BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Gangguan Kefasihan
Penderita yang mengalami gangguan kefasihan berbicara (fluency disorder)
biasanya mengalami kegagapan, pengulangan kata-kata, latah, atau memperpanjang
bunyi, silaba, atau kata tertentu. Gangguan kefasihan umum terjadi pada anak-anak,
misalnya menambahkan bunyi ‘oh’, mengganti kalimat (seperti ‘mama pergi – mama
ke pasar’), mengulangi frasa (seperti ‘aku mau, aku mau, aku mau pulang’, atau
mengulangi bunyi (seperti ‘a-a-a- aku mau permen). Seiring bertambahnya usia dan
pengetahuannya tentang bahasa, gangguan kefasihan tersebut bisa hilang. Namun
demikian, gangguan tersebut bisa saja bertahan hingga dewasa yang dapat
menghambatnya dalam interaksi sosial.
Gagap biasanya diderita oleh anak-anak dan biasanya hilang seiring
pertambahan usianya. Namun demikian, tidak sedikit orang dewasa yang menderita
gagap. Orang yang gagap sebenarnya tahu bahwa tuturan yang dihasilkannya tidak
benar, namuin mereka tidak mampu mengendalikannya ujarannya. Selain gangguan
komunikasi, orang yang mengalami kegagapan juga dapat mengalami gangguan
psikologis seperti minder dan enggan bergaul.
Belum ada yang tahu penyebab yang pasti mengapa seseorang mengalami
kegagapan. Namun, para ilmuan menemukan bahwa 50% penderita gagap memiliki
riwayat anggota keluarga yang mengalami kegagapan. Hal ini menunjukan bahwa
gagap merupakan gangguan yang dibawa secara genetis. Para peneliti tersebut juga
menemukan bahwa laki-laki lebih banyak menderita gagap dari pada perempuan.
Selain gagap, gangguan kefasihan juga dapat berupa gangguan psikogenik
seperti berbicara manja, berbicara kemayu, dan latah.
2. Gangguan Artikulasi
Artikulasi bunyi melibatkan organ bicara seperti lidah, gigi, bibir, dan palatal.
Ganguan artikulasi dapat diakibatkan oleh kangker mulut dan tenggorokan,
kecelakaan, bawaan lahir (seperti celah bibir), atau faktor lain yang mengakibatkan
rusaknya organ bicara. Orang yang mengalai gangguan artikulasi biasanya bermasalah
dalam melafalkan bunyi atau melafalkan bunyi dengan keliru. Perubahan bunyi b
menjadi w, seperti pada pelafalan ’wambut’ untuk kata ‘rambut’, penghilangan bunyi,
seperti pada pelafalan ‘and’ untuk kata ‘hand’, salah pengucapan, seperti pada
pelafalan ‘tsutsu’ untuk kata ‘susu’. Beberapa kesalahan artikulasi juga dipengaruhi
oleh faktor bahasa ibu dan dialek daerah.
Gangguan artikulasi pada anak-anak masih dianggap normal, namun seiring
perkembangannya, jika gangguan artikulasi masih terjadi, maka hal tersebut sudah
dapat dianggap sebagai sebuah kelainan atau penyakit. Walaupun gangguan artikulasi
pada anak-anak tidak menghambatnya dalam berkomunikasi, namun pada usia
sekolah biasanya mereka menjadi bahan tertewaan teman-temannya.
Selain faktor rusaknya organ wicara, faktor neurologis juga dapat
mengakibatkan gangguan artikulasi. Dysarthria adalah gangguan motorik yang
diakibatkan oleh lesi pada otak di daerah yang bertanggung jawab untuk perencanaan,
eksekusi, dan pengendalian gerakan otot yang dibutuhkan untuk berbicara. Dysarthria
umumnya ditemukan pada orang yang pernah mengalaim stroke, tumor, dan penyakit
degenerative seperti Parkinson. Orang yang mengalami Dysarthria biasanya
mengalami serak atau parau, bahkan tidak dapat berbicara sama sekali. Penderita
biasanya berbicara pelan, tidak jelas, dan sulit dimengerti karena kesalahan artikulasi
konsonan. Indikasi lain Dysarthria biasanya penderita berbicara melalui hidung dan
seperti bergumam. Namun demikian, gejalana tergantung pada lokasi dan kadar
kerusakan sistem saraf.
Gangguan saraf lain yang dapat menimbulkan gangguan bicara adalah Apraxia
atau dikenal dengan motorik-fonetik, yaitu gangguan yang diakibatkan oleh kerusakan
bagian otak yang berhubungan dengan proses bicara yang mengakibatkan
ketidakmampuan menerjemahkan bentuk gramatikal kedalam susunan fonetik yang
benar. Penderita biasanya mengalami kesulitan, susunan fonetis, irama dan waktu,
atau berbicara sesuatu yang berbeda dari yang dimaksudkannya.
Apraxia pada anak-anak, ditandai dengan keterlambatan bicara. Anak-anak
yang mengalami gangguan ini tidak melewati tahap babbling. Seiring bertambahnya
usia, pada saat dewasa mereka mengalami kesulitan dalam mengucapkan frasa yang
atau kalimat yang panjang. Anak yang mengalami masalah dengan kemampuan
otaknya dalam pengolahan dan penyampaian sinyal yang dibutuhkan untuk berbicara.
Diantara faktor yang menyebabkan keterlambatan bicara pada anak antara laian,
gangguan pedengaran, gangguan pada otot bicara, keterbatasan kemampuan kognitif,
mengalami gangguan pervasive, dan kurangnya komunikasi dan interaksi dengan
orang tua dan lingkungannya.
Apraxia pada orang dewasa (Acquire Apraxia) agak berbeda dengan Apraxia
pada anak-anak karena mereka telah memiliki bahasa. Gangguan pada orang dewasa
biasanya ditandai dengan ketidakmampuannya dalam menyusun kata atau silaba
dengan benar. Mereka biasanya sadar akan kesalahannya dan berusaha mengulangi
tuturannya dengan benar, seperti pada contoh berikut ini:
O-o-on . . . on . . . on our cavation, cavation, cacation . . oh darn . . . vavation,
oh, you know, to Ca-ca-caciporenia . . . no, Lacifacnia, vafacnia to
Lacifacnion…. On our vacation to Vacafornia, no darn it . . . to Ca-caliborneo .
Apraxia pada orang dewasa dapat disebabkan oleh stroke, tumor, atau
penyakit lain yang dapat mempengaruhi otak.
3. Gangguan Suara
Gangguan suara meliputi gangguan nada, gangguan kualitas bunyi, dan
gangguan kenyaringan. Gangguan suara biasanya dapat berupa kemonotanan nada,
parau, serak, bunyi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi, atau kualitas bunyi nasal
seseorang. Gangguan suara dapat diakibatkan oleh, kecelakaan, kerusakan atau
penyakit pada tenggorokan. Kerusakan atau penyakit pada tenggorokan dapat
menyebabkan pita suara tidak bekerja dengan baik sehingga menyebabkan gangguan
suara.
Spasmodic dysphonia merupakan gangguan suara disebabkan oleh kejangnya
pita suara. Hal tersebut menggangu aliran udara pada pita suara sehingga menghasilakn
buny tersendat, gemetar, suara merintih. Kejang pada pita suara juga dapat
menyebabkan Aphonia (hilangnya suara), puberphonia (rentang suara yang sangat
tinggi) dan dysphonia (penurunan kualitas suara).
Penyebab kelainan komunikasi adalah sangat kompleks. Meskipun kebanyakan
anak-anak dievaluasi dalam konteks sistem pendidikan mempunyai kelainan
komunikasi fungsional, tetapi pengenalan faktor-faktor penyebab lainnya yang bersifat
organik sangat penting diketahui oleh para guru. Penyebab dapat termasuk di dalamnya
ketidaknormalan sebelum lahir, kecelakaan prenatal, tumor, dan masalah dengan sistem
syaraf atau otot, otak, atau mekanisme bicara itu sendiri. Pengaruh dari agen yang
mempengaruhi embrio atau janin, termasuk sinar X, virus, obat-obatan, dan racun
lingkungan dapat juga menyebabkan kelainan yang dibawa sejak lahir. Dalam enam
minggu pertama sampai dua belas minggu kehidupan janin, banyak organ tubuh sedang
dibentuk. Apabila ada agen yang merusak satu organ, maka dapat berpengaruh terhadap
berbagai sistem perkembangan secara terus menerus. Contoh untuk agen seperti itu
adalah rubella (German measles). Ketika terjadi kontraksi selama tiga bulan pertama
dari kehamilan, agen yang mempengaruhi janin ini dapat menyebabkan masalah
congenital yang majemuk seperti kelainan jantung, katarak, ketunagrahitaan,
microchepalus, kecebolan, ketunarunguan, dan berbagai patologi bicara dan bahasa
secara bersamaan.
Masalah komunikasi yang diakibatkan oleh penyakit atau akibat kecelakaan
setelah lahir adalah kelainan yang diperoleh. Kecelakaan yang mengakibatkan luka otak
sebagai akibat dari kecelakaan ketika mengendarai sepeda motor merupakan contoh
dari kelainan yang diperoleh yang sering mempunyai implikasi negatif terhadap
kemampuan bicara dan bahasa. Meningitis, suatu penyakit yang mengakibatkan adanya
iritasi pada lapisan otak, biasanya secara umum berhubungan dengan kelainan
pediatrik. Komplikasi dari meningitis ini dapat mengakibatkan ketunarunguan dan
disertai dengan kurangnya komunikasi. Masalah bicara dan bahasa yang diakibatkan
karena sakit juga termasuk kelainan komunikasi yang diperoleh. Artikulasi, kualitas
suara, dan kefasihan dapat dipengaruhi oleh adanya abnormalitas dalam pernafasan
(aliran udara ke luar dan ke dalam paru-paru), phonation (suara yang dihasilkan oleh
larynx), dan resonansi suara (getaran di dalam sistem vokal). Kelainan seperti ini sangat
bervariasi dalam tingkatannya, dan dapat terjadi secara tersendiri, bersama-sama
dengan yang lain, atau hubungannya dengan patologis bahasa lainnya. Neurofisiologi
yang normal seperti adanya selaput dan otot yang baik untuk pernafasan dan
pengucapan, adalah sangat penting untuk keterampilan bicara agar berkembang dengan
baik. Adanya kelainan klinis berupa adanya hambatan struktural dalam pengucapan
termasuk di dalamnya bibir, gigi, gerakan lidah yang terbatas, cleft Up, dan/atau cleft
palate merupakan sejumlah sindrom yang sering menandai malformasi depan kepala.
Ketunarunguan, ketunagrahitaan, kesulitan belajar, dan ketunalarasan juga secara
umum sering dihubungkan dengan kelainan komunikasi dan mempunyai implikasi
terhadap perkembangan bahasa dan bicara.
Bahasa, termasuk patologi yang menyertainya, secara garis besar dapat dibagi
ke dalam dua bentuk dasar, yaitu bahasa reseptif atau kemampuan memahami apa
yang dimaksud dalam komunikasi lisan, dan bahasa ekspresif atau kemampuan
memproduksi bahasa yang dapat dipahami oleh dan berarti bagi orang lain. Anak-anak
dengan kelainan bahasa mempunyai kesulitan dalam mengekspresikan pikirannya atau
memahami apa yang diucapkannya. Keterampilan bahasa ekspresif dan kemungkinan
kesulitan yang menyertainya, termasuk di dalamnya tata bahasa, struktur kalimat,
kefasihan, perbendaharaan kata, dan pengulangan. Bahasa reseptif kekurangannya
biasanya berhubungan dengan menanggapi, mengabstraksikan, menghubungkan, dan
menggali pemikiran. Seorang siswa yang tidak mampu mengikuti perintah secara
efisien di dalam kelasnya mungkin dia mempunyai kelainan bahasa reseptif. Seorang
siswa yang tidak mampu berkomunikasi secara jelas karena tataba hasanya jelek,
perbendaharaan katanya kurang, atau masalah produksi seperti kelainan artikulasi dia
termasuk mempunyai kelainan bahasa ekspresif. Anak-anak dengan kelainan bahasa
sering menghadapi masalah baik dalam bidang akademik maupun dunia yang lebih
luas lagi.
Dimulai pada usia sebelum 2 tahun, besarannya selesai sebelum usia 4 tahun,
kebanyakan anak-anak mendapatkan bicara yang dapat difahami dan mempunyai
dasar perkembangan tatabahasa dewasa. Bagaimanapun, ada berbagai variabel penting
dalam perkembangan bicara dan bahasa yang normal pada anak-anak. Sebagai contoh,
usia kepandaian mengucapkan berbagai macam suara sangat bervariasi yang
kebanyakan terjadi pada usia tiga tahun. Pada usia 8 tahun, sebenarnya, semua
pengucapan suara secara nyata pada bahasa anak terjadi dengan benar.
E. Diet Nutrisi Makanan untuk Kelainan Bicara dan Bahasa pada Autisme
Diet khusus sangat disarankan untuk mendukung anak-anak berkebutuhan khusus ini.
Disini kita akan melihat fisiologi otak, gejala fisik umum, makanan bergizi, serta makanan
yang harus dihindari olah anak dengan autis. Manifestasi autis biasanya mulai muncul
diantara tahun pertama dan kedua dalam kehidupan anak, termasuk keterlambatan atau
kelainan berbicara dan perilaku yang kompleks, interaksi sosial, perilaku berulang, atau
kesibukan yang tidak seperti biasanya, kesalahan persepsi sensorik dan visual, serta ketakutan
dan kecemasan. Menurut The Autism Society, autisme tidak hanya disebabkan oleh penyebab
tunggal, kebanyakan kasus terjadi karena kombinasi faktor seperti genetik, faktor lingkungan,
dan perkembangan otak awal.
Ada bukti yang berkembang bahwa terapi nutrisi bisa membuat perbedaan yang besar
untuk anak-anak dengan autisme disertai kelainan berbicara. Banyak yang sangat terganggu
pada pencernaan, sehingga terapi gizi untuk mengembalikan keseimbangan di dalam usus
merupakan fokus yang utama. Juga penting untuk menyeimbangkan gula darah, memeriksa
polusi logam berat pada otak, tidak memasukkan bahan pangan tambahan, mengidentifikasi
makanan alergen, memeriksa kemungkinan kekurangan gizi, dan memastikan asupan lemak
esensial. Gejala gastrointestinal dan peradangan juga sangat umum terjadi pada orang dengan
masalah ini, termasuk diare, sembelit, kembung dan nyeri gastrointestinal.
Peradangan pada usus biasanya disebabkan oleh kepekaan terhadap makanan, dan
tingginya jumlah kuman dalam usus. Gangguan pencernaan menyebabkan penderita
kekurangan gizi dan mengalami gangguan fungsi sel, yang termanifestasikan pada kurangnya
fungsi otak, dan lemahnya sistem kekebalan tubuh. Ketika makanan tidak dipecah dengan
baik pada sistem pencernaan, seperti halnya kepekaan terhadap makanan, akan berpengaruh
kepada pemikiran, ketidakpekaan rasa sakit, fikiran yang kalut, dan menjadi mudah
tersinggung. Berikut diet yang dianjurkan untuk anak dengan autis :
1. Menghilangkan makanan alergen
Penyebab alergi makanan paling banyak adalah gluten, kasein, dan kedelai.
Gejala fisik umum lainnya adalah sering terkena infeksi, kesulitan tidur, kekalutan,
dan peradangan. Gejala-gejala ini khas menunjukkan adanya pertumbuhan ragi dan
racun yang berlebihan. Ada keterkaitan yang jelas antara otak dan usus. Mendukung
gejala fisik melalui diet akan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, serta
mengurangi keparahan.
DAFTAR PUSTAKA
Escott, S.S. Nutrition and Diagnosis-Related. Vol 7th ed.Philadephia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2012
Katz R, Agin M. Outcomes of essential fatty acid supplementation in verbal apraxia: an
analy- sis of professional anecdotal reports. Paper presented at: Research Workshop on Fatty
Acids in Neurodevelopmental Disorders (FAND-2001), September 20-22, 2002; Oxford, UK.
Lewis BA, Freebairn LA, Hansen A, Gerry Taylor H, Iyengar S, Shriberg LD. Family
pedigrees of children with suspected childhood apraxia of speech. J Commun Disord.
2004;37(2):157-175.
Sokol RJ. Vitamin E deficiency and neurological disorders. In: Packer L, Fuchs J, eds.
Vitamin
E in Health and Disease: Biochemistry and Clinical Applications. New York: Marel Dekker;
1993:815-849.
Young G, Conquer J. Omega-3 fatty acids and neuropsychiatric disorders. Reprod Nutr Dev.
2005;45(1):1-28.