Anda di halaman 1dari 22

I.

PENDAHULUAN

Hilangnya satu atau lebih gigi posterior tanpa diikuti penggunaan gigi tiruan dapat
menyebabkan migrasi gigi asli yang tersisa dalam bentuk tipping atau rotasi, ekstrusi gigi
antagonis, gangguan keseimbangan oklusal, kehilangan dimensi vertikal oklusal, beban
berlebih pada regio anterior, gangguan fungsi mastikasi berkaitan dengan mengunyah satu
sisi atau mengunyah dengan gigi anterior dan gangguan sendi temporomandibula.
Prostodonsia merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran gigi yang mempelajari
cara penggantian gigi yang hilang dengan suatu gigi tiruan. Gigi tiruan dikelompokkan
menjadi tiga macam, berdasarkan jumlah gigi hilang yang akan diganti dengan gigi tiruan,
yaitu: 1.) Gigi Tiruan Sebagian Lepasan, 2.) Gigi Tiruan Sebagian Cekat, dan 3.) Gigi Tiruan
Lengkap. Gigi tiruan lengkap (GTL) dibuat untuk pasien yang kehilangan seluruh giginya.
Seseorang yang seluruh giginya telah hilang dapat mengalami hambatan pada fungsi bicara,
estetik dan mastikasi.
Tujuan pembuatan gigi tiruan lengkap adalah merehabilitasi seluruh gigi asli beserta
jaringan pendukung gigi yang hilang sehingga dapat memperbaiki atau mengembalikan
fungsi bicara, estetis, mastikasi, dan psikis serta memperbaiki kelainan, gangguan, dan
penyakit yang disebabkan oleh keadaan edentulous.
Pembuatan GTL akan mencegah pengerutan/ atropi prosesus alveolaris (residual
ridge), berkurangnya vertikal dimensi yang disebabkan turunnya otot-otot pipi karena tidak
ada penyangga, dan hilangnya oklusi sentrik. Selama berfungsi rahang bawah (RB) berusaha
berkontak dengan rahang atas (RA) sehingga dengan tidak adanya gigi-gigi RA dan RB akan
menyebabkan hilangnya oklusi sentrik sehingga mandibula menjadi protusi dan hal ini
menyebabkan malposisi temporo-mandibula joint.
Indikasi pembuatan gigi tiruan lengkap adalah sebagai berikut:
a) individu yang kehilangan seluruh gigi karena dicabut atau tanggal
b) individu yang masih mempunyai beberapa gigi yang harus dicabut karena kerusakan gigi
yang tidak mungkin diperbaiki
c) bila dibuatkan GTS gigi yang masih ada akan mengganggu keberhasilannya
d) keadaan processus alveolaris masih baik
e) keadaan umum dan kondisi mulut pasien baik
1
f) pasien bersedia dibuatkan gigi tiruan lengkap (berhubungan dengan waktu, biaya, dan
prognosa).
Keberhasilan pembuatan GTL tergantung pada retensi dan dukungan jaringan
sekitarnya, sehingga dapat dipertahankan keadaan jaringan yang normal. Hal ini mencakup:
1. Kondisi mulut edentulous berupa: prosesus alveolaris, saliva, batas mukosa bergerak dan
tidak bergerak, kompresibilitas jaringan mukosa, bentuk dan gerakan otot-otot muka, serta
bentuk dan gerakan lidah.
2. Ukuran, warna, bentuk gigi dan gingiva yang cocok
3. Penetapan/ pengaturan gigi yang benar, meliputi: a) posisi dan bentuk lengkung deretan
gigi, b) posisi individual gigi, dan c) relasi gigi yang terjadi dalam satu lengkung dan
antara gigi-gigi RA dan RB
4. Sifat dan material yang hampir sama dengan kondisi mulut.
Jaringan yang tidak bergerak di dalam mulut akan dijadikan landasan bagi gigi tiruan
lengkap. Batas antara jaringan yang bergerak dan tidak bergerak disebut mucobuccal fold
atau fornik. Batas ini harus diteliti dengan seksama untuk mengetahui batas yang tepat dari
gigi tiruan lengkap yang akan dibuat.
Perawatan pada pengguna GTL dapat dikatakan berhasil apabila GTL tersebut enak
dipakai dan nyaman, dapat mengembalikan fungsi bicara dan pengunyahan, tampak cukup
estetis, dapat memelihara keadaan jaringan mulut, dan cukup kuat.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

Gigi tiruan lengkap adalah suatu gigi tiruan yang menggantikan seluruh gigi pada
suatu lengkung rahang (Soelarko dan Wachijati, 1980). Kemudian muncul istilah upper full
denture (geligi tiruan penuh rahang atas) dan lower full denture (geligi tiruan penuh rahang
bawah).
Keberhasilan gigi tiruan lengkap ditentukan oleh faktor retensi dan stabilisasi. Retensi
didefinisikan sebagai ketahanan gigi tiruan terhadap pelepasannya dari mulut. Pemeriksaan
retensi dilakukan dengan memasang gigi tiruan kuat-kuat dalam mulut dan mencoba
melepaskannya dengan gaya tegak lurus bidang oklusal. Bila gigi tiruan dapat bertahan
terhadap gaya-gaya tersebut, berarti gigi tiruan mempunyai retensi yang cukup. Stabilisasi
adalah kemampuan gigi tiruan untuk bertahan pada tempatnya sewaktu mendapat tekanan.
Faktor stabilisasi GTL didapat dari pemasangan gigi-gigi pada processus alveolaris, tekanan
yang merata, balanced occlution, relief area, sliding, over jet dan over bite (Soelarko dan
Herman, 1980).
Gaya-gaya fisik yang berhubungan dengan retensi GTL adalah:
1. Tekanan permukaan, meliputi adhesi antara saliva dengan gigi tiruan serta saliva dengan
mukosa.
2. Gaya-gaya dalam cairan, seperti tegangan permukaan saliva, gaya-gaya kohesi dalam
cairan saliva (viskositas saliva) semua mempengaruhi retensi gigi tiruan.
3. Tekanan atmosfer, hal ini dapat menahan gaya-gaya yang akan melepaskan gigi tiruan
asalkan ada peripherial seal yang utuh.

Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi GTL, khususnya untuk rahang atas, yaitu:
1. Faktor fisis :
a. Peripherial seal (sepanjang tepi GTL)
Efektifitas peripherial seal sangat mempengaruhi efek retensi dari tekanan atmosfer.
Posisi terbaik peripherial seal adalah di sekeliling tepi gigi tiruan yaitu pada
permukaan bukal gigi tiruan atas, pada permukaan bukal gigi tiruan bawah.
Peripherial seal bersambung dengan postdam pada rahang atas menjadi sirkular seal.
Sirkular seal ini berfungsi membendung agar udara dari luar tidak dapat masuk ke
dalam basis gigi tiruan (fitting surface) dan mukosa sehingga tekanan atmosfer di
3
dalamnya tetap terjaga. Apabila pada sirkular seal terdapat kebocoran (seal tidak
utuh/ terputus) maka protesa akan mudah terlepas. Hal inilah yang harus dihindari dan
menjadi penyebab utama terjadi kegagalan dalam pembuatan protesa gigi tiruan
lengkap.
b. Postdam area atau posterior palatal seal, diletakkan tepat di sebelah anterior garis
getar dari palatum molle dekat fovea palatine. Postdam berbentuk bead dengan
kedalaman 1–1,5 mm dan lebar 2 mm.
2. Adaptasi yang baik antara gigi tiruan dengan mukosa mulut. Ketepatan kontak antara
basis gigi tiruan dengan mukosa mulut tergantung dari efektifitas gaya-gaya fisik berupa
adhesi dan kohesi, yang bersama-sama dikenal sebagai adhesi selektif.
3. Luas permukaan basis gigi tiruan yang menempel pada mukosa (fitting surface). Retensi
gigi tiruan berbanding langsung dengan luas daerah yang tertutup oleh basis gigi tiruan.
4. Residual ridge, karena tidak ada lagi gigi yang dapat dipakai sebagai pegangan terutama
pada rahang atas.
5. Faktor kompresibilitas jaringan lunak dan tulang dibawahnya, untuk menghindari rasa
sakit dan terlepasnya gigi tiruan pada saat berfungsi.

Menurut Basker dkk (1996), kekuatan retentif memberikan kekuatan terhadap


pengungkitan gigi tiruan dari mukosa pendukung dan bekerja melalui 3 permukaan gigi
tiruan antara lain:
1. Permukaan oklusal (occlusal surface): bagian permukaan gigi tiruan yang berkontak
atau hampir berkontak dengan permukaan yang sesuai pada gigi tiruan lawan atau gigi
asli.
2. Permukaan poles (polishing surface): bagian permukaan gigi tiruan yang terbentang
dari tepi gigi tiruan ke permukaan oklusal, termasuk permukaan palatal. Bagian basis
gigi tiruan inilah yang biasanya dipoles, termasuk permukaan bukal dan lingual gigi-
geligi, dan permukaan ini berkontak dengan bibir, pipi, dan lidah.
3. Permukaan cetakan (finishing surface): bagian permukaaan gigi tiruan yang
konturnya ditentukan oleh cetakan. Bagian ini mencakup tepi gigi tiruan yang
terbentang ke permukaan poles.

4
Tahap awal dari perawatan adalah anamnese dan indikasi, kemudian baru dilakukan
pencetakan. Pencetakan dilakukan untuk mendapatkan bentuk negatif dari jaringan mulut
yang nantinya akan digunakan sebagai basal seal gigi tiruan. Setelah hasil pencetakan diisi
dengan stone gips, maka akan didapatkan replikasi positif yang sama dengan bentuk jaringan
mulut (Swenson, 1964).
Cetakan jaringan mulut diperoleh dengan melakukan 2 macam cetakan, yaitu :
1) Cetakan anatomis (dalam keadaan tidak berfungsi)
Sendok cetak yang dipakai adalah sendok cetak biasa (stock tray). Saat mencetak tidak
dihiraukan tertekan atau tidaknya mukosa mulut. Bahan yang dipakai adalah alginat.
2) Cetakan fisiologis (dalam keadaan berfungsi)
Disini diperhatikan batas jaringan yang bergerak dan tidak bergerak dan mukosa tidak
boleh tertekan. Sendok cetak yang digunakan adalah sendok cetak individual dari sellac
atau self curing acrylic resin. Bahan cetak yang digunakan adalah plaster (xanthano), Zn-
Oxyd pasta atau rubber base impression paste. Jarak pinggir sendok cetak dengan fornik
dibuat 1-2 mm, supaya tepi cetakan nanti tidak meruncing tetapi membulat. Hasil
cetakannya digunakan sebagai work model.
Kedua jenis cetakan tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil cetakan seakurat
mungkin, dikenal sebagai double impression.
Base plate adalah suatu bentuk sementara yang mewakili dasar gigi tiruan dan
digunakan untuk membuat Maxillo-Mandibular Record, menempatkan gigi-gigi dan untuk
insersi ke dalam mulut, sedangkan bite rim yang disebut juga tanggul gigitan dibuat diatas
base plate yang telah dihaluskan dengan menggunakan modelling wax (Swenson, 1964). Bite
rim digunakan untuk meletakkan gigi sebelum diganti dengan acrylic dan mencatat maxillo-
mandibular relation pada pasien. Bite rim atas harus sejajar dengan garis pupil dan bite rim
harus kelihatan kira-kira 2 mm di bawah garis bibir atas dan lehernya harus mengikuti
general out line processus alveolaris (Soelarko dan Wachijati, 1980).
Vertikal dimensi disebut juga tinggi gigitan, dapat dicari dengan pengukuran jarak
pupil dan sudut mulut akan sama dengan jarak hidung dengan dagu (PM=HD) dalam keadaan
oklusi sentrik (Soelarko dan Wachijati, 1980). Oklusi sentrik adalah hubungan kontak
maksimal dari gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah, terjadi ketika RA dan RB dalam relasi
sentrik, yaitu keadaan di mana processus condiloideus berada pada posisi paling belakang
dari fossa glenoidea (Swenson, 1964).
5
Artikulator mounting adalah memasang bite rim rahang atas dan rahang bawah dari
mulut pasien ke artikulator bersama modelnya setelah penentuan dimensi vertikal maupun
oklusi sentrik (Basker et al, 1996).
Pemasangan gigi geligi yang penting terutama untuk gigi anterior. Hal ini
berhubungan dengan estetis (ukuran, bentuk, warna), walaupun demikian tidak kalah
pentingnya pemasangan gigi posterior. Gigi posterior tidak harus sama ukurannya dengan
gigi asli, tetapi lebih kecil, tujuannya untuk mengurangi permukaan pengunyahan agar
tekanan saat pengunyahan tidak memberatkan jaringan pendukung. Untuk pemasangan gigi
yang harus diperhatikan adalah personality expression, umur, jenis kelamin yang mana
nantinya akan berpengaruh dalam pemilihan ukuran, warna dan kontur gigi. Disamping itu
juga perlu diperhatikan keberadaan over bite, over jet, curve von spee, curve manson, agar
diperoleh suatu keadaan yang diharapkan pada pembuatan gigi tiruan lengkap.

6
Gambar Batas-batas Anatomis
Rahang Atas
Keterangan :
1. Frenulum labialis superior
2. Frenulum buccalis
3. Vibrating line
4. Hamular notch
5. Fornix
6. Sulkus bukal
7. Torus palatinus
8. Fovea palatina
9. Rugae palatina
10. Tuberositas maksilari

Rahang Bawah
Keterangan :
1. Frenulum labialis superior
2. Frenulum buccalis
3. Frenulum lingualis
4. Retromolar pad
5. Fornix
6. Sulkus lingual
7. Sulkus bukal

7
III. RENCANA PERAWATAN

1. KUNJUNGAN I
Tahap Klinis
a) Membuat cetakan studi model
 Sendok cetak : RA : edentulous stock tray no. 3
RB : edentulous stock tray no. 3
 Bahan cetak : hydrocolloid irreversible (alginat)
b) Metode mencetak
 mukostatik
c) Cara mencetak
Mula-mula dibuat adonan sesuai perbandingan P/W yaitu 3:1, setelah dicapai
konsistensi tertentu, alginat dimasukkan ke dalam sendok cetak dengan merata,
kemudian dimasukkan ke dalam mulut dan ditekan pada prosesus alveolaris rahang
atas dan atau rahang bawah dengan otot-otot bibir dan pipi ditarik. Disamping itu
dilakukan muscle trimming agar bahan cetak mencapai lipatan mukosa. Posisi
dipertahankan sampai setting, kemudian sendok cetak diambil dan diamati bila ada
kekurangan. Posisi operator pada saat mencetak rahang atas adalah di kanan belakang
pasien dan pada saat mencetak rahang bawah adalah di kanan depan pasien.
Selanjutnya hasil cetakan diisi dengan stone gips.
Tahap Laboratoris
Membuat sendok cetak individual
Hasil cetakan diisi stone gips dan disebut model study. Kemudian dari model study
dibuat sendok cetak individual dari bahan sellac base plate, dengan batas 2 mm lebih pendek
dari batas GTL (sendok cetak posterior atas harus mencapai ahline atau >1mm), agar tersedia
ruang yang cukup untuk ketebalan bahan cetak pembentuk tepi (border material). Shellac
dilunakkan dengan cara dipanaskan di atas lampu spiritus lalu ditekan diatas study mode
(yang telah dibasahi air/ diberi baby powder) dan ditekan dengan menggunakan handuk
basah. Sellac dipotong sesuai batas-batas yang telah digambar pada study model. Shellac
dipotong dengan menggunakan gunting saat masih lunak atau dengan bur bila sudah
mengeras (Utari, 1994). Pada daerah molar dan kaninus kanan dan kiri dibuat stop vertikal
dari wax sebagai batas penekanan saat mencetak sedangkan untuk rahang atas ditambah
8
dengan pembuatan postdam area yang juga dari wax untuk menahan bahan cetak agar tidak
mengalir ke belakang. Selanjutnya dibuat lubang-lubang pada sendok cetak untuk
mengalirkan kelebihan bahan cetak, karena apabila tertahan akan menyebabkan tekanan yang
berlebihan pada gigi tiruan pada jaringan pendukungnya, sehingga lubang dibuat pada daerah
yang tidak menerima tekanan. Lubang tersebut juga sebagai retensi untuk bahan cetak.
Lubang dibuat dengan mengunakan bur bulat no. 8 dengan jarak masing-masing lebih dari 5
mm dengan lebar tidak lebih dari 2 mm. Pada individual tray juga dibuat pegangan yang
diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu pergerakan rahang saat pencetakan.
Pegangan dibuat dengan ukuran tertentu, yakni lebar pegangan sekitar 1 cm dan panjang ¾
cm.

