Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS HIPERSENSITIVITAS DENTIN

Disusun Oleh:

Renata Selomi T 201816134

Rizkya Ramadhini 2018139

Pembimbing :

Suci Amalia drg., Sp.Perio

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)

JAKARTA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

Gigi sensitif atau hipersensitivitas dentin adalah suatu masalah yang sering dialami oleh

banyak orang. Sensasi hipersensitivitas dentin berupa rasa sakit yang pendek dan tajam pada

pasien.1 Ditandai dengan nyeri akibat dentin yang terbuka jika diberikan stimulus termal, taktil,

osmotik dan mekanis, seperti menyikat gigi, makan makanan manis dan asam, dan minuman

dingin atau panas.2 Hal ini menyebabkan pasien merasa nyeri tajam yang singkat dan rangsangan

aliran udara dapat menginduksi nyeri tajam pendek yang dapat mempengaruhi dan mengurangi

aktivitas sehari-hari termasuk makan, minum, berbicara dan menyikat gigi sehingga berdampak

pada produktivitas dan kesejahteraan individu.1,2,3 Hipersensitivitas dentin ini disebabkan karena

adanya kehilangan enamel gigi yang disebabkan oleh erosi, abrasi, atrisi dan kehilangan

perlekatan sementum akibat dari resesi gingiva.4

Hipersensitivitas dentin adalah masalah yang relatif umum ditemui dalam praktik klinis.

Misalnya, di antara 780 pasien dari Pusat Pemeriksaan Kesehatan Rumah Sakit Universitas

Nasional Taiwan, prevalensi hipersensitivitas dentin adalah 32%. Prevalensi Hipersensitivitas

dentin di antara pasien yang mengunjungi tiga klinik gigi umum di Inggris adalah 52%.

Hipersensitivitas dentin paling umum di antara pasien berusia 30-40 tahun dan lebih umum di

antara pasien wanita.5

Hipersensitivitas dentin dapat mempengaruhi pasien dari segala usia dengan angka

tertinggi pada pasien lansia, masalah ini dapat mempengaruhi gigi mana pun, tetapi paling sering

mempengaruhi gigi kaninus dan gigi premolar pertama, diperkirakan karena adanya tonjolan

pada lengkung gigi dan terkena tekanan yang lebih tinggi selama menyikat gigi. Secara klinis
keadaan ini dapat muncul pada permukaan gigi manapun, tetapi paling sering terjadi pada tepi

daerah servikal bagian bukal gigi.5

Hipersensitivitas dentin dapat diatasi dengan produk terapeutik dengan cara profesional

atau dapat diaplikasikan sendiri.6 Pasta gigi merupakan agen desensitisasi yang umum

digunakan. Diindikasikan secara luas, terutama karena biayanya yang rendah, mudah digunakan

dan home application. Pasta gigi menyediakan formula kompleks dengan beberapa bahan,

diantaranya agen desensitisasi seperti strontium chloride, potassium nitrate, dibasic sodium

citrate, formaldehyde, sodium fluoride, sodium monofluorophosphate dan stannous fluoride.7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipersensitivitas Dentin

Dentin hipersensitif adalah rasa nyeri yang berlangsung singkat dan tajam akibat adanya

rangsang terhadap dentin yang terbuka yang dapat disebabkan oleh atrisi, abrasi, fraktur

mahkota, resesi gingiva, dan trauma ortodontik. Dentin hipersensitif seringkali terjadi pada gigi

permanen, terutama kaninus dan premolar karena hilangnya lapisan email dan atau sementum.

Dentin hipersensitif banyak terjadi pada wanita di dekade ketiga kehidupan. Menurut sebuah

studiepidemologi, prevalensi dentin hipersensitif berkisar antara 4% - 74% di dunia, dengan

jumlah 27% di Indonesia.8


2.1.1 Etiologi

Etiologi hipersensitif dentin adalah adanya pergerakan cairan tubulus dentin akibat

adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar atau terbuka. Hal ini sesuai dengan teori

hidrodinamik yang dikemukakan oleh Brannström. Pemeriksaan mikroskopis pada pasien

hipersensitif dentin menunjukkan bahwa tubulus dentin pada pasien hipersensitif dentin lebih

besar dan banyak dibandingkan pada pasien yang tidak mengalami hipersensitif dentin.

Terbukanya dentin disebabkan hilangnya enamel akibat dari proses atrisi, abrasi, erosi, atau

abfraksi serta rangsangan terhadap permukaan akar yang tersingkap akibat dari resesi gingiva

atau perawatan periodontal. Semua proses di atas merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya hipersensitif dentin. Terkikisnya lapisan enamel yang menutupi gigi dan

tersingkapnya permukaan akar merupakan awal dari terjadinya hipersensitif dentin. Penyebab

terkikisnya lapisan enamel antara lain erosi, abrasi, atrisi dan abfraksi.7

2.1.2 Mekanisme Terjadinya Hipersensitif Dentin

Terdapat 3 mekanisme terjadinya hipersensitif dentin yaitu :

A. Teori Direct Innervation (DI)

Rangsangan termal atau mekanik, memasuki dentin melalui pulpa sehingga

meluas ke DEJ dan rangsangan mekanis secara langsung mentransmisikan rasa sakit.

Walaupun teori ini telah diperkuat oleh adanya serabut saraf, namun masih

dianggap teoritis dengan kurangnya bukti yang kuat untuk mendukungnya.9

B. Teori Odontoblast Receptor (OR)

Dalam teori OR, odontoblas bertindak sebagai sel reseptor rasa sakit dan

mengirimkan sinyal ke saraf pulpa. Namun, teori mekanisme transduser odontoblast

kurang dan tidak meyakinkan. Hal ini dikarenakan matriks seluler odontoblasts tidak
mampu menggairahkan dan memproduksi impuls saraf. Selain itu, belum ada sinopsis

ditemukan antara odontoblas dan saraf pulpa.8

C. Teori Fluid Movement/Hydrodynamic

Teori hidrodinamik yang diajukan oleh Brännström pada tahun 1964 Menurut

teori ini, ketika permukaan dentin yang terbuka terpapar rangsangan termal, kimia, taktil

atau evaporatif, cairan aliran dalam tubulus dentin akan meningkat. Gerakan cairan

sentrifugal di dalam tubulus dentin menyebabkan perubahan tekanan dan merangsang

reseptor saraf di ujung tubulus dentin atau di kompleks pulpa-dentin. Pada pemeriksaan

scanning electron microscopic (SEM) pada hipersensitif permukaan dentin menunjukkan

adanya tubulus dentin yang terbuka lebar dengan demikian, jumlah dan diameter tubulus

dentin dianggap merupakan faktor penting dalam memulai rasa sakit dari hipersensif

dentin. Oleh karena itu, semakin besar jumlah dan diameter tubulus dentin yang terbuka

maka semakin intens rasa sakit yang timbul dari hipersensitif dentin. Telah dicatat bahwa

pemicunya yaitu rangsangan dingin akan menstimulasi cairan mengalir menjauhi pulpa

menciptakan respons saraf yang lebih cepat dan ketat dari rangsangan panas, yang

menyebabkan aliran cairan agak lamban ke arah pulpa. Ini selaras dengan pengamatan

bahwa pasien hipersensitif dentin lebih sering mengeluh sakit terhadap rangsangan dingin

daripada panas. 9,10


2.1.3 Indikasi Dan Kontraindikasi Hipersensitivitas Dentin

Indikasi:11

1. Gigi dengan resesi gingiva miller kelas 1 dan 2

2. Gigi tanpa abrasi, abfraksi, atrisi

3. Gigi tanpa karies

4. Gigi tanpa kerusakan tulang

Kontraindikasi:11

1. Gigi dengan resesi gingiva miller kelas 3 dan 4

2. Gigi dengan adanya abrasi, abfraksi, atrisi

3. Gigi dengan karies

4. Gigi dengan adanya kerusakan tulang


2.2 Resesi Gingiva

Resesi gingiva sering merupakan masalah, umumnya penderita mengeluh giginya

terlihat lebih panjang. Hal ini terjadi karena posisi marginal gingiva menjauhi cemento

enamel junction (CEJ), sehingga permukaan akar yang semula tertutup menjadi terbuka.

Pada proses penuaan (aging), insidens resesi gingiva semakin meningkat seiring dengan

bertambahnya usia.12

Resesi gingiva juga dapat menyebabkan hipersensitivitas dentin akibat terbukanya

permukaan akar yang semula tertutup oleh gingiva. Permukaan akar yang terbuka juga

memudahkan terjadinya erosi maupun abrasi pada sementum maupun dentin akibat

lingkungan rongga mulut maupun akibat aktifitas menyikat gigi.12

Kondisi ini cenderung menimbulkan rasa sakit (ngilu) jika terkena rangsangan

terutama akibat perubahan suhu. Resesi gingiva adalah terbukanya permukaan akar gigi

akibat migrasi gingival margin dan junctional epithelium ke apikal. Secara klinis ditandai

dengan gingival margin berada apical dari cemeto-enamel junction (CEJ). Kondisi ini

dapat terjadi pada satu maupun sekelompok gigi, baik pada rahang atas maupun rahang

bawah. Insiden meningkat dengan bertambahnya umur, pria dan wanita mempunyai

resiko yang sama.12

2.2.1 Faktor Etiologi Resesi Gingiva

Etiologi resesi gingiva dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

anatomi, fisiologi maupun patologi. Faktor anatomi yang dapat menyebabkan resesi

gingiva adalah fenestration dan dehiscence yang terjadi pada tulang alveolar, posisi gigi

di luar lengkung yang normal, serta morfologi akar yang prominent. Semua kondisi
tersebut menyebabkan tulang alveolar maupun gingiva yang melapisinya menjadi lebih

tipis, sehingga memudahkan terjadinya resesi gingiva. Selain itu, perlekatan frenum dan

frenulum yang terlalu koronal, attached gingiva yang sempit, serta faktor keturunan,

misalnya epitel gingiva yang tipis dan mudah rusak, cenderung mengakibatkan resesi

gingiva.12

Resesi gingiva secara fisiologis dapat terjadi akibat pergerakan gigi secara

ortodontik, baik ke arah lingual maupun labial, yang cenderung mengakibatkan terjadinya

dehiscence. Bertambahnya umur juga menjadi salah satu penyebab timbulnya resesi

gingiva secara fisiologis. Sedangkan resesi gingiva secara patologis antara lain dapat

terjadi karena: keradangan gingiva akibat oral hygiene buruk sehingga terjadi akumulasi

plak dan kalkulus, trauma oklusi, trauma sikat gigi, merokok, mengkonsumsi alkohol,

tepi restorasi yang tidak baik, faktor hormonal, serta akibat prosedur operasi

periodontal.12

Faktor etiologi resesi gingiva yang berhubungan dengan penyakit periodontal

cenderung bersifat irreversible. Sebaliknya, resesi gingiva yang diakibatkan oleh trauma

oklusi maupun trauma akibat kesalahan menyikat gigi bersifat reversible, artinya gingival

margin dapat dikembalikan ke posisi normalnya dengan prosedur rekonstruksi

periodontal disertai dengan eliminasi penyebabnya.12

Klasifikasi Resesi Gingiva

Ada beberapa teori tentang klasifikasi resesi gingiva, namun yang umum

digunakan adalah teori Miller. Menurut Miller, resesi gingiva dibagi menjadi 4 klas

(Gambar 1). Kelas I: resesi gingiva belum meluas sampai mucogingival junction dan
belum disertai kehilangan tulang maupun jaringan lunak pada daerah interdental. Kelas

II: resesi gingiva telah meluas sampai mucogingival junction dan belum disertai

kehilangan tulang maupun jaringan lunak pada daerah interdental. Kelas III: resesi

gingiva telah meluas sampai mucogingival junction dan sudah disertai kehilangan tulang

maupun jaringan lunak pada daerah interdental, bisa disertai malposisi gigi maupun tidak.

Kelas IV: resesi gingiva telah meluas sampai mucogingival junction, disertai kehilangan

tulang yang parah pada daerah interdental, dan atau disertai malposisi gigi yang parah.12

Gambar 2. Resesi gingiva menurut klasifikasi Miller.12

2.3 Perawatan Hipersensitivitas Dentin

Perawatan hipersensitif dentin ada dua, yaitu secara non-invasif dan invasif.

Perawatan non-invasif yang meliputi dua cara, yaitu perawatan di rumah oleh pasien

sendiri dan perawatan di klinik. Perawatan di rumah oleh pasien sendiri seperti menyikat

gigi, penggunaan pasta gigi, pemakaian obat kumur, modifikasi diet dan mengurangi atau

menghilangkan kebiasaan buruk. Perawatan di klinik seperti pemberian bahan


desensitisasi topikal. Sedangkan Perawatan invasif meliputi iontophoresis, laser, aplikasi

resin, bedah gingiva dan pulpektomi.13,14

2.3.1 Terapi Yang Bersifat Non Invasif

Terapi hipersensitif dentin yang bersifat non invasif seperti pasta desensitisasi dan agen topikal

merupakan terapi yang ringan dan mudah dilakukan oleh pasien ataupun dokter gigi. Terapi non invasif

lebih sederhana dan murah dibandingkan dengan terapi invasif. Pasta gigi merupakan terapi hipersensitif

dentin yang paling sering dan mudah dilakukan.13.14

Beberapa pasta gigi mengandung bahan yang dapat menutup tubulus dentin seperti strontium

salt dan fluoride. Selain itu ada juga pasta gigi yang mengandung bahan yang dapat mematikan

elemen vital di dalam tubulus dentin seperti formaldehid. Saat ini, sebagian besar pasta desensitisasi

mengandung bahan yang mengurangi hipersensitif dentin seperti potassium salt (potassium nitrate,

potassium chloride atau potassium citrate). Pasta gigi yang mengandung potassium

nitrate telah digunakan sejak tahun 1980. 13,14

Setelah itu, pasta gigi yang mengandung potassium chloride atau potassium citrate

diproduksi. Ion potassium menyebar sepanjang tubulus dentin dan mengurangi rangsangan terhadap

syaraf-syaraf interdental dengan mengubah potensial membran syaraf-syaraf tersebut. Sejak tahun 2000,

penelitian mengenai pasta gigi yang mengandung potassium Telah banyak dilakukan. Para peneliti

tersebut menemukan bahwa pasta gigi yang mengandung bahan 5 % potassium nitrate atau 3,75 %

potassium chloride secara signifikan dapat mengurangi hipersensitif dentin. Pasta gigi yang

mengandung 5 % potassium nitrate dan 0,454 % stannous fluoride secara signifikan juga

mengurangi hipersensitif dentin. Disamping itu, ada juga pasta gigi yang mengandung gabungan antara
bahan desensitisasi, seperti fluoride (sodium monofluorophosphate, sodium fluoride, stannous

fluoride) dan bahan abrasif, seperti bahan anti plak seperti triclosan atau zinc citrate.13,14

Dalam pemakaian pasta gigi, dokter gigi harus memberi pengetahuan kepada pasien bagaimana

menggunakan pasta gigi dan teknik penyikatan gigi yang benar. Banyak pasien yang berkumur-kumur

secara berlebihan setelah menyikat gigi. Padahal, kumur-kumur berlebihan setelah menyikat gigi dapat

melarutkan dan menghilangkan bahan aktif pasta gigi tersebut dari rongga mulut sehingga mengurangi

efek pasta gigi dalam mencegah terjadinya karies. Disamping pasta gigi, obat kumur dan permen karet

juga merupakan bahan desensitisasi. 13,14

Penelitian Gillam DG dkk dan Pereira R dkk menemukan bahwa obat kumur yang

mengandung potassium nitrate dan sodium fluoride, potassium citrate atau sodium

fluoride dapat mengurangi hipersensitif dentin. Penelitian Krahwinkel T dkk menyimpulkan bahwa

permen karet yang mengandung potassium chloride secara signifikan dapat mengurangi hipersensitif

dentin. 13,14

Pasta gigi, obat kumur dan permen karet merupakan bahan desensitisasi yang dapat dilakukan

oleh pasien sendiri di rumah. Namun, bahan desensitisasi topikal seperti fluoride, potassium nitrate,

oxalate, dan calcium phosphates sebaiknya dilakukan oleh dokter gigi di praktek. Hal ini bertujuan

untuk mendapatkan efek perawatan yang lebih maksimal. Bahan topikal fluoride seperti sodium

fluoride dan stannous fluoride dapat mengurangi hipersensitif dentin dengan cara mengurangi

permeabilitas dentin. Hal ini dimungkinkan oleh adanya pengendapan calcium fluoride yang tidak

terlarut di dalam tubulus. Potassium nitrate yang biasanya terdapat pada pasta gigi, juga dapat

digunakan secara topikal. Potassium nitrate tidak mengurangi permeabilitas dentin, namun ion

potassium mengurangi rangsangan terhadap syaraf. Oxalate juga merupakan bahan desensitisasi

topikal. Pada tahun 1981, Greenhill dan Pashley melaporkan bahwa 30 % potassium oxalate dapat
mengurangi permeabilitas dentin sekitar 98 %. Sejak saat itu, sejumlah bahan desensitisasi yang

mengandung oxalate diproduksi. Selain mengurangi permeabilitas dentin, bahan yang mengandung

oxalate juga dapat menutup tubulus dentin. Calcium phosphates juga efektif dalam mengurangi

hipersensitif dentin dengan cara menutup tubulus dentin dan mengurangi permeabilitas dentin.13,14

2.3.2 Terapi Yang Bersifat Invasif

Terapi hipersensitif dentin yang bersifat invasif seperti bedah mukogingiva, pulpektomi, resin

dan adesif serta laser merupakan terapi yang membutuhkan keahlian khusus dan hanya dilakukan oleh

dokter gigi. Terapi invasif lebih kompleks dan lebih mahal dibandingkan dengan terapi non invasif. 9,10,11

Bahan resin dan adesif seperti fluoride varnish, oxalic acid dan resin, sealant dan primer,

etching dan adhesive dapat juga digunakan sebagai terapi hipersensitif dentin. Bahan resin dan adesif

lebih adekuat sebagai terapi hipersensitif dentin dibandingkan dengan yang topikal. Hal ini dikarenakan

bahan desensitisasi topikal tidak berikatan dengan struktur gigi dan efeknya hanya sementara. Pada tahun

1970, Brännström dkk menyarankan penggunaan resin untuk mengurangi hipersensitif dentin. Saat ini,

terapi hipersensitif dentin yang paling sering digunakan melibatkan bahan adesif diantaranya varnish,

bahan bonding dan bahan restorasi. 13,14,15

Terapi invasif lainnya adalah iontophoresis yang merupakan terapi dengan menggunakan

daya listrik untuk meningkatkan difusi ion-ion ke dentin. Dental iontophoresis biasanya digunakan

bersamaan dengan penggunaan pasta fluoride. Terapi dengan menggunakan laser juga dapat merawat

hipersensitif dentin, tergantung pada jenis laser dan parameter perawatan. Penelitian Lier BB dkk

melaporkan bahwa laser neodymium: Yttrium-Aluminum-Garnet (YAG), laser erbium: YAG dan laser

galium-aluminium- arsenide tingkat rendah juga dapat mengurangi hipersensitif dentin. Namun, terapi

dengan menggunakan laser membutuhkan biaya lebih mahal dan perawatan yang kompleks. 13,14,15
Jika faktor etiologi hipersensitif dentin merupakan resesi gingiva, maka terapi yang dipilih adalah

bedah mukogingiva, seperti lateral sliding flaps, coronally positioned flaps dan connective

tissue grafts, yang menghasilkan penutupan akar yang tersingkap sekitar 65 % hingga 98 %. Generasi

jaringan terarah (Guided tissue regeneration) juga mulai dikenal sebagai terapi resesi gingiva dengan

menggunakan membran yang bioabsorbable atau nonabsorbable dan mampu menutup akar yang

tersingkap sekitar 48 % hingga 92 %. Pulpektomi juga dapat dilakukan untuk merawat hipersensitif

dentin. Namun, terapi ini dipilih sebagai jalan terakhir. Pulpektomi merupakan perawatan saluran akar

yang terpapar dengan cara membuang pulpa dan jaringan periradikular. Biasanya, kamar pulpa dibuka

untuk mendapatkan akses ke saluran akar. Setelah pulpa dan   yang terinfeksi lainnya dibuang,

proses debridemen dan preparasi saluran akar dilakukan. Lalu proses pengisian saluran akar

dilakukan dengan bahan yang diterima secara biologis dan tidak diserap (nonresorbable).13,14,15

2.4 Sikat Gigi

Pengambilan atau pembersihan plak merupakan cara untuk mencegah timbulnya penyakit

karies gigi dan gingivitis. Menyikat gigi dengan bulu sikat keras dapat membersihkan plak,

namun dapat menyebabkan trauma pada struktur gigi dan gingiva.

Pemillihan sikat gigi dengan tangkai yang nyaman dipegang, tidak mudah tergelincir,

tidak ada sudut yang tajam, dan ringan. Sedangkan pada kepala sikat gigi panjangnya 25,4

sampai 31,8 mm, ujung sikat membulat, bulu lunak atatu soft terbuat dari nilon dan bulunya

elastis.

Teknik menyikat gigi


Ujung sikat ditempatkan sudut 45 menghadap tepi gusi sehingga dpt

membersihkan saku gusi (perbatasan gigi dengan tepi gusi)

sikat gigi dengan getaran kecil dengan gerakan

horizontal sejajar dengan lengkung gigi (kedepan

kebelakang)

selama 10-15' setiap 2-3 gigi

sikat gigi dengan getaran kecil dengan gerakan

horizontal (kedepan kebelakang)

sikat gigi dipegang secara horizontal

(gerakan maju dan mundur)

sikat gigi dipegang secara vertikal (gerakan menarik dari

dalam ke luar
BAB III

LAPORAN KASUS

Nama O.S. : D. R Nama Mahasiswa:

Tanggal Lahir : 14 Februari 1999 Renata Selomi T (2018-16-134)

Jenis kelamin : Laki-laki Rizkya Ramadhini (2018-16-139)

Pembimbing :
Pekerjaan : Mahasiswa
Suci Amalia drg., Sp.Perio
Alamat : Jalan R C Radio Dalam no 57

kec. Kebayoran baru kab. Gandaria utara

I. Anamnesis:

Pasien laki-laki berusia 20 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas

Prof. Dr. Moestopo (Beragama) dengan keluhan gigi depan atas dan bawah terasa ngilu yang

singkat dan tajam saat minum dingin sejak 1 tahun yang lalu, namun ngilu hilang saat tidak

mengkonsumsi minuman dingin dan panas. Pasien sudah dilakukan perawatan pembersihan

karang gigi pada 27 Agustus 2019. Namun pasien merasa giginya masih terasa ngilu ketika

makan atau minum panas dan dingin. Pasien menyikat gigi 2x sehari saat pagi sebelum makan

dan malam sebelum tidur. Pasien mengganti sikat giginya dengan merk formula setiap 2-3 bulan

sekali. Pada saat menyikat gigi, pasien mengeluhkan gusi berdarah. Pasien tidak memiliki

riwayat penyakit sistemik dan tidak memiliki alergi. Pasien memiliki kebiasaan merokok dengan

intensitas 12 batang/hari dan minum kopi 1 gelas/hari. Pasien datang dengan keadaan tidak sakit

dan ingin dirawat.


II. Status Umum :

- Kesadaran umum : compos mentis

- Tekanan darah : 120/80 mmHg

- Denyut nadi : 82x/menit

- Pernafasan : 17x/menit

- Suhu : 36 ° C

- Riwayat Sistemik : Hipertensi (-)

Hipotensi (-) Hepatitis (-)

Penyakit jantung (-) Asma (-)

Diabetes Mellitus (-) Alergi (-)

III. Status Lokal :

1. Pemeriksaan ekstra oral:

Wajah : Simetris, tidak ada kelainan

Pipi : Tidak ada pembengkakan

Bibir : Kompeten, tidak ada kelainan

Limfonodi : Tidak teraba, tidak sakit

Mata : menggunakan kaca mata


Pupil: isokor, sclera: non ikterik, konjungtiva: non anemik

Kelenjar Submandibularis : Tidak teraba, lunak, tidak sakit

Kelenjar Sublingualis : Tidak teraba, lunak, tidak sakit

Foto Ekstra Oral

Foto Intra Oral


RA

RB
2. Pemeriksaan intra oral:

 Resesi gingiva : RA- gigi 12, 11, 21, klas I Miller

RB- gigi 42,41,31, 32 klas I Miller

 Palatum : Sedang

 Lain-lain : -

 Gingiva :

 RA KA : merah muda, edema(-) konsistensi kenyal, interdental papil lancip,

stipling (+), BOP (-)

 RA M : merah muda, edema (-), konsistensi kenyal, interdental papil lancip,

stipling (+), BOP (-)

 RA KR : merah muda, edema (-), konsistensi kenyal, interdental papil lancip,

stipling (+), BOP (-)

 RB KA : merah muda, edema (-), konsistensi kenyal, interdental papil lancip,

stipling (+), BOP (+)

 RB M : merah muda, edema (-), konsistensi kenyal, interdental papil lancip,

stipling (-), BOP (+)

 RB KR : merah muda, edema (-), konsistensi kenyal, interdental papil lancip,

stipling (+), BOP (-)


3. Keadaan gigi geligi :

a. Keadaan gigi geligi

V G O Mp M Tk K T Kr Tm At/Ab
12 + - + - - + - - - - -/-
11 + - + - - + + - - - -/-
21 + - + - - + - - - - -/-
42 + - + - - + + - - - -/-
41 + - + - - + - - - - -/-

31 + - + - - + - - - - -/-

32 + - + - - + - - - - -/-

Keterangan :

V : Vital Pd : Poket Distal K : Karang Gigi


G : Goyang O : Oklusi T : Trauma Oklusi
Pb : Poket Bukal R : Resesi Kr : Karies
Pm : Poket Mesial Mp : Malposisi Tm : Tumpatan
Pp/Pl : Poket Palatal M : Migrasi At/Ab : Atrisi / Abrasi
Poket Lingual Tk : Titik Kontak MLV : Mesio Labio Versi
LV : Labio Versi

RADIOGRAFI
INTERPRETASI RA:

Gigi 12 :

-Terdapat penurunan puncak alveolar crest secara horizontal sebesar 1mm pada bagian mesial

-Ligamen periodontal dan lamina dura normal

-Tidak terdapat lesi periapikal

Gigi 11 :

-Terdapat penurunan puncak alveolar crest secara horizontal sebesar 1 mm pada bagian mesial

dan distal

-Ligamen periodontal dan lamina dura normal

-Tidak terdapat lesi periapikal

-Terdapat kalkulus berupa radioopak pada bagian mesial dan distal

Gigi 21 :
-Terdapat penurunan puncak alveolar crest secara horizontal sebesar 1 mm pada bagian mesial

dan 2mm pada bagian distal.

-Ligamen periodontal dan lamina dura normal

-Tidak terdapat lesi periapikal

INTERPRETASI RB:

Gigi 42:

-Terdapat penurunan puncak alveolar crest secara horizontal sebesar 1 mm pada bagian mesial

dan distal

-Ligamen periodontal dan lamina dura normal

-Tidak terdapat lesi periapikal

-Terdapat kalkulus berupa radioopak pada bagian mesial

Gigi 41:
-Terdapat penurunan puncak alveolar crest secara horizontal sebesar 1 mm pada bagian mesial

dan distal

-Ligamen periodontal dan lamina dura normal

-Tidak terdapat lesi periapikal

Gigi 31 :

-Terdapat penurunan puncak alveolar crest secara horizontal sebesar 1 mm pada bagian mesial

dan distal

-Ligamen periodontal dan lamina dura normal

-Tidak terdapat lesi periapikal

Gigi 32 :

-Terdapat penurunan puncak alveolar crest secara horizontal sebesar 1 mm pada bagian mesial

dan distal

-Ligamen periodontal dan lamina dura normal

-Tidak terdapat lesi periapikal

Diagnosa :

gigi 12, 11 , 21, 42, 41, 31, 32 Gingivitis kronis generalis

- Etiologi Primer : Bakteri Plak

- Etiologi Sekunder :
 Lokal :

- Kalkulus

- Resesi gingiva: Kelas I Miller pada gigi 12, 11, 21, 42, 41, 31, 32

 Lain-lain: -

 Sistemik : -

IV. Etiologi :

 Etiologi Primer : Bakteri Plak

 Etiologi Sekunder :

 Resesi gingiva : Gigi 12, 11, 21, 42, 41, 31, 32 klas I miller

 Kalkulus : sedang

 Palatum : Sedang

 Lain-lain :-

Etiologi dari kasus pasien ini adalah kesalahan cara menyikat gigi. Penyikatan gigi yang

dilakukan terlalu keras dan menggunakan bulu sikat yang keras sehingga menimbulkan trauma

pada gigi yang mengakibatkan menyebabkan adanya penurunan margin gingiva kearah apikal

atau resesi yang menimbulkan rasa ngilu pada gigi pasien saat terdapat rangsangan panas dan

dingin.

V. Prognosis:
 Prognosis Baik: Dukungan tulang yang adequat, pemeliharaan cara menyikat gigi,

pasien kooperatif, tidak ada faktor sistemik/ lingkungan.

VI. Rencana Perawatan

 Fase Non Bedah (Fase I)

 Scalling + OHI + Polishing + DHE

 Desensitisasi untuk resesi klas I: gigi 12, 11, 21,42, 41, 31, 32

 Fase Bedah (Fase II) : -

 Fase Restoratif (Fase III) : -

 Fase Maintenance (Fase IV)

 Kontrol Periodik, kontrol plak, kalkulus

 Kondisi gingival

 Pemberian OHIS

 Cek perubahan patologis lainnya


Bagan Rencana Terapi

Fase I (Initial)

Scaling + OHI, polishing, DHE, Desensitisaisi gigi 12, 11, 21, 42, 41, 31, 32

Fase IV (Maintenance)
Kontrol periodik, kontrol plak, kalkulus, gingiva dan OHIS.

Fase II (Surgical) Fase III (Restoratif)


- -

VII. Rujukan :

- Bagian Radiologi : foto periapical

Prosedur Desensitisasi Dentin:

a. Alat

1. Lap Putih

2. Set alat diagnostik: Nierbekken, 2 buah kaca mulut no 4, sonde halfmoon, pinset, probe

periodontal

3. Brush bur + mikromotor


4. Cotton roll, cotton pallete

5. Air spray (semprotan udara)

6. Glass plate

7. Microbrush

b. Bahan

1. Disclosing agent

2. Pumish/pasta profilaksis

3. Bahan desensitisasi (5% Sodium Fluoride White Varnish)

a. Prosedur Desensitisasi:

1. Kontrol plak: pastikan permukaan gigi bersih

2. Oral profilaksis: bersihkan gigi dengan brush dan pumice atau pasta profilaksis, bilas air

hingga bersih dan keringkan permukaan gigi 12, 11, 21, 42, 41, 31, 32

3. yang hipersensitifitas dengan menggunakan sonde atau semprotan udara

4. Isolasi daerah kerja dengan cotton roll

5. Letakkan bahan desentisisasi pada glass plate

6. Aplikasikan bahan desensitisasi dengan microbrush pada permukaan gigi 12, 11, 21, 42,

41, 31, 32 dengan gerakan searah pada daerah yang hipersensitif

7. Biarkan 1 menit

8. Periksa keberhasilan aplikasi dengan sonde dan semprotan udara

9. Pasien diinstruksikan untuk tidak berkumur, tidak makan dan minum selama 1 jam

10. Instruksikan pasien cara sikat gigi yang benar

11. Kontrol setelah 1 minggu


KESIMPULAN

Gigi sensitif atau hipersensitivitas dentin adalah suatu masalah yang sering dialami oleh

banyak orang. Sensasi hipersensitivitas dentin berupa rasa sakit yang pendek dan tajam pada

pasien. Ditandai dengan nyeri akibat dentin yang terbuka jika diberikan stimulus termal, taktil,

osmotik dan mekanis, seperti menyikat gigi, makan makanan manis dan asam, dan minuman

dingin atau panas. Hal ini menyebabkan pasien merasa nyeri tajam yang singkat dan rangsangan

aliran udara dapat menginduksi nyeri tajam pendek yang dapat mempengaruhi dan mengurangi

aktivitas sehari-hari termasuk makan, minum, berbicara dan menyikat gigi sehingga berdampak

pada produktivitas dan kesejahteraan individu.

Terjadinya hipersensitif dentin adalah adanya pergerakan cairan tubulus dentin akibat

adanya rangsangan terhadap dentin yang terpapar atau terbuka. Hipersensitivitas dentin ini

disebabkan karena adanya kehilangan enamel gigi yang disebabkan oleh erosi, abrasi, atrisi dan

kehilangan perlekatan sementum akibat dari resesi gingiva.

. Perawatan untuk hipersensitivitas dentin akibat resesi gingiva ada dua, yaitu

perawatan secara invasif dan non-invasif. Perawatan secara invasif meliputi bedah mukogingiva

atau penumpatan dengan resin untuk menutup permukaan akar yang terbuka, sedangkan

perawatan non-invasif dilakukan dengan pemberian bahan desensitisasi untuk menutup tubulus

dentin dan desensitisasi syaraf.


DAFTAR PUSTAKA

1. Iskandar CHM, Mulya HB, Kusumawati WP, Kusuma ARP. Purple Sweet Potato (Ipomea

Batatas P.) as Dentin Hypersensitivity Desensitization Gel. Dental Journal (Majalah

Kedokteran Gigi). 2015; 48(4): 170–72.

2. Shen SY, Tsai CH, Yang LC, Chang YC. Clinical Efficacy of Toothpaste Containing

Potassium Citrate in Treating Dentin Hypersensitivity. J Dent Sci. 2009 Nov 20. 4(4): 173-

177.

3. LIU, Xiu-Xin, et al. Pathogenesis, diagnosis and management of dentin hypersensitivity: an

evidence-based overview for dental practitioners. BMC Oral Health, 2020, 20.1: 1-10.

4. MAZUR, Marta, et al. Long-Term Effectiveness of Treating Dentin Hypersensitivity with

Bifluorid 10 and Futurabond U: A Split-Mouth Randomized Double-Blind Clinical

Trial. Journal of Clinical Medicine. 2021; 10(10): 1-10.

5. KOPYCKA-KEDZIERAWSKI, Dorota T., et al. Management of Dentin Hypersensitivity by

National Dental Practice-Based Research Network practitioners: results from a questionnaire

administered prior to initiation of a clinical study on this topic. BMC oral health, 2017, 17.1:

1-7.

6. Ricarte JM, Matoses VF, Llacer VJF, Fernandez AJF, Moreno BM. Dentinal Sensitivity:

Concept and Methodology For Its Objective Evaluation. Med Oral Patol Oral Cir Bucal.

2007 Nov 16 13(3): 201-6.

7. Porto ICCM, Andrade AKM, Montes MAJR. Diagnosis and Treatment of Dentinal

Hypersensitivity. Journal of Oral Science. 2009 April 15; 51(3): 323-332.


8. Rizqy, A.I., Amintun, Widiyanti. Study Infiltrasi Tubulus Dentin Berbasis Hidroksiapatit

yang Berpotensi untuk Terapi Dentin Hipersensitif. Prosiding Seminar Fisika Tearapan III,

15 September 2012, Surabaya: Universitas Airlangga, 2012, B1-B4.

9. Dentin hypersensitivity : etiology, diagnosis and treatment a literature review. Jdent 2013.

AR davari, E Ataei, H Assarzadeh

10. Bubteina N, Garoushi S. Dentine Hypersensitivity: A Review. Dentistry. 2015; 5(9): 1-7

11. Gillam DG, Orchardson R. Advances in The Treatment of Root Dentine Sensitivity:

Mechanisms And Treatment Principles. Endodontic Topics. 2006; 13: 13–33.

12. Krismariono, Agung Prinsip Dasar Perawatan Resesi Gingiva. dentika Dental Journal.

2014;18(96)1: 96-100

13. Orchardson R and Gillam DG. Managing dentin hypersensitivity. J Am Dent Assoc

2006;137(7):990-8

14. Kielbassa AM. Dentine hypersensitivity: Simple steps for everyday diagnosis and

management. International Dental Journal. 2002;52

15. Ladalardo dkk. Laser therapy in the treatment of dentine hypersensitivity. Braz Dent J.

2004;15(2):144-50.

Anda mungkin juga menyukai