Anda di halaman 1dari 36

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Makalah ini merupakan hasil diskusi tutorial 1 pada blok 6 ini. Penyusun telah
berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan yang terbaik melalui makalah ini.
Namun, sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, tentu masih banyak
kesalahan yang terdapat dalam makalah ini dan jauh dari kata kesempurnaan.
Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran dari staf pengajar,
teman-teman, dan siapapun yang membaca laporan ini.

Ucapan terima kasih kami ucapkan pada fasilitator tutorial1, Dr.drg.


Munifah Abdat, MARS, yang telah membimbing diskusi dengan sangat baik,
seluruh staf pengajar blok 6, seluruh anggota tutorial 1 yang telah berkontribusi
secara maksimal dalam penyusunan makalah ini, dan pihak-pihak lain yang telah
turut membantu dalam penyusunan makalah ini.

Akhir kata, kami mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat dan digunakan
sebagaimana mestinya.

Banda Aceh, 13 Mei 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. 1


DAFTAR ISI................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 3
1.1.Latar Belakang ......................................................................................... 3
1.2.Rumusan Masalah .................................................................................... 4
1.3.Tujuan Pembelajaran ............................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 7

1. Epidemiologi ............................................................................................ 7
1.1.Definisi ............................................................................................... 7
1.2.Ruang lingkup .................................................................................... 7
1.3.Jenis Studi .......................................................................................... 10
1.4.Design Studi ....................................................................................... 13
1.5.Faktor penyebab (determinasi) .......................................................... 17
2. Screening.................................................................................................. 21
2.1.Definisi ............................................................................................... 21
2.2.Prinsip ................................................................................................ 22
2.3.Validitas ............................................................................................. 22
2.4.Reliabilitas ......................................................................................... 26
3. Pengukuran Jenis Penyakit ...................................................................... 28
3.1.Definisi ............................................................................................... 28
3.2.Jenis Pengukuran ............................................................................... 28
3.3.Prevalensi ........................................................................................... 30
3.4.Insidensi ............................................................................................. 32

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 34

3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 34

3.2. Saran ....................................................................................................... 34

Daftar Pustaka ............................................................................................. 36

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penanggulangan masalah kesehatan dimulai dengan mengidentifikasi
permasalahan yang ada, misalnya tingginya karies gigi pada orang dewasa
maupuan anak - anak pada suatu populasi. Selanjutnya dengan mengukur
beberapa variabel kita akan dapat mengetahui seberapa besar masalah yang
terjadi akan memberi dampak kepada popolasi tersebut.
Dalam upaya pengukuran kejadian penyakit tersebut sering kali kita
dihadapkan pada adannya keterkaitan antara satu variabel dengan variabel
yang lain. Jika dua atau beberapa variabel saling berkaitan untuk terjadinya
suatu penyakit, maka salah satu upaya mendasar yang perlu dilakukan adalah
dengan emutus rantai masalah yang ada.Keilmuan ini dicakup dalam suatu
bidang ilmu yang disebut epidemiologi.
Epidemiologi pada mulanya diartikan sebai ilmu mengenai
epidemic.Hal ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari
penyakit - penyakit menular saja, tetapi dalam perkembangannya
yang selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit - penyakit
non infeksi, sehingga pada saat ini epidemiologi dapat diartikan
sebagai ilmu mengenai penyebaran penyakit pada manusia di dalam
konteks lingkungannya.Mencakup juga ilmu mengenai pola - pola
penyakit serta pencarian determinan - determinan penyakit
tersebut.(Soekidjo, 2003).
Perkembangan mengenai pengertian epidemiologi ini karena
transisi pola penyakit yang t erjadi pada masyarakat, pergeseran pola
hidup, peningkatan pola sosial ekonomi masyarakat dan semakin
luasnya jangkauan kesehatan masyarakat.Pergeseran pola penyakit
dari penyakit - degeneratif seperti penyakit jantung dan pembuluh
darah kardiovaskular, penyakit kanker dan penyakit gangguan jiwa
yang banyak diderita masyarakat saat ini. Sehingga pegertian dari
epidemiologi yang pada mulanya hanyalah menekankan pada
penyakit - penyakit menular ( pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular, kini berkembang mempelajari masalah - masalah

3
kesehatan yang terjadi pada masyarakat atau sekelompok manusia
mengenai frekuensi, distribusi masalah dan faktor - faktor yang
mempengaruhinya. (Nasrul,1998)
Epidemiologi berguna untuk mengkaji dan menjelaskan dampak dari
tindakan pengendalian kesehatan masyarakat, program pencegahan,
intervensi klinis dan pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau mengkaji
dan menjelaskan faktor lain yang berdampak pada status kesehatan
penduduk. Epidemiologi penyakit juga daapt menyertakan deskripsi
keberadaannya di dalam populasi dan faktor – faktor yang mengendalikan
ada atau tidaknya penyakit tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari epidemiologi ?

2. Apa saja ruang lingkup dari epidemiologi ?

3. Apa saja prinsip dasar dari epidemiologi ?

4. Apa saja jenis studi epidemiologi ?

5. Apa saja desain studi epidemiologi ?

6. Apa saja faktor penyebab dari epidemiologi ?

7. Apa definisi dari screening ?

8. Bagaimana prinsip dasar dari screening ?

9. Apa yang dimaksud dengan validitas ?

10. Apa saja syarat terpenuhinya validitas ?

11. Apa yang dimaksud dengan reliabilitas ?

12. Apa saja syarat terpenuhinya reliabilitas ?

13. Apa yang dimaksud dengan pengukuran kejadian penyakit ?

14. Apa saja jenis - jenis dari pengukuran kejadian penyakit ?

15. Apa yang dimaksud prevalensi ?

4
16. Apa yang dimaksud dalam tingkat prevalensi ?

17. Faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat prevalensi ?

18. Apa yang dimaksud insidensi ?

19. Apa yang dimaksud dalam tingkat insidensi ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi dari epidemiologi ?

2. Mengetahui ruang lingkup dari epidemiologi ?

3. Mengetahui prinsip dasar dari epidemiologi ?

4. Mengetahui jenis studi epidemiologi ?

5. Mengetahui desain studi epidemiologi ?

6. Mengetahui faktor penyebab dari epidemiologi ?

7. Mengetahuidefinisi dari screening ?

8. Mengetahui prinsip dasar dari screening ?

9. Mengetahuiyang dimaksud dengan validitas ?

10. Mengetahui syarat terpenuhinya validitas ?

11. Mengetahui yang dimaksud dengan reliabilitas ?

12. Mengetahui syarat terpenuhinya reliabilitas ?

13. Mengetahui yang dimaksud dengan pengukuran kejadian penyakit ?

14. Mengetahui saja jenis - jenis dari pengukuran kejadian penyakit ?

15. Mengetahui yang dimaksud prevalensi ?

16. Mengetahui yang dimaksud dalam tingkat prevalensi ?

17. Mengetahui faktor yang mempengaruhi tingkat prevalensi ?

18. Mengetahuiyang dimaksud insidensi ?

5
19. Mengetahui yang dimaksud dalam tingkat insidensi ?

6
BAB II
PEMBAHASAN

I. Epidemiologi

1.1 Definisi
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang distribusi
penyakit dan determinasinya pada manusia (MacMahon & Pugh, 1970).
Distribusi penyakit dapat dideskripsikan menurut factor orang (usia, jenis
kelamin, ras), tempat (penyebaran geografis), dan waktu. Sedangkan
pengkajian determinan penyakit mencakup penjelasan pola distribusi
penyakit tersebut menurut factor factor penyebab.
Epidemiologi merupakan salah satu metoda penelitian , yang salah satu
cirinya adalah direncanakannya dan dilaksanakan oleh manusia yang
mempunyai sifat ingin tahu (Fox et al,.1970). Epidemiologi adalah studi
tentang distribusi dan faktor faktor yang menentukan keadaan yang
berhubungan dengan kesehatan atau kejadian kejadian pada kelompok
penduduk tertentu.1
Epidemiologi berasal dari kata ‘epi’ (atas), ‘demos’ (rakyat:
penduduk), dan ‘logos’ (ilmu), sehingga epidemiologi dapat diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari tentang hal hal yang terjadi atau menimpa
penduduk. Epidemiologi tidak terbatas hanya mempelajari tentang epidemi
(wabah).
Epidemiologi didefinisikan sebagai ilmu yang memepelajari sifat,
penyebab, pengendalian, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
frekuensidan distribusi penyakit, kecacatan, dan kematian pada populasi
manusia. Ilmu ini meliputi pemberian ciri pada distribusi satus kesehatan,
penyakit, atau masalah kesehatan masyarakat lainnya berdasarkan jenis
kelamin, usia, gas, geografi, agama, pendidikan, pekerjaan, perilaku,
tempat, dan sebagainya.
Robert H. Fletcher ( 1991 ) mendefinisikan epidemiologi adalah disiplin
riset yang membahas tentang distribusi dan determinan penyakit dalam
populasi. Sedangkan Abdel R. Omran (1974) mendefinisikan epidemiologi
sebagai suatu ilmu mengenai terjadinya dan distribusi keadaan kesehatan,

7
penyakit dan perubahan pada penduduk, begitu juga determinannya serta
akibat –akibat yang terjadi pada kelompok penduduk.
1.2 Ruang lingkup1
Ruang lingkup kajian epidemiologi mencakup :
a. Penyakit menular wabah
b. Penyakit menular bukan wabah
c. Penyakit tidak menular
d. Masalah kesehatan lainnya
Secara praktis ruang lingkup epidemiologi lapangan dan komunitas dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu studi mengenai fenomena dan studi
mengenai penduduk, