Anda di halaman 1dari 9

Malnutrisi dan Hubungannya dengan Pertumbuhan Rahang

Saikha Adila Azzah 181610101070


Pembimbing : Prof. drg. Mei Syafriadi, MDSc., Ph.D
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup,
malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan diantara
pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Ini bisa terjadi
karena asupan makan terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain
itu, kekurangan gizi dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan
metabolik (Oxford medical dictionary, 2007).
Malnutrisi pada anak-anak akan sangat mengganggu proses pertumbuhan dan
perkembangannya, karena pada usia inilah zat-zat gizi sangat diperlukan untuk membangun
tubuh yang sehat dan mental yang kuat. Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan besar, jumlah,
ukuran dan fungsi tingkat sel, organ maupun individu. Hal tersebut diukur dengan ukuran berat
(gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik.
(Supriasa, 2001). Anak dengan kondisi tubuh kurang gizi akan cenderung lebih kurus dan lebih
pendek, kondisi mentalnya kurang, dan lebih rentan terhadap infeksi penyakit dibandingkan
dengan anak-anak norrmal seusianya. Anak-anak merupakan kelompok umur yang rentan
terhadap kelainan gizi karena pada saat ini mereka membutuhkan nutrisi yang optimal untuk
pertumbuhan dan perkembangannya (Santoso, 2004; Aritonang, 2006).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2018 yang
dirilis Kementerian Kesehatan, kasus malnutrisi pada anak Indonesia mencapai 17,7%.
Angka ini menurun dibandingkan dengan data tahun 2013 sebesar 19,6%. Sedangkan secara
umum World Health Organization (WHO) mengungkapkan gizi buruk mengakibatkan 54%
kematian pada bayi dan anak. Hasil sensus WHO menunjukkan bahwa 49% dari 10,4 juta
kematian balita di negara berkembang berkaitan dengan gizi buruk. Tercatat sekitar 50% balita
Asia, 30% balita Afrika, 20% Amerika Latin menderita gizi buruk. Data prevalensi balita
stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO), Indonesia termasuk ke dalam
negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional
(SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%
(Depkes, 2010).
Salah satu pengaruh malnutrisi terhadap kondisi fisik anak yaitu terganggunya
pertumbuhan rahang anak yang akhirnya menjadi kurang maksimal. Pada dasarnya pertumbuhan
sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang masuk ke dalam tubuh. Rahang anak dengan kondisi
malnutrisi akan cenderung lebih kecil ukuran rahangnya. Pertumbuhan rahang yang tidak
sempurna ini dapat mempengaruhi oklusi dan kondisi pada gigi geligi anak. Apabila rahang
terlalu kecil, pada beberapa kasus dapat terjadi crowded (gigi berjejal) walaupun tidak selalu
demikian. Kemudian jika kondisi gigi geligi berada dalam keadaan crowded maka bisa saja
terjadi maloklusi dan terganggunya kebersihan rongga mulut.

1.2 Permasalahan
Apa faktor yang menyebabkan malnutrisi dan bagaimana mekanismenya serta
pengaruhnya bagi pertumbuhan khususnya pertumbuhan rahang?

1.3 Tujuan dan Manfaat


 Mengetahui penyebab dan dampak malnutrisi
 Mengetahui hubungan malnutrisi terhadap pertumbuhan anak khususnya
hubungannya dengan pertumbuhan rahang

II. TINJAUAN PUSTAKA


1. Tumbuh Kembang Anak
Dalam bidang biologi, tumbuh dan berkembang merupakan dua proses yang saling
berkaitan dan sulit untuk dipisahkan satu dari yang lainnya. Meskipun dari keduanya mempunyai
pengertian yang berbeda. Pertumbuhan berkaitan dengan bertambahnya ukuran berbagai organ
tubuh (fisik) yang disebabkan oleh peningkatan ukuran masing-masing sel dalam kesatuan sel
yang membentuk organ tubuh atau bertambahnya jumlah keseluruhan sel atau keduanya.
Beberapa sumber mendefinisikan pertumbuhan sebagai bertambahnya ukuran fisik dan struktural
tubuh, dalam arti sebagian atau keseluruhan, karena adanya multiplikasi sel dan atau karena
bertambahnya sel (sifatnya kuantitatif). (Nelson, 1988; Moersintowarti, 1991, 1993; Mustarsid,
1993; Ismail,1993).
Banyak faktor yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan bayi menjadi
anak, remaja dan dewasa. Faktor tersebut dapat bersifat positif dan negatif. Faktor yang
memberikan pengaruh positif seperti intake nutrisi yang baik dan seimbang, pemeliharaan
kesehatan yang baik, pola pengasuhan yang baik, serta kondisi lingkungan yang bersih dan sehat,
dll. Sedangkan faktor yang memberikan pengaruh negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan
anak seperti kemiskinan, layanan kesehatan yang kurang memadai dan lain-lain.

1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan


Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Secara garis
besar faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu faktor dalam (internal) dan
faktor luar (eksternal/lingkungan). Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hasil interaksi
dua faktor tersebut.
a. Faktor internal
Terdiri dari perbedaan ras/etnik atau bangsa, keluarga, umur, jenis kelamin, kelainan
genetik, dan kelainan kromosom. Anak yang terlahir dari suatu ras tertentu, misalnya ras Eropa
mempunyai ukuran tungkai yang lebih panjang daripada ras Mongol. Wanita lebih cepat dewasa
dibanding laki-laki. Pada masa pubertas wanita umumnya tumbuh lebih cepat daripada laki-laki,
kemudian setelah melewati masa pubertas sebalinya laki-laki akan tumbuh lebih cepat. Adanya
suatu kelainan genetik dan kromosom dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak, seperti yang terlihat pada anak yang menderita Sindroma Down.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal atau lingkungan juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Contoh faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak adalah gizi, stimulasi, psikologis, dan sosial ekonomi. Gizi merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap proses tumbuh kembang anak. Sebelum lahir, anak tergantung pada
zat gizi yang terdapat dalam darah ibu. Setelah lahir, anak tergantung pada tersedianya bahan
makanan dan kemampuan saluran cerna.
Hasil penelitian tentang pertumbuhan anak Indonesia (Sunawang, 2002) menunjukkan
bahwa kegagalan pertumbuhan paling gawat terjadi pada usia 6-18 bulan.
Penyebab gagal tumbuh tersebut adalah keadaan gizi ibu selama hamil, pola makan bayi yang
salah, dan penyakit infeksi. Perkembangan anak juga dipengaruhi oleh stimulasi dan psikologis.
Rangsangan/stimulasi khususnya dalam keluarga, misalnya dengan penyediaan alat
mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota keluarga lain akan mempengaruhi anak
dlam mencapai perkembangan yang optimal. Seorang anak yang keberadaannya tidak
dikehendaki oleh orang tua atau yang selalu merasa tertekan akan mengalami hambatan di dalam
pertumbuhan dan perkembangan. Faktor lain yang tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan dan
perkembangan anak adalah faktor sosial ekonomi. Kemiskinan selalu berkaitan dengan
kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek, serta kurangnya pengetahuan.
(Tanuwijaya, 2003).

2. Macam-Macam Malnutrisi
a. Malnutrisi kurang energi protein (marasmus, kwashiorkor, marasmik-kwashiorkor),
b. Obesitas
c. Malnutrisi vitamin dan mineral

2.1. Malnutrisi Kurang Energi Protein (KEP)


KEP adalah gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan protein dan atau kalori,
serta sering disertai dengan kekurangan zat gizi lain. Penyebab KEP dapat dibagi kepada dua
penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah keadaan
kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang tidak adekuat. Malnutrisi
sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorpsi
dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh (Kleigmen et all, 2007).
Secara klinis, KEP dapat dibagikan kepada tiga tipe yaitu, kwashiorkor, marasmus, dan
marasmik-kwashiorkor.
a. Kwashiorkor, ditandai dengan: edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh, wajah sembab
dan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan
rontok, cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi), bercak merah ke
coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy pavement dermatosis), sering disertai penyakit
infeksi terutama akut, diare dan anemia.
b. Marasmus, ditandai dengan: sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit, wajah seperti
orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak sumkutan minimal/tidak ada, perut
cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi dan diare.
c. Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.

3. Permasalahan Tumbuh Kembang Anak terhadap Rahang


3.1. Mikrognathia
Mikrognathia merupakan suatu kelainan di mana mandibula lebih kecil dari normal.
Biasanya ditemukan bersamaan dengan mikroglossi (lidah kecil). Mikrognathia adalah
ketidaknormalan ukuran rahang, yaitu lebih kecil dari ukuran normal. Mikrognathia merupakan
istilah yang menggambarkan sebuah rahang bawah yang tidak normal. Mikrognathia juga
merupakan salah satu kelainan pada anak yang dapat disebabkan oleh kelainan bawaan tertentu
dan sindrom.
Mikrognathia (mandibula yang kecil) dapat terjadi karena adanya proses deformasi.
Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga mengubah bentuk,
ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula berkembang normal. Tekanan ini dapat
disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu seperti primigravida,
panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar.

4. Tulang Wajah
Pertumbuhan wajah sebagian besar terdiri atas pertumbuhan maksila dan mandibula
(Mochtar, 2002).
a. Pertumbuhan maksila
Maksila menyatu dengan basis kranium. Basis kranium tumbuh membesar secara endokhondral,
tetapi pertumbuhan maksila adalah secara intramembranosa pada sutura – sutura dan aposis pada
permukaan. Pertumbuhan maksila bergerak ke bagian depan dan ke bawah, dengan demikian kranium
bergeser ke belakang dan ke atas. Pertumbuhan endokhondral dari basis kranium ke septum nasi penting
untuk bergeraknya kesatuan maksila kedepan dan kebawah.
b. Pertumbuhan mandibula
Saat bayi baru dilahirkan kedua ramus mandibula yang berasal dari prosessus mandibularis belum
bersatu dengan yang lain dan masih terpisah oleh simfisis yang terdiri dari jaringan fibrikartilago dan
jaringan ikat. Rami mandibula ini pada waktu lahir berukuran pendek dan bagian kondilus sama sekali
belum berkembang. Memasuki umur empat bulan sampai satu tahun, simfisis kartilago ini mengalami
osifikasi menjadi tulang.

4.1. Anatomi Tulang Maksilofasial


Tulang pembentuk wajah pada manusia bentuknya lebih kecil dari tengkorak otak. Di
dalam tulang wajah terdapat rongga-rongga yang membentuk rongga mulut (cavum oris), rongga
hidung (cavum nasi) dan rongga mata (orbita). Tengkorak wajah dibagi atas dua bagian:
a. Bagian hidung terdiri atas: Os Lacrimal (tulang mata) letaknya disebelah kiri/kanan
pangkal hidung di sudut mata. Os Nasal (tulang hidung) yang membentuk batang hidung sebelah
atas. Dan Os Konka nasal (tulang karang hidung), letaknya di dalam rongga hidung dan
bentuknya berlipat-lipat. Septum nasi (sekat rongga hidung) adalah sambungan dari tulang tapis
yang tegak (Boeis, 2002).
b. Bagian rahang terdiri atas tulang-tulang seperti : Os Maksilaris (tulang rahang atas), Os
Zigomaticum, tulang pipi yang terdiri dari dua tulang kiri dan kanan. Os Palatum atau tulang
langit-langit, terdiri dari dua buah tulang kiri dan kanan. Os Mandibularis atau tulang rahang
bawah, terdiri dari dua bagian yaitu bagian kiri dan kanan yang kemudian bersatu di pertengahan
dagu. Dibagian depan dari mandibula terdapat processus coracoid tempat melekatnya otot
(Boeis, 2002).

III. PEMBAHASAN
Malnutrisi bisa terjadi karena asupan makan yang terlalu sedikit ataupun pengambilan
makanan yang tidak seimbang. Pengambilan makanan yang sedikit atau tidak seimbang inilah
yang membuat tubuh menjadi kekurangan zat gizi seperti protein, karbohidrat, vitamin, serta
mineral yang nantinya zat-zat tersebut akan berperan dalam proses pertumbuhan anak.
Malnutrisi berdampak pada keadaan fisik maupun mental anak, dimana anak dengan kondisi
malnutrisi cenderung memiliki tubuh yang kecil dibandingkan dengan anak normal seusianya.
Kondisi yang cenderung kecil inilah yang disebut dengan stunting (kerdil). Keadaan
malnutrisi sering dikaitkan dengan tingkat perekonomian yang rendah. Itulah sebabnya kasus-
kasus malnutrisi banyak terjadi di negara berkembang. Selain dikarenakan rendahnya tingkat
perekonomian, kurangnya pengetahuan orangtua akan nutrisi yang diperlukan tubuh anak juga
ikut mempengaruhi tingkat malnutrisi.
Kondisi ekonomi sendiri erat kaitannya dengan kemampuan sebuah keluarga dalam
memenuhi asupan yang bergizi untuk anak-anaknya. Berdasarkan data Joint Child Malnutrition
Estimates tahun 2018, negara dengan pendapatan menengah ke atas mampu menurunkan angka
stunting hingga 64%, sedangkan pada negara menengah ke bawah hanya menurunkan sekitar
24% dari tahun 2000 hingga 2017. Pada negara dengan pendapatan rendah justru mengalami
peningkatan pada tahun 2017.
Selain itu kondisi sanitasi tempat tinggal juga berkaitan dengan terjadinya stunting yang
merupakan salah satu akibat dari malnutrisi. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh higiene dan
sanitasi yang buruk (misalnya diare dan kecacingan) dapat mengganggu penyerapan nutrisi pada
proses pencernaan. Beberapa penyakit infeksi yang diderita bayi dapat menyebabkan berat badan
bayi turun. Jika kondisi ini terjadi dalam waktu yang cukup lama dan tidak disertai dengan
pemberian asupan yang cukup untuk proses penyembuhan maka dapat mengakibatkan stunting.
Pada tahun 2017, 72,04% rumah tangga di Indonesia memiliki akses terhadap sumber air minum
layak. Provinsi dengan persentase tertinggi adalah Bali (90,85%), sedangkan persentase terendah
adalah Bengkulu (43,83%). Masih terdapat 20 provinsi yang di bawah persentase nasional.
Sumber air minum layak yang dimaksud adalah air minum yang terlindung meliputi air ledeng
(keran), keran umum, hydrant umum, terminal air, penampungan air hujan (PAH) atau mata air
dan sumur terlindung, sumur bor atau pompa, yang jaraknya minimal 10 meter dari pembuangan
kotoran, penampungan limbah, dan pembuangan sampah. Tidak termasuk air kemasan, air dari
penjual keliling, air yang dijual melalui tangki, air sumur dan mata air tidak terlindung.
Status gizi secara umum berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta
khususnya pada pertumbuhan dan perkembangan gigi dan mulut. Menurut beberapa penelitian,
status gizi yang kurang baik akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan gigi dan
mulut seperti terjadinya malformasi gigi, tingginya prevalensi karies, mudahnya terjadi cedera
pada jaringan lunak, maloklusi pada gigi, terhambatnya perkembangan tulang wajah dan rahang,
serta terdapatnya susunan gigi yang berjejal. Nutrisi merupakan salah satu komponen penting
terhadap kesehatan gigi-mulut, dan beberapa jenis nutrient telah diketahui berperan lebih
terhadap kondisi gigi mulut. Kalsium, fosfor, vitamin C dan vitamin D merupakan komponen
penting dalam pembentukan struktur dan menjaga kesehatan gigi dan rongga mulut. Kekurangan
makronutrien, mikronutrien, maupun berbagai jenis vitamin tertentu dapat berdampak pada
terganggunya kesehatan gigi dan mulut.
Nutrisi dan kesehatan mulut memiliki hubungan dua arah yaitu nutrisi yang tepat penting
dalam menjaga kesehatan mulut, sebaliknya kesehatan mulut juga penting untuk menjaga asupan
nutrisi yang adekuat. Selanjutnya gangguan makan tersebut dapat memberikan dampak jangka
panjang pada anak seperti anemia defisiensi zat besi bahkan malnutrisi. Mengonsumsi makanan
yang mengandung kalsium, fluor, dan vitamin D terbukti baik untuk menunjang kesehatan gigi-
mulut anak.
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh. Sumber
kalsium dapat di peroleh dari ikan, kerang, kubis, keju, jeruk, roti dan anggur. Fungsi utamanya
sebagai unsur penyusun tulang dan gigi. Defisiensi kalsium dapat menyebabkan gangguan
kalsifikasi pada saat pembentukan tulang dan gigi.
Fosfor merupakan mineral terbanyak kedua dalam tubuh setelah kalsium. Fosfor
umumnya ditemukan bersama kalsium di dalam tubuh. Sumber fosfor antara lain dari daging,
sereal, susu dan telur. Fungsi fosfor adalah untuk pembentukan tulang dan gigi. Peletakan P pada
matriks tulang dan gigi adalah salah satu langkah awal dalam proses mineralisasi. Defisiensi
fosfor juga dapat menyebabkan gangguan kalsifikasi pada saat pembentukan tulang dan gigi.
Namun, karena sumber fosfor tersebar luas dalam makanan, maka defisiensi jarang terjadi.
Vitamin C berperan dalam pembentukan kolagen dalam penyembuhan luka, disamping
itu vitamin C berkontribusi dalam proses integritas sel yang saling berhubungan dengan
fibroblast, osteoblast dan odontoblast. Dimana sel-sel ini terlibat dalam pertumbuhan dan
perkembangan dari konektif tissue, tulang dan gigi.
Vitamin D berperan pada pengaturan metabolisme kalsium dan fosfor. Prinsip kerja
vitamin D adalah meningkatkan absorbsi kalsium dan phospat dalam usus halus. Dimana
kalsium dan fosfor meningkatkan proses kalsifikasi tulang, gigi, jaringan saraf dan jaringan otot.
Vitamin D diperlukan untuk kalsifikasi yang normal bagi jaringan keras serta untuk
perkembangan tulang dan gigi. Defisiensi vitamin D dapat menyebabkan hipoplasia email,
kalsifikasi dentin dan tulang alveolar yang tidak sempurna serta dapat memperlambat erupsi gigi
dan malposisi gigi.

III. KESIMPULAN
Malnutrisi bisa terjadi karena asupan makan yang terlalu sedikit ataupun pengambilan
makanan yang tidak seimbang. Pengambilan makanan yang sedikit atau tidak seimbang inilah
yang membuat tubuh menjadi kekurangan zat gizi seperti protein, karbohidrat, vitamin, serta
mineral yang nantinya zat-zat tersebut akan berperan dalam proses pertumbuhan anak. Salah satu
pengaruh malnutrisi terhadap kondisi fisik anak yaitu terganggunya pertumbuhan rahang anak
yang akhirnya menjadi kurang maksimal. Rahang anak dengan kondisi malnutrisi akan
cenderung lebih kecil ukuran rahangnya. Pertumbuhan rahang yang tidak sempurna ini dapat
mempengaruhi oklusi dan kondisi pada gigi geligi anak. Apabila rahang terlalu kecil, pada
beberapa kasus dapat terjadi crowded (gigi berjejal) walaupun tidak selalu demikian.

IV. DAFTAR PUSTAKA


Burton, J.L., et al., (2007). Oxford Concise Medical Dictionary. 7th ed. New York: Oxford
University Press: 524.
Cameron, N. 2002. Human Growth and Development. California: Academic Press.
Departemen Kesehatan. 1989. Pedoman Pemeriksaan Perkembangan Anak. Jakarta: Depkes dan
UNICEF.
Departemen Kesehatan. 2000. Menanggulangi Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di
Indonesia. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat.
Ivar, A. Mjor, Ole Fajerskov. 1990. Embriologi dan Histologi Rongga Mulut. Jakarta: Widya
Medika.
Meadow, R dan Newll, S. 2002. Lecture Notes Pediatrica. Jakarta: Erlangga.
Moersintowarti. 2004. Deteksi Dini Pertumbuhan dan Perkembangan Balita. Surabaya: Lab.
IKA-FK UNAIR.
Moersintowarti. 1993. Deteksi Dini Penyakit-Penyakit yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang
anak. Makalah Simposium Tumbuh Kembang Anak Masa Kini. Surakarta: Lab IKA FK
UNS.
Narendra, M. B. 2003. Penilaian Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jakarta: EGC.
Suyitno, H, dan Narendra, M. B. 2003. Pertumbuhan Fisik Anak. Jakarta: EGC.
Tanuwijaya, S. 2003. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. Jakarta: EGC
Tim Dirjen Pembinaan Kesmas. 1997. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Widyastuti, D, dan Widyani, R. 2001. Panduan Perkembangan Anak 0 Sampai 1 Tahun. Jakarta:
Puspa Swara.

Anda mungkin juga menyukai