksila dihubungkan pada kranium dan dasar kranial oleh sutura, suturasutura tersebut adalah :
(a) Sutura Frontozygomatic berkembang secara vertical
(b) Sutura Frontomakxilla berkembang secara vertical
(c) Sutura Frontonasal berkembang secara vertical
(d) Sutura Nasomaxilla berkembang secara antro-posterior
(e) Sutura temporozygomati berkembang secara antero-posterior
(f) Sutura zygomatikamaxilla berkembang secara lateral

Sutura-sutura ini semuanya oblique (miring) dan lebih kurang pararel


antara satu dengan yang lainnya. Ini mengizinkan reposisi maksila kebawah dan
kedepan seperti pertumbuhan yang terjadi pada sutura-sutura ini.

c. Surface Remodeling
Remodeling oleh aposisi dan resorpsi tulang terjadi untuk :
(a) Meningkatkan ukuran tulang
(b) Merubah bentuk tulang
(c) Merubah hubungan fungsional tulang

86

87

Namun pada kasus ini semuanya berhenti karena berhentinya proses


pertumbuhan kranium berhenti sehingga proses skunder yang mennyebabkan
posisi midface bergeser tidak terjadi sehingga menyebabkan bentuk wajah bagian
tengah yang cekung. Selain itu hal tersebut juga menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan tulang bagian lacrimal, karena pendeknya bagian lacrimal
menyebabkan bola matanya cembung ke depan atau tidak sesuai dengan posisi
bola mata pada umumnya. Untuk penanganan dari crouzons syndrome sendiri
dapat dilakukan beberapa treatmen seperti bedah ortognatik, kraniotomi dan lainlain.
4.2

Saran

Semoga dengan selesainya makalah ini diharapkan agar para pembaca


khususnya mahasiswa dapat mengetahui lebih lanjut dan memahami tentang darah
dan dapat mengaplikasikanya dalam dunia kedokteran gigi.

87

DAFTAR PUSTAKA

Balhajhi, S.I. 2006. Orthodontics the Art and Science. 3rd edition. New Delhi :
Publishing House.
Bishara, S. E., 2001, Textbook of Orthodontic, Philadelphia: WB Saunders
Chaundry, Mayur. Shweta Dixit Chaundry. 2011. Essentials of Pediatric Oral
Biology. New Delhi: Jaypee.
Eroschenko, Victor P. -. diFiores Atlas of Histology. 11th edition. Wolters Kluwer
Foster, T.D, 1999. Buku Ajar Ortodonsi. Edisi ke-3. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Mescher, Anthony L. -. Junqueiras Basic Histology 12th edition. Lange.
Proffit W.R., Field H.W. et al. 2000. Contemporary Orthodontics. 3rd edition. St.
Louis: CV Mosby
Proffit, W.R., 2007. Contemporary Orthodontic. St. Louis Missouri : Mosby Co
Salder,T.W.2010. Embriologi Kedokteran Langman. Edisi ke- 10. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

88

Anda mungkin juga menyukai