2. KUNJUNGAN II
Tahap Klinis
Membuat cetakan model kerja/Final Impression
a) Mencoba sendok individual
 Stabilisasi : dengan menghindari muscular attachment
 Relief area : tercakup semua pada rahang atas
b) Membuat cetakan model kerja
Rahang Atas
1. Sendok cetak : Sendok cetak individual shellac base plate
2. Bahan cetak : Elastomer (Exaflec) tipe monophase 7cm
3. Metode mencetak : mukodinamik
4. Cara mencetak
Bahan cetak diaduk, setelah mencapai konsistensi tertentu kemudian dimasukkan
ke dalam sendok cetak individual. Masukkan sendok cetak ke dalam mulut dengan posisi
operator di samping kanan belakang, kemudian sendok cetak ditekan ke processus
alveolaris. Dilakukan muscle triming dengan menarik pipi dan bibir ke ata dan ke bawah
untuk mencetak lipatan mukobukal. Setelahnya, dilanjutkan dengan gerakkan
mukodinamik yang dilakukan oleh pasien. Pasien diinstruksikan untuk melakukan gerakan
rahang bawah ke kiri dan ke kanan agar tuberculum tercetak, lalu mengucapkan huruf
“oh” untuk mencetak frenulum buccalis. Sedangkan untuk mendapatkan cetakan frenulum
labialis superior, pasien diinstruksikan untuk mengucapkan huruf “U”. Pasien juga

9
diinstruksikan untuk mengucapkan huruf “ah” untuk mendapatkan post dam area
sehingga tampak batas antara pallatum durum dan pallatum molle yang disebut vibrating
line. Posisi dipertahankan sampai bahan cetak setting kemudian sendok cetak dilepas dan
dicuci. Kemudian garis “ah” pada batas tersebut digambar dengan pensil tinta kemudian
dicetak/ dimasukkan kembali ke rahang atas sehingga garis tinta akan luntur pada cetakan
dan dapat digunakan untuk menandai “ah line”. Mukodinamik RA adalah dengan
menggerak-gerakan RB.
Rahang Bawah
1. Sendok cetak : Sendok cetak individual shellac base plate
2. Bahan cetak : Elastomer (Exaflec) tipe monophase (aquasyl) 4 cm
3. Metode mencetak : mukodinamik
4. Cara mencetak
Caranya sama seperti pada rahang atas, disini pasien diminta menjulurkan lidah. Bibir
dan pipi digerakkan agar bahan cetak dapat mencapai bukal flange. Mukodinamiknya dengan
menjulurkan lidah dan mecucu serta bilang ”u”. Posisi dipertahankan sampai setting.
Kemudian sendok cetak dilepaskan dari mulut.
Setelah diperoleh cetakan yang akurat. Kemudian diisi dengan gips biasa dan gips
stone dengan perbandingan 1:1. Pekerjaan kemudian dilanjutkan dengan menentukan batas
tepinya, memperhatikan daerah mukosa yang bergerak dan tidak bergerak, kemudian
ditentukan relief area maupun non relief area. Ditentukan pula posterior palatal seal dan
membuat seal. Setelah model malam selesai, base plate diganti dengan resin akrilik. Jika
pasien flabbing dan tulang alveolar rendah pencetakan menggunakan metode mukostabil.

Tahap Laboratoris
Membuat base plate
Setelah diperoleh cetakan yang akurat, kemudian diisi dengan stone gips. Setelah
diperoleh model kerja, ditentukan batas tepi, memperhatikan daerah mukosa yang bergerak
dan tidak bergerak, kemudian ditentukan relief area. Pada relief area dibuat postdam,
ditentukan pula posterior palatal seal dan membuat seal. Batas tepi untuk rahang atas adalah
peripheral seal dibatasi fornik dan posterior seal dibatasi oleh hamular notch dan 2 mm di
belakang batas palatum keras dan palatum lunak. Sedangkan batas tepi untuk rahang bawah
adalah peripheral seal dibatasi fornik, posterior seal dibatasi oleh 2/3 bagian trigonum
10
retromolar dan media/lingua dibatasi oleh linea mylohyoidea. Menurut batas-batas tersebut
dibuat base plate dari wax. Base plate harus benar-benar menempel pada work model.

3. KUNJUNGAN III
Tahap Klinis
1. Try in base plate
Retensi dan stabilisasi diperhatikan. Insersi base plate, retensi dan stabilisasi
diperhatikan. Retensi adalah daya tahan gigi tiruan terhadap upaya pelepasan, sedangkan
stabilisasi adalah daya tahan gigi tiruan untuk tetap di tempat ketika fungsi pengunyahan
berlangsung. Retensi yang baik diperoleh jika base plate tidak lepas dari tempatnya saat
pasien diam. Retensi dapat di amati dengan memberikan tekanan pada salah satu sisi gigi
tiruan (jika gigi tiruan terungkit, maka gigi tiruan tersebut tidak retentif) atau dengan
memberikan usaha pelepasan (gigi tiruan yang retentif adalah gigi tiruan yang sulit dilepas).
Stabilisasi dicek dengan menarik pipi dan bibir pasien agar dapat terlihat base plate terbebas
dari muscular attachment atau tidak. Stabilisasi dapat diamati dengan menggerakkan otot-
otot pipi, lidah dan mengucapkan ‘ah’. Gigi tiruan yang stabil merupakan gigi tiruan yang
tidak berubah tempat ketika difungsikan.
Retensi gigi tiruan ditentukan oleh letak seal dan adhesi/kohesi saliva. Kesesuaian
letak seal dilakukan dengan menggerakkan otot pipi. Jika alat terjatuh ketika otot digerakkan,
berarti terdapat over extension plat. Solusi keadaan ini adalah dengan mengurangi plat.
Sebaliknya, jika seal pada plat under extension, maka kohesi dan adhesi saliva berkurang,
dan alat menjadi tidak retentif. Solusi keadaan ini adalah dengan membuat plat yang baru.
2. Membuat bite rim dan pencatatan Maxillo Mandibular Relationship (MMR)
Setelah diperoleh retensi dan stabilisasi base plate yang baik lalu base plate
dihaluskan dan diatasnya dibuat bite rim dari wax. Bite rim berbentuk tapal kuda dan
diletakkan diatas base plate untuk memperoleh tinggi gigitan pada keadaan relasi sentrik
yang nantinya akan dipindahkan ke artikulator. Yang perlu diperhatikan dalam membuat
bite rim yaitu:
 Ukuran bite rim rahang atas : anterior lebar 4 mm dengan tinggi 2 mm di bawah bibir
atas, posterior lebar 6 mm. Bagian posterior pada oklusal dibagi dua oleh garis
alveolar ridge menjadi bagian bukal 4 mm dan palatinal 2 mm.

11
 Ukuran bite rim rahang bawah sesuai dengan rahang atas tetapi bagian oklusal
posterior dibagi oleh garis alveolar ridge menjadi 3 mm untuk bagian bukal dan 3 mm
untuk bagian lingual.
Bite rim yang telah sesuai ukuran dicobakan ke mulut pasien untuk melihat profilnya
(seimbang, isotonus). Jika bibir pasien masih terlihat tertekan (masuk) maka bite rim
anterior dibuat lebih protrusif. Jika pipi pasien terlihat cekung maka bite rim di bagian
bukal ditambah dengan wax. Setelah itu dilakukan pencatatan MMR. Mula-mula pasien
dipersilakan duduk pada dental chair, dataran oklusal diusahakan sejajar dengan lantai.
Tentukan garis chamfer yang berjalan dari ala nasi ke tragus/ porion dari titik-titik
berikut ini:
 13 mm dari meatus acusticus externus telinga kanan dan kiri ke arah chantus/ sudut
mata yang menjadi panduan letak kondilus
 Spina nasalis anterior
kemudian ketiga titik tersebut ditandai dengan benang dan diisolasi. Selanjutnya bite rim
RA dipasang dengan posisi:
 bite rim terlihat 2 mm di bawah garis bibir atas saat rest posisi
 bila dilihat dari depan, bite rim RA tampak sejajar dengan garis pupil (dilihat dengan
bantuan occlusal guide plane)
 bila dilihat dari samping, bite rim RA tampak sejajar dengan garis chamfer (dilihat
dengan bantuan occlusal guide plane)
Setelah diperoleh kesejajaran oklusal RA maka bite rim RB dipasang. Saat bite rim RB
dipasang, bite rim RA dan RB harus tertutup secara sempurna (tidak boleh ada celah dan
merupakan satu garis lurus).
Vertikal dimensi resposisi dicari dengan metode Willis, yaitu pengukuran jarak pupil
dan sudut mulut sama dengan jarak hidung dan dagu (PM = HD).
Dimensi vertical oklusi : physiologic rest position - freeway space = (PM=HD - 2 mm).
Freeway space 2 mm diperoleh dengan cara mengurangi bite rim rahang bawah. Ketepatan
freeway space ini dicek secara mekanik (diukur). Selain itu, diperlukan cek forniks dengan
pengucapan huruf-huruf tertentu yang pengucapannya memerlukan space, misalnya huruf
“s”. Jika free way space kurang, maka huruf S sulit terucap, demikian halnya jika free way
space berlebihan (terasa semburan saliva ketika pengucapan huruf S), dan pengecekan

12
dimensi vertikal oklusi yaitu dengan pengucapan huruf M. Kemudian diecek estetisnya, yang
dikurangi bite rim RB.
3. Centric relation record
Centric relation record adalah suatu relasi mandibula terhadap maxilla pada suatu
relasi vertikal yang ditetapkan pada posisi paling posterior. Cara menentukan relasi sentrik
dengan metode Shanahan, yaitu dengan menginstruksikan pasien untuk menengadahkan
kepala kemudian membuka dan menutup mulut sampai lelah sampai pasien biasa dengan
oklusi tersebut sehingga mandibula akan menutup ke posisi normal. Pasien diminta nggeget,
buka tutup, dan menelan ludah. Setelah diperoleh relasi sentrik, bite rim diberi tanda pada 3
tempat, yaitu median line dan garis kaninus kanan-kiri. Median line diambil sebagai terusan
dari tengah lekuk bibir atas (philtrum) pasien untuk menentukan garis tengah yang
memisahkan insisivus kanan dan kiri. Garis kaninus, yaitu tepat pada sudut mulut dalam
keadaan rest posisi. Pasien diminta untuk membuka dan menutup mulut lalu dilihat apakah
garis tersebut sudah tepat dan tetap pada kedudukannya dalam keadaan relasi sentrik. Incisal
guide ditentukan untuk pemasangan gigi anterior atas dan bawah serta agar memenuhi nilai
estetis. Saat pemasangan gigi anterior harus diingat high lip line, median line, dan caninus
line.
4. Fiksasi
Setelah diperoleh relasi sentrik, dilakukan fiksasi pada bite rim rahang atas dan
rahang bawah dengan metode double V–groove shape. Caranya:
a. groove berbentuk V dibuat pada kanan dan kiri bite rim RA (kira-kira pada bagian P1
dan M1)
b. V-groove diolesi vaselin, bite rim RB dikurangi sesuai dengan letak V-groove, record
block rahang atas dan rahang bawah dimasukkan ke dalam mulut dan pasien
diinstruksikan melakukan oklusi sentrik lalu bite rim rahang bawah diberi tambahan
wax. Mulut dikatupkan lalu dilihat apakah V-groove dan kontranya sudah tepat.
Lakukan buka tutup mulut berulang-ulang.

Tahap Laboratoris
Pemasangan pada artikulator ( free plane articulator )
Setelah oklusal bite rim RA dan RB selesai difiksir, letakkan oklusal bite rim RA pada
mounting table dengan pedoman :
13
 garis tengah bite rim dan model RA berhimpit dengan garis tengah mounting table.
 tepi luar bite rim RA menyinggung garis incisal edge dari mounting table.
 jarum horizontal incisal guide pin ujungnya menyentuh tepi luar anterior bite rim RA dan
tepat pada garis tengah bite rim.

Oklusal bite rim RA difixir dengan cara :


1. Upper member digerakkan ke atas dan adonan gips dituang perlahan pada bagian atas
model kerja RA, kemudian upper member digerakkan ke bawah atau menutup sampai
menekan gips yang ada pada model kerja RA. Upper member dan lower member
digerakkan ke bawah atau menutupi sampai menekan gips yang ada pada model kerja
RA.
2. Upper member dan lower member diikat dengan karet dan gips yang memfixir upper
member dengan model RA dirapikan.
3. Mounting table dilepas dari artikulator, kemudian artikulator dibalik.
4. Occlusal bite rim RB beserta model gips RB diletakkan kembali pada occlusal bite rim
RA sesuai dengan oklusinya.
5. Lower member diangkat ke atas dan adonan gips dituang pada model kerja RB, kemudian
lower member digerakkan ke bawah atau ditutup sampai menekan adonan gips.
6. Membuat garis median pada bite rim atas yang disesuaikan dengan garis median model
kerja dan incisal guide plane.

4. KUNJUNGAN IV
Dalam kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi anterior. Urutan
pemasangan gigi adalah gigi anterior rahang atas kemudian gigi anterior rahang bawah.
Setelah itu, try in pada pasien.
Pemasangan gigi anterior:
1 1 : - axisnya bersudut 5 terhadap mid. line
- incisalnya menyentuh bite rim RB
- bagian 1/3 permukaan labial agak depresi
2 2 : - axisnya bersudut 100 terhadap mid. line
- incisalnya berjarak 1-2 mm dari bite rim RB
- permukaan labial agak ke palatal dan mengikuti lengkung bite rim
14
3 3 : - axisnya tegak lurus/ hampir sejajar dengan median line
- incisalnya menyentuh bite RB
- bagian 1/3 labioservikal lebih prominent.
1 1 : - bagian servikal permukaan labial sedikit depresi
- axisnya tegak lurus dengan bidang insisal, sedikit ke labial
- perhatikan overjet dan overbite
2 2 : - axisnya sedikit miring ke mesial dengan permukaan labial tegak lurus
bidang insisal
- letaknya diantara 2 1 1 2
3 3 : - axisnya sedikit ke mesial
- bagian cervical permukaan labial lebih prominent
- letak tonjolnya di antara 3 2 2 3

Tahap Klinis
Setelah pemasangan gigi anterior, dilakukan try in. Kemudian periksa overbite dan
overjet (2-4 mm), garis caninus (pada saat rest posisi terletak pada sudut mulut) dan garis
ketawa (batas servikal gigi atas, gusi tidak terlihat pada saat ketawa), fungsi fonetik (pasien
disuruh mengucapkan huruf s, f, t, r, m), retensi, stabiliasi, dan vertikal dimensi.
Selanjutnya dilakukan sliding ke kanan dan ke kiri. Setelah gigi anterior dipasang maka
dilanjutkan pemasangan gigi posterior rahang atas kemudian gigi posterior rahang bawah.

5. KUNJUNGAN V
Dalam kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi posterior. Urutan
pemasangan gigi adalah gigi posterior rahang atas kemudian gigi posterior rahang bawah dan
dilkakukan konturing pada gigi-gigi di rahang atas dan bawah. Setelah itu dilakukan try in
pada pasien. Selain itu dilakukan pengamatan pada :
a) Oklusinya
b) Retensi GTL, faktor yang mempengaruhi adalah
 tepi GTL harus mengikuti batas forniks
 jaringan keras harus dihindari utuk memberi kesempatan bergerak
 protesa harus berelief sesuai dengan keadaan mulut
c) Stabilisasinya dengan working side dan balancing side
15
d) Estetis dengan melihat garis kaninus dan garis ketawa
e) Pasien disuruh menyebut huruf-huruf p, b, t, th, d, f, v dan lain-lain sampai tidak ada
gangguan
f) Vertikal Dimensi

Pemasangan gigi posterior harus disesuaikan dengan :


1. Kurva anteroposterior yang terdiri dari :
a. Bidang horizontal tempat disusunnya gigi 5 4 4 5
b. Bidang oblik tempat disusunnya gigi 7 6 6 7
2. Kurva lateral yang terdiri dari :
a. Bidang tegak yang terbentuk dari garis singgung pada occlusal bite rim, dimana
permukaan bukal gigi premolar ditempatkan.
b. Bidang dengan sudut penyimpangan 6° dari bite rim ke arah palatal, dimana terletak
permukaan bukal gigi molar.
Pada kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi posterior. Urutan pemasangan
adalah gigi posterior RA kemudian RB. Setelah itu try in pada pasien.
4 4 : - axis tegak lurus bite rim RB dan bidang oklusal
- tonjol bukal dan lingual menyentuh bite rim RB, tonjol palatinal
menggantung 1 mm
5 5 : - axis tegak lurus bite rim RB
- kedua tonjol menyentuh bite rim RB
6 6 : - sumbu gigi condong ke distal
- tonjol mesiopalatinal menyentuh bite rim, tonjol lainnya menggantung
7 7 : - axis lebih miring daripada 6 6
- semua tonjol menggantung

Untuk pemasangan gigi-gigi postrior rahang atas ini harus diperhatikan:


1. dataran orientasi jika dilihat dari sagital harus membentuk kurva Monson
2. dataran orientasi jika dilihat dari arah lateral harus membentuk kurva Von Spee
Gigi posterior RB yang harus dipasang pertama adalah gigi 6 6
6 6 : - tonjol mesiopalatinal 6 6 tepat pada fossa central 6 6
- relasi 6 6 terhadap 6 6 neutrooklusi (Klas I Angle)
16
4 4 : - axisnya tegak lurus bite rim
- letaknya diantara 3 4 dengan tonjol bukal terletak di fossa sentral antara
P1 dan Caninus RA
5 5 : - axisnya tegak lurus bite rim
- letaknya di antara 4 5 dengan tonjol bukal terletak di fossa sentral antara
P1 dan P2 RA
7 7 : - axisnya tegak lurus bite rim
- tonjol mesiobukal 7 7 berada di antara tonjol mesiodistal 6 6 dan
tonjol mesio-bukal 7 7
Setelah pemasangan gigi posterior dilakukan try in.
Urutan pemasangan gigi posterior rahang atas ini harus diperhatikan :
a. dataran orientasi jika dilihat dari sagital harus membentuk kurva Monson
b. dataran orientasi jika dilihat dari anteroposterior membentuk kurva Von Spee, yaitu kurva
imajiner anteroposterior dimana terdapat bidang horizontal yang merupakan tempat
disusunnya gigi premolar superior pertama dan premolar superior kedua, sedangkan
tempat disusunnya gigi molar superior pertama dan molar superior kedua dalam bidang
oblik.
c. dataran orientasi jika dilihat dari lateral kanan dan kiri harus membentuk kurva Wilson.

