Anda di halaman 1dari 47

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, rasa syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan


yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesehatan,
kesempatan serta pengetahuan sehingga makalah pleno scenario 1 blok 8 tentang
kasus kedaruratan endodontik ini bisa selesai sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.

Terima kasih kami ucapkan kepada fasilitator dan dosen-dosen kami sekalian
atas bimbingan nya, sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik. Kami
berharap agar makalah ini bisa bermanfaat di kemudian hari.

Mudah-mudahan makalah sederhana yang telah berhasil kami susun ini bisa
dengan mudah dipahami oleh siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami
meminta maaf bilamana terdapat kesalahan kata atau kalimat yang kurang berkenan.
Serta tak lupa kami juga berharap adanya masukan serta kritikan yang membangun
dari para dokter sekalian demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.

Darussalam, 26 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Gigi merupakan bagian dari tubuh yang sangat dibutuhkan oleh manusia, sebab
tanpa adanya gigi manusia akan mengalami kesulitan dalam mengunyah, berbicara
dan estetika. Walapun gigi merupakan hal yang kecil namun jika terserang penyakit
maka seluruh tubuh akan ikut sakit dan kegiatan sehari-hari akan terganggu, kali ini
kami akan membahas mengenai penyakit yang terjadi pada gigi dalam lingkup
endodontik.
Seorang dokter gigi akan menjumpai kasus-kasus endodontik dan untuk bisa
melakukan perawatan, pemeriksaan radiograf merupakan hal yang tidak dapat
dipisahkan. Selain pemeriksaan radiograf, tentu juga sangat diperlukan pemeriksaan
klinis ekstra oral dan intra oral untuk melakukan penegakan diagnosis kasus-kasus
endodontik.

1.2 Rumusan msalah

a. Apa definisi nyeri pulpa dan periapikal?


b. Apa etiologi nyeri pulpa dan periapikal?
c. Bagaimana mekanisme terjadinya nyeri pulpa dan periapikal ?
d. Apa saja klasifikasi nyeri pulpa dan periapikal?
e. Bagaimana respon imun tubuh terhadap nyeri pulpa dan periapikal?
f. Bagaimana gambaran histologis penyakit pulpa dan periapikal?
g. Apa saja klasifikasi penyakit pulpa dan periapikal?
h. Bagaimana pemeriksaan klinis penyakit pulpa dan periapikal?
i. Bagaimana pemeriksaan dan interpretasi radiografi penyakit pulpa dan
periapikal?
j. Bagaimana diagnosis penyakit pulpa dan periapikal?
k. Bagaimana cara perawatan penyakit pulpa dan periapikal?

iii
l. Bagaimana penatalaksanaan penyakit pulpa dan periapikal(
anestesi,prosedur,pertimbangan dokter pada pasien yang hipertensi dan
penyakit sistemik lainnya)?
m. Apa yang dimaksud kasus darurat endodontik?
n. Kasus apa saja yang termasuk kasus darurat endodontik?
o. Bagaimana penanganan dalam kasus darurat endodontik?

1.3 Tujuan belajar

a. Mahasiswa mengetahui definisi nyeri pulpa dan periapikal


b. Mahasiswa mengetahui etiologi nyeri pulpa dan periapikal
c. Mahasiswa mengetahui mekanisme terjadinya nyeri pulpa dan periapikal
d. Mahasiswa mengetahui klasifikasi nyeri pulpa dan periapikal
e. Mahasiswa mengetahui respon imun tubuh terhadap nyeri pulpa dan
periapikal
f. Mahasiswa mengetahui gambaran histologis penyakit pulpa dan periapikal
g. Mahasiswa mengetahui klasifikasi penyakit pulpa dan periapikal
h. Mahasiswa mengetahui cara pemeriksaan klinis penyakit pulpa dan periapikal
i. Mahasiswa mengetahui cara pemeriksaan dan interpretasi radiografi penyakit
pulpa dan periapikal
j. Mahasiswa mengetahui diagnosis penyakit pulpa dan periapikal
k. Mahasiswa mengetahui cara perawatan penyakit pulpa dan periapikal
l. Mahasiswa mengetahui bagaimana penatalaksanaan penyakit pulpa dan
periapikal( anestesi,prosedur,pertimbangan dokter pada pasien yang hipertensi
dan penyakit sistemik lainnya)
m. Mahasiswa mengetahui definisi kasus darurat endodontik
n. Mahasiswa mengetahui apa saja yang termasuk kasus darurat endodontik
o. Mahasiswa mengetahui cara penanganan dalam kasus darurat endodontik

iv
BAB II

PEMBAHASAN

1. NYERI PULPA DAN NYERI PERIAPIKAL


1.1 Pengertian Nyeri Pulpa dan Nyeri Periapikal1

Nyeri adalah rasa tidak nyaman yang terlokalisasi atau rasa sakit
akibat stimulasi yang tidak pernah berakhir (Dorlands Medical Dictionary).
Menurut IAPS (International Association Study of pain) adalah rangsangan
sensorik atau bentuk pengalaman emosional, sensasional subjektif dan tidak
menyenangkan yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan
(pulpa atau periapikal yang dapat berubah menjadi akut atau kronis).

1.2 Etiologi Nyeri Pulpa dan Nyer Periapikal1


1) Iritan Hidup
a) Iritan Mikroba
Mikroorganisme yang terdapat pada karies merupakan sumber
utama yang menyebabkan iritasi pada pulpa dan periradikular.
Email dan dentin yang mengalami karies mengandung berbagai
spesies seperti: Streptococcus M, Lactobacillus dan Actinomyces.
Mikroorganisme didalam jaringan karies akan memproduksi toksin
yang akan berpenetrasi ke dalam pulpa melalui tubulus. Beberapa
penelitian mengungkapkan bahwa lesi kecil sekalipun didalam
email telah mampu menarik sel-sel inflamasi didalam pulpa.
Akibat adanya mikroorganisme serta produk sampingnya didalam
dentin, jaringan pulpa akan terinfiltrasi secara lokal (pada basis
tubulus yang terkena karies) terutama oleh sel-sel inflamasi kronik
seperti makrofag, limfosit dan sel plasma. Ketika karies meluas
kearah pulpa, intensitas dan karakter infiltrate akan berubah.
Karena terpajan ke rongga mulut dan karies, jaringan pulpa akan
mengandung bakteri dan produk sampingnya. Biasanya, pulpa

1
tidak mampu menghilangkan iritan yang merusak jaringan pulpa
paling banter hanya menyetop atau merperlambat penyebaran
infeksi dari kerusakan jaringannya.

2) Iritan Tidak Hidup


a) Iritan Mekanik
Selain iritasi oleh bakteri jaringan pulpa dan periradikular dapat
pula teriritasi secara mekanik.preparasi yang dalam, pembuangan
struktur gigi tanpa memadai pendinginan yang memadai, dampak
trauma, trauma oklusal dan gerakan ortodonsia merupakan iritan
suhu dan fisik yang paling berperan terhadap jaringan pulpa.
b) Iritan Kimia
Iritasi pada jaringan pulpa dan periradikular mencakup berbagai
zat yang digunakan untuk desentisasi, sterilisasi, pembersih dentin
dan zat yang terdapat pada material tambalan sementara dan
permanen serta pelapik kavitas. Irigan antibakteri yang dipakai
selama pembersihan dan pembentukan saluran akar, obat-obat
intrakanal dan beberapa senyawa dalam bahan obturasi adalah
contoh dari iritan kimia yang potensial mengiritasi jaringan
periradikular. Kebanyakan irigan dan medikamen bersifat toksik
dan tidak biokompatibel.

1.3 Mekanisme Nyeri Pulpa dan Periapikal2,3,4

2
1.4 Klasifikasi Nyeri 3,5,6

• Berdasarkan waktu nyeri

 Nyeri akut: merupakan respon biologis normal yang merupakan sinyal


terhadap adanya kerusakan jaringan yang merupakan mekanisme
proteksi tubuh yang akan berlanjut ke proses penyembuhan dengan
gejala dan penyebab yang harus diatasi segera dan terjadi tiba-tiba dalam
hitungan menit.

 Nyeri sub-akut: fase transisi nyeri karena kerusakan jaringan yang


diperberat oleh konsekuensi problem psikologis dan sosial yang
berlangsung 1-6 bulan.

 Nyeri kronik: berlangsung lebih dari 6 bulan tanpa adanya stimulus.

• Berdasarkan kekuatan

 Nyeri cepat dan tajam: dirasakan dalam waktu 0,1 detik yang
dihantarkan melalu serabut saraf A-delta dengan diameter 1-6
mikrometer dan bermyelin, lokasi nyerinya jelas dan seperti menusuk.

 Nyeri lambat dan tumpul: dirasakan dalam waktu 1 detik melalui serabut
saraf C dengan diameter kurang dari 1 mikrometer dan tidak bermyelin,
lokasi nyerinya menyebar terasa berdenyut lambat dan tumpul.

1.5 Respon Imun 3,5,6

Jaringan pulpa normal mengandung limfosit T, limfosit B, makrofag dan


sel dendritik. Sel mast baru ditemukan ketika pulpa terinflamasi dan
imunoglobulin dalam pulpa akan meningkat pada saat pulpa terinflamasi sebagai
mekanisme pertahanan untuk melindungi jaringan pulpa tersebut dari antigen
yang menyerang.

Dimulai dari invasi awal iritan lalu sistem imun bawaan yang terdapat
dalam pulpa diaktifkan kemudia bereaksi terhadapt antigen, namun apabila

3
sistem imun bawaan tidak mampu mengatasi antigen tersebut maka sistem imun
adaptif akan diaktifkan yaitu antibodi spesifik, lalu sel dendritik sebagai pengatur
utama sistem kekebalan tubuh akan tersebar melalui pulpa normal yang akan
merangsang limfosit T, lalu limfosit T akan menginisiasi dan menyebarkan
respon penyembuhan sehingga menurunkan atau meredakan nyeri.

2. PENYAKIT PULPA DAN PERIAPIKAL


2.1 Klasifikasi
2.1.1 Klasifikasi Penyakit Pulpa
a. Pulpa Normal
• Gejala klinis: Pulpa respon terhadap tes vitalitas pulpa dan gejala
yang ditimbulkan dari tes tersebut ringan, tidak menyebabkan
pasien merasa linu. Respon pulpa terhadap tes akan segera hilang
dalam beberapa detik.
• Radiografi: Tidak ada gambaran resorpsi, karies, atau pulpa yang
terekspos secara mekanik.
• Perawatan: Tidak ada perawatan endodontik.

b. Pulpitis Reversibel
• Gejala Klinis: Rasa tidak nyaman (seperti rasa linu) akan segera
hilang bila penyebabnya dihilangkan. Respon dari pulpa berupa
rasa yang menusuk yang singkat. Faktor penyebabnya adalah
karies, dentin yang terekspos, perawatan gigi terakhir, restorasi
yang rusak.
• Radiografi: Tidak ada gambaran pulpa yang terekspos, tidak ada
pelebaran membran periodontal.
• Perawatan: Restorasi biasa tanpa perawatan endodontik.

c. Pulpitis Irreversibel
 Pulpitis Irreversibel Simptomatik

4
Gigi didiagnosa sebagai pulpitis irreversible bila terdapat
gejala rasa sakit spontan atau berdenyut. Rasa sakit yang ditimbulkan
biasanya diperparah dengan perubahan temperature (khususnya
stimulus dingin), rasa sakitnya pun berlangsung cukup lama walaupun
penyebab rasa sakit telah dihilangkan. Rasa sakit yang timbul dapat
terasa menusuk atau tumpul, terlokalisasi ataupun menyebar.

Pada radiografi terlihat perubahan minimal pada tulang


periradicular, namun terkadang gambaran radiografinya pun dapat
terlihat normal. Apabila pulpitis irreversible ini semakin parah maka
akan menyebabkan gambaran ligament periodontal semakin tebal.

Diperlukan perawatan endodontik, dapat berupa perawatan


pulpotomi atau pulpektomi. Apabila pulpitis irreversible tidak dirawat
maka gigi akan nekrosis.

 Pulpitis Irreversibel Asimptomatik

Pada beberapa kasus karies yang dalam tidak menimbulkan


gejala, walaupun secara klinis dan radiologis terlihat karies yang telah
sampai kedalam pulpa. Apabila gigi tidak dirawat maka kondisi akan
semakin parah menjadi pulpitis irreversibel simptomatik sampai
menjadi nekrosis, sehingga perlu dilakukan perawatan endodontik
segera sebelum pulpitis irreversibel menimbulkan gejala sakit yang
berat.

d. Nekrosis Pulpa
Saat pulpa nekrosis (pulpa non vital), suplai darah ke pulpa
sudah tidak ada dan saraf pulpa pun tak berfungsi. Setelah pulpa
nekrosis, penyakit gigi menjadi asimptomatik sampai akhirnya akan
menimbulkan gejala yang ditimbulkan dari penyebaran penyakit ke
jaringan periradikular. Dengan pulpa nekrosis , gigi tidak akan respon

5
terhadap tes elektris dan tes dingin. Nekrosis pulpa dapat terjadi
sebagian atau keseluruhan dan dapat tidak meliputi seluruh akar pada
gigi dengan akar lebih dari satu, sehingga gejala yang ditimbulkan gigi
seringkali membingungkan, saat dilakukan tes vitalitas pulpa disalah
satu sisi responnya negative dan pada sisi akar lainnya responnya
dapat positif. Gigi ini dapat menimbulkan gejala seperti pulpitis
irreversibel simptomatik.

Setelah pulpa nekrosis, bakteri akan tumbuh dalam saluran


akar. Apabila bakteri atau toksin bakteri menyebar kedalam ligamen
periodontal , gigi dapat berespon positif terhadap tes perkusi dan dapat
menimbulkan sakit spontan. Dalam keadaan ini gigi biasanya
hipersensitif terhadap panas dan sakit mereda bila diberi dingin.

Perubahan radiografi dapat terlihat dari perubahan ketebalan


membran periodontal sampai lesi periapikal yang radiolusen.
Dibutuhkan perawatan endodontik nekrosis pulpa.

2.1.2 Klasifikasi Penyakit Periapikal


a. Jaringan Apikal yang Normal
Dalam kategori ini, gigi tidak menimbulkan gejala sakit. Tes
perkusi dan tes palpasi hasilnya normal. Pada gambaran radiografi
terlihat lamina dura yang masih baik dan membran periodontal
disekeliling akar tidak melebar.

b. Periodontitis Apikalis Simptomatik


Gigi dengan periodontitis apikalis simptomatik akan memiliki
gejala sakit akut pada saat menggigit atau perkusi. Gigi ini dapat
respon ataupun tidak respon terhadap tes vitalitas pulpa. Gambaran
radiografi , terlihat pelebaran membrane periodontal dan dapat terlihat
radiolusen pada apikal atau tidak.

6
c. Periodontitis Apikalis Asimptomatik
Gigi dengan periodontitis apikalis asimptomatik umumnya
tidak memiliki gejala klinis. Gigi ini tidak respon terhadap tes vitalitas
pulpa, dan hasil radiografi terlihat gambaran radiolusen di apikalnya.
Gigi ini umumnya tidak sensitif terhadap tekanan menggigit tetapi
mungkin terasa berbeda pada pasien saat diperkusi.

d. Abses Apikal Akut


Gigi dengan abses apikal akut memiliki rasa sakit yang sangat
akut untuk menggigit, perkusi, dan palpasi. Gigi ini tidak respon
terhadap tes vitalitas pulpa dan dapat terjadi mobiliti dalam
berbagai grade. Pada gambaran radiografi terlihat pelebaran membran
periodontal sampai radiolusen di apikal. Pembengkakan dapat terlihat
di intraoral atau ekstraoral. Biasanya disertai dengan demam dan
palpasi pada kelenjar limfe cervical dan submandibular menunjukkan
adanya pembesaran.
e. Abses Apikal Kronis
Gigi dengan abses apikal kronis umumnya tidak memiliki
gejala klinis. Gigi ini tidak respon terhadap tes vitalitas pulpa dan pada
gambaran radiografinya terlihat gambaran radiolusen di apikal. Gigi
umumnya tidak sensitive terhadap tekanan menggigit tetapi mungkin
dapat terasa berbeda pada pasien saat diperkusi. Dibedakan dengan
periodontitis apikalis asimptomatik dengan fistul yang terlihat
disekitar gigi yang abses

2.2 Radiografi Penyakit Pulpa dan Periapikal beserta Tanda Klinisnya

1. Pulpa Normal

2. Pulpa Reversible

7
Pulpitis reversibel merupakan inflamasi pulpa yang tidak parah.
Jika penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan
kembali normal. Stimulus ringan seperti karies insipien, erosi servikal,
atau atrisi oklusal, email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah
faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis reversible.
Pulpitis reversibel biasanya asimptomatik. Aplikasi cairan dingin
dan panas, dapat menyebabkan nyeri sementara yang tajam. Jika stimulus
ini dihilangkan, nyeri akan segera hilang.
Gejala histopatologis ditemukan adanya hiperemi (inflamasi
sedang), terdapat dentin reparative, pembuluh darah melebar, ekstravasasi
cairan udema, dan adanya sel inflamasi. Gambaran radiografis normal.
Gambaran radiografis menunjukkan jaringan periodontal dan lamina dura
normal.
3. Pulpa Irreversible

Pulpitis ireversibel merupakan perkembangan dari pulpitis


reversibel. Kerusakan pulpa yang parah akibat eksplorasi dentin yang luas
selama prosedur operatif, terganggunya aliran darah pada pulpa akibat
trauma, dan pergerakan gigi dalam perawatan ortodonti dapat
menyebabkan pulpitis ireversibel. Pulpitis ireversibel merupakan
inflamasi parah yang tidak akan dapat berupa putih walaupun
penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis ireversibel dapat berupa nyeri
tajam, tumpul, lokal, atau difus dan berlangsung hanya beberapa menit

8
atau berham-jam. Aplikasi stimulus eksternal seperti termal dapat
mengakibatkan nyeri berkepanjangan. Jika inflamasi hanya terbatas pada
jaringan pulpa dan tidak menjalar ke periapikal, respon gigi terhadap tes
palpasi dan perkusi berada dalam batas normal.
Secara klinis, pulpitis ireversibel dapat bersifat simptomatik dan
asimptomatik. Pulpitis ireversibel simtomatik merupakan salah satu jenis
pulpitis ireversibel yang ditandai dengan rasa nyeri spontan. Spontan
berarti bahwa stimulus tidak jelas. Nyeri spontan terus menerus dapat
dipengaruhi dari perubahan posisi tubuh. Pulpitis ireversibel simptomatik
yang tidak diobati dapat bertahan atau mereda jika terdapat sirkulasi untuk
eksudat inflamasi. Sedangkan pulpitis ireversibel asimptomatik
meruapakan tipe lain dari pulpitis ireversibel dimana eksudat inflamasi
dengan cepat dapat dihilangkan. Pulpitis ireversibel asimptomatik yang
berkembang biasanya desebabkan oleh paparan karies yang besar atau
trauma sebelumnya yang mengakibatkan rasa sakit dalam durasi yang
lama.
Pada pemeriksaan histopatologis ditemukan adanya inflamasi
kronis dan akut pada pulpa, leukosit polimoronuklear, eksudat dan
limfosit. Radiografi mungkin menunjukkan penebalan ligament
periodontal, kadang-kadang menipisnya lamina dura.
4. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa atau kematian jaringan pulpa adalah kondisi
irreversibel yang ditandai dengan dekstruksi jaringan pulpa.Nekrosis
pulpa dapat terjadi secara parsial maupun total. Etiologi primer dari
nekrosis pulpa adalah iritan akibat infeksi bakteri. Luasnya proses
nekrosis berkaitan langsungdengan besarnya invasi bakteri
TANDA KLINIS :
• Tidak ada nyeri
• Tes vitalitas pulpa : negatif
• Perbuahan warna pada gigi

9
RADIOGRAFI
• Penebalan Ligamen periodontal
• Radiolusen periapikal

2.3 Diagnosis6,7

Diagnosis adalah proses identifikasi suatu penyakit atau keadaan


abnormal dengan mengumpulkan dan kemudian mengevaluasi serangkaian
data yang diberikan oleh pasien berupa keluhan dan gejala, dirangkaikan
dengan pemeriksaan-pemeriksaan lainnya yang mendukung. Diagnosis juga
bentuk akhir kesimpulan dari serangkaian proses tadi.

Diagnosis keadaan pulpa dan jaringan periapikal dalam ruang lingkup


endodontik dijelaskan berikut ini. Penjelasannya disertai keadaan klinis dan
radiografis yang biasa menyertai kondisi tersebut.

Pulpa Normal (Normal Pulp)


 Keluhan Subjektif: Tidak ada gejala (symptom-free).
 Keadaan Klinis: Tanpa karies (gigi utuh), karies kedalaman D1-D4,
lesi Tooth Wear melibatkan email dan dentin dangkal, fraktur yang
melibatkan email dan dentin dangkal, gigi dengan restorasi yang
adekuat.
 Gambaran Radiografis: Keadaan ruang pulpa dan saluran akar normal,
dan jaringan periapeks normal.
 Tes Sensitivitas (Sensitivity Testing): Memberi respon normal.
 Tes Perkusi dan Palpasi: Tidak peka.

Pulpitis Reversible (Reversible Pulpitis)


 Keluhan Subjektif: Nyeri tidak spontan pada gigi yang tajam berdurasi 5-
10 detik, yang hilang jika stimulus dihilangkan.

10
 Keadaan Klinis: Karies kedalaman D5, lesi Tooth Wear melibatkan dentin
dalam, fraktur yang melibatkan dentin dalam, gigi dengan bayangan garis
patahan (craze line) disertai riwayat trauma atau benturan, gigi dengan
restorasi yang bocor (coronal leakage) ataupun rusak.
 Gambaran Radiografis: Karies mencapai dentin dalam, keadaan ruang
saluran akar normal, dan jaringan periapeks normal.
 Tes Sensitivitas (Sensitivity Testing): Memberi respon normal.
 Tes Perkusi dan Palpasi: Tidak peka.

Pulpitis Ireversible (Irreversible Pulpitis)


 Keluhan Subjektif: Nyeri spontan pada gigi yang intermitten, atau nyeri
dengan stimulus panas ataupun dingin yang berdurasi beberapa menit
hingga jam dan menetap meski stimulus dihilangkan. Gejala dapat
dirasakan lebih parah jika penderita berbaring atau menunduk, ini karena
tekanan intra-pulpa meningkat dengan posisi seperti itu.
 Keadaan Klinis: Karies kedalaman D5-D6, lesi Tooth Wear melibatkan
pulpa, fraktur telah melibatkan pulpa, gigi dengan bayangan garis fraktur
(crack line) disertai riwayat trauma atau benturan, gigi dengan restorasi
yang bocor (coronal leakage) ataupun rusak.
 Gambaran Radiografis: Karies mencapai dentin dalam dan tidak terlihat
adanya batas radiopak dengan atap pulpa, atau karies telah mencapai
pulpa, jaringan periapeks biasanya normal.
 Tes Sensitivitas (Sensitivity Testing): Biasanya tidak dilakukan, namun
jika ada 2 (atau lebih) gigi yang berdekatan di satu regio dengan kondisi
hampir sama dan ingin membedakan gigi mana yang bermasalah, maka tes
ini boleh dilakukan. Jika tes thermal dilakukan, biasanya memberi respon
yang berlebih dimana pada awalnya berupa rasa sakit tajam yang menusuk
berdurasi selama beberapa detik, kemudian rasa sakit ini berubah menjadi
rasa sakit tumpul berdurasi selama beberapa menit hingga jam, meski
stimulus telah dihilangkan.

11
 Tes Palpasi: Tidak peka, namun perkusi boleh jadi peka

Pulpitis Hiperplastik (Hyperplastic Pulpitis/Pulpal Polyp)


 Keluhan Subjektif: Rasa sakit apabila gigi tersebut tersentuh benda,
misalnya tergigit sesuatu, dan selalunya berdarah. Pasien biasanya
mengunyah hanya satu sisi yaitu rahang dimana gigi tersebut berada
biasanya tidak digunakan untuk mengunyah.
 Keadaan Klinis: Jaringan ikat granulasi berwarna merah yang menyembul
keluar dan memenuhi kavitas karies. Kondisi karies tidak bisa diperiksa
karena keberadaan polyp ini.
 Gambaran Radiografis: Karies mencapai pulpa, jaringan periapeks
selalunya normal. - Tes Sensitivitas (Sensitivity Testing): Tidak
dilakukan.
 Tes Perkusi dan Palpasi: Tidak peka.

Nekrosis Pulpa (Pulp Necrosis)


 Keluhan Subjektif: Tidak ada gejala (symptom-free), meskipun demikian
jika digali lebih lanjut, pasien akan mengaku gigi tsb pernah sakit
dulunya.
 Keadaan Klinis: Karies kedalaman D6, lesi Tooth Wear melibatkan pulpa,
fraktur telah melibatkan pulpa, gigi dengan bayangan garis fraktur (crack
line) disertai riwayat trauma atau benturan, gigi dengan restorasi yang
bocor (coronal leakage) ataupun rusak, gigi utuh yang mengalami
diskolorasi, gigi utuh tidak mengalami diskolorasi namun berada
disebelah gigi utuh yang diskolorasi.
 Gambaran Radiografis: Karies mencapai pulpa, jaringan periapeks normal.
 Tes Sensitivitas (Sensitivity Testing): Memberi respon negatif, khususnya
pada gigi berakar tunggal. Namun pada gigi berakar ganda, bisa saja
memberi respon positif jika masih ada bagian pulpa yang masih vital di
akar-akar yang lain.

12
 Tes Perkusi dan Palpasi: Tidak peka.

Jaringan Periapeks Normal (Normal Perapical Tissues)


 Keluhan subjektif, keadaan klinis, dan gambaran radiografis nya adalah
sama dengan pulpa normal, demikian juga rencana perawatanya.

Periodontitis Apikalis Akut (Acute Apical Peridontitis)


 Keluhan Subjektif: Nyeri hebat ketika gigi digunakan mengunyah.
 Keadaan Pulpa: Pulpa bisa dalam keadaan vital ataupun non vital:
 Jika pulpa vital, periodontitis disebabkan oleh trauma kecelakaan
(benturan), trauma oklusi akibat tambalan yang over contour, atau benda
asing masuk ke dalam sulkus gingiva.
 Jika pulpa non vital, periodontititis disebabkan oleh pulpa nekrosis, atau
kesalahan prosedur endodontik spt instrumentasi berlebihan, medikasi
berlebihan, bahan pengisis saluran akar berlebihan, dan perforasi ke
lateral. - Gambaran Radiografis: Pada pulpa yang vital dan yang
disebabkan kesalahan prosedur , gambaran jaringan periapeks normal.
Pada kasus non vital yang disebabkan nekrosis, lamina dura mulai terlihat
kurang kompak, biasanya tidak terlihat lesi di periapeks.
 Tes Sensitivitas (Sensitivity Testing): Dilakukan hanya pada kasus pulpa
nekrosis, memberi respon negative.
 Tes Perkusi: Amat peka (selalunya tidak dilakukan), dan Palpasi:
selalunya tidak peka.

Periodontitis Apikalis Kronis (Chronic Apical Peridontitis)


 Keluhan Subjektif: Biasanya symptom-free, atau pasien mengaku gigi tsb
terasa berbeda, atau sedikit/terkadang sakit ketika digunakan mengunyah.

13
 Keadaan Pulpa: Non vital. - Gambaran Radiografis: Penebalan ligament
periodontal melebar, lamina dura terputus, dan adanya lesi di periapeks
dengan berbatas jelas.
 Sensitivity Testing: Memberi respon negative.
 Tes Perkusi dan Palpasi: Boleh jadi peka, namun bisa juga tidak

Abses Periapeks Akut (Acute Periapical Abscess)


 Keluhan Subjektif: Rasa sakit dengan intensitas tinggi.
 Keadaan Klinis: Biasanya ada pembengkakan intraoral ataupun ekstraoral,
gigi bisa mengalami mobility. Pada kasus yang parah, kelenjar limfe
membesar dan pasien bisa mengalami demam.
 Gambaran Radiografis: Penebalan ligament periodontal melebar, lamina
dura terputus, namun di periapeks bisa terlihat atau tidak ditemukan lesi.
 Sensitivity Testing: Biasanya tidak dilakukan lagi, jika dilakukan memberi
respon negative.
 Tes Perkusi dan Palpasi: Amat peka.

Abses Periapeks Kronis (Chronic Periapical Abscess)


 Keluhan Subjektif: Biasanya symptom-free.
 Keadaan Klinis: Bisa dijumpai sinus tract, karies yang mencapai pulpa,
atau gigi dengan restorasi definitive (crown).
 Gambaran Radiografis: Karies mencapai pulpa, gigi dengan restorasi
definitive yang biasanya tidak terlihat pengisian saluran akar, atau
pengisian saluran akar dengan kualitas buruk. Terlihat penebalan ligament
periodontal melebar, lamina dura terputus, dan adanya lesi di periapeks
dengan berbatas tidak jelas.
 Sensitivity Testing: Memberi respon negative.
 Tes Perkusi dan Palpasi: Boleh jadi peka, namun bisa juga tidak

14
Osteitis Memadat (Condensing Osteitis)
 Keluhan Subjektif: Biasanya symptom-free.
 Keadaan Klinis: Karies yang mencapai pulpa.
 Gambaran Radiografis: Karies mencapai pulpa, atau pengisian saluran
akar yang tidak adekua. Terlihat pemadatan tulang (radiopak) berbatas
tidak jelas di periapeks.
 Sensitivity Testing: Memberi respon negative.
 Tes Perkusi dan Palpasi: Tidak peka.

2.4 Perawatan6,7

 Pulpitis reversibel : biasanya ditangani dengan membuang penyebabnya


kemudian diikuti dengan restorasi

 Pulpitis irreversibel : diperlukan perawatan saluran


akar,pulpotomi,pulpektomi sebagian,atau pencabutan

 Nekrosis : yang dapat dilakukan adalah perawatan saluran akar atau


pencabutan

 Pulpitis Hiperplastik : perawatan saluran akar

 Periodontitis periapeks akut

Pada kasus pulpa vital, jaringan pulpa yang terinflamasi atau debris
nekrosis dan iritan lainnya dihilangkan.Pada kasus nekrosis, dilakukan PSA
non vital. Pada kasus karena kesalahan prosedur, diberikan obat analgesic dan
anti inflamasi.
 Periodontitis periapeks kronik : PSA non vital. Membuang iritan (pulpa
nekrotik) dan melakukan obturasi yang baik pada perawatan saluran akar

15
 Abses periapeks akut : Drainase abses, pemberian obat, PSA non
vital.saluran sinus akan hilang spontan jika iritan dari ruang pulpa sudah
dibersihkan
 Abses periapeks kronik : PSA non vital, atau PSA ulang (retreatment).
 Condensing osteitis : karena terjadinya disebabkan oleh kondisi pulpa
yang berbeda-beda perawatannnya juga akan bervariasi.50 % kasus
condensing osteitis sembuh setelah PSA berhasil

2.5 Penatalaksanaan 8,9,10

Perawatan pulpektomi utamanya dilakukan untuk mencegah


berlanjutnya inflamasi pulpa dari kerusakan yang dapat menyebabkan infeksi
saluran akar dan terkait rasa sakit. Hal ini berarti bahwa pulpektomi dapat
dipertimbangkan pada semua gigi permanen yang mempunyai tanda-tanda
klinis yang menunjukkan perubahan inflamasi ireversibel dalam pulpa.
Syaratnya adalah bahwa perkembangan akar telah sempurna. Oleh karena itu,
perawatan dapat dilakukan pada jaringan yang terpapar atau tidak
dalamlingkunganmulut.Pulpektomijugamerupakan perawatan pilihan untuk
jaringan yang terpapar langsung,ketikaprognosisuntuk direct pulp capping
atau pulpotomi parsial diragukan. Ada tiga langkah utama pada
pulpektomi,yaitu pengambilan seluruh jaringan pulpa, membentuk saluran
akar, dan mengisi ruang saluran akar yang telah dibentuk. Jaringan diangkat
oleh instrumen yang dirancang khusus untuk membersihkan dan memperluas
ruang saluran akar, baik dengan instrumen tangan maupun putar.

1. Lakukan foto rontgen


Untuk mengetahui panjang dan jumlah saluran akar serta keadaan jaringan
sekitar gigi yang akan dirawat.

2. Anestesi

16
Pulpektomi adalah perawatan yang sangat menyakitkan bila dilakukan
tanpa anastesi yang tepat. Prosedur rutin yang harus dilakukan, yaitu
dengan anastesi infiltrasi dan blok regional. Akan tetapi kadang-kadang
anastesi pulpa gagal karena masih ditemukan jaringan yang masih sensitif
dan masih terasa nyeri bila disentuh, walaupun injeksi telah dilakukan
dengan benar.Komplikasi ini lebih umum ditemukan pada gigi posterior
rahang bawah daripada rahang atas.
Sangat penting untuk mendapatkan anestesi yang memadai pada nyeri
pulpa sebelum melakukan preparasi,blok alveolar inferior atau blok
mandibula yang biasanya digunakan secara rutin dengan rasa baal jaringan
lunak sekitar gigi yang akan dirawat tetapi tidak selalu menganastesi
jaringan pulpa yang terinflamasi.
Beberapa macam teknik anestesi tambahan,yaitu injeksi intraligamen,
injeksi intraoseus, infilterasi bukal mandibula, dan injeksi intrapulpa.

Anestetik yang paling umum digunakan adalah lidokain 2% dengan


epinefrin 1:100.000. Kecuali disebutkan lain, larutan anestetik yang
digunakan adalah larutan tersebut.

Lidokain adalah obat yang aman dan efektif. Vasokontriksi pada


umumnya merupakan bahan yang aman. Pada sejumlah kecil keadaan,
yakni pada pasien yang sedang minum antidepresan trisiklik atau agen
pemblok adrenergic nonselektif, atau pasien dengan penyakit jantung
sedang sampai parah terdapat potensi untuk timbul masalah.

a. Inferior Alveolar Nerve Block11


Digunakan untuk membius saraf alveolar inferior, saraf lingual dan
cabang-cabang terminalnya, yaitu mental dan insisif.
Area yang dianestesi adalah:
• Gigi mandibular
• Badan bagian mandibula dan inferior dari ramus

17
• Membran buccal mukosa dan jaringan di bawahnya hanya sampai
molar pertama
• Anterior 2/3 lidah, jaringan lunak lingual, dasar rongga mulut

Indikasi:
1. Perawatan pada lebih dari satu gigi mandibula dalam satu region
2. Apabila anestesi jaringan lunak bagian bukal (anterior foramen
mental) dibutuhkan
3.Apabila anestesi jaringan lunak lidah dibutuhkan

Kontraindikasi:
1. Infeksi atau inflamasi akut pada area yang akan diinjeksi (jarang)
2. Pasien yang suka menggigit bibir atau lidahnya misalnya anak kecil
atau pasien anak atau dewasa dengan cacat mental

Teknik:

• Target dalam teknik ini adalah saraf alveolar inferior


• Operator harus terlebih dahulu meraba batas anterior ramus
• Konsentrasi terdalamnya dikenal sebagai koronoid notch yang
menentukan tinggi injeksi
• Jempol ditempatkan di atas koronoid notch dan juga bersentuhan dengan
internal oblique ridge
• Ibu jari dipindahkan ke sisi bukal, bersama dengan buccal sucking pad
yang memberikan paparan yang lebih baik terhadap pterygomandibular
raphe
• Masukkan jarum sejajar dengan oklusi gigi mandibular dari sisi mulut
yang berlawanan
• Jarum akhirnya dimasukkan secara lateral ke pterygomandibular raphe di
ruang pterygomandibular
• Tulang harus diberi kontak karena menentukan kedalaman penetrasi

18
• Larutan yang diperlukan dalam blok ini bervariasi dari 1,5 hingga 1,8 mL

b. Anastesi tambahan8,9

Injeksi tambahan dipakai apabila injeksi standar tidak efektif.

Teknik Tambahan :

Injeksi Intraoseus ( Io ), Injeksi Ligamen periodontium ( LP ), Injeksi


Intra Pulpa ( IP )

Injeksi intra ligamen; Walton dan Abbot melalui penelitiannya,


melaporkan keberhasilan awal dan reinjeksi rata-rata adalah 71% dan 92%
masingmasing dari injeksi tambahan ligamen periodontal dalam mencapai
anestesia pada prosedur saluran akar. Keberhasilan injeksi intraligamen
tergantung pada tekanan selama injeksi.

Injeksi intraosseous (IO) adalah cairan anestesi langsung diinjeksikan ke


tulang cancellous di sekitar gigi. Durasi anestesia untuk injeksi intraosseous
dilaporkan berlangsung sekitar 45 menit yang cukup untuk penyelesaian
preparasi biomekanik pada pasien pulpitis ireversibel.

Infilterasi bukal mandibula dengan Articaine; Hasse dkk, melaporkan


tingkat keberhasilan 88% ketika injeksi tambahan infiltrasi bukal mandibula
dari articaine 4% dengan 1:100.000 epinefrin diberikan untuk meningkatkan
keberhasilan IANB. Namun jika injeksi infiltrasi bukal digunakan sebagai
pelengkap IANB pada pasien diagnosis pulpitis ireversibel, tingkat

19
keberhasilan hanya 58% yang berarti lebih sedikit dari injeksi intraosseous
dan intraligamen.

Injeksi intra pulpa; anestesi intrapulpa sangat efektif jika diberikan


dibawah tekanan yang kuat, Onset anestesi intrapulpa langsung bekerja tetapi
durasi kerjanya 15-20 menit saja.

3. Teknik aseptic
Asepsis berkaitan dengan langkah-langkah yang dilakukan selama
operasi bedah untuk mencegah masuknya organisma mikro asing ke
daerah luka.
Dalam terapi endodontik, termasuk pulpektomi, sumber kontaminasi
bakteri pada ruang pulpa dapat berasal dari debris yang terinfeksi, saliva
dan eksudat gingival, dan instrumen yang tidak steril.
Asepsis yang tepat di endodontik tidak dapat dicapai tanpa
menggunakan rubber dam. Selain memberikan aseptik pada tempat
operasi, rubber dam mencegah instrumen terjatuh,yang dapat ditelan atau
terdorong ke dalam paru-paru.Rubber dam juga mencegah bocornya obat-
obatan yang digunakan selama tahap perawatan ke lingkungan mulut,
yang mengiritasi jaringan.
4. Atap kamar pulpa dibuang dengan menggunakan bur bundar steril
kemudian diperluas dengan bur fisure steril.
5. Jaringan pulpa di kamar pulpa dibuang dengan menggunakan ekskavator.
6. Perdarahan yang terjadi setelah pembuangan jaringan pulpa dikendalikan
dengan menekankan cotton pellet steril yang telah dibasahi larutan saline
atau akuades selama 3 sampai dengan 5 menit.
7. Kamar pulpa dibersihkan dari sisa-sisa jaringan pulpa yang telah terlepas
kemudian diirigasi dan dikeringkan dengan cotton pellet steril. Jaringan
pulpa di saluran akar dikeluarkan dengan menggunakan jarum ekstirpasi
dan headstrom file.

20
8. Saluran akar diirigasi dengan akuades steril untuk menghilangkan kotoran
dan darah kemudian dikeringkan dengan menggunakan paper point steril
yang telah dibasahi dengan formokresol kemudian diaplikasikan ke dalam
saluran akar selama 5 menit.
9. Saluran akar diisi dengan pasta mulai dari apeks hingga batas koronal
dengan , menggunakan jarum lentulo.
10. Lakukan lagi foto rontgen untuk melihat ketepatan pengisian .
11. Kamar pulpa ditutup dengan semen, misalnya dengan semen seng oksida
eugenol atau seng fosfat.
12. Selanjutnya gigi di restorasi dengan restorasi permanen.

2.6 Pertimbangan Dokter Terhadap Penyakit Sistemik

Penanganan masalah kesehatan gigi pada pasien-pasien dengan


medically-compromised sangatlah kompleks dan menarik. Permasalahan yang
mungkin timbul adalah bagaimana seorang dokter gigi dapat melakukan
perawatan dengan aman dan dengan risiko sekecil mungkin. Untuk itu,
seorang dokter gigi harus mempunyai pemahaman yang memadai mengenai
penyakit-penyakit atau kelainan sistemik, perlu mengetahui dengan pasti
kesehatan umum pasien dan kondisi pasien apakah cukup aman untuk
dilakukan tindakan, khususnya yang menyangkut tindakan pembedahan.
Untuk itu diperlukan evaluasi yang tepat dan akurat dalam menentukan
kondisi sistemik pasien dengan medically-compromised yang difokuskan pada
patofisiologi penyakit, tanda dan gejala, hasil pemeriksaan laboratorium,
terapi medis yang sedang dijalani pasien serta rekomendasi dari spesialis-
spesialis terkait untuk dapat melakukan perawatan persiapan dengan baik dan
aman serta menghindari komplikasi yang mungkin terjadi.

Pasien yang datang ke dokter gigi memiliki riwayat kesehatan yang


bermacam-macam. Tidak hanya pasien yang sehat saja, tetapi juga ada pasien
yang menderita penyakit sistemik. Hal ini menjadi perhatian dan

21
pertimbangan bagi para dokter gigi di dalam melakukan tindakan perawatan.
Pada saat dokter gigi sedang merawat pasien tersebut, ada banyak hal yang
harus diwaspadai oleh dokter gigi, seperti masalah dental dan jaringan lunak
rongga mulut yang mungkin meningkat pada pasien tersebut, serta tindakan
perawatan yang justru akan memperparah penyakit yang diderita oleh pasien.

Kondisi pasien kompromis medis ada bermacam – macam. Kondisi


tersebut antara lain adalah penyakit kardiovaskular, gangguan endokrin,
gangguan pernafasan, gangguan pembuluh darah, penyakit ginjal, dan lain-
lain.

Medically-compromised adalah suatu keadaan seorang pasien yang


mempunyai kelainan atau kondisi yang harus dikompromikan ke dokter
sebelum dilakukan suatu tindakan apapun yang berhubungan dengan penyakit
tersebut.

 Pertimbangan Dental Pasien Gangguan koagulasi darah12

Prosedur dental, seperti ekstraksi gigi dan bedah periodontal, adalah


contoh dari tindakan invasif di bidang kedokteran gigi. Tindakan invasif tersebut
tentu saja bisa menyebabkan perdarahan. Pasien yang memiliki gangguan
pembuluh darah tentu akan memiliki masalah dalam tindakan invasif tersebut.
Beberapa penyakit dari gangguan pembuluh darah meliputi anemia,
trombositopenik purpura, dan leukemia.

Pasien dengan gangguan koagulasi darah kongenital atau acquired sering


dijumpai di tempat praktek gigi. Seorang dokter gigi harus mengetahui kondisi
pasien tersebut dengan cara mengevaluasi hasil laboratorium darah untuk
mencegah komplikasi perdarahan selama dan setelah prosedur perawatan gigi
yang bersifat invasif, khususnya pasien yang menggunakan obat antikoagulan dan
penderita gangguan/penyakit hati kronik yang disebabkan oleh infeksi virus atau
karena alkohol. Obat antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah

22
dengan jalan menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor
pembekuan darah. Atas dasar ini antikoagulan diperlukan untuk mencegah
terbentuk dan meluasnya trombus dan emboli.

Protokol untuk perawatan gigi bagi pasien yang menerima obat-obat


antikoagulan, sampaisaat ini masih kontroversi, dan belum ada standar perawatan
yang definitif. Beberapa penulis menganjurkan penghentian obat antikoagulan 3-7
hari hingga 10-14 hari sebelum tindakan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya perdarahan, meskipun konsekuensinya berpotensi dapat mengancam
hidup pasien karena dapat terjadi tromboemboli dan stroke bahkan berakibat
kematian. Resiko stroke terjadi tiga sampai lima kali lebih besar daripada risiko
perdarahan pascaoperasi. Oleh karena itu ada beberapa pakar yang menganjurkan
untuk tidak menghentikan obat tersebut, karena perdarahan lokal seringkali dapat
diatasi dengan melakukan penekanan dan penjahitan.

Dokter gigi harus berhati-hati terhadap dampak dari gangguan pembuluh


darah saat melakukan perawatan dental. Metode pemeriksaan yang sebaiknya
dilakukan oleh dokter gigi saat mengidentifikasi pasien dengan kelainan
perdarahan adalah membuat riwayat penyakit secara lengkap, pemeriksaan fisik,
skrining laboratoris, dan observasi terjadinya perdarahan yang luas setelah
tindakan pembedahan. Pada saat melakukan anastesi lokal dengan cara infiltrasi
pada daerah bukal, intrapapilari dan intraligamen tidak perlu menambahkan obat
anti hemostatik, sedangkan anastesi dengan cara blok mandibula dan infiltrasi
lingual harus diberikan anti hemostatic.
Perawatan gigi pada penderita penyakit hati membutuhkan pengetahuan
dan pemahaman mengenai patofisiologi, tanda dan gejala yang berkaitan dengan
kerusakan hati. Gangguan hati akibat infeksi, alcohol abuse, kongesti vascular
atau kongesti bilier dapat mengganggu pasien untuk mentoleransi pembedahan
dan anestesi umum sehingga dapat menimbulkan risiko dan komplikasi
perioperatif dan pascabedah. Oleh karena itu, penting untuk menentukan kondisi
hati pasien preoperatif, karena risiko mengalami pendarahan sebagai akibat

23
gangguan factor pembekuan yang disintesis di hati dan risiko mengalami
trombositopenia akibat splenomegaly sekunder akibat hipertensi portal. Risiko
pendarahan yang berhubungan dengan penggunaan obat-obat antikoagulan dapat
dinilai preoperatif dengan melihat hasil laboratorium berupa prothrombin time
(PT) yang tercermin sebagai rasio INR. Nilai laboratorium ini mencerminkan
jalur koagulasi ekstrinsik, yang dipengaruhi oleh penyakit hati dan penggunaan
obat-obat antikoagulan. Nilai normal INR adalah 1,2-3,5. Adanya peningkatan
nilai INR menunjukkan potensi adanya penyakit hati. Selain itu, adanya gejala
klinis berupa asites, ikterus atau ensefalopati dikaitkan dengan peningkatan INR.
Hal serupa juga dapat menyebabkan perdarahan rongga mulut setelah tindakan
perawatan gigi. Oleh karena itu, seorang pasien sebelum menerima perawatan
gigi, harus melakukan pemeriksaan laboratorium berupa uji fungsi hati
(SGOT/SGPT), prothrombine time (PT), partial thromboplastin time (PTT),
jumlah trombosit, albumin dan kadar bilirubin.

 Pertimbangan Dental Pasien Diabetes13

Pasien yang datang ke tempat praktek gigi mungkin dengan kondisi yang
tidak terdiagnosis DM. Sebagai contoh adalah adanya periodontitis yang parah
dan cepat progresif yang terlihat tidak sesuai dengan umur pasien, riwayat
memiliki kebiasaan buruk, oral hygiene (OH) buruk, dan adanya faktor lokal yang
memperburuk seperti plak atau kalkulus. Pada beberapa pasien DM juga sering
dijumpai kelainan berupa pembesaran gingiva, gingiva mudah berdarah pada
pengerjaan dan adanya abses periodontal. Jika dokter gigi mencurigai adanya
penyakit DM pada pasien, maka pasien patut dianamnesis dengan baik untuk
mengetahui adanya riwayat polidipsia, poliuria, polyphagia, atau adanya
penurunan berat badan. Jika diduga ada riwayat keluarga yang DM, maka perlu
dilakukan evaluasi dan pemeriksaan laboratorium berupa kadar gula darah puasa
dan sesudah makan, uji urine, dan toleransi glukosa.

24
Seorang klinisi harus mengetahui nilai hemoglobin yang terikat dengan
glukosa (HbA1C). Uji ini akan memberikan gambaran mengenai kadar glukosa
selama 2-3 bulan. Jika nilainya kurang dari 8% menunjukkan kadar glukosa
secara relatif terkontrol baik. Jika nilai HbA1C lebih besar dari 10%
menunjukkan kadargula darah tidak terkontrol.

Hal lain yang menjadi kunci dalam pertimbangan perawatan gigi pada
pasien DM meliputi tindakan mengurangi stres, setting perawatan, penggunaan
antibiotik, modifikasi diet, membuat jadwal kunjungan, pemilihan obatobatan
serta penanganan emergensi.

Epinefrin endogen dan kortisol dapat meningkatkan stres. Hormon ini


akan meningkatkan kadar glukosa darah dan mempengaruhi kontrol glukosa.
Oleh karena itu mengurangi stres dan mengontrol rasa nyeri sangat penting dalam
merawat pasien DM. Kadar epinefrin 1:100.000 dalam obat anestesi local tidak
memberikan efek yang bermakna terhadap kadar glukosa. Jika pasien merasa
cemas, maka diberikan sedasi.

Pasien DM dapat dirawat di klinik gigi secara rawat jalan. Pada pasien
DM yang tidak terkontrol, seringkali mengalami infeksi berat di daerah
oromaksilofasial, serta penyakit sistemik lainnya, dan perawatan gigi pada pasien
tersebut membutuhkan pengobatan jangka panjang serta diet yang terkontrol.
Penggunaan antibiotik sangat dibutuhkan untuk perawatan gigi pada pasien DM
khususnya jika tidak terkontrol. Antibiotik ini digunakan baik untuk mengatasi
infeksi akut maupun untuk tindakan profilaktik pada saat akan dilakukan tindakan
bedah.

Waktu perjanjian untuk pasien DM ditentukan oleh rejimen obat


antidiabetik yang digunakan. Pasien DM sebaiknya menerima perawatan gigi di
pagi hari, baik sebelum atau setelah periode puncak aktivitas insulin. Hal ini akan
mengurangi risiko perioperatif reaksi hipoglikemik, yang terjadi paling sering
selama aktivitas puncak insulin. Bagi mereka yang menggunakan insulin, risiko

25
terbesar hipoglikemia akan terjadi sekitar 30-90 menit setelah menyuntik lispro
insulin, 2-3 jam setelah insulin reguler, dan 4-10 jam setelah Nph atau Lente
insulin. Bagi mereka yang menggunakan sulfonilurea oral, puncak aktivitas
insulin tergantung pada obat yang digunakan. Thiazolidinediones dan metformin
jarang menyebabkan hipoglikemia. Faktor utama yang perlu dipertimbangkan
dalam menentukan waktu perjanjian perawatan adalah aktivitas puncak insulin
dan jumlah glukosa yang diserap dari usus berikut asupan makanan terakhir.
Risiko terbesar akan terjadi pada pasien yang telah menggunakan insulin dalam
jumlah biasa atau menggunakan obat diabet oral tetapi mengurangi atau
menghilangkan makan pagi sebelum perawatan gigi, karena berisiko mengalami
hipoglikemia selama pemeriksaan gigi. Oleh karena itu pasien dianjurkan untuk
makan dengan diet normal dan membawa glucometer ke tempat praktek gigi.
Sebelum perawatan dimulai pasien dapat mengecek kadar gula darahnya. Jika
kadar gula darahnya lebih rendah dari normal, maka pasien dianjurkan untuk
mengkonsumsi sedikit karbohidrat sebelum perawatan untuk menghindari
terjadinya hipoglikemia.

Pasien yang memiliki gangguan endokrin akan mengalami waktu


penyembuhan luka yang lama apabila menerima tindakan invasif oleh dokter gigi.
Pasien harus melakukan diet diabetes agar kondisi gula normal saat dilakukan
pencabutan, setidaknya turun sagar penyembuhan lebih cepat. Selain itu, pasien
tersebut juga harus meminum obat anti diabetes yang ia konsumsi. Dan
dianjurkan untuk melakukan perawatan di pagi hari karena biasanya saat itu
pasien sudah melaksanakan anjuran dokter dan diabetesnya terkontrol.

Dokter gigi harus hati-hati terhadap masalah periodontal, candidiasis,


xerostomia, respon yang buruk terhadap perawatan, penyembuhan luka yang
cukup lama, serta apabila ada infeksi dental bisa diberikan antibiotik profilaksis.
Penyembuhan luka yang lama diakibatkan tingginya kadar gula pada daerah luka
sehingga terjadi gangguan aliran darah ke tempat terjadinya luka.

26
 Pertimbangan Dental Pasien GGK14

Pasien yang menderita penyakit ginjal kronis memerlukan perawatan gigi


khusus, bukan hanya karena adanya hubungan antara sistemik dan rongga mulut
tetapi karena efek samping dan karakteristik dari perawatan yang diterima harus
diperhatikan agar tidak menambah beban dan rasa sakit pada penderita. Perawatan
yang diindikasikan untuk pasien yang menderita penyakit ginjal adalah perawatan
non bedah.

Infeksi rongga mulut harus dieliminasi dan antibiotik profilaksis harus


dipertimbangkan apabila risiko bakterial endokarditis (pada penderita yang
menjalani hemodialisis) dan septimia meningkat. Contohnya, saat pencabutan gigi
dan tindakan bedah. Demi mengurangi risiko perdarahan, perawatan dapat
dijadwalkan pada hari setelah hemodialisis supaya heparin dalam darah berada
pada tingkat paling minimal. Sebelum perawatan dimulai, tekanan darah penderita
harus diperhatikan dan disarankan untuk mengurangi perasaan cemas pada
penderita dengan sedasi.

Kondisi hematologi yang paling sering mempengaruhi pasien dengan


uremia dan gagal ginjal adalah perdarahan yang berlebih dan anemia. Hal ini
terjadi akibat beberapa faktor, antara lain penggunaan antikoagulan pada saat
hemodialisis, masa perdarahan dan pembekuan yang meningkat secara signifikan.
Untuk menghindari keadaan tersebut, perlu dilakukan evaluasi dan persiapan
sebelum tindakan, antara lain evaluasi kadar Hb, kadar serum potasium, CO2 dan
glukosa, glomerular filtration rate (GFR), nitrogen urea darah, serum kreatinin
serta pemeriksaan elektrolit dan asam basa; monitor tekanan darah dan frekuensi
denyut jantung; evaluasi volume intravaskuler; penggunaan obat antifibrinolitik,
plasma segar beku, vitamin K dan trombosit dapat diberikan sebagai terapi
pengganti atau dapat digunakan elektrokauterisasi untuk mengatasi perdarahan
selama prosedur invasive; obat antikoagulan yang digunakan oleh pasien juga
harus dievaluasi dengan seksama, apakah pasien menggunakan antikoagulan

27
golongan coumarin (warfarin) atau heparin natrium. Karena Efek antikoagulan
heparin yang digunakan selama hemodialisis tidak akan menghasilkan efek sisa,
umumnya hanya 3-4 jam terakhir pasca pemberian. Perawatan gigi akan lebih
aman jika dilakukan 1 hari setelah hemodialisis, tidak ada risiko perdarahan yang
berkepanjangan, kondisi metabolik asam-basa dan kadar elektrolit yang abnormal
telah diatasi.

Pada pasien GGK yang progresif mungkin disamping memerlukan


tindakan hemodialysis juga memerlukan tindakan transplantasi ginjal. Perawatan
gigi pada pasien ini sebaiknya dilakukan sebelum transplantasi, karena
komplikasi utama pada pasien transplantasi ginjal adalah infeksi akibat
pemakaian obat-obat imunosupresan seperti kortikosteroid. Oleh karena itu,
penting bagi pasien yang membutuhkan transplantasi ginjal, dilakukan evaluasi
lebih dahulu oleh seorang dokter gigi yang berpengalaman sebelum pembedahan,
untuk menentukan kondisi kesehatan gigi dan mulut, sehingga tidak menjadi
fokal infeksi setelah transplantasi. Gigi-gigi dengan kerusakan yang telah
mencapai bifurkasi, abses periodontal, gigi dengan karies yang luas dan dalam,
kalkulus baik supra maupun sub gingiva serta adanya gigi impaksi yang
membutuhkan prosedur pembedahan merupakan indikasi untuk dilakukan
ekstraksi atau odontektomi. Penting pula dilakukan pemeriksaan foto panoramik
untuk melihat dan mengevaluasi kerusakan gigi dan tulang alveolar yang terjadi.

 Pertimbangan Dental Pasien kardiovaskuler15

Sebelum melakukan tindakan, perlu dilakukan evaluasi dan pemeriksaan


EKG, enzim creatine kinase (CK), pemeriksaan darah lengkap termasuk masa
perdarahan dan pembekuan, prothrombin time (PT) dan partial thromboplastin
time (PTT), foto ronsen dada. Hasil pemeriksaan darah berupa PT harus selalu
kurang dari 2 kali nilai kontrol. Behrman dan Wright menganjurkan perawatan
dilakukan dengan cara rawat inap di rumah sakit, trauma seminimal mungkin,
profilaktik antibiotik sebelum tindakan, menggunakan gel-foam di soket bekas

28
pencabutan gigi untuk mencegah terjadi perdarahan, melakukan penjahitan,
menggigit tampon selama 1-1 ½ jam, kompres dingin dengan menggunakan ice-
pack selama ½ jam selama 2 hari, diet lunak selama 48-72 jam, dan sebaiknya
menggunakan anestesi lokal tanpa menggunakan vasokonstriktor, sedangkan
untuk pasien anakanak atau pasien yang tidak kooperatif dapat dilakukan anestesi
umum di rumah sakit.

Perawatan gigi pada pasien ini membutuhkan profilaksis antibiotic,


diberikan amoksisilin secara peroral sebanyak 3 gram 1 jam sebelum tindakan.
Jika alergi terhadap penisilin, dapat diberikan klindamisin peroral 600 mg 1 jam
sebelum tindakan. Sedangkan jika menggunakan anestesi umum, diberikan
amoksisilin iv + amoksisilin peroral sebanyak 1 gram pada saat induksi dan 0,5
gram 6 jam kemudian. Jika alergi terhadap penisilin dapat diberikan vankomisin
iv (1 gram 1 jam sebelum tindakan) + gentamisin iv (120 mg).

Disritmia adalah suatu keadaan abnormal irama jantung, baik kecepatan,


keteraturan maupun sequence-nya. Umumnya terjadi pada pasien-pasien dengan
riwayat penyakit jantung iskemik atau infark miokard. Perawatan gigi pada pasien
ini jika aritmianya terkontrol, maka tidak dibutuhkan penanganan khusus, yang
terpenting adalah hindari pemakaian vasokonstriktor yang berlebihan. Pemberian
vasokonstriktor maksimal sampai 0,04 mg. Jika pasien mengalami aritmia, maka
perawatan gigi harus ditunda sampai kondisi pasien stabil kembali dan tindakan
dilakukan di rumah sakit.

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten di mana tekanan


sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg.

Klasifikasi (WHO) Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Normal 140 90
Borderline 140-159 90-94

29
Hipertensi ringan 160 95
Hipertensi definitif 160-179 95-140
Sebelum melakukan tindakan invasif, perlu bagi dokter gigi untuk
mengukur tekanan darah pasien untuk mengidentifikasi apakah pasien menderita
hipertensi atau tidak.13 Pasien dengan tekanan darah normal (< 120 sistolik dan <
80 diastol) dan pasien pra-hipertensi (120-139/80-89 mmHg) dapat menerima
semua tindakan perawatan dental serta dapat diberikan anastesi lokal dengan
kandungan epineprin 1:100.000.

Pasien dengan hipertensi derajat 1 serta 2, perlu menjadi pertimbangan


bagi dokter gigi. Tekanan darah mereka akan semakin meningkat apabila tingkat
kecemasan mereka terhadap perawatan yang akan dilakukan meningkat. Dokter
gigi bisa menunda perawatan sampai tekanan darah nya normal.14 Untuk pasien
yang memiliki tekanan darah > 180/110, tidak ada perawatan invasif yang
bisadilakukan sampai tekanan darahnya normal. Walaupun ada perawatan
emergensi, konsultasikan kepada dokter terlebih dahulu untuk mengontrol
tekanan darah pasien tersebut. Perlu untuk memberikan antibiotik profilaksis
sebelum melakukan perawatan untuk mencegah terjadinya bakterimia.

 Pertimbangan Dental Pasien Gangguan Pernafasan

Sistem pernafasan pada dasarnya bertanggung jawab terhadap pertukaran


O2 dan CO2 antara darah dan lingkungan luar. Kalau sistem pertukaran gas
tersebuttidak berjalan normal, maka akan bisa menimbulkan dampak terhadap
tubuh. Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan
berbagai sel inflamasi. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit
obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronik dan emfisema.

Pasien yang menderita gangguan pernafasan yang datang ke dokter gigi


biasanya sudah memiliki riwayat pengobatan yang dilakukan oleh dokter
spesialis. Perlu bagi seorang dokter gigi untuk berhati-hati dalam merawat pasien
yang memiliki gangguan pernafasan.

30
Posisikan pasien di posisi yang nyaman serta sirkulasi udara yang diterima
juga baik. Untuk melakukan tindakan anastesi, gunakan larutan anastesi yang
tidak mengandung adrenalin. Hindari kondisi stres pada pasien karena bisa
menstimulasi untuk terjadinya gangguan pernafasan saat perawatan sedang
dilakukan.

3.Kasus Darurat Endodontik

3.1. Definisi16

Kedaruratan endodontik biasanya dikaitkan dengan rasa nyeri atau


pembengkakan dan memerlukan penegakan diagnosis serta perawatan dengan
segera. Berbagai frekuensi nyeri atau pembengkakan terjadi pada pasien
sebelum, selama, atau sebuah perawatan saluran akar.

Gawat = kritis = genting = berbahaya = dekat dengan kematian


sedangkan Darurat adalah keadaan sulit (sukar) yang tidak disangka-sangka
yang memerlukan penanggulangan segera. Kedaruratan endodontik biasanya
dikaitkan dengan rasa nyeri atau pembengkakan dan memerlukan penegakan
diagnosis serta perawatan dengan segera. Kedaruratan ini disebabkan oleh
adanya kelainan dalam pulpa dan atau jaringan periradikuler. Kebanyakan
keadaan darurat gigi adalah adanya gangguan yang tidak direncanakan di
dalam praktek sehari-hari, namun dokter gigi harus memberikan pertolongan
dengan cepat dan efektif. Kedaruratan endodontik adalah suatu tantangan,
baik dalam penegakan diagnosis maupun penatalaksanaannya.

3.2 Klasifikasi 6,8

1. Pulpitis Reversible Akut


Tanda dan gejala:

31
 Nyeri yang berlangsung singkat dihasilkan oleh temperatur
yang ekstrem dan dengan makanan manis.
 Rasa sakit biasanya berasal dari dentin.
 Pada pemeriksaan radiologis : Tidak terdapat pelebaran
ligament .
 Periodontal space.

Gambar diatas,terdapat
pulpitis reversible akut pada
gigi molar 2

2. Pulpitis Irreversible Akut


Tanda dan Gejala:
 Gejala yang persistent dari Pulpitis Reversibel Pulpitis
Irreversibel.
 Durasi dan intensitas nyeri meningkat, luar biasa responsif
terhadap panas atau dingin.
 Rasa sakit yang sangat spontan atau bila kena rangsangan
termal, dan biasanya rasa sakit menetap atau berlangsung
terus meskipun rangsangan termal telah berhenti.
 Rasa sakit bertambah bila pasien dalam posisi berbaring
atau membungkuk.
 Pemeriksaan Radiologis : bisa terdapat tanda-tanda awal
pelebaran ligament periodontal space.

32
Gambar diatas,terdapat
pulpitis irreversible akut
pada gigi premolar 1

3. Periodontitis Apikalis Akut


Tanda dan Gejala:
 Rasa sakit yang terutama bila digunakan untuk menggigit
dan gigi terasa menonjol
 Tes Perkusi : (+)
 Pada pemeriksaan radiography : Terdapat pelebaran
ligament periodontal space
Pemeriksaan klinis :
 Palpasi terasa nyeri
 Gigi non vital

33
Gambar diatas,terdapat
periodintitis apikalis akut pada
gigi molar 1

4. Abses Periapikal Akut


Adalah suatu pengumpulan pus yang terlokalisasi didalam
tulang alveolar pada apeks akar setelah matinya pulpa, dengan
perluasan infeksi melalui foramen apikal masuk ke dalam jaringan
periapikal.
Tanda dan gejala:
 Gigi sangat sakit terutama untuk menggigit
 Gigi extruded
 Tes perkusi (+)
 Bisa tanpa pembengkakan atau terdapat pembengkakan (bisa
setempat atau menyebar)
 Kadang-kadang disertai reaksi umum toksisitas sistemik seperti
demam, gangguan gastrointestinal, malaise, mual, pusing, dan
kurang tidur
 Pemeriksaan radiologis : Terdapat gambaran radiolusen yang tak
berbatas jelas di sekitar apikal gigi

34
Gambar diatas,terdapat
abses periapikal akut pada
gigi kaninus

5.Fraktur Akar
Fraktur akar merupakan kombinasi kerusakan yag terjadi pada
dentin, sementum, pulpa, dan jaringan periodontium. Fraktur yang
terjadi diapikal dan di sepertiga tengah biasanya arahnya miring.

35
6. Nekrosis Pulpa

Pada lesi-lesi ini pembengkakan terjadi dengan progresif dan


menyebar cepat ke jaringan. Kadang-kadang timbul tanda-tanda
sistemik, yaitu suhu pasien naik. Penatalaksanaan pertama yang paling
penting adalah debridement yaitu pembuangan iritan, pembersihan dan
pembentukan saluran akar.

3.3.Cara Penanganan 6,8

1. Pulpitis Reversibel Akut


Yang termasuk dalam kategon ini adalah pulpanya vital dan tidak peka
terhadap perkusi. Gambaran radiografik umumnya menunjukkan jaringan
periapek yang normal dan karies yang dalam. Perawatan pada umumnya
adalah :
a. Pada gigi yang berakar tunggal (anterior) = pulpektomi.
b. Pada gigi berakar banyak (molar) = pulpotomi = (Bila pengambilan
janngan pulpa hanya terbatas pada pul chamber).

2. Pulpitis Irreversible Akut


Gigi dengan diagnosis pulpitis ireversibel akut sangat responsif
terhadap rangsang dingin, rasa sakit berlangsung bermenit-menit sampai
berjam-jam, kadang–kadang rasa sakit timbul spontan, mengganggu tidur atau

36
timbul bila membungkuk. Perawatan darurat yang lebih baik dikakukan
adalah pulpektomi daripada terapi paliatif untuk meringankan rasa sakit.
Teknik pulpektomi adalah sebagai berikut:
 Anestesi gigi yang terserang, pasang isolator karet.
 Buat jalan masuk ke dalam kamar pulpa, keluarkan pulpa dari kamar pulpa
dengan ekskavator atau kuret.
 Lakukan irigasi dan debridemen di dalam kamar pulpa, temukan orifis saluran
akar dan saluran akar dieksplorasi dengan jarum Miller.
 Tentukan panjang kerja dan jaringan pulpa diekstirpasi, kemudian lakukan
instrumentasi dengan menggunakan jarum rimer dan k (file) sesuai panjang
kerja.
 Lakukan irigasi dengan larutan salin steril, larutan anetesi atau larutan natrium
hipokhlorit, kemudian keringkan saluran akar dengan paper point
(absorbentpoint ) steril.
 Masukkan gulungan kapas kecil (cotton pellet) yang dibahasi bahan
pereda sakit, misalnya eugenol atau CMCP (camphorated monochloro
phenol) ke dalam kamar pulpa kemudian tutup kavitas dengan tambalan
sementara, misalnya cavit atau semen seng oksida eugenol, hindari trauma
oklusal.
 Pasien diberi obat analgetik yang diminum apabila timbul rasa sakit.
Premedika atau medikasi pasca perawatan dengan antibiotik diindikasikan
bila kondisi pasien secara medis membahayakan atau bila toksisitas sistemik
timbul kemudian.

3. Periodintitis Apicalis Akut


o Membuka atap pulpa (open bur / trepanasi) bertujuan untuk membuat
drainase eksudat keradangan
o Membebaskan oklusi (occlusal grinding)
o Membuang sisa jaringan pulpa di dalam saluran akar
o Irigasi saluran akar dengan sodium hypochloride

37
o Mengeringkan saluran akar
o Mengisi saluran akar dengan antibacterial dressing
o Menutup kavitas.
o Pemberian antibiotik dan analgesik dilakukan setelah
drainase/perawatan saluran akar.

4. Abses Peripikal Akut


o Tindakan untuk meredakan kondisi akutnya, meliputi drainase ,
occlusal grinding, debridement pulpa
o Bila pembengkakan luas, lunak, dan menunjukkan fluktuasi
diperlukan suatu insisi melalui jaringan lunak
o Antibiotik diberikan setelah dilakukan drainase

5. Fraktur Akar
o Fraktur di bagian sepertiga apikal
Biasanya tidak ada tanda-tanda mobilitas pada akar dan gigi.
Dalam kebanyakan kasus, didapati segmen apikal tetap vital. Oleh karena
itu, tidak ada perawatan yang diperlukan dan gigi tersebut diobservasi.
Jika terdapat nekrosis pulpa pada fragmen apikal, pengeluaran fragmen
apikal menjadi indikasi.

o Fraktur di bagian sepertiga tengah


Perawatan yang dianjurkan adalah reposisi segera fragmen yang
telah bergeser diikuti dengan perletakan splin pasif. Posisi segmen yang
direduksi harus diperiksa secara radiografi. Setelah dilakukan reduksi,
splin pasif diletakkan selama 4 minggu untuk menjamin konsolidasi
jaringan keras yang mencukupi.

o Fraktur di bagian sepertiga servikal

38
Perawatan dipilih berdasarkan posisi garis fraktur, panjang segmen
akar yang tersisa dan kehadiran segmen koronal. Kemungkinan
penyembuhan dengan jaringan terkalsifikasi adalah paling rendah pada
fraktur di lokasi ini.

39
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keadaan darurat adalah masalah yang perlu diperhatikan pasien, dokter gigi
dan stafnya. Biasanya dikaitkan dengan nyeri atau pembengkakan dan memerlukan
penegakan diagnosis serta perawatan segera. Keadaan darurat ini disebabkan oleh
kelainan dalarn pulpa dan atau jaringan periradikuler. Keadaan darurat juga
mencakup cidera traumatic parali yang mengakibatkan luksasi, avulsi atau fraktur.
Berbagai frekuensi nyeri atau pembengkakan dapat terjadi pada pasien sebelum,
selama, atau sesudah perawatan saluran akar. Penyebabnya adalah iritan yang
menimbulkan inflamasi yang hebat di jaringan pulpa atau di jaringan periradikuler.

3.2 Saran

Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini terdapat banyak


sekali kesalahan sehingga kritik dan saran sangat diperlukan penulis.

40
Daftar Pustaka

1. Nisha Garg, Amit Garg. 2010. Textbook of Endodontics, 3th ed.


2. Grossman LI, Oliet S, Rio CED. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek, Ed.
11th. Jakarta: EGC.
3. Walton, RE & Torabinejad, M. Principles and Practice of Endodontics,
5th ed. Philadelphia: Saunders Company; 2015.
4. Cohen S., dan Burn, R.C., 2011. Pathways of The Pulp, 10th, Ed. Mosby, St.
Louis.
5. Bambang S, dkk. Buku Ajar Nyeri. 2017. Yogyakarta: Novartis.
6. Walton RE, Torabinejad M. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodontik, edisi 3.
Alih bahasa: Narlan S. 2003. Jakarta: EGC.
7. Harty’s Endodontics in Clinical Practice (7th Edition).
8. Grossman LI, Oliet S, Del Rio CE. Endodontics practice. 11th Ed.
Philadelphia: Lea & Febiger; 1988.
9. Lombard D. Localisation and Treatment of Symptomatic Irreversible Pulpitis:
an Investigation of Attitudes and Practices of Special Diagnostic Tests by UK
General Dental Practitioners and Endodontic. 2006.
10. Mittal R, El-Swiah J, Dahiya V. Anaesthetising Painful Pulp in Endodontics-a
review. J Oral Health Comm Dent 2011; 5(3): 145-8
11. Garg N, Garg, A. Textbook of Endodontics. P. 138-139
12. Lockhart PB, Gibson J, Pond SH, Leitch J. Dental Management
Considerations for The Patient with an Acquired Coagulopathy, part 1:
Coagulopathies from Systemic Disease. Br Dent J 2003; 195(8): 439-45.
13. Mealey BL. Impact of Advances in Diabetes Care on Dental Treatment of The
Diabetic Patient. Compend Contin Educ Dent 1998; 19: 41-58.
14. Gudapati A, Ahmed P, Rada R. Dental Management of Patients with Renal
Failure. Gen Dent 2002; 50: 508-10, 518.

41
15. Sauvetre EJ, Diji CV. Cardiovascular Diseases and Periodontal Treatment.
In Periodontology and oral medicine, Free University of Brussels, Belgium;
Heart Views 2007; 8(3):100-05.
16. Walton, RE & Torabinejad, M. Principles and Practice of Endodontics,
2th ed. Philadelphia: Saunders Company; 2002

42

Anda mungkin juga menyukai