Anda di halaman 1dari 11

DESENSITISASI

A. Pendahuluan
1. Gambaran Umum Desensitisasi
Penanganan hipersensitif dentin terdapat beberapa hal yang harus dilakukan yaitu
rencanan perawatan mencangkup penilaian diagnosis lebih lanjut, dental health
education (DHE) dan pemberian tindakan perawatan, serta menghilangkan faktor
ertiologi yang menyebabkan terjadinya hipersensitif dentin. Pada kondisi hipersensitif
dentin yang disebabkan oleh adanya suatu kavitas, maka diperlukan restorasi pada gigi
tersebut, sedangkan pada kondisi hipersensitif dentin dengan kondisi tanpa kavitas maka
diperluan perawatan seperti pemberian agen desensitiasi (Mattulada, 2015 & Davari dkk.,
2013).
Desensitisasi merupakan suatu tindakan yang diberikan untuk menutup tubuli
dentin dengan menggunakan agen desensitisasi sehingga mengurangi terjadinya
hipersensitifitas. Tindakan mengurangi hipersensitifitas dentin dapat dilakukan dengan
perawatan non-invasif seperti penggunaan pasta gigi yang mengandung flour, natrium
nitrat, dan penggunaan varnish, sedangkan pada keadaan yang lebih diperlukan perawatan
invasif berupa restorasi pada gigi. Terdapat beberapa syarat bahan desensitiasi
diantaranya yaitu (Nugrohowati, 2006);
a. Tidak boleh mengiritasi pulpa
b. Relatif tidak menimbulkan rasa sakit
c. Mudah diaplikasikan
d. Harus memberikan efek terapeutik yang cukup lama dan mempunyai waktu
terapeutik yang konsisten
e. Bereaksi dengan cepat
f. Tidak menimbulkan perubahan warna pada gigi
Terdapat klasifikasi agen desensitisasi yaitu berdasarkan cara pemberiannya yang
meliputi at-home atau in-office serta berdasarkan mekanisme aksinya yang dapat
mengganggu respon saraf terhadap rangsangan nyeri dan menghambat aliran cairan
tubular sehingga menutup tubulus dentin. Agen desensitisasi yang diberikan pada at-
home diantaranya yaitu (Mattulada, 2015 & Davari dkk., 2013):
1. Penggunaan pasta gigi yang mengandung fluoride, potassium salts (potassium
chloride, potassium citrate, potassium nitrat), kalsium fosfat, arginine dan kalsium
karbonat.
2. Mouthwashe atau obat kumur yang mengandung potassium nitrat dan flouride
3. Konsumsi permen karet yang mengandung potassium chloride.
Pasca pemberian terapi at-home selama 2-4 minggu dilakukan evaluasi untuk
mengetahui hasil dari terapi. Jika hipersensitif dentin masih dirasakan maka dilakukan
pemberian tindakan lanjutan in-office. Agen desensitisasi yang diberikan secara in-office
diantaranya yaitu (Mattulada, 2015 & Davari dkk., 2013):
1. Flouride
Bahan fluoride memiliki kemampuan dalam mengendapkan kristal kalsium fluoride
dan dapat menurunkan permeabilitas dentin. Fluoride yang digunakan secara in-
office diantaranya sodium fluoride 2% dapat membentuk endapan di dalam tubulus
dentin, fluoride dan fluoro-silicates dengan kombinasi iontophoresis yang dapat
meningkatkan difusi ionik, serta stannous fluoride dengan kemampuan menyerupai
sodium fluloride 2%.
2. Oxalates
Oxalates dapat menutup dan mengurangi permeabilitas tubulus dentin. Aplikasi
potasium oxalates 28% dapat membentuk kalsium oxalates di dalam tubulus dentin,
namun efektivitas yang rendah sehingga dapat ditambahkan etsa pada permukaan
gigi. Beberapa kasus melaporkan bahwa potasium oxalates dapat menyebabkan
gangguan pada pencernaan sehingga pengggunaan jangka panjang tidak disarankan.
3. Varnishes
Varnishes dapat digunakan untuk membantu material lain untuk meningkatkan efek
terapeutik. Kombinasi fluoride varnishes dengan asam dapat meningkatkan
efektivitas dalam menutup dentin yang terbuka.
4. Adhesive resin
Mekanisme adhesive resin yaitu dengan memodifikasi smear layer dan dimasukan
kedalam lapisan hybrid. Bahan adhesive resin yang digunakan yaitu dentin bonding
agents (DBA) yang dapat mengatasi hipersensitif dentin., salah satunya yaitu agen
desensitisasi gluma, dengan komposisi hidroksietil metakrilat (HEMA),
benzalkonium klorida, gluteraldehida dan fluoride.

5. Bioglass
Bioglass merupakan bahan yang digunakan dalam menstimulus pembentukan tulang.
Bahan bioglass dapat digunakan sebagai pengisi pada kerusakan tulang pasca
tindakan perawatan periodontal. Beberapa penelitian menunjukan bahwa bioglass
memiliki kemampuan dalam mineralisasi dan infiltrasi tubulus dentin.
6. Casein phosphopeptide-amorphous calcium phosphate (CPP)-(ACP)
Bahan densensitisasi terbaru memiliki kemampuan remineralisasi yang baik berasal
dari protein kasien susu, yang dikenal dengan nama pabrik GC Tooth Mousse.
Kombinasi antara CPP yang mengandung fosfoseril dapat menstabilkan ACP dalam
aktivitasnya. CPP-ACP dapat meremineralisasi lesi awal pada permukaan enamel,
sehingga dapat mencegah dan menghilangkan hipersensitif dentin.
7. Semen Portland
Semen Portland kalsium silikat hydraulic dapat menghambat tubulus dentin melalui
remineralisasi. Bahan semen portland diantaranya ProRoot MTA, Tech Bios, sealer ,
MTA dan semen kalsium silikat lainnya, memiliki fungsi pada berbagai aplikasi
klinis di bidang kedokteran gigi meliputi perawatan root end filling, perbaikan
perforasi akar gigi, kaping pulpa, dan apeksifikasi. Penelitian terbaru menjelaskan
bahwa semen berbahan dasar trikalsium silikat juga dapat berfungsi untuk
penatalaksanaan kasus hipersensitif dentin serta dianggap mampu menggantikan
peran MTA karena kesamaan komposisi dan bioaktifitas bahannya.
8. Laser
Laser yang digunakan dalam perawatan hipersensitif dentin diantarnya laser
neodymiumyttrium aluminum garnet (Nd-YAG), laser galium-aluminium-arsenide
(GaAlAs), dan laser Erbium-YAG.
Mekanisme lase dalam menghambat desnsitisasi dentin yaitu diantaranya;
a. Penyumbatan melalui koagulasi protein dan cairan didalam tubulus dentin.
b. Penyumbatan tubulus dentin melalui peleburan parsial.
c. Pengosongan saraf tubular interna.

A. Laporan Kasus
1. Identitas Pasien
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 24 tahun
2. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Subjektif
CC : Pasien datang dengan keluhan gigi depan bawah sering terasa ngilu.
PI : Pasien mengalami rasa ngilu sudah sejak ±4 bulan yang lalu. Rasa ngilu
yang dirasakan pasien berupa singkat dan tajam saat makan atau minum dingin serta
akan hilang ketika tidak mengkonsumsi makanan atau minuman yang dingin. Pada
saat datang pasien tidak merasakan sakit
PDH : Pasien pernah dilakukan perawatan pembersihan karang gigi dan pernah
dilakukan peawatan ortodontik ±2 tahun yang lalu selama 4 tahun.
PMH : Tidak memiliki riwayat penyakit sistemik dan alergi
FH : Tidak terdapat keterangan
SH : Tidak terdapat keterangan
b. Pemeriksaan Keadaan Umum
Pasien datang dalam keadaan sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit sistemik
namun terdapat keluhan dengan merasakan adanya perubahan pada area gigi rahang
atas bagian kiri.
c. Pemeriksaan Ekstraoral
Tidak terdapat keterangan mengenai ekstraoral.
d. Pemeriksaan Intraoral
Hasil pemeriksaan intraoral terdapat karies pada gigi 14, 27, 28, 37, 36, 35, 46, 47
dan impaksi gigi 38. Terdapat torus palatinus, kedalam poket yang normal antara
0,5-2,5 mm serta kondisi gigi 11 distolabio versi, 26 palato versi, 27 labio versi, 37
dan 34 linguo versi, 32 dan 42 mesiolinguo versi, 31 linguo versi, 41 distolabio versi.
Pemeriksaan Kunjungan I Kunjungan II Kunjungan III
Lesi Intraoral Tidak terdapat
keterangan
Pembengkakan Gingiva Tidak terdapat
keterangan
Stippling Tidak terdapat
keterangan
Bleeding on probing Tidak terdapat
keterangan
Resesi gingiva & CAL Resesi gingiva
Klas I Miller
pada gigi 33, 32,
31, 41, 42, dan
43
Dehisence/Furcation Tidak terdapat
keterangan
Kegoyangan gigi Tidak terdapat
keterangan
OHI-S Tidak terdapat
keterangan
Skor Plak O’leary Tidak terdapat
kerangan
e. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan radiografi tidak terdapat gambaran abnormal pada mahokta dan
jaringan sekitar gigi 32, 32, 33, 41, 42 dan 43.

f. Kesimpulan Pemeriksaan
Hasil seluruh pemeriksaan yaitu secara klinis tidak terdapat poket periodontal,
namun terdapat resesi gingiva klas I miller pada gigi 31, 32, 33, 41, 42, dan 43.
Pemeriksaan radiografi menunjukan tidak terdapat abnormal pada gigi dan jaringan
pendukung gigi.
3. Penegakan Diagnosis
a. Diagnosis : Sensitif dentin K03.8
b. DD : Pulpitis reversibel
c. Prognosis : Prognosis baik karena berdasarkan hasil pemeriksaan tidak menunjukan
adanya poket periodontal dan secara radiografi tidak terdapat gambaran yang
abnormal baik pada struktur gigi maupun jaringan pendukung.
4. Recana Perawatan Kasus
Oral profilaksis, desensitisasi dentin dan DHE
5. Tahapan oral profilaksis dan aplikasi bahan desensitisasi dentin
a. Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai prosedur tindakan yang akan
dilakukan, manfaat dan kekuranganya.
b. Persiapkan alat dan bahan berupa:
1) Alat 2) Bahan
a) Diagnostik set a) APD
b) Probe WHO b) Pasta gigi
c) Bursh c) Povidone iodine
d) Microbrush d) Pumice
e) Sickle e) Bahan desensitisasi CPP ACP
+ Sodium Foluride (GC Tooth
Mousse)
f) Cotton roll

c. Operator menggunakan alat pelindung diri.


d. Gigi diperiksa dengan menggunakan air syringe pada gigi anterior bawah.
e. Asepsis daerah kerja dengan menggunakan povidone iodine sebelum dilakukan oral
profilaksis.
f. Lakukan oral profilaksis dengan menggunakan sickle untuk menghilangkan debris,
plak atau kalkulus. Kemudian dilakukan burshing denga brush yang telah diberi
pumice dan pasta gigi. Bilas dengan air hingga bersih dan dikeringkan.
g. Isolasi gigi dengan menggunakan dengan menggunakan cotton roll agar tidak
terkontaminasi saliva.
h. Bahan desensitisasi diaplikasikan pada permukaan gigi anterior bawah dengan
menggunakan microbrush secara merata. Diamkan hingga 3-5 menit.
i. Pasien diinstruksikan dapat meludah namun tidak boleh berkumur kumur agar
bahan desensitisasi tidak larut terbawa oleh air.
j. Dapat dilakukan pengulangan tindakan hingga 2-3 kali.
k. Edukasi
1) Instruksikan pasien untuk tidak makan dan minum sekitar 30-60 menit pasca
tindakan.
2) Disarankan untuk tidak menyikat gigi sekitar 4 jam pasca tindakan dan
dilakukan pemberian infromasi mengenai sikat gigi yang baik dan benar.
3) Instruksikan pasin untuk kontrol 1 minggu yang akan datang, untuk memastikan
apakah bahan desensitisasi bekerja dengan baik.
B. Pembahasan
Hipersensitif dentin merupakan rasa sakit yang lazim dialami pada gigi dengan kondisi
dentin yang terbuka dan bukan berasal dari kerusakan atau kondisi patologis gigi. Etiologi
terbukannya dentin disebabkan oleh hilangnya email akibat adanya proses abrasi, atrisi,
abfarksi, erosi atau terbukannya permukaan akar gigi akibat resesi gingiva atau pasca
perawatan periodontal dan adanya premature contact. Prevalensi hipersensitif dentin dengan
presentasi pada usia dewasa berkisar antara 5-85% . Hal tersebut terjadi pada kelompok usia
20 sampai 30 tahun dan meningkat kembali pada kelompok usia 50 tahun. Selain itu
prevalensi hipersensitif dentin berkisar antara 60-98% juga dilaporkan terjadi pada pasien
yang memiliki riwayat penyakit periodontal. Gejala klinis hipersenitif dentin pada dentin
yang terbuka berupa sakit atau ngilu yang tajam dengan durasi pendek saat menerima
rangsangan suhu, uap, taktil, osmotic dan kimiawi (Deviyanti, 2017 & Mattulada, 2015).

Terdapat beberapa teori mekanisme terjadinya hipersensitif dentin diantaranya teori


direct innervations, teori transduction, teoriteori hidrodinamik (Deviyanti, 2017 & Davari
dkk., 2013).
a. Teori Direct Innervations
Teori direct innervations menjelaskan bahwa serabut saraf yang berada di
dalam tubulus dentin meluas hingga dentino enamel junction, sehingga terjadi
impuls ketika adanya kerusakan yang menyebabkan hipersensitif dentin dan
timbul rangasangan berupa rasa nyeri. Teori tersebut telah disangkal karena
serabut saraf pada dentin tidak dapat ditemukan atau telihat, meskipun terdapat
saraf pada dentin namun tidak akan meluas hingga menjauhi dentin. Serabut saraf
akan tampak terlihat pada area predentin dan dentin bagian dalam.
b. Teori Tranduction
Teori yang disampaikan oleh Rappet, dkk., menyatakan bahwa odontoblas
bertindak sebagai reseptor sel, perubahan yang tidak langsung dalam potensi
membran odontoblas melalui sambungan sinaptik dengan saraf. Hal ini dapat
mengakibatkan rasa sakit dari ujung-ujung saraf yang terletak di batas
pulpodentinal. Namun bukti dari teori transduction tidak meyakinkan karena tidak
terdapat neurotransmitter pada proses odontoblas dalam memfasilitasi synaps.
c. Teori hidrodinamik
Teori hidrodinamik yang ditemukan oleh Brannstrom pada tahun 1963
melalui pengamatan histologi dan fisiologis. Teori hidrodinamik merupakan teori
yang paling banyak diterima, karena menjelaskan bahwa mekanisme timbulnya
rasa sakit pada hipersensitif dentin diakibatkan oleh aspirasi odontoblas ke dalam
tubuli dentin sebagai efek rangsangan pada dentin yang terbuka, kemudian terjadi
pergerakan cairan dentin dalam tubuli yang sangat cepat dan kuat melalui aksi
kapiler, sehingga menstimulasi serabut saraf tipe A disekitar odontoblas dan
memicu respon struktur pembuluh darah dan saraf pada pulpa gigi. Teori
hidrodinamik telah menyatakan bahwa rasa sakit yang ditimbulkan oleh
rangsangan panas, dingin, semprotan udara dan probing dengan ujung sonde,
merupakan hal yang umumnya dapat menyebabkan perpindahan cairan dalam
tubuli dentin pada kasus hipersensitif dentin.

Secara klinis kondisi Hipersensitif dentin menyerupai dengan kondisi lain seperti
respon adanya karies, fraktur pada gigi, restorasi yang buruk sehingga menimbulkan pulpitis
reversible. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam menentukan diagnosis hipersensitif
dentin yaitu dengan mengevaluasi, menyelidiki dan membandingkan dengan gigi lainnya
serta mengetahui riwayat klinis yang dialmi oleh pasien. Metode klinis sederhana yang
dilakukan dalam mendiagonsis hipersensitif dentin yaitu dengan menghembuskan air atau
udara ringan dari three way syringe, sentuhan ringan dengan menggunakan sonde atau alat
yang terbuat dari logam pada permukaan gigi atau area yang dirasakan pasien sakit atau
ngilu (Mattulada, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Davari, A. R., Ataei, E., Assarzadeh, H., 2013, Dentin Hypersensitivity: Etiology, Diagnosis and
Treatment; A Literature Review, J Dent Shiraz Univ Med Sci,14(3): 136-145.
Deviyanti, S., 2017, Semen Trikalsium Silikat sebagai Bahan Alternatif untuk Penatalaksanaan
Hipersensitif Dentin (Kajian Pustaka), JITEKGI,13(1):12-16.
Mattulada, I. K., 2015, Penanganan dentin hipersensitif (Management of dentin hypersensitive),
Makassar Dent J, 4(5):148-151.
Nugrohowati, 2006, Iontroforesis untuk Penanganan Noninvasif Dentin Hipersensitif, Edisi
Khusus KPPIKG XIV.
Tjiptoningsih, U. G., 2019, Dentin Hypersensitive Treatment In Class 1 Lower Dental Anterior
Recession Patients, Proceeding Book Bali Dental Science and Exhibition.

Anda mungkin juga menyukai