6. KUNJUNGAN VI
Setelah diganti dengan resin akrilik, protesa diinsersikan dalam mulut kemudian
dilakukan remounting. Tujuan remounting adalah:
a. untuk mengecek oklusi protesa pada sebelum dan sesudah dipasang
b. untuk mengetahui selective grinding
c. untuk mengetahui premature contact
Jadi, pada saat dilakukan insersi harus diperhatikan :
1. Retensi
Pengecekan dengan menggerak-gerakkan pipi dan bibir, protesa lepas atau tidak.
Perhatikan apakah tepi GTL mengikuti fornik, jaringan yang bergerak harus dihindari dari
plat GTL agar bebas bergerak dan tidak melepas GTL, protesa harus berelief sesuai
dengan keadaan mulut.
17
2. Oklusi
Pengecekan balancing side, working side, serta ada tidaknya kontak prematur.
Pengecekan oklusi dilakukan dalam kondisi sentrik dan eksentrik. Apabila oklusinya
terganggu, dilakukan grinding atau penambahan. Pengecekan dilakukan dengan
articulating paper yang diletakkan pada oklusi, kemudian pasien diminta menggerakkan
gigi seperti mengunyah. Apabila ada traumatic oklusi dilakukan selective grinding, yaitu
penggrindingan permukaan oklusal gigi tiruan untuk mendapatkan suatu sentrik oklusi
gigi tersebut. Pengurangan menggunakan hukum BULL dan MUDL (pengurangan pada
permukaan bukal dan mesial pada rahang atas dan pengurangan permukaan lingual dan
distal pada rahang bawah) hinga diperoleh warna dengan tebal yang sama.
3. Stabilisasi
Pengecekan saat mulut berfungsi, tidak boleh mengganggu mastikasi, penelanan,
bicara, ekspresi wajah dan sebagainya. Apabila sudah tidak ada gangguan, maka protesa
dapat dipolish.
Diberikan instruksi kepada pasien untuk:
1) Cara pemakaian protesa
2) Adaptasi, dengan menganjurkan pasien untuk memakai protesa secara terus menerus
selama 2x24 jam. Pasien diingatkan bahwa akan mengalami hipersalivasi selama satu
minggu.
3) Cara pemeliharaan protesa:
a. malam hari ketika tidur, protesa dilepas agar jaringan otot-otot dibawahnya dapat
beristirahat
b. protesa direndam dalam air sewaktu dilepas
c. protesa dibersihkan dengan sikat berbulu halus setiap kali sehabis makan
d. Ketika hendak mencuci protesa harus dilakukan di atas wadah yang diisi air untuk
mengantisipasi jika gigi tiruan terjatuh, maka tidak akan terjatuh di lantai.
4) Kontrol
a. apabila ada rasa sakit, gangguan bicara, protesa tidak stabil, pasien dianjurkan
untuk segera kembali ke klinik
b. kontrol sesuai dengan waktu yang telah ditentukan guna pengecekan lebih lanjut
dan bila nantinya tidak ada gangguan, pasien bisa terus memakai protesa tersebut.

18
7. KUNJUNGAN VII
Setelah pemasangan GTL selama 1 minggu, pasien datang untuk kontrol. Hal-hal
yang perlu diperhatikan pada saat kontrol :
a) Pemeriksaan subyektif : Pasien ditanya apakah ada keluhan atau tidak, apakah ada
gangguan atau tidak, dan apakah ada rasa sakit.
b) Pemeriksaan obyektif : dilihat keadaan mukosa apakah ada peradangan atau perlukaan
dan diperiksa retensi dan stabilisasi.

19
IV. DISKUSI

Pasien laki-laki berusia 64 tahun datang ke poliklinik untuk membuatkan gigi tiruan
karena hilangnya seluruh gigi pada kedua rahangnya. Kondisi pasien dan juga jaringan
mulutnya baik, sehingga memungkinkan untuk dilakukan perawatan dengan menggunakan
GTL.
Pembuatan gigi tiruan lengkap perlu mempertimbangkan serta memperhatikan adanya
faktor retensi dan stabilisasi.
Untuk retensi yang baik, harus memperhatikan faktor-faktor :
1. Fitting surface
a. Model kerja harus berstruktur dan berelief sesuai dengan keadaan di dalam
mulut.
b. Jaringan keras harus dihindari untuk memberi kesempatan gerak.
c. Tepi GTL harus mengikuti batas fornik.
2. Ketebalan GTL
Ketebalan GTL rahang atas dan rahang bawah tidak sama, yaitu protesa rahang bawah
lebih tebal dibanding protesa rahang atas.
Untuk menjaga stabilisasi yang baik harus diperhatikan :
a. Polishing surface
b. Occlusal surface
c. Penyusunan gigi-geligi tiruan
d. Artikulasi
Vertikal dimensi juga merupakan hal yang penting dalam pembuatan GTL.
Apabila vertical dimensi kurang, maka gigi-geligi tidak tampak dan bila terlalu tinggi
maka gigi-geligi terlihat panjang dan tidak baik.

20
V. PROGNOSIS

Prognosa dari pembuatan gigi tiruan lengkap ini diperkirakan baik, dengan
mempertimbangkan :
1) Oral hygiene pasien baik
2) Jaringan pendukung yang ada dalam kondisi sehat
3) Kesehatan sistemik pasien dalam kondisi baik
4) Pasien kooperatif dan komunikatif

21
DAFTAR PUSTAKA

Basker, R.M., Davenport, J.C., and Tomlin, H.R., 1996, Perawatan Prostodontik bagi
Pasien Tak Bergigi ( terj.), Edisi III, EGC, Jakarta.

Boucher, C.O., 1964, Swenson’s Complete Denture, ed. V., CV. Mosby Company, St. Louis.

Gehl, D.H. and Dressen, O.M., 1959, Complete Denture Prothesis, 4th ed., W.B. Saunders
Co., London.

Harshanur, I.W., 1993, Geligi tiruan Lepasan, Cetaka ke II, EGC, Jakarta.

Itjingningsih, W.H., 1996, Geligi Tiruan Lengkap Lepas, Cetakan III, EGC, Jakarta.

Soelarko, R.M. dan Wachijati, H., 1980, Diktat Prostodonsia Full Denture, FKG Unpad,
Bandung.

Swenson, M.G., 1960, Complete Denture, 5th ed., C.V. Mosby Co., Saint Louis.

Utari, R.I., 1994, Desain dan Tehnik Mencetak Pada Pembuatan Geligi Tiruan Lengkap,
Cetakan I, Hipokrates, Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai