Anda di halaman 1dari 50

JOURNAL READING

KONTROL INFEKSI COVID-19 DALAM PRAKTIK DOKTER GIGI

Disusun oleh :

Renata Selomi Tania 201816134

Revana Anjani Yunus 201816135

Riezchita 201816136

Riska Widiastuti 201816137

Rizkya Ramadhini 201816139

Ruth Chantika 201816140

Pembimbing:

drg. Annisa Septalita, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)

JAKARTA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

Coronavirus Diseases 2019 (COVID-19) adalah virus yang menyerang sistem

pernapasan yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2

(SARSCoV-2).1 Penularan virus ini dapat melalui penularan langsung (batuk, bersin, dan droplet

inhalasi), transmisi kontak (kontak dengan mukosa mulut, hidung dan membran mata) dan

fomites (benda mati yang terkontaminasi dengan atau terkena patogen infeksius).2 Tanda dan

gejala umum adanya infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan pernapasan akut seperti

demam, batuk dan sesak napas.3 Pada kasus COVID-19 yang berat dapat menyebabkan

pneumonia, sindrom pernapasan akut bahkan gagal ginjal.3 Pada Januari tahun 2020, World

Health Organization (WHO) mengumumkan bahwa wabah ini merupakan masalah kesehatan

internasional yang darurat.4 Pada bulan Maret tahun 2020 WHO menyatakan COVID-19

merupakan sebagai wabah pandemik, sampai dengan April 2020 telah menginfeksi 2.725.920

orang dan menyebabkan 191.061 kematian.4 Pada 27 Desember 2020 telah dilaporkan kasus

COVID-19 diseluruh dunia sebanyak 79.231.893 dan kematian sebanyak 1.754.574.5

Pasien yang menderita COVID-19, dapat menyebar virus melalui udara dengan

menyebarkan droplet saat berbicara, batuk atau bersin dan berpotensi menularkan individu dalam

kontak dekat.2 Ciri khas inilah yang diyakini sebagai rute utama penularan COVID-19. 2 Sumber

droplet berasal dari nasofaring atau orofaring, umumnya berhubungan dengan saliva.2 Droplet

dari orang terinfeksi dapat mengontaminasi permukaan objek dan virus sehingga dapat bertahan

dalam beberapa hari.5 Kontak dengan aerosol yang dihasilkan selama prosedur klinis juga

ditetapkan sebagai rute penularan COVID-19.2 Aerosol merupakan partikel yang cukup kecil

untuk bertahan
di udara sebelum menetap atau memasuki saluran pernapasan.2 Pengurangan risiko untuk kontrol

infeksi COVID-19 dapat menggunakan masker wajah medis lebih direkomendasikan

dibandingkan dengan masker kain.6 Mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan hand

sanitizer harus dilakukan setelah menyentuh fasilitas umum, serta sebelum menyentuh mata,

hidung dan mulut.6 Physical/social distancing juga merupakan upaya penting dalam kontrol

infeksi COVID-19.6

Kedokteran gigi adalah bidang kedokteran yang melibatkan jarak sangat dekat dari dokter

gigi dengan rongga mulut pasien.2 Dokter gigi bersentuhan dengan droplet pasien dan juga

menghirup aerosol yang dihasilkan selama prosedur perawatan gigi, sehingga dokter gigi

berisiko lebih besar terkena COVID-19.7 Prosedur dental yang melibatkan penggunaan

ultrasonic, handpiece, three way air/water spray dapat menghasilkan aerosol dan dapat bertahan

di udara dalam waktu yang lama.5 Infeksi yang terjadi pada pasien, perawat dan dokter dalam

lingkungan Rumah Sakit merupakan infeksi nosokomial, dimana dokter dan ahli kesehatan

memiliki tanggung jawab serius dalam mencegah infeksi tersebut, karena itu harus mematuhi

aturan dan protokol yang ketat untuk tujuan tersebut.2 Dokter gigi, perawat dan pegawai perlu

mengetahui kontrol infeksi dan mengikuti protokol yang direkomendasikan dalam praktik dokter

gigi oleh otoritas terkait untuk melindungi diri dan pasien dari infeksi.8 Teledentistry dapat

dilakukan dalam kontrol infeksi untuk mengetahui tanda dan gejala pasien dan menentukan

apakah pasien perlu dilakukan perawatan.8 Membatasi prosedur dalam praktik dokter gigi,

dengan cara melihat kebutuhan perawatan dan mengurangi jumlah janji perawatan juga dapat

dilakukan.9 Menjaga jarak fisik, membatasi kontak interpersonal, mengurangi antrian pasien

dalam ruang tunggu dan teknik mencuci tangan sesuai dengan WHO harus dilakukan dalam

praktik dokter gigi.9 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) level 3 direkomendasikan untuk

digunakan selama melakukan prosedur


dental.9 APD level 3 yang digunakan termasuk masker N95, 2 lapis sarung tangan latex, apron

disposable tahan air, goggles, dan face shields dapat mengurangi/menghilangkan penyebaran

virus atau agen infeksius lainnya dalam praktik dokter gigi.10

Berdasarkan paragraf diatas maka tujuan literatur ini untuk mengetahui kontrol infeksi

COVID-19 dalam praktik dokter gigi sehingga dokter gigi, perawat dan pegawai dapat

menerapkan langkah kontrol infeksi dengan benar dan memastikan tidak ada penularan ke

petugas kesehatan, pasien maupun orang-orang lain yang beradadalam praktik dokter gigi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 COVID-19

2.1.1 Definisi

COVID-19 adalah penyakit menular yang diakibatkan infeksi virus coronavirus jenis

baru. Penyakit ini diketahui muncul pertama kali di Wuhan, China pada Desember 2019. 11

COVID-19 merupakan penyakit pernapasan akut yang menjadi pandemik global dan disebabkan

oleh novel coronavirus atau SAR-Cov-2.11

Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan tidak

bersegmen.12 Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga Coronaviridae.12 Struktur

coronavirus membentuk struktur seperti kubus dengan protein S berlokasi di permukaan virus.12

Protein S atau spike protein merupakan salah satu protein antigen utama virus dan merupakan

struktur utama untuk penulisan gen.12 Protein S ini berperan dalam penempelan dan masuknya

virus kedalam sel host (interaksi protein S dengan reseptornya di sel inang). 12 Coronavirus

bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat di inaktifkan oleh desinfektan

mengandung klorin, pelarut lipid dengan suhu 56°C selama 30 menit, eter, alkohol, asam

perioksiasetat, detergen non-ionik, formalin, oxidizing agent dan kloroform.12

2.1.2 Etiologi

Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang di transmisikan dari hewan ke

manusia.12 Banyak hewan liar yang dapat membawa patogen dan bertindak sebagai vektor untuk

penyakit menular tertentu.12 Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan host yang

biasa ditemukan untuk Coronavirus.12 Coronavirus pada kelelawar merupakan sumber utama

untuk kejadian Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory

Syndrome (MERS).12

2.1.3 Gejala
Masa inkubasi virus ini hingga 6 hari, periode dari timbulnya gejala hingga kematian

berkisar antara 6 hingga 41 hari, tergantung pada usia pasien dan status sistem kekebalan

pasien.13 Pasien berusia di atas 70 tahun berisiko lebih tinggi dibandingkan pasien di bawah 70

tahun.13

Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat. 12 Gejala klinis

utama yang muncul yaitu demam (suhu >38C), batuk dan kesulitan bernapas. Selain itu dapat

disertai dengan sesak memberat, fatigue, mialgia, gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala

saluran napas lain.12 Setengah dari pasien timbul sesak dalam satu minggu. 12 Pada kasus berat

perburukan secara cepat dan progresif, seperti Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS),

syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan perdarahan atau disfungsi sistem

koagulasi dalam beberapa hari.12 Pada beberapa pasien, gejala yang muncul ringan, bahkan tidak

disertai dengan demam.12 Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik, dengan sebagian kecil

dalam kondisi kritis bahkan meninggal.12

Berikut sindrom klinis yang dapat muncul jika terinfeksi :

 Tidak Berkomplikasi

Kondisi ini merupakan kondisi teringan dan gejala yang muncul berupa gejala yang

tidak spesifik.12 Gejala utama tetap muncul seperti demam, batuk, dapat disertai dengan nyeri

tenggorok, kongesti hidung, malaise, sakit kepala, dan nyeri otot.12 Perlu diperhatikan bahwa

pada pasien dengan lanjut usia dan pasien immunocompromise gejala menjadi tidak khas atau

atipikal.12 Selain itu, pada beberapa kasus ditemui tidak disertai dengan demam dan gejala

relatif ringan.12 Pada kondisi ini pasien tidak memiliki gejala komplikasi diantaranya

dehidrasi, sepsis atau napas pendek.12

 Pneumonia Ringan
Gejala utama dapat muncul seperti demam, batuk, dan sesak.12 Namun tidak ada tanda

pneumonia berat.12 Pada anak-anak dengan pneumonia tidak berat ditandai dengan batuk atau

susah bernapas.12

 Pneumonia Berat

Pada pasien dewasa, gejala yang muncul diantaranya demam atau curiga infeksi saluran

napas.12 Tanda yang muncul yaitu takipnea (frekuensi napas: >30x/menit), distress

pernapasan berat atau saturasi oksigen pasien <90% udara luar.12

2.1.4 Diagnosis

a. Pasien Dalam Pengawasan atau Kasus Suspek/Possible12

1. Seseorang yang mengalami :

- Demam (≥38C) atau riwayat demam.

- Batuk atau pilek atau nyeri tenggorokan.

- Pneumonia ringan sampai berat berdasarkan klinis dan gambaran radiologis.

2. Pasien infeksi pernapasan akut dengan tingkat keparahan ringan sampai berat dan salah

satu berikut dalam 14 hari sebelum onset gejala :

- Kontak erat dengan pasien kasus terkonfirmasi atau probable COVID-19.

- Riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan sudah teridentifikasi).

- Bekerja atau mengunjungi fasilitas layanan kesehatan dengan kasus terkonfirmasi atau

probable infeksi COVID-19.

- Memiliki riwayat perjalanan ke luar kota atau luar negeri dan mengalami demam atau

riwayat demam.

b. Orang Dalam Pemantauan12


Seseorang yang mengalami gejala demam atau riwayat demam tanpa pneumonia yang

memiliki riwayat perjalanan ke wilayah/negara yang terjangkit dan tidak memiliki satu atau

lebih riwayat paparan diantaranya :

- Riwayat kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19.

- Bekerja atau mengunjungi fasilitas kesehatan yang berhubungan dengan pasien konfirmasi

COVID-19 di wilayah/negara yang terjangkit.

- Memiliki riwayat kontak dengan hewan penular (jika hewan penular sudah teridentifikasi).

c. Kasus Probable12

Pasien dalam pengawasan yang diperiksakan untuk COVID-19 tetapi inkonklusif atau

tidak dapat disimpulkan atau seseorang dengan hasil konfirmasi positif coronavirus.

d. Kasus Terkonfirmasi12

Seseorang yang secara laboratorium terkonfirmasi COVID-19.

2.1.5 Perawatan

Saat ini belum tersedia rekomendasi perawatan khusus pasien COVID-19, termasuk

antivirus atau vaksin.14 Perawatan yang dapat dilakukan adalah terapi simptomatik dan oksigen.

Pada pasien gagal napas dapat dilakukan ventilasi mekanik.14

a. Terapi Etiologi/Definitif

Biarpun belum ada obat yang terbukti meyakinkan efektif melalui uji klinis, China telah

membuat rekomendasi obat untuk penangan COVID-19 dan pemberian tidak lebih dari 10

hari.14 National Health Commission (NHC) China telah meneliti beberapa obat yang berpotensi

mengatasi infeksi SARS-CoV-2, antara lain interferon alfa (IFN-α), lopinavir/ritonavir

(LPV/r), ribavirin (RBV), klorokuin fosfat (CLQ /CQ), remdesvir dan umifenovir (arbidol).14

Selain itu, juga terdapat beberapa obat antivirus lainnya yang sedang dalam uji coba di tempat

lain.14

b. Manajemen Simtomatik dan Suportif


1. Oksigen14

Pastikan patensi jalan napas sebelum memberikan oksigen. Indikasi oksigen adalah

distress pernapasan atau syok dengan desaturase, target kadar saturasi oksigen >94%. Oksigen

dimulai dari 5 liter per menit dan dapat ditingkatkan secara perlahan sampai mencapai target.

Pada kondisi kritis, boleh langsung digunakan nonrebreathing mask.

2. Antibiotik14

Pemberian antibiotik hanya dibenarkan pada pasien yang dicurigai infeksi bakteri dan

bersifat sedini mungkin. Pada kondisi sepsis, antibiotik harus diberikan dalam waktu 1 jam.

Antibiotik yang dipilih adalah antibiotik empirik berdasarkan dengan profil mikroba lokal.

3. Kortikosteroid14

Penderita SARS yang diberikan kortiksteroid, di antaranya termasuk kategori kritis.

Kortikosteroid menurunkan mortalitas dan waktu perawatan pada SARS kritis. Dosis yang

diberikan adalah dosis rendah-sedang (≤0.5-1 mg/kgBB metilprednisolon atau ekuivalen)

selama kurang dari tujuh hari.

4. Vitamin C14

Vitamin C diketahui memiliki fungsi fisiologis pleiotropik yang luas. Kadar vitamin C

suboptimal umum ditemukan pada pasien kritis yang berkorelasi dengan gagal organ dan

luaran buruk. Penurunan kadar vitamin C disebabkan oleh sitokin inflamasi yang mendeplesi

absorbsi vitamin C. Kondisi ini diperburuk dengan peningkatan konsumsi vitamin C pada sel

somatik. Oleh karena itu, dipikirkan pemberian dosis tinggi vitamin C untuk mengatasi

sekuens dari kadar yang suboptimal pada pasien kritis.

5. Ibuprofen dan Tiazolidindion14

Muncul kontroversi akibat artikel yang menuliskan ibuprofen dan golongan

tiazolidindion dapat meningkatkan ekspresi ACE2 sehingga dikhawatirkan akan terjadi infeksi

yang lebih berat. Pernyataan ini dibuat tanpa sitasi bukti yang sahih sehingga saat ini tidak ada

rekomendasi untuk melarang penggunaan kedua obat ini.


6. Profilaksis Tromboemboli Vena14

Profilaksis menggunakan antikoagulan low molecular-weight heparin (LMWH)

subkutan dua kali sehari lebih dipilih dibandingkan heparin. Bila ada kontraindikasi, WHO

menyarankan profilaksis mekanik, misalnya dengan compression stocking.

7. Plasma Konvalesen14

Plasma dari pasien yang telah sembuh COVID-19 diduga memiliki efek terapeutik

karena memiliki antibodi terhadap SARS-CoV-2. Plasma konvalesen telah disetujui FDA

untuk terapi COVID-19 yang kritis. Pendonor plasma harus sudah bebas gejala selama 14 hari,

negatif pada tes deteksi SARS-CoV-2 dan tidak ada kontraindikasi donor darah.

8. Imunoterapi14

Wang C, dkk melakukan identifikasi antibodi yang berpotensial sebagai vaksin dan

antibodi monoklonal. Mereka menggunakan ELISA untuk menemukan antibodi yang sesuai,

sampel berasal dari tikus percobaan. Hasil akhir menemukan bahwa antibodi 47D11 memiliki

potensi untuk menetralisir SARS-CoV-2 dengan berikatan pada protein S. Penelitian

selanjutnya diperlukan untuk mempelajari perannya dalam COVID-19.

c. Manajemen Pasien COVID-19 yang Kritis

Median waktu onset gejala sampai masuk intensive care unit (ICU) adalah 9 – 10 hari

dengan penyebab utama ARDS.13 Faktor risiko meliputi usia di atas 60 tahun, memiliki

komorbid, umumnya hipertensi, penyakit jantung dan diabetes melitus, dan neonatus.13

Umumnya anak memiliki spektrum penyakit ringan.13 Tatalaksana pasien kritis COVID-19

memiliki prinsip penanganan yang sama dengan ARDS pada umumnya. 13 Pedoman penangan

meliputi :14

- Terapi cairan konservatif.

- Resusitasi cairan dengan kristaloid.

- Norepinefrin sebagai lini pertama agen vasoaktif pada COVID-19 dengan syok.
- Antibiotik spektrum luas sedini mungkin pada dugaan koinfeksi bakteri sampai

ditemukan bakteri spesifik.

- Pilihan utama obat demam adalah acetaminophen.

- Penggunaan imunoglobulin intravena (IVIg) dan plasma konvalesen COVID-19 telah

dilaporkan, tetapi belum direkomendasikan rutin.

- Mobilisasi pasien setiap 2 jam untuk mencegah ulkus decubitus.

- Berikan nutrisi enteral dalam 24-48 jam pertama.

Pada kondisi pelayanan tidak memadai untuk ventilasi invasif, dapat dipertimbangkan

pemberian oksigen nasal dengan aliran tinggi atau ventilasi noninvasif dengan tetap

mengutamakan kewaspadaan karena risiko dispersi dari aerosol virus lebih tinggi.14

d. Perawatan di Rumah

Pasien dengan infeksi ringan boleh tidak dirawat di rumah sakit, tetapi pasien harus

diajarkan langkah pencegahan transmisi virus.14 Isolasi di rumah dapat dikerjakan sampai

pasien mendapatkan hasil tes virologi negatif dua kali berturut-turut dengan interval

pengambilan sampel minimal 24 jam.14 Bila tidak memungkinkan, maka pasien diisolasi

hingga dua minggu setelah gejala hilang.14

Beberapa pertimbangan indikasi rawat di rumah antara lain: pasien dapat dimonitor atau

ada keluarga yang dapat merawat; tidak ada komorbid seperti jantung, paru, ginjal, atau

gangguan sistem imun; tidak ada faktor yang meningkatkan risiko mengalami komplikasi; atau

fasilitas rawat inap tidak tersedia atau tidak adekuat.14

Selama di rumah, pasien harus ditempatkan di ruangan yang memiliki jendela yang dapat

dibuka dan terpisah dengan ruangan lainnya.14 Anggota keluarga disarankan tinggal di ruangan

yang berbeda.13 Bila tidak memungkinkan, jaga jarak setidaknya satu meter. 14 Penjaga rawat

(caregiver) sebaiknya satu orang saja dan harus dalam keadaan sehat. Pasien tidak boleh

dijenguk selama perawatan rumah.14


Pasien sebaiknya memakai masker bedah dan diganti setiap hari, menerapkan etika

batuk, melakukan cuci tangan dengan langkah yang benar, dan menggunakan tisu sekali pakai

saat batuk/bersin.14 Penjaga rawat menggunakan masker bedah bila berada dalam satu ruangan

dengan pasien dan menggunakan sarung tangan medis bila harus berkontak dengan sekret,

urin, dan feses pasien.14 Pasien harus disediakan alat makan tersendiri yang setiap pakai dicuci

dengan sabun dan air mengalir.14 Lingkungan pasien seperti kamar dan kamar mandi dapat

dibersihkan dengan sabun dan detergen biasa, kemudian dilakukan desinfeksi dengan sodium

hipoklorit 0,1%.14

2.2 Rute Penularan COVID-19

Saat ini, penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi sumber transmisi

utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif.14 Transmisi SARS-CoV-2 dari pasien

simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau bersin.14 Selain itu, telah

diteliti bahwa SARS-CoV-2 dapat viabel pada aerosol (dihasilkan melalui nebulizer) selama

setidaknya 3 jam.14

Beberapa laporan kasus menunjukkan dugaan penularan dari karier asimtomatis, namun

mekanisme pastinya belum diketahui.14 Kasus-kasus terkait transmisi dari karier asimtomatis

umumnya memiliki riwayat kontak erat dengan pasien COVID-19. 14 Beberapa peneliti

melaporan infeksi SARS-CoV-2 pada neonatus.14 Namun, transmisi secara vertikal dari ibu

hamil kepada janin belum terbukti pasti dapat terjadi. 14 Bila memang dapat terjadi, data

menunjukkan peluang transmisi vertikal tergolong kecil. 14 Pemeriksaan virologi cairan

amnion, darah tali pusat, dan air susu ibu pada ibu yang positif COVID-19 ditemukan

negatif.14

SARS-CoV-2 telah terbukti menginfeksi saluran cerna berdasarkan hasil biopsi pada sel

epitel gaster, duodenum, dan rektum.14 Virus dapat terdeteksi di feses, bahkan ada 23% pasien

yang dilaporkan virusnya tetap terdeteksi dalam feses walaupun sudah tak terdeteksi pada
sampel saluran napas.14 Kedua fakta ini menguatkan dugaan kemungkinan transmisi secara

fekal-oral.14

Stabilitas SARS-CoV-2 pada benda mati tidak berbeda jauh dibandingkan SARS-CoV. 14

Eksperimen yang dilakukan van Doremalen, dkk menunjukkan SARS- CoV-2 lebih stabil pada

bahan plastik dan stainless steel (>72 jam) dibandingkan tembaga (4 jam) dan kardus (24

jam).14 Studi lain di Singapura menemukan pencemaran lingkungan yang ekstensif pada kamar

dan toilet pasien COVID-19 dengan gejala ringan.14 Virus dapat dideteksi di gagang pintu,

dudukan toilet, tombol lampu, jendela, lemari, hingga kipas ventilasi, namun tidak pada

sampel udara.14

2.3 Kontrol Infeksi COVID-19

COVID-19 merupakan penyakit yang baru ditemukan oleh karena itu pengetahuan terkait

pencegahannya masih terbatas.14 Kunci pencegahan meliputi pemutusan rantai penularan

dengan isolasi, deteksi dini, dan melakukan proteksi dasar.14

Vaksin14

Salah satu upaya yang sedang dikembangkan adalah pembuatan vaksin guna membuat

imunitas dan mencegah transmisi.

Deteksi Dini dan Isolasi14

Seluruh individu yang memenuhi kriteria suspek atau pernah berkontak dengan pasien

yang positif COVID-19 harus segera berobat ke fasilitas kesehatan. WHO juga sudah membuat

instrumen penilaian risiko bagi petugas kesehatan yang menangani pasien COVID-19 sebagai

panduan rekomendasi tindakan lanjutan. Bagi kelompok risiko tinggi, direkomendasikan

pemberhentian seluruh aktivitas yang berhubungan dengan pasien selama 14 hari, pemeriksaan

infeksi SARS-CoV-2 dan isolasi. Pada kelompok risiko rendah, dihimbau melaksanakan

pemantuan mandiri setiap harinya terhadap suhu dan gejala pernapasan selama 14 hari dan
mencari bantuan jika keluhan memberat. 126 Pada tingkat masyarakat, usaha mitigasi meliputi

pembatasan berpergian dan kumpul massa pada acara besar (social distancing).

Higiene, Cuci Tangan, dan Disinfeksi14

Rekomendasi WHO dalam menghadapi wabah COVID-19 adalah melakukan proteksi

dasar, yang terdiri dari cuci tangan secara rutin dengan alkohol atau sabun dan air, menjaga

jarak dengan seseorang yang memiliki gejala batuk atau bersin, melakukan etika batuk atau

bersin, dan berobat ketika memiliki keluhan yang sesuai kategori suspek. Rekomendasi jarak

yang harus dijaga adalah satu meter. Pasien rawat inap dengan kecurigaan COVID-19 juga

harus diberi jarak minimal satu meter dari pasien lainnya, diberikan masker bedah, diajarkan

etika batuk/bersin, dan diajarkan cuci tangan.

Perilaku cuci tangan harus diterapkan oleh seluruh petugas kesehatan pada lima waktu,

yaitu sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur, setelah terpajan cairan tubuh,

setelah menyentuh pasien dan setelah menyentuh lingkungan pasien. Air sering disebut

sebagai pelarut universal, namun mencuci tangan dengan air saja tidak cukup untuk

menghilangkan coronavirus karena virus tersebut merupakan virus RNA dengan selubung

lipid bilayer. Sabun mampu mengangkat dan mengurai senyawa hidrofobik seperti lemak atau

minyak. Selain menggunakan air dan sabun, etanol 62-71% dapat mengurangi infektivitas

virus. Oleh karena itu, membersihkan tangan dapat dilakukan dengan hand rub berbasis

alkohol atau sabun dan air. Berbasis alkohol lebih dipilih ketika secara kasat mata tangan tidak

kotor sedangkan sabun dipilih ketika tangan tampak kotor.

Hindari menyentuh wajah terutama bagian wajah, hidung atau mulut dengan permukaan

tangan. Ketika tangan terkontaminasi dengan virus, menyentuh wajah dapat menjadi portal

masuk. Terakhir, pastikan menggunakan tisu satu kali pakai ketika bersin atau batuk untuk

menghindari penyebaran droplet.

Alat Pelindung Diri14


SARS-CoV-2 menular terutama melalui droplet. Alat pelindung diri (APD) merupakan

salah satu metode efektif pencegahan penularan selama penggunannya rasional. Komponen

APD terdiri atas sarung tangan, masker, kacamata pelindung atau face shield, dan gaun

nonsteril lengan panjang. Alat pelindung diri akan efektif jika didukung dengan kontrol

administratif dan kontrol lingkungan dan teknik.

Penggunaan APD secara rasional dinilai berdasarkan risiko pajanan dan dinamika

transmisi dari patogen. Pada kondisi berinteraksi dengan pasien tanpa gejala pernapasan, tidak

diperlukan APD. Jika pasien memiliki gejala pernapasan, jaga jarak minimal satu meter dan

pasien dipakaikan masker. Tenaga medis disarankan menggunakan APD lengkap. Alat seperti

stetoskop, thermometer, dan spigmomanometer sebaiknya disediakan khusus untuk satu

pasien. Bila akan digunakan untuk pasien lain, bersihkan dan desinfeksi dengan alcohol 70%.

2.4 Kontrol Infeksi Covid-19 Dalam Perawatan Gigi

Pengaturan perawatan kesehatan gigi dapat menjadi rute penting untuk penularan penyakit

menular yang ditularkan melalui udara atau penyakit menular, baik untuk tim gigi dan pasien. 15

Setiap kali penyakit menular baru muncul, protokol pengendalian infeksi dalam perawatan

kesehatan gigi akan disesuaikan.15

Perlindungan terhadap penyakit menular terkait pekerjaan dapat diterapkan pada tingkat

hierarki yang berbeda.15 Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Amerika

Serikat melakukan penelitian dan membuat rekomendasi untuk mencegah penyakit terkait

pekerjaan.15 Tindakan yang mengintervensi pada tingkat yang lebih dekat dengan sumber virus

umumnya lebih efektif dan memberikan perlindungan lebih daripada tindakan yang lebih dekat

dengan petugas layanan kesehatan.15 Titik awal dari tindakan yang diperlukan ini adalah

bahwa kemungkinan semua pasien mungkin positif SARS-CoV-2, meskipun belum bergejala,

dan SARS-CoV-2 ditularkan saat memberikan perawatan kesehatan gigi, terutama melalui

aerosol.15
Penularan SARS-CoV-2 dapat terjadi melalui kontak langsung, kontak tidak langsung dan

melalui udara (droplet/aerosol).15 Ini dapat terjadi dari pasien ke Dental Health Care Worker

(DHCW) dan sebaliknya, dan timbal balik antara pasien atau DHCW. 15 Skema ini berlaku

untuk individu yang bergejala, dan tanpa gejala.15 Mengontrol paparan risiko pekerjaan

ditujukan saat melindungi DHCW.15 Hierarki yang ditunjukkan digunakan untuk menentukan

pada level mana solusi yang layak dan efektif dapat diterapkan di klinik gigi.15

Eliminasi Reservoir15

Reservoir infeksius dapat dihilangkan dengan mencegah kontak dengan pasien yang

terinfeksi. Pasien yang terinfeksi diasumsikan terlalu sakit untuk mengunjungi klinik gigi atau,

akibat anamnesis, perawatan elektif ditunda. Selama wabah SARS-CoV-2, perawatan

kesehatan gigi terbatas pada penyediaan perawatan darurat di sebagian besar negara.

Pengendalian Teknik: Mengisolasi DHCW Dari Bahaya15

Udara di ruang perawatan setelah prosedur yang menghasilkan aerosol harus dianggap

terkontaminasi. Penyebaran virus ke seluruh klinik gigi harus dihindari, meskipun saat ini

belum diketahui apakah jumlah partikel virus di udara setelah prosedur penghasil aerosol

dalam perawatan kesehatan gigi dapat melebihi dosis infeksi. Oleh karena itu, bekerja di

bawah tekanan udara negatif akan lebih disukai. Udara bersih akan dialirkan dari area yang

kurang terkontaminasi ke ruang perawatan. Aliran pembuangan aktif dari ruang perawatan

yang terkontaminasi mengarah pada pembuangan kemungkinan patogen dari udara.

Kontrol Administratif: Mengubah Cara DHCW Mengatur Pekerjaan Mereka15

Rute di dalam klinik gigi harus diatur sedemikian rupa sehingga DHCW dan pasien dapat

menjaga jarak satu sama lain saat DHCW tidak mengenakan APD. Jarak sosial antar DHCW

juga harus dijaga saat tidak merawat pasien, misalnya saat berganti pakaian atau saat istirahat.

Perlindungan DHCW dengan APD15


Karena saluran pernafasan adalah portal utama masuknya virus, saluran pernafasan harus

dilindungi. Oleh karena itu, rekomendasinya adalah memakai pelindung pernapasan selama

prosedur yang menimbulkan aerol pada pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2 (WHO, 2020).

Membran mukosa mata juga merupakan pintu masuk virus corona. Oleh karena itu,

kacamata atau pelindung wajah harus digunakan selama perawatan. Keunggulan pelindung

wajah adalah melindungi dari cipratan saliva.

Penularan melalui permukaan seperti pakaian dapat dicegah dengan hati-hati (tanpa

sentuhan) atau dengan mengenakan gown lengan panjang anti cipratan di atas pakaian

pelindung standar. Gown ini harus dianggap terkontaminasi setelah perawatan yang

menghasilkan aerosol dan tidak boleh disentuh selama perawatan dan harus segera dibuang

setelah meninggalkan ruang perawatan. Semua kulit dan bagian tubuh lain yang tidak tertutup

saat mengenakan APD harus ditutup dengan hati-hati (memakai topi tahan air) atau

dibersihkan dan / atau didesinfeksi setelahnya (sepatu, rambut). Kulit yang utuh berfungsi

sebagai pelindung yang tepat terhadap virus SARS-CoV-2, tetapi juga dapat berfungsi sebagai

vektor penularan. Oleh karena itu, para DHCW selain tangan juga harus higienis.

2.5 Tindakan Kontrol Infeksi16


Kontrol ruangan sebagai bagian dari kontrol infeksi menyeluruh berupa pembagian zonasi

ruang dalam fasilitas pelayanan kesehatan bidang kedokteran gigi sangat diperlukan pada era new

normal. Pembagian zonasi kuning dan merah. Selain zonasi perlu diperhatikan arah alur

pergerakan pasien dan pergerakan tenaga medis harus teridentifikasi jelas, diatur dengan sign/tanda

khusus yang dapat dipahami dengan baik. Alur pergerakan pasien dari mulai masuk fasilitas

pelayanan kesehatan harus di atur agar selalu menjaga jarak dan kepadatan. Alur pergerakan tenaga

medis baik dokter gigi, dan asisten yang beraktifitas di dalam ruang praktik harus dibuat khusus
dan terdapat jalur ke ruang ganti atau dekontaminasi yang dibuat tidak bertemu dengan petugas

atau ruang tunggu pasien secara langsung. 16

Peralatan yang ada di dalam ruang praktik dokter gigi harus disimpan tertutup tidak boleh

dibiarkan terbuka, usahakan semua tersimpan dalam laci atau lemari. Peralatan dan bahan medis

yang akan dipergunakan dalam tindakan praktik yang dapat dikeluarkan dan dalam keadaan

tertutup, hal ini untuk meminimalisir adanya kontaminasi silang yang mungkin terjadi. Kurangi

kepadatan orang didalam ruang praktik dokter gigi, dengan menggunakan skema four handed maka

maksimal yang berada di dalam ruang praktik dokter gigi adalah 3 orang (dokter gigi, asisten dan

pasien). Ventilasi udara dan manajemen kualitas udara di klinik gigi dapat menjadi pedoman

praktik dokter gigi sebagai berikut: 16

1) Pembagian zonasi kuning yaitu ruang receptionist/front office, ruang tunggu pasien, dan ruang

staf. Zona merah adalah ruang yang dipergunakan untuk praktik (menghasilkan aerosol), dan

dekontaminasi (doffing-melepas APD).

2) Arah alur pergerakan pasien dan pergerakan tenaga medis harus teridentifikasi jelas, diatur

dengan sign/tanda khusus yang dapat dipahami dengan baik. Alur pergerakan pasien dari mulai

masuk fasilitas pelayanan kesehatan harus di atur agar selalu menjaga jarak dan kepadatan. Alur

pergerakan tenaga medis baik dokter gigi, dan asisten yang beraktifitas di dalam ruang praktik

harus dibuat khusus dan terdapat jalur ke ruang ganti atau dekontaminasi yang dibuat tidak bertemu

dengan petugas atau ruang tunggu pasien secara langsung. Pertahankan sirkulasi udara dengan

menggunakan udara alami melalui jendela yang sering dibuka dan gunakan exhaust blower

independen untuk mengekstraksi udara ruangan keluar ruang bertemu udara terbuka sehingga

terjadi dilusi.

3) Hindari penggunaan kipas angin atau AC yang diletakkan di langit-langit atau depan dental

unit/kursi gigi yang arah anginnya mengarah dari pasien ke operator saat melakukan prosedur.
4) Sistem ventilasi yang memberikan pergerakan udara dari arah aliran yang bersih (area kerja atau

area tim tenaga kesehatan gigi) ke yang terkontaminasi (area perawatan pasien klinis) harus

dipasang dan dirawat dengan baik.

5) Pertimbangkan penggunaan iradiasi ultraviolet (UV) pada ruang praktik sebagai tambahan untuk

pembersihan udara yang lebih tinggi.16

2.5.1 Evaluasi dan Triase Pasien16

Triase adalah pemilihan dan klasifikasi pasien untuk menentukan kebutuhan prioritas

Infeksi Saluran Pernafasan Akut Parah (SARI) Severe Acute Respiratory Infection dan dilakukan

dengan memperhatikan prinsip Infeksi yang tepat Pencegahan dan Pengendalian (IPC) Infection

Prevention and Control dan menentukan tempat perawatan yang tepat. Selama pandemi COVID-

19 penilaian dan klasifikasi pasien ditentukan berdasarkan tingkat kegawatdaruratan dan tingkat

virulensi pasien.. (HIPGABI dan document). 16

Pada masa pandemik COVID-19, perlu dilakukan manajemen pasien dan melakukan tindakan-
tindakan yang dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Pasien yang datang ke klinik perlu
dibatasi untuk menghindari penyebaran virus antar pasien (Lai et al., 2020). Pembatasan jumlah
pasien yang datang ke klinik dapat dilakukan dengan cara telescreening dan triage.
Screening pasien melalui telepon atau media komunikasi lainnya perlu dilakukan agar pasien dapat
dikelompokkan. Screening pada pasien ini disarankan oleh beberapa artikel jurnal di antaranya oleh
Ather, Biraj Patel, et al., (2020); Ge et al., (2020); Lai et al., (2020), juga oleh American Dental
Association (2020). Screening jarak jauh atau telescreening dapat berupa kuesioner berisi
pertanyaan yang diajukan kepada pasien, diantaranya pertanyaan mengenai pernah tidaknya
berkontak dengan orang lain yang merupakan suspek COVID-19, pernah melakukan perjalanan ke
daerah dengan angka insiden COVID-19 yang tinggi, atau ada atau tidaknya gejala demam dan
batuk. 17
Tindakan perawatan kedokteran gigi di masa pandemi COVID-19 dapat dikategorikan dalam lima

kategori berdasarkan kondisi kegawatdaruratan yaitu (1) tindakan emergency/darurat yang dapat

mengancam nyawa, (2) tindakan urgent/ membutuhkan perawatan segera yang dapat dilakukan

dengan tindakan invasif minimal dan tanpa tindakan aerosol, (3) tindakan urgent/ membutuhkan

perawatan segera yang membutuhkan tindakan invasif dengan tindakan aerosol, (4) tindakan non

urgent/ tidak membutuhkan perawatan segera dan (5) tindakan elektif. Tindakan emergency

meliputi kasus kasus pada rongga mulut yang dapat menghambat jalan nafas seperti fraktur

maksilofasial, pembengkakan jaringan lunak rongga mulut dan perdarahan rongga mulut yang

tidak terkontrol. 18

Kasus-kasus emergency lainnya antara lain kasus infeksi akut, avulsi atau lepasnya gigi permanen,

dan rasa sakit yang tidak terkontrol. Kasus urgent dengan minimal invasif tanpa aerosol antara lain

infeksi pulpa yang membutuhkan tindakan ekstraksi, menghilangkan rasa sakit akibat gigi fraktur,

dry socket yang dapat di rawat tanpa aerosol, pericoronitis akut, abses periodontal atau gigi, dan

laserasi gingiva akibat alat ortodontik yang dapat ditangani tanpa tindakan aerosol. Kondisi urgent

yang membutuhkan tindakan aerosol meliputi rasa sakit akibat infeksi pulpa gigi, fraktur gigi,
avulsi gigi, serta penyakit gusi dan periodontal akut yang membutuhkan tindakan pengeburan yang

menimbulkan aerosol. Kasus lainnya antara lain tindakan penyesuaian alat prostodontik/ gigi palsu

yang membutuhkan tindakan yang menghasilkan aerosol.18

Kategori tindakan non-urgent meliputi kondisi-kondisi asimtomatik atau bergejala ringan tanpa

menimbulkan rasa sakit seperti kasus-kasus penyesuaian gigi tiruan lepasan, fraktur gigi tanpa

gejala klinis dan penyakit periodontal kronis. Sedangkan kasus elektif meliputi kontrol periodik,

tindakan estetik kedokteran gigi, penambalan maupun pencabutan gigi tanpa gejala/ asimtomatik,

tindakan pembersihan karang gigi, tindakan pencegahan, maupun tindakan pembuatan gigi tiruan

dan implan gigi. 18 19

2.5.2 Sebelum Perawatan Gigi (kayanya belum lengkap)19


Pengaturan pasien yang perlu diperhatikan antara lain:19
1) Jadwal kedatangan pasien sebaiknya diatur terlebih dahulu agar okupansi ruangan tidak melebihi
50%.
2) Sebelum masuk dalam ruang tunggu, pasien wajib tetap menggunakan masker dan melakukan
cuci tangan menggunakan air sabun atau hand sanitizer yang telah disediakan.
3) Setiap pasien yang masuk, sebaiknya dilakukan pengukuran suhu tubuh baik menggunakan
thermal gun atau kamera pemindai termal.
4) Dalam ruang tunggu pasien, sebaiknya diberi jarak antar pasien minimal 1 meter guna mencegah
kemungkinan terjadinya penyebaran infeksi Covid-19.
) Untuk anak-anak, sebaiknya tidak disediakan tempat bermain. Jika ada tempat bermain atau
mainan atau bacaan komik, tindakan disinfeksi sebaiknya perlu dilakukan secara berkala setelah
berkontak dengan anak-anak.
6) Klinik dan ruang tunggu, sofa, pintu, jendela dan barang lainnya yang mungkin disentuh oleh
pasien, dapat dilakukan disinfeksi berkala setiap
7) Toilet dan wastafel yang digunakan oleh pasien juga perlu diperhatikan agar didisinfeksi secara
berkala.19
2..5.2.1 Manajemen Pasien
Manajemen pasien untuk mencegah maupun meminimalisir risiko penyebaran Covid-19

dengan melakukan screening pasien di awal dan mengevaluasi kondisi yang berhubungan dengan

Covid-19. Komunikasi pada pasien saat pandemik Covid-19 ini disarankan dengan melakukan
komunikasi telebih dahulu via telepon mengenai keluhan gigi dan mulutnya yang dikenal dengan

teledentistry.19

screening pasien di awal perlu dilakukan, screening merupakan proses penapisan pasien

dimana seorang individu dievaluasi dan disaring menggunakan kriteria gejala dan riwayat

epidemiologis. Pemeriksaan awal di tempat praktik dengan Termal gun atau kamera pemindai

termal (thermal scanner camera) dapat mendukung dalam mendeteksi awal Covid-19 pada pasien

yang memiliki gejala demam. Pasien juga mengisi penilaian cepat (quick assessment covid-19)

yang berisi pertanyaan sederhana mengenai gejala klinis serta riwayat epidemiologis.20

Tempat praktik dokter gigi sebaiknya diberikan signage (tanda khusus) yang dapat dipahami

dengan baik untuk menjaga jarak antar pasien. Signage yang diperlukan adalah23

1. Signage agar pasien menggunakan masker dan mencuci tangan menggunakan air sabun

yang tersedia di wastafel atau hand sanitizer yang telah disediakan sebelum pasien duduk di

ruang tunggu.

2. Signage agar pasien mendaftar terlebih dahulu.

3. Signage untuk melakukan social distancing pada tempat duduk agar pasien dapat menjaga

jarak minimal 1 m antar pasien.

4. Signage etika batuk, cara melakukan hidup sehat.

5. Signage tidak membawa pengantar dalam jumlah banyak


Gambar 1. Cara Menggunakan Masker
Gambar 2. Etika batuk dan bersin

2.5.2.2 Kebersihan Tangan


Penularan Covid-19 dapat dilakukan pencegahan dengan mencuci tangan untuk mengurangi risiko

masuknya virus ke dalam tubuh.21

a. Mencuci tangan menggunakan sabun

Mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir merupakan cara yang paling benar

untuk melindungi dari penyakit menular termasuk Covid-19. Mencuci tangan menggunakan

sabun selama minimal 40-60 detik dengan mengikuti semua langkah yang dianjurkan

terbukti efektif mematikan kuman penyakit.21


b. Mencuci tangan menggunakan cairan pembersih tangan

Mencuci tangan menggunakan cairan pembersih tangan dapat dilakukan dalam situasi

tertentu dimana sabun dan air bersih tidak tersedia. Cairan pembersih tangan juga dapat

mengurangi jumlah kuman tertentu di kulit yang hendaknya mengandung berbasis alkohol

dengan kadar minimal 60%.21


- Oleskan cairan pembersih tangan ke salah satu telapak. Bacalah produk yang digunakan

untuk mengetahui jumlah yang mesti digunakan sekali pakai.21

- Gosokkan cairan ke seluruh telapak tangan, punggung tangan, dan jari sampai cairan

pada tangan anda mongering. Lakukan tahap ini selama sekitar 20 detik.21

c. 5 Moment Mencuci Tangan


Peraturan Menteri Kesehatan RI No.11 Tahun 2017 Pasal 5 ayat (5) tentang

keselamatan pasien menyatakan salah satu sasaran keselamatan pasien adalah mengurangi

risiko infeksi akibat perawatan kesehatan22 Salah satu kewaspadaan standar yang harus

dilakukan adalah melaksanakan kebersihan tangan.

Tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk melindungi diri dari kuman

harus memastikan tangannya bersih, bila tidak terlihat kotor untuk semetara wktu dapat

membersihkan tangan dengan cairan berbasis alkohol.21

Pelaksanaaan 5 moment mencuci tangan yang diindikasi kebersihan tangan dalam

panduan cuci tangan yang ditetapkan oleh WHO :22

1. Sebelum kontak dengan Pasien

2. Sebelum tindakan aseptic

3. Sesudah kontak darah dan cairan tubuh pasien


4. Sesudah kontak dengan pasien

5. Sesudah kontak dengan lingkungan pasien

2.5.2.3 Ruang Praktik


Pandemic Covid-19 mengharuskan adanya perubahan kebiasaan dan tatanan dalam praktik

kedokteran gigi. Kurangnya jumlah kepadatan di dalam ruang praktik dokter gigi dengan

menggunakan skema four handed maka maksimal yang berada dalam ruang praktik dokter gigi

adalah 3 orang (dokter gigi, asisten dan pasien). 23 Perubahan di tempat praktik untuk meminimalisir

adanya kontaminasi silang yang mungkin terjadi, maka dokter gigi harus memperhatikan sebagai

berikut:

1. Hindari penggunaan kipas angin atau AC yang diletakkan di langit-langit atau depan dental

unit/kursi gigi yang arah anginnya mengarah dari pasien ke operator saat melakukan

prosedur.23

2. Pengaturan aliran udara di ruang praktik dokter gigi perlu diperhatikan. Idealnya alur

pelayanan satu arah dari bersih ke kotor. Terdapat 3 metode yang dapat digunakan untuk

ventilasi bangunan diantaranya alami, mekanis, dan ventilasi hybrid.23


3. Penggunaan system pembersih udara portable dalam ruangan yang dilengkapi dengan filter

HEPA (High Efficiency Particulate Air), HVE (High volume evacuator) dan sinar UV

(Ultra violet ).23

4. Pemasangan penghalang kaca, plastik atau fiber pada meja bagian penerima tamu

(receptionist/front office). Pastikan ketersediaan masker dan hand sanitizer yang cukup, tisu

kertas di meja pendaftaran serta tempat sampah infeksius.23

Gambar no . Separator Wall (dinding penghalang) yang terpasang di meja praktik dokter gigi
2.5.2.4 Ruang Tunggu
Penerapan jaga jarak (physical distancing) pada ruang tunggu, pengunjung diatur sesuai dengan

kapasitas ruang tungu dapat dilakukan dengan:24

1. pengaturan tata letak dan jarak kursi tungu di klinik minimal 1 meter atau memberikan

tanda pada kursi yang boleh diduduki atau tidak

2. pasien datang ke klinik setelah mendapatkan nomor antrian sesuai jadwal perjanjian

3. pasien yang mandiri masuk ke klinik sendiri dan pengantar menunggu diluar.

2.5.2.4 Desinfeksi
Sterilisasi menggambarkan suatu proses menghancurkan atau meng hilangkan semua
bentuk kehidupan mikroorganisme yang dilakukan pada fasilitas kesehatan. Sterilisasi dapat
dilakukan secara fisik atau kimiawi, steam under pressure (penguapan di bawah tekanan), panas
kering, gas EtO (etilen dioksida), gas hidrogen peroksida, dan bahan kimia cair yang merupakan
agen sterilisasi utama yang sering digunakan. Disinfeksi menggambarkan suatu proses yang
menghilangkan banyak atau semua mikroorganisme patogen, kecuali spora bakteri pada benda
mati. Dalam pengaturan layanan kesehatan, objek biasanya didisinfeksi dengan cairan kimia atau
pasteurisasi basah. Bahan yang digunakan sebagai bahan disinfeksi disebut disinfektan. 25
Disinfektan tingkat rendah dapat membunuh sebagian besar bakteri vegetatif, beberapa jamur, dan
beberapa virus dalam periode waktu yang singkat (kurang dari 10 menit). Disinfektan tingkat
menengah dapat membunuh mikroorganisme, bakteri vegetatif, sebagian besar virus, dan sebagian
besar jamur, tetapi tidak membunuh spora bakteri. Disinfektan tingkat tinggi adalah disinfektan
yang pada konsentrasi yang sama tetapi dengan periode paparan yang lebih pendek (contoh, 20
menit untuk 2% glutaraldehyde), akan membunuh semua mikroorganisme kecuali sejumlah besar
spora bakteri. Jika ingin membunuh spora, maka diperlukan paparan waktu yang lebih lama 3-12
jam. 25
Germisida adalah agen yang dapat membunuh mikroorganisme, terutama mikroorganisme patogen.
Istilah germisida meliputi antiseptik dan disinfektan. Antiseptik adalah germisida yang dapat
dipakai ke jaringan hidup atau kulit. Secara umum, antiseptik hanya digunakan pada kulit dan
bukan untuk disinfeksi permukaan. Disinfektan adalah antimikroba yang diterapkan hanya pada
benda mati dan disinfektan tidak digunakan untuk antisepsis kulit karena dapat melukai kulit dan
jaringan lain. Berdasarkan The CDC Guideline for Handwashing and Hospital Environmental
Control; Guidelines for the Prevention of Transmission of Human Immunodeficiency Virus (HIV)
and Hepatitis B Virus (HBV) to Health-Care and Public-Safety Workers; Guideline for
Environmental Infection Control in Health- Care Facilities dikenal beberapa terminologi untuk
menunjukkan klasifikasi disinfeksi berdasarkan barang yang akan di sterilkan, sebagai Critical
item, Semicritical item dan Non critical item.24
Berdasarkan The CDC Guideline for Handwashing and Hospital Environmental Control;
Guidelines for the Prevention of Transmission of Human Immunodeficiency Virus (HIV) and
Hepatitis B Virus (HBV) to Health-Care and Public-Safety Workers; Guideline for Environmental
Infection Control in Health- Care Facilities dikenal beberapa terminologi untuk menunjukkan
klasifikasi disinfeksi berdasarkan barang yang akan di sterilkan, sebagai Critical item, Semicritical
item dan Non critical item.24
Disinfeksi alat kedokteran gigi: 17
1. Kategori critical item: instrumen bedah, implan, dan probe ultrasonik (skeler, handpiece, bur,
probe, alat diagnostik dental): uap panas, alkohol, glutaraldehyde 􀑈2,4􀐹, glutaraldehyde 0,95%
dengan fenol/phenate 1,64%, stabilized hidrogen peroksida (H2O2) 7,5%, hidrogen peroksida
(H2O2) 7,35% dengan asam perasetat 0,23%, dan asam perasetat 0,08% dengan hidrogen
peroksida (H2O2) 1,0%.
2. Kategori semi critical item: alat anestesi : glutaraldehyde, hidrogen peroksida, dan asam
perasetat.
3. Kategori non critical item: manset pengukur tekanan darah, kruk dan komputer: detergen dengan
air atau alcohol
Metode disinfeksi 21
1. Alat kedokteran gigi yang sudah dipakai: air dan detergen atau sodium hipoklorit 5% dengan
perbandingan 1:100 (konsentrasi final sebesar 0.05%) selama 1 menit. Untuk barang dengan
permukaan yang kecil, dapat dibersihkan menggunakan etanol 70% atau detergen dan air selama
10 menit.
2. Handpiece tahan panas: autoklaf, uap kimia, panas kering. Handpiece tidak tahan panas: alkohol
70% atau hidrogen peroksida 1%.
3. Cetakan gigi atau rahang: sodium hipoklorit 2,5%. Protesa yang sedang progress atau reparasi
GT: povidon iodin 1%, atau hidrogen peroksida 1%, atau klorin dioksida 2,5%.
4. Baju: jika dipakai ulang: air dan detergen (direndam 30 menit).
5. Masker N95 : UV-C 1 menit, uap panas 70C 10 menit, dipapar sinar matahari 30 menit.
6. Kacamata/face shield: kain lap yang dibasahi alkohol 70%.
7. Sepatu boot: kain lap yang dibasahi alkohol 70%.
8. Dental unit, sofa, pintu, handle pintu, meja dan lainnya: kain lap dengan alkohol 70%.
9. Lantai ruang praktik dan lainnya: benzalkonium klorida 2% (karbol).
10. Ruangan: UV-C, ozon mist (ozone nanobubble water).
2.5.3 Persiapan Perawatan Gigi (belum)
2.5.3.1 Persiapan Pasien26
Skrining dilakukan sebelum pasien masuk kedalam klinik atau ruang praktik dokter gigi perlu

dilakukan. Termal gun atau kamera pemindai termal (thermal scanner camera) dapat pendukung

dalam mendeteksi awal Covid-19 pada pasien yang memiliki gejala demam. Tempat praktik dokter

gigi sebaiknya diberikan signage (tanda khusus) yang dapat dipahami dengan baik untuk menjaga

jarak antar pasien. Signage yang diperlukan adalah26

1. Signage agar pasien menggunakan masker dan mencuci tangan menggunakan air sabun

yang tersedia di wastafel atau hand sanitizer yang telah disediakan sebelum pasien duduk di

ruang tunggu.

2. Signage agar pasien mendaftar terlebih dahulu dan diukur suhu tubuhnya.

3. Signage tempat duduk agar pasien dapat menjaga jarak minimal 1 m antar pasien.

2.5.3.2 Persiapan Operator 18


Pada masa pandemi COVID-19 seperti saat ini, menggunakan alat pelindung diri (APD)
dan prosedur yang konvensional saja tidak cukup dalam mencegah penularan dan penyebaran.
Untuk itu dokter gigi dan timnya harus memperhatikan APD dan prosedur serta alat apa saja yang
dapat mengurangi resiko penyebaran COVID-19. 18

Alat Pelindung Diri (APD)


California Dental Association (CDC) merekomendasikan penggunaan APD level 3 yang
terdiri dari masker N95/KN95, face shield, gown, sarung tangan, penutup kepala, dan penutup
sepatu, jika dokter gigi akan melakukan tindakan yang akan menimbulkan aerosol. (Back to Office,
Preparing Your Practice, 2020) Menurut Peng dkk. terdapat 3 level alat pelindung diri yang dapat
digunakan pada praktik kedokteran gigi. Level pertama, yaitu proteksi standar untuk staf klinik
menggunakan penutup kepala sekali pakai, masker bedah sekali pakai, jas putih, goggle atau face
shield, dan sarung tangan lateks atau nitrile sekali pakai. Level 2, yaitu untuk proteksi dokter
menggunakan alat pelindung diri seperti pada level 1 ditambah dengan jubah/pakaian bedah sekali
pakai. Sedangkan level 3 digunakan untuk melakukan tindakan pada pasien dengan suspek atau
terkonfirmasi COVID-19. APD level 3 yang digunakan yaitu penggunaan pakaian proteksi
(hazmat). Jika hazmat tidak tersedia, maka dapat menggunakan jas putih dengan dilapisi gown atau
jubah sekali pakai, serta ditambah dengan goggle atau face shield, sarung tangan lateks sekali pakai
dan penutup sepatu.18
Berkumur dengan Obat Kumur Antiseptik
Pada umumnya dokter gigi meminta pasien berkumur sebelum dilakukan tindakan
perawatan gigi. Namun penggunaan Clorhexidine sebagai obat kumur, tidak efektif membunuh
SARS-CoV-2. Hydrogen peroxide 1% atau povidone 0.2% direkomendasikan untuk mengurangi
mikroba yang terdapat pada saliva, termasuk SARS-CoV-2. Namun demikian karena tingginya
kandungan virus dalam saliva, obat kumur hanya mampu mengurangi namun tidak dapat
menghilangkan virus.19
Rubber Dam dan High Volume Evacuator
Pada perawatan gigi, sulit untuk menghindari terbentuknya aerosol. Oleh sebab itu selain
menggunakan obat kumur untuk mengurangi kandungan virus di saliva, maka dokter gigi dan tim
dapat juga menggunakan rubber dam dan high volume evacuator untuk mengurangi kontaminasi
aerosol. 19
Penggunaan rubber dam pada tindakan konservasi gigi dapat mengurangi kontaminasi terhadap
saliva dan darah. Penggunaan rubber dam dapat mengurangi partikel airborne sampai dengan
98,8% Namun penggunaan rubber dam sangat terbatas, tidak dapat digunakan pada tindakan
restorasi sub gingival, preparasi tahap akhir pembuatan crown, dan pada perawatan periodontal
seperti root planing, bedah periodontal, atau scalling menggunakan ultrasonic scaller. 19
Pengurangan kontaminasi mikroorganisme dari aerosol yang dihasilkan pada saat menggunakan
high speed handpiece, air syringe, dan ultrasonic scaler dapat dilakukan dengan menggunakan
high volume evacuator (HVE). HVE adalah suction yang dapat menghisap udara sampai dengan
2,83 m3 per menit. Dengan menggunakan HPE, aerosol dapat terhisap sehingga kontaminasi dapat
berkurang sampai 90%. Tetapi ketika menggunakan HPE ini dokter harus dibantu oleh asisten atau
perawat gigi.20

2.5.3.3 Alat Pelindung Diri24


Personal protective equipment (PPE) atau yang dikenal sebagai alat pelindung diri (APD)

merupakan alat yang digunakan oleh tenaga kesehatan setiap hari untuk melindungi diri mereka sendiri,

pasien dan orang lain saat melakukan tindakan medis. APD ini dapat melindungi tenaga kesehatan dari

segala potensi mikroorganisme atau bahan toksik yang digunakan dalam bidang kedokteran maupun

kedokteran gigi.24

Jenis APD tergantung dari tupoksi (tugas pokok dan fungsi) masing-masing tenaga kesehatan

yang terlibat dalam praktik dokter gigi. Berdasarkan CDC, tidak ditentukan level APD tersebut, tetapi
level ini dibuat untuk memudahkan tenaga kesehatan mengkategorikan APD apa yang akan dipakai

berdasarkan tupoksi tersebut. Daftar tupoksi dapat dilihat pada tabel. 24

Tabel 4. Level APD berdasarkan tupoksi dalam ruang praktik dokter gigi.

Operator Minimal Level APD


Asisten dalam ruang tunggu 1
Petugas kebersihan 2
Asisten dalam ruang dental unit 3
Dokter gigi 3
2.5.3.1 Donning dan Doffing APD
Donning APD adalah teknik memasang atau menggunakan APD. Tahapan teknik pemasangan

APD, dapat meminimalkan atau bahkan mencegah penularan semua jenis mikroorganisme.

Sebaiknya dokter gigi memasang poster teknik pemasangan ini di ruang APD untuk memudahkan
pemasangan yang akurat. Doffing APD adalah teknik melepaskan APD. Tahapan teknik

melepaskan APD sangat penting dipahami oleh tenaga kesehatan karena saat melepaskan APD,

sangat berisiko tertular dari mikroorganisme yang menempel di APD tersebut. 23 26

Tahapan pemasangan APD26

1) Baju > Pasang baju dan celana surgical scrub.

2) Lakukan cuci tangan menggunakan hand sanitizer berbahan dasar alkohol 70%.

3) Head cover
􀍻 Pasangkan head cover disposible hingga menutupi seluruh rambut sisi depan dan belakang. Bagi

yang berambut panjang, ikat rambut sehingga dapat tertutup dalam head cover.

4) Masker atau respirator

a. Masker N95/setara

􀍻 Gunakan cup masker terlebih dahulu dan sangkutkan tali masker ke kepala.

􀍻 Posisikan masker agar menutupi bagian atas hidung, mulut dan bawah dagu.

􀍻 Tekan daerah tepi masker diatas hidung.

􀍻 Cek kembali posisi masker dan tepinya.

b. Surgical mask

􀍻 Posisikan tepi tengah atas masker di notch hidung (tulang hidung diatara kedua mata).

􀍻 Pasangkan tali pengikat ke kepala.

􀍻 Tarik dan pentangkan masker sehingga menutupi bawah dagu.

􀍻 Cek kembali posisi masker dan tepinya.

5) Sarung tangan dalam (sarung tangan pertama)

􀍻 Pasang sarung tangan pertama di bagian dalam. Tepi sarung tangan dalam wajib tertutup oleh

tepi lengan gaun sekali pakai atau baju hazmat.

6) Baju gaun sekali pakai atau baju hazmat, kacamata atau face shield

􀍻 Pasangkan baju hazmat yang menutupi dari leher ke lutut, tangan sampai pundak dan ikat di

belakang.

􀍻 Jika tersedia dalam set baju hazmat, maka gunakan leg cover.

􀍻 Pasang kacamata atau face shield yang disesuaikan dengan ukuran wajah dan kepala.
7) Sarung tangan luar (sarung tangan kedua)

􀍻 Pasang sarung tangan kedua di bagian luar. Tepi sarung tangan luar wajib menutupi tepi luar dari

lengan baju.

8) Baju

􀍻 Jika baju hazmat menyatu dengan penutup kepala (hood), pasangkan hood menutupi kepala.

􀍻 Kencangkan dan kancingkan atau rekatkan velcrow baju hazmat sehingga rapat tertutup.

9) Sepatu tertutup atau boot

􀍻 Sepatu tertutup, ditutupi dengan shoe cover atau leg cover atau menggunakan sepatu boot yang

sesuai dengan ukuran. 601

2.5.4 Minimalisir Produksi Aerosol


Aerosol memiliki termonologi dengan istilah “Bio-Aerosol” atau “droplet Nuclei”. Aerosol

terbentuk oleh partikel padat atau cair,tersebar dan dapat bertahan di udara. Virus yang terdapat

pada partikel aerosol ini dapat bertransmisi melalui batuk, bersin, berbicara bernafas cepat atau saat

perawatan gigi. Praktik dokter gigi termasuk dalam kategori yang berisiko terhadap transmisi virus

Covid-19. Tindakan dalam praktik dokter gigi yang berpotensi menghasilkan aerosol seperti

penggunaan handpiece berkecepatan tinggi atau rendah, ultrasonic scaller, three-ways syringe dan

pemolesan.16

Penggunaan plastic wrap untuk membungkus meja operasi dental unit, gagang lampu,

sandaran kepala,Led curing light dan lain-lain.Menurut Ather, Biraj, Peng et al,. tahun 2020.16

Berkumur dengan menggunakan obat kumur yang mengandung antiseptic. Penggunaan Hydrogen

peroxide 1% atau povidone 0,2% direkomendasikan untuk mengurangi mikroba yang terdapat

dalam saliva termasuk SARS-CoV-2. Dokter gigi akan meminta pasien untuk berkumur sebelum

dilakukan tindakan perawatan gigi.18


Penggunaan rubber dam pada tindakan konservasi gigi dapat mengurangi kontaminasi

terhadap saliva dan darah. Penggunaan rubber dam dapat mengurangi partikel airbone sampai

dengan 98,8% namun, tidak semua tindakan dapat menggunakan rubber dam.18

Pengurangan kontaminasi mikroorganisme dari aerosol yang dihasilkan pada saat

menggunakan high speed handpiece, air syringe dan ultrasonic scaller dapat dilakukan dengan

menggunakan high volume evacuator (HVE). HVE adalah suction yang dapat menghisap udara

sampai dengan 2,83 m3 per menit sehingga aerosol dapat terhisap dan berkurang sampai 90%. 19

2.5.5 Melepas Alat Pelindung Diri


Tahapan pelepasan APD (Tahapan pelepasan APD, wajib mengikuti urutan dan setiap memasuki

urutan selanjutnya, wajib didahului dengan cuci tangan sesuai WHO menggunakan disinfektan)

sebagai berikut: 25

1) Sarung tangan luar (sarung tangan kedua) 25

 PERHATIKAN: sarung tangan luar merupakan barang yang paling terkontaminasi.

 Jika tangan atau kulit (tidak sengaja) berkontak dengan barang paling terkontaminasi,

segera cuci tangan menggunakan hand sanitizer berbahan dasar alkohol 70%.

 Gunakan jari tangan lain untuk melepaskan sarung tangan luar tanpa berkontak dengan

sarung tangan dalam. Lakukan cuci tangan menggunakan hand sanitizer berbahan dasar

alkohol 70%.

2) Sepatu dengan shoe cover atau sepatu boot 25

 PERHATIKAN: shoe cover dan sepatu boot merupakan barang yang juga paling sering

terkontaminasi. 􀍻 Jika tangan atau kulit (tidak sengaja) berkontak dengan barang paling
terkontaminasi, segera cuci tangan menggunakan hand sanitizer berbahan dasar alkohol

70%.

 Shoe cover dibuka dan dimasukkan ke dalam container (wadah) khusus barang

kontaminasi.

 Lepaskan sepatu boot, hati-hati agar tidak terjatuh saat melepas sepatu tersebut.

 Selanjutnya sepatu boot didisinfeksi. Lakukan cuci tangan menggunakan hand sanitizer

berbahan dasar alkohol 70%.

3) Baju gaun sekali pakai/baju hazmat 25

 PERHATIKAN: baju juga merupakan barang yang paling terkontaminasi.

 Jika tangan atau kulit (tidak sengaja) berkontak dengan barang paling ter-kontaminasi,

segera cuci tangan menggunakan hand sanitizer berbahan dasar alkohol 70%.

 Lepaskan tali pengikat/restletting/kancing/velcrow tanpa menyentuh kulit. 􀍻 Lepaskan baju

dari kepala, arah leher, pundak dengan hanya menyentuh bagian dalam baju.

 Gulungkan baju agar sisi dalam baju berada di bagian luar.

 Jika baju akan digunakan kembali, letakkan dalam wadah khusus barang kontaminasi

(berisi air dan detergen) yang digunakan ulang dan kemudian dilakukan disinfeksi.

 Jika baju sekali pakai, masukkan dalam kantong plastik limbah (berwarna kuning).

 Lakukan cuci tangan menggunakan hand sanitizer berbahan dasar alkohol 70%.

4) Kacamata atau face shield

 PERHATIKAN: kacamata atau face shield juga merupakan barang yang paling

terkontaminasi.
 Jika tangan atau kulit (tidak sengaja) berkontak dengan barang paling terkon-taminasi,

segera cuci tangan menggunakan hand sanitizer berbahan dasar alkohol 70%.

 Lepaskan kacamata atau face shield dengan cara memegang tali pengikat di kepala.

 Jika operator menggunakan kacamata baca, setelah melepaskan kacamata baca, jangan lupa

agar dicuci menggunakan air dan detergen.

 Jika kacamata atau face shield akan digunakan kembali, letakkan dalam wadah khusus

barang kontaminasi yang digunakan ulang dan kemudian dilakukan disinfeksi. Jika

kacamata atau face shield hanya dimiliki dalam jumlah terbatas, maka lakukan disinfeksi

sebelum melepaskan baju dan sarung tangan dalam (sarung tangan pertama). Lakukan cuci

tangan menggunakan hand sanitizer berbahan dasar alkohol 70%.

5) Masker 25

 PERHATIKAN: masker juga merupakan barang yang paling terkontaminasi.

 Masker dilepaskan dengan cara memegang tali pengikat dikepala, tanpa menyentuh kulit.

 Jika masker akan digunakan kembali, letakkan dalam wadah khusus barang kontaminasi

yang digunakan ulang dan kemudian dilakukan disinfeksi. Jika masker sekali pakai,

masukkan dalam kantong plastik limbah. Lakukan cuci tangan menggunakan hand sanitizer

berbahan dasar alkohol 70%. 6) Head cover

 Lepaskan head cover tanpa menyentuh rambut dan buang ke kantong plastik limbah.

Lakukan cuci tangan menggunakan hand sanitizer berbahan dasar alkohol 70%.

7) Sarung tangan dalam (sarung tangan pertama)25

 Lepaskan sarung tangan dalam dan buang ke kantong plastik limbah.


Jika tidak tersedia ruangan khusus untuk pelepasan APD, CDC merekomendasikan melepas APD

(doffing) dan sarung tangan di lakukan ruang dental unit. Sedangkan untuk melepas pelindung

wajah/goggle/face shield dan masker dilakukan di luar ruang tindakan pasien. Apabila semua APD

sudah dilepas, maka tenaga kesehatan wajib melakukan kebersihan tangan.25

2.5.6 Desinfeksi Ruang Perawatan


Pada masa pandemi COVID-19, disinfeksi ruang klinik dan ruang publik harus dilakukan lebih

ketat. Pembersihan dan disinfeksi harus dilakukan dengan mengikuti protokol pembersihan dan

disinfeksi yang ada. Instrumen yang dapat dipakai ulang harus dibersihkan, disinfeksi, sterilisasi

dan disimpan sesuai dengan protokol. Semua permukaan peralatan, misalnya kursi, gagang pintu,

komputer, dan permukaan benda lainnya harus didisinfeksi. Untuk permukaan yang tidak mudah
berkarat dapat dilap menggunakan larutan klorin 500mg/L-1000 mg/L. Sedangkan permukaan

benda yang mudah berkarat dapat menggunakan ethanol 75%. Permukaan benda yang frekuensi

kontaknya sangat tinggi.27

seperti wastafel, keran, dan gagang pintu harus didisinfeksi minimal 2 jam sekali. Di Italy,untuk

disinfeksi permukaan benda disarankan menggunakan 0.1% sodium hypochlorite dan 70%

isopropyl alcohol. Lebih lengkap lagi, Peditto dkk., (2020) menyarankan penggunaan 70% ethyl

alcohol, Potassium peroxymonosulphate solution (1/100 dilution), 2.5% sodium hypochlorite, dan

55% hydroalcoholic solution dengan quaternary ammonium propionate, dengan cara diaplikasikan

pada permukaan benda dengan kertas tisu sekali pakai selama 5 menit.26

Bekerja dalam ruangan bertekanan negatif dapat menjadi pilihan. Namun tidak semua klinik dapat

menggunakan ruangan bertekanan negatif, sehingga cukup dengan ventilasi yang memadai (Meng,

Hua and Bian, 2020) atau membuka jendela untuk ventilasi udara selama melakukan tindakan

perawatan gigi. Setelah selesai shift pagi dan shift malam ruangan dapat dilakukan disinfeksi

dengan lampu ultraviolet selama 30-60 menit, kemudian jendela dibuka untuk ventilasi selama

minimal 30 menit. 26 27

Lantai klinik harus sering dibersihkan, dikeringkan, dan didisinfeksi setiap 2 jam. Cairan yang

dianjurkan untuk digunakan adalah larutan klorin 500 mg/L-1000 mg/L. Semua alas lantai seperti

karpet atau keset harus dilepaskan. Setelah selesai shift lantai dipel dengan larutan klorin 1000

mg/L sebelum ruangan didisinfeksi dengan ultraviolet.27


DAFTAR PUSTAKA

1. Santos MBFD, Pires ALC, Sarporiti JM, Kinalski MDA, Marchini L. Impact of COVID-

19 pandemic on oral health procedures provided by the Brazilian public health system:

COVID-19 and oral health in Brazil. Elsevier; 2021; 135-142.

2. Amante LFLS, Afonso JTM, Skrupskelyte G. Dentistry and the COVID-19 outbreak.

Elsevier; 2020; 1-11

3. Rosmita, Setyorini D. Analisa Tren Terkonfirmasi Covid 19 Awal Tahun 2021 di

Indonesia. Jurnal Mitra Manajemen. 2020;4(12): 1599-1606.

4. Hervina, Nasutianto H. Perubahan Managemen Pasien dan Pemilihan Tindakan

Kedokteran Gigi di Masa Pandemi COVID-19. Universitas Mahasaraswati Press; 2020;

170-174.

5. Melo P, Barbosa JM, Jardim L, Carrilho E, Portugal J. COVID-19 Management in

Clinical Dental Care. Part I: Epidemiology, Public Health Implications, and Risk

Assessment. Elsevier Inc. 2021; 1-47.

6. Refialdinata J. Analisis Upaya Pencegahan COVID-19 pada Masyarakat Kampus. Jurnal

Ilmiah Multi Science Kesehatan. 2020;12(2): 58-68.

7. Lee YL, dkk. Dental Care and Infection Control Procedures During the COVID-19

Pandemic: The Experience in Taipei City Hospital, Taiwan. Journal of Dental Sciences.

2020; 15: 369-372.

8. Bhanushali P, dkk. COVID-19: Changing Trends and Its Impact on Future of Dentistry.

International Journal of Dentistry. 2020; 1-6.


9. Hudyono R, Bramantoro T, Benyamin B, Dwiandhono I, Soesilowati P, Hudyono AP,

Irmalia WR, Nor NAM. During and post COVID-19 pandemic: prevention of cross

infection at dental practices in country with tropical climate.Dental Jurnal.

2020;53(2);81- 86.

10. Bizzoca ME, Campisi G, Muzio LL. COVID-19 Pandemic: What Changes for Dentist and

Oral Medicine Experts? A Narrative Review and Novel Approaches to Infection

Containment. Int J Environ Res Public Health. 2020;17(11):1-30.

11. Sari MK. Sosialisasi tentang Pencegahan Covid-19 di Kalangan Siswa Sekolah Dasar di

SD Minggiran 2 Kecamatan Papar Kabupaten Kediri. Jurnal Karya Abadi. 2020; 4(1):

80-83.

12. Yuliana. Corona virus diseases (Covid-19); Sebuah tinjauan literatur. Wellness and

Healthy Magazine. 2020; 2(1): 187-192.

13. Pawinru AS. The Ideal Treatment in Dentistry during Covid-19 Pandemic. Sys Rev

Pharm. 2020; 11(10): 40-44.

14. Susilo A. Coronavirus Disease 2019: Review of Current Literatures. Jurnal Penyakit

Dalam Indonesia. 2020; 7(1): 45-67.

15. Volgenant CMC, Ilon F, Persoon, Rolf AG. Infection control in dental health care during

and after the SARS-CoV-2 outbreak. Oral Diseases. 2020; 00: 1-10.

16. Nasutianto H. PERUBAHAN MANAGEMEN PASIEN DAN PEMILIHAN TINDAKAN

KEDOKTERAN GIGI DI MASA PANDEMI COVID-19. Prosiding Webinar Nasional

Universitas Mahasaraswati 2020. 2020 Dec 1:170-4.

17. Meng, L., Hua, F. and Bian, Z. Coronavirus Disease 2019 ( COVID-19 ): Emerging and

Future Challenges for Dental and Oral Medicine’. Journal of Dental Research. 2020.

99(5). 481–487.

18. Chang, D. et al. Protecting health-care workers from subclinical coronavirus infection.

The Lancet Respiratory Medicine. Lancet Publishing Group. 2020.27:(13). Wijaya AR,
Widanti A, Hartanto. Pelaksanan keselamatan pasien melalui lima momem cuci tangan

sebagai perlindungan hak pasien.

19. Hervina, N Haris. Perubahan Managemen Pasien dan Pemilihan Tindakan Kedokteran

Gigi di Masa Pandemic Covid-19

20. Panduan Teknis Pelayanan Rumah Sakit Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2020

21. Panduan Cuci Tangan Pakai Sabun.Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

22. Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia. Panduan Dokter Gigi dalam Era New
Normal. 2020. 13–57

23. Asosiasi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Indonesia. Pedoman manajemen
tatalaksana praktik Rumah Sakit Gigi dan Mulut di masa dan pasca COVID-19. 2020. 1–
93.

24. CDC. Guidance for Dental Settings, Interim Infection Prevention and Control Guidance
for Dental Settings During the COVID-19 Response, 2020.
https://www.cdc.gov/coronavirus/2019- ncov/hcp/ dental-settings.html

25. Petunjuk teknis pelayanan kesehatan di klinik pada masa adaptasi kebiasaan baru.

26. Liasari I, Lesmana H. Studi literatur: pencegahan penyebaran sars cov2 pada praktik

kedokteran gigi.

27. Ge Z, Yang L, Xia J, Fu X, Zhang Y. Possible aerosol transmission of COVID-19 and


special precautions in dentistry. 2020;21(5):361–8.

Anda mungkin juga menyukai