DISUSUN OLEH:
PEMBIMBING:
1
SAP IKGM
(SATUAN ACUAN PEMBELAJARAN ILMU KESEHATAN GIGI
MASYARAKAT)
I. SASARAN
Masyarakat umum.
II. TUJUAN
1. Kognitif: Agar masyarakat memperoleh pengetahuan mengenai cara
pencegahan dan pengendalian COVID-19.
2. Afektif: Agar masyarakat mengetahui pentingnya cara mencegah
COVID-19 dan mau melakukan pencegahan serta pengendalian
terhadap COVID-19.
3. Psikomotorik: Agar masyarakat mampu melakukan tindakan
pencegahan dan pengendalian sehingga terhindar dari COVID-19.
2
IV. MATERI
1. Pengertian COVID-19
Coronavirus merupakan salah satu jenis patogen yang memiliki target utama
yang menyerang sistem respirasi manusia.1 Pada tahun ini terjadi wabah mendunia
yang disebabkan oleh virus yang merupakan tipe baru dari coronavirus, yaitu
COVID-19.2 Akhir bulan Desember 2019 terdapat beberapa pasien yang masuk ke
rumah sakit dengan diagnosis awal pneumonia dengan etiologi yang tidak
diketahui. Kemudian pasien-pasien tersebut ternyata memiliki hubungan secara
epidemiologi dengan pasar yang menjual seafood dan wet animal yang berlokasi di
Wuhan, provinsi Hubei, Cina.1
Agen kausatif di identifikasi melalui sampel swab tenggorokan yang
dilakukan oleh Chinese Center for Disease Control and Prevention (CDCC), dan
hasil swab tersebut dinyatakan sebagai Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Penyakit ini kemudian dinamakan oleh World
Health Organization (WHO) sebagai COVID-19.3 Penyebaran virus sudah
mencapai ke 140 negara lain termasuk Jepang, Korea, dan Italia. WHO sudah
mendeklarasikan COVID-19 menjadi global health concern, karena virus ini
menyebabkan infeksi saluran pernafasan pada manusia.2
COVID-19 merupakan penyakit dengan gejala ringan seperti batuk kering,
sakit tenggorokan, dan demam. Sebagian besar dari kasus ini dapat disembuhkan.
Akan tetapi, beberapa dari kasus ini dapat berkembang menjadi komplikasi fatal
yang meliputi gagal organ, syok septik, edema pulmonari, pneumonia berat, dan
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).3
2. Gejala COVID-19
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai dari
tanpa gejala (asimptomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS,
sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang, 13,8%
mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan kritis.
3
Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui. Viremia dan viral load
yang tinggi dari swab nasofaring pada pasien yang asimptomatik telah dilaporkan.4
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran napas
atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau
tanpa sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, kongesti nasal, atau sakit
kepala. Pasien tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa kasus
pasien juga mengeluhkan diare dan muntah. 26 Pasien COVID-19 dengan
pneumonia berat ditandai dengan demam, ditambah salah satu dari gejala: (1)
frekuensi pernapasan >30x/menit (2) distres pernapasan berat, atau (3) saturasi
oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada pasien geriatri dapat muncul gejala-
gejala yang atipikal.5
Sebagian besar pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 menunjukkan gejala-
gejala pada sistem pernapasan seperti demam, batuk, bersin, dan sesak napas.6
Berdasarkan data 55.924 kasus, gejala tersering adalah demam, batuk kering, dan
fatigue. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah batuk produktif, sesak napas, sakit
tenggorokan, nyeri kepala, mialgia/artralgia, menggigil, mual/muntah, kongesti
nasal, diare, nyeri abdomen, hemoptisis, dan kongesti konjungtiva. Lebih dari 40%
demam pada pasien COVID-19 memiliki suhu puncak antara 38,1-39°C, sementara
34% mengalami demam suhu lebih dari 39°C.7
Perjalanan penyakit dimulai dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-14
hari (median 5 hari). Pada masa ini leukosit dan limfosit masih normal atau sedikit
menurun dan pasien tidak bergejala. Pada fase berikutnya (gejala awal), virus
menyebar melalui aliran darah, diduga terutama pada jaringan yang mengekspresi
ACE2 seperti paru-paru, saluran cerna dan jantung. Gejala pada fase ini umumnya
ringan. Serangan kedua terjadi empat hingga tujuh hari setelah timbul gejala awal.
Pada saat ini pasien masih demam dan mulai sesak, lesi di paru memburuk, limfosit
menurun. Penanda inflamasi mulai meningkat dan mulai terjadi hiperkoagulasi.
Jika tidak teratasi, fase selanjutnya inflamasi makin tak terkontrol, terjadi badai
sitokin yang mengakibatkan ARDS, sepsis, dan komplikasi lainnya.7,8
4
3. Cara Penyebaran COVID-19
Saat ini, penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi sumber
transmisi utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif. Transmisi SARS-CoV-
2 dari pasien simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau
bersin.6 Selain itu, telah diteliti bahwa SARS-CoV-2 dapat viabel pada aerosol
(dihasilkan melalui nebulizer) selama setidaknya 3 jam.9 WHO memperkirakan
reproductive number (R0) COVID-19 sebesar 1,4 hingga 2,5. Namun, studi lain
memperkirakan R0 sebesar 3,28.10
Beberapa laporan kasus menunjukkan dugaan penularan dari karier
asimptomatis, namun mekanisme pastinya belum diketahui. Kasus-kasus terkait
transmisi dari karier asimptomatis umumnya memiliki riwayat kontak erat dengan
pasien COVID-19.6,11 Beberapa peneliti melaporan infeksi SARS-CoV-2 pada
neonatus. Namun, transmisi secara vertikal dari ibu hamil kepada janin belum
terbukti pasti dapat terjadi. Bila memang dapat terjadi, data menunjukkan peluang
transmisi vertikal tergolong kecil.6,12 Pemeriksaan virologi cairan amnion, darah tali
pusat, dan air susu ibu pada ibu yang positif COVID-19 ditemukan negatif.12
SARS-CoV-2 telah terbukti menginfeksi saluran cerna berdasarkan hasil
biopsi pada sel epitel gaster, duodenum, dan rektum. Virus dapat terdeteksi di feses,
bahkan ada 23% pasien yang dilaporkan virusnya tetap terdeteksi dalam feses
walaupun sudah tak terdeteksi pada sampel saluran napas. Kedua fakta ini
menguatkan dugaan kemungkinan transmisi secara fekal-oral.13
Stabilitas SARS-CoV-2 pada benda mati tidak berbeda jauh dibandingkan
SARS-CoV. Eksperimen yang dilakukan van Doremalen, dkk.9 menunjukkan
SARS- CoV-2 lebih stabil pada bahan plastik dan stainless steel (>72 jam)
dibandingkan tembaga (4 jam) dan kardus (24 jam). Studi lain di Singapura
menemukan pencemaran lingkungan yang ekstensif pada kamar dan toilet pasien
COVID-19 dengan gejala ringan. Virus dapat dideteksi di gagang pintu, dudukan
toilet, tombol lampu, jendela, lemari, hingga kipas ventilasi, namun tidak pada
sampel udara.14
5
4. Cara Mencegah COVID-19
6
● Higiene, Cuci Tangan, dan Disinfeksi
Rekomendasi WHO dalam menghadapi wabah COVID-19 adalah
melakukan proteksi dasar, yang terdiri dari cuci tangan secara rutin dengan alkohol
atau sabun dan air, menjaga jarak dengan seseorang yang memiliki gejala batuk
atau bersin, melakukan etika batuk atau bersin, dan berobat ketika memiliki
keluhan yang sesuai kategori suspek. Rekomendasi jarak yang harus dijaga adalah
satu meter. Pasien rawat inap dengan kecurigaan COVID-19 juga harus diberi
jarak minimal satu meter dari pasien lainnya, diberikan masker bedah, diajarkan
etika batuk/bersin, dan diajarkan cuci tangan.18
Perilaku cuci tangan harus diterapkan oleh seluruh petugas kesehatan pada
lima waktu, yaitu sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur,
setelah terpajan cairan tubuh, setelah menyentuh pasien dan setelah menyentuh
lingkungan pasien. Air sering disebut sebagai pelarut universal, namun mencuci
tangan dengan air saja tidak cukup untuk menghilangkan coronavirus karena virus
tersebut merupakan virus RNA dengan selubung lipid bilayer. 19
Sabun mampu mengangkat dan mengurai senyawa hidrofobik seperti lemak
atau minyak.19 Selain menggunakan air dan sabun, etanol 62-71% dapat
mengurangi infektivitas virus. Oleh karena itu, membersihkan tangan dapat
dilakukan dengan hand rub berbasis alkohol atau sabun dan air. Berbasis alkohol
lebih dipilih ketika secara kasat mata tangan tidak kotor sedangkan sabun dipilih
ketika tangan tampak kotor. Hindari menyentuh wajah terutama bagian wajah,
hidung atau mulut dengan permukaan tangan. Ketika tangan terkontaminasi
dengan virus, menyentuh wajah dapat menjadi portal masuk. Terakhir,
pastikanmenggunakan tisu satu kali pakai ketika bersin atau batuk untuk
menghindari penyebaran droplet.
7
- Konsumsi gizi seimbang.
- Tidak merokok.
- Suplemen dan vitamin.
- Aktivitas fisik/senam ringan.
- Istirahat cukup.
- Mengendalikan penyakit penyerta (diabetes, hipertensi, kanker).15,17
8
- Jika anda sakit, dilarang mengunjungi orang tua/lanjut usia. Jika anda
tinggal satu rumah dengan mereka, maka hindari interaksi langsung dengan
mereka.
- Untuk sementara waktu, anak sebaiknya bermain sendiri di rumah.
- Untuk sementara waktu, dapat melaksanakan ibadah di rumah.15,17,21
● Isolasi Mandiri
Jika anda ODP harus mengisolasi mandiri dan tetap tinggal dirumah. Orang
Dalam Pemantauan (ODP), yang memiliki demam atau gejala pernapasan dengan
riwayat dari daerah terjangkit, dan atau orang yang tidak menunjukan gejala, tetapi
pernah memiliki kontak erat dengan orang positif COVID-19.
- Jika merasa kurang sehat, tetap dirumah selama 14 hari
- Gunakan masker selama masa isolasi diri
- Tetap dirumah dan jangan pergi bekerja, kesekolah, atau ketempat umum
- Hindari pemakaian bersama peralatan makan dan peralatan mandi
- Harus mengisolasi diri dan memantau suhu tubuh dan gejala lainnya
- Melapor ke puskesmas terdekat tentang kondisi anda
- Gunakan kamar mandi terpisah
- Bersihkan rumah dengan cairan desinfektan, terutama daerah yang sering
disentuh
- Meningkatkan aliran udara dan ventilasi dengan membuka jendela dan
pintu.15
9
- mengenakan masker medis sesering mungkin; masker harus diganti
sekurang-kurangnya satu kali setiap hari. Orang yang tidak dapat
mengenakan masker medis harus menerapkan etika batuk dan bersin seketat
mungkin (menutup hidung dan mulut dengan tisu sekali pakai saat batuk
atau bersin dan segera membuang tisu tersebut setelah digunakan atau
menggunakan lengan yang terlipat kemudian membersihkan tangan)
- menghindari mengontaminasi permukaan benda dengan air liur, dahak, atau
sekresi saluran pernapasan
- meningkatkan aliran udara dan ventilasi di ruangannya dengan cara
membuka jendela dan pintu sebanyak mungkin.21
10
d bantuan bagi para pelaku perjalanan
e bantuan komunikasi dengan anggota keluarga;
f jika memungkinkan, akses internet, berita dan hiburan.
g dukungan psikososial; dan
h pertimbangan khusus untuk individu yang lebih tua dan individu dengan
kondisi komorbid, karena berisiko terhadap risiko keparahan penyakit
COVID-19.17
● Vaksin
Salah satu upaya yang sedang dikembangkan adalah pembuatan vaksin guna
membuat imunitas dan mencegah transmisi. Saat ini, sedang berlangsung 2 uji
klinis fase I vaksin COVID-19. Studi pertama dari National Institute of Health
(NIH) menggunakan mRNA-1273 dengan dosis 25, 100, dan 250 µg.124 Studi
kedua berasal dari Cina menggunakan adenovirus type 5 vector dengan dosis
ringan, sedang dan tinggi.22
11
● Deteksi Dini
Seluruh individu yang memenuhi kriteria suspect atau pernah berkontak dengan
pasien yang positif COVID-19 harus segera berobat ke fasilitas kesehatan. WHO
juga sudah membuat instrumen penilaian risiko bagi petugas kesehatan yang
menangani pasien COVID-19 sebagai panduan rekomendasi tindakan lanjutan.
Bagi kelompok risiko tinggi, direkomendasikan pemberhentian seluruh aktivitas
yang berhubungan dengan pasien selama 14 hari, pemeriksaan infeksi SARS-CoV-
2 dan isolasi. Pada kelompok risiko rendah, dihimbau melaksanakan pemantuan
mandiri setiap harinya terhadap suhu dan gejala pernapasan selama 14 hari dan
mencari bantuan jika keluhan memberat. Pada tingkat masyarakat, usaha mitigasi
meliputi pembatasan berpergian dan kumpul massa pada acara besar (social
distancing) dan pembatasan interaksi fisik yaitu menjaga jarak aman minimal 1
meter dengan orang lain (physical distancing).15,22
12
- Buang tisu yang telah terkontaminasi cairan sekresi pernapasan lalu bersihkan
tangan.
- Tingkatkan aliran udara dan ventilasi di ruang tamu dengan membuka jendela.21
● Di masyarakat
Penelitian tentang influenza, penyakit serupa influenza (influenza-like illness),
dan coronavirus pada manusia memberi bukti bahwa penggunaan masker medis
dapat mencegah penyebaran percikan yang dapat menyebabkan infeksi dari orang
yang terinfeksi ke orang lain dan kemungkinan kontaminasi lingkungan akibat
percikan ini.23 Bukti bahwa penggunaan masker medis oleh orang sehat di dalam
rumah atau oleh orang-orang yang melakukan kontak dengan pasien, atau oleh
orang-orang di tengah perkumpulan besar yang berfungsi sebagai pencegahan
masih terbatas.24 Namun, saat ini belum ada bukti bahwa mengenakan masker (baik
masker medis atau jenis lainnya) oleh orang sehat di tengah masyarakat secara
umum, termasuk penggunaan masker secara bersama-sama pada masyarakat luas,
dapat mencegah masyarakat dari infeksi virus saluran pernapasan, termasuk
COVID-19.
13
● Masker medis harus disediakan untuk tenaga kesehatan.
Penggunaan masker medis oleh masyarakat dapat menciptakan rasa aman yang
semu sehingga langkah-langkah kesehatan lain seperti menjaga kebersihan tangan
dan menjaga jarak fisik tidak dihiraukan, dan tetap menyentuh bagian wajah di balik
masker dan di bawah mata. Hal ini menyebabkan kerugian yang dapat dihindari,
serta mengakibatkan masker tidak dapat digunakan oleh orang-orang yang terlibat
dalam pelayanan kesehatan, yang paling membutuhkan masker, terutama saat
ketersediaan masker terbatas.24
14
menggunakan, melepas, dan membuang masker serta membersihkan tangan
setelah melepas masker harus diikuti.24
● Jenis Masker
WHO menekankan bahwa masker medis dan respirator harus diprioritaskan bagi
tenaga kesehatan. Penggunaan masker nonmedis, yaitu masker yang terbuat dari
bahan lain (misal, kain katun), di tengah masyarakat belum cukup dievaluasi. Saat
ini belum ada bukti yang dapat dijadikan dasar yang mendukung atau menghalangi
diberikannya anjuran penggunaan masker nonmedis di tengah masyarakat.24
WHO berkolaborasi dengan mitra-mitra penelitian dan pengembangan untuk
lebih memahami efektivitas dan efisiensi masker nonmedis. WHO juga sangat
mendorong negara-negara yang menganjurkan penggunaan masker oleh orang-
orang sehat di tengah masyarakat untuk melakukan penelitian tentang topik yang
penting ini. WHO akan memperbarui panduannya saat tersedia bukti lebih lanjut.24
Saat ini, para pengambil keputusan dapat terus menganjurkan penggunaan
masker nonmedis. Di tempat-tempat seperti itu, beberapa hal berikut terkait masker
medis yang harus dipertimbangkan:
- Jumlah lapisan kain/tisu.
- Kemudahan bernapas yang diberikan bagi pengguna dari bahan masker.
- Sifat kedap air/hidrofobik.
- Bentuk masker
- Kesesuaian ukuran masker.24
15
5. Hubungan COVID-19 dengan Rongga Mulut
Wabah COVID-19 saat ini merupakan darurat kesehatan masyarakat yang
menjadi perhatian global. COVID-19 dapat ditularkan dari manusia ke manusia.25
Seperti yang telah diketahui bahwa transmisi COVID-19 dapat melalui penularan
langsung dengan bersin, batuk, atau inhalasi droplet, dan penularan kontak seperti
kontak mata atau melalui selaput lendir mata dan hidung dan saliva.26
Asal usul droplet dapat berasal dari nasofaring atau orofaring yang
berhubungan dengan saliva. Tetesan yang lebih besar dapat berkontribusi pada
penularan virus ke subjek di sekitarnya, dan di sisi lain, penularan jarak jauh dengan
tetesan kecil yang terinfeksi partikel virus ini dapat tertahan oleh udara.25
Rongga mulut tetap basah oleh aliran saliva, dan aktivitas fisiologis normal
dari rongga mulut dipertahankan melalui mekanisme self cleansing oleh saliva.26
Ada minimal tiga jalur yang berbeda sehingga COVID-19 dapat hadir dalam saliva;
pertama, COVID-19 di saluran pernapasan bawah dan atas yang memasuki rongga
mulut bersama dengan tetesan cairan yang sering dipertukarkan oleh organ-organ
ini. Kedua, COVID-19 yang ada dalam darah dapat mengakses ke rongga mulut
melalui cairan crevicular, eksudat khusus rongga mulut yang mengandung protein
lokal yang berasal dari matriks ekstraseluler dan protein yang diturunkan dari
serum. Ketiga, cara lain untuk COVID-19 terjadi di rongga mulut adalah dengan
infeksi kelenjar saliva mayor dan minor, dengan pelepasan partikel dalam saliva
melalui saluran saliva.25
Saliva meiliki peran penting dalam penularan COVID-19 dari manusia ke
manusa.21 Mengenai hal tersebut petugas pelayanan seperti dokter gigi dan perawat
gigi memiliki kontak yang erat dengan saliva pasien. Penularan COVID-19 dapat
melalui kontak dengan droplet dan aerosol yang dihasilakan selama prosedur klinis
gigi. Menghirup partikel udara dan aerosol yang dihasilkan selama prosedur gigi
pada pasien COVID-19 dapat menjadi prosedur beresiko tinggi dimana dokter gigi
secara langsung dan erat terpapar dengan virus ini.25
Sangat penting bagi dokter gigi untuk melakukan tindakan pencegahan dan
pengendalian infeksi COVID-19. Dan masyarakat dianjurkan untuk menunda
perawatan gigi untuk menghindari terjadinya infeksi silang yang dapat ditularkan
16
melalui saliva. Hanya Perawatan gigi yang urgent yang dapat dipertimbangkan
selama wabah COVID-19.27
17
Keadaan-keadaan emergensi yang diperbolehkan seperti:29
● Nyeri yang tidak tertahan
● Gusi bengkak akibat infeksi
● Perdaraah yang tidak terkontrol
● Trauma pada gigi dan tulang wajah akibat kecelakaaan
Pelindung wajah dan kacamata sangat penting dengan penggunaan high atau
low speed pengeboran dengan semprotan air kecepatan rendah.30
18
● Fasilitas pelayanan kesehatan
WHO memberikan panduan untuk penggunaan APD, termasuk masker, bagi
tenaga kesehatan dalam dokumen panduan: Penggunaan rasional APD dalam
konteks COVID-19.31 Berikut ini anjuran untuk para pengunjung fasilitas
pelayanan kesehatan:
19
V. METODE
Ceramah dan tanya jawab
Metode ceramah adalah penuturan bahan ajar secara lisan. Metode tanya jawab
dapat diartikan sebagai metode edukasi yang memungkinkan terjadinya
komunikasi langsung yang bersifat dua arah sebab pada saat yang sama terjadi
dialog antara mahasiswa dan masyarakat umum. Mahasiwa bertanya sedangkan
masyarakat umum menjawab atau masyarakat umum bertanya mahasiswa
menjawab.
VII. WAKTU
± 3 menit.
IX. EVALUASI
A. Evaluasi sarana pendidikan
1. Untuk menilai keberhasilan dalam penyuluhan, dilakukan evaluasi
dengan tanya-jawab antar penyuluh dan peserta penyuluhan.
2. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat umum mengenai
pengertian COVID-19, gejala dan cara penyebaran COVID-19,
bagaimana cara mencegah COVID-19, hubungan COVID-19 dengan
rongga mulut, dan keadaan-keadaan emergensi diperbolehkannya
melakukan perawatan dokter gigi.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
10. Liu Y, Gayle AA, Wilder-Smith A, Rocklöv J. The reproductive number of
COVID-19 is higher compared to SARS coronavirus. J Travel Med. 2020;27(2).
11. Bai Y, Yao L, Wei T, Tian F, Jin D-Y, Chen L, et al. Presumed Asymptomatic
Carrier Transmission of COVID-19. JAMA. 2020; published online February 21.
DOI: 10.1001/jama.2020.2565
12. Chen H, Guo J, Wang C, Luo F, Yu X, Zhang W, et al. Clinical characteristics
and intrauterine vertical transmission potential of COVID-19 infection in nine
pregnant women: a retrospective review of medical records. Lancet.
2020;395(10226):809-15.
13. Xiao F, Tang M, Zheng X, Liu Y, Li X, Shan H. Evidence for gastrointestinal
infection of SARS-CoV-2. Gastroenterology. 2020; published online March 3.
DOI: 10.1053/j.gastro.2020.02.055
14. Ong SWX, Tan YK, Chia PY, Lee TH, Ng OT, Wong MSY, et al. Air, Surface
Environmental, and Personal Protective Equipment Contamination by Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) From a Symptomatic
Patient. JAMA. 2020; published online March 4. DOI: 10.1001/jama.2020.3227
15. Kementerian Kesehatan RI. Apa yang Harus Dilakukan Masyarakat Untuk Cegah
Penularan Covid-19. 2020.
16. UNICEF. Pesan dan Kegiatan Utama Pencegahan dan Pengendalian COVID-19
di Sekolah. 2020.
17. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus
Disease (COVID-19). 2020.
18. World Health Organization. Clinical management of severe acute respiratory
infection when novel coronavirus (nCoV) infection is suspected. Geneva: World
Health Organization; 2020
19. Riedel S, Morse S, Mietzner T, Miller S. Jawetz, Melnick, &Adelberg’s Medical
Microbiology. 28th ed. New York: McGrawHill Education/Medical; 2019. p.617-
22.
20. Siswanto, Budisetyawati, Ernawati F. Peran Beberapa Zat Gizi dalam Sistem
Imun. Gizi Indon. 2013; 36(1): 57-64.
21. WHO. Advice on the Use of Mask in the Context of COVID-19. 2020.
22
22. Susilo A,dkk. Coronavirus Disease 2019 : Review of Current Literatures. Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia. 2020; 7(1).
23. Infection prevention and control of epidemic and pandemic-prone acute
respiratory diseases in health care. Jenewa: World Health Organization; 2014
(https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10 665/11
2656/9789241507134_eng.pdf, diakses 17 Januari 2020).
24. Aiello AE, Coulborn RM, Perez V, et al. A randomized intervention trial of mask
use and hand hygiene to reduce seasonal influenza-like illness and influenza
infections among young adults in a university setting. International Journal of
Infectious Diseases 2010;14:E320-E20. doi: 10.1016/j.ijid.2010.02.2201
25. Silva RS, et al. Coronavirus Covid-19 Impact to dentistry and potential salivary
diagnosis. Clin Oral Invest. 2020; 24: 1619-162.
26. Khurshid Z, et al. Human Saliva: Non-Invasive Fluid For Detecting Novel
Coronavirus (2019-nCoV). Int J. Environ. Res Public Health. 2020; 17: 1-4.
27. Spagnuolo G, et al. Covid-19 Outbreak: An Overview on Dentistry. Int J. Environ.
Res Public Health. 2020; 17: 1-3.
28. Meng L, Hua F, Bian Z. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): Emerging and
Future Challenges for Dental and Oral Medicine. Journal of Dental
Research.2020; 14(1):1-7.
29. Meng L, Hua F, Bian Z. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): Emerging and
Future Challenges for Dental and Oral Medicine. Journal of Dental Research.
2020; 14(1):1-7
30. Alharbi A, Alharbi S, Alqaidi S. Guidelines for dental care provision during the
COVID-19 pandemic. The Saudi Dental Journal. 2020; 1(2): 10-16
31. Rational use of personal protective equipment for coronavirus disease (COVID-
19) https://www.who.int/emergencies/diseases/n ovel-coronavirus-
2019/technicalguidance/infection-prevention-and-control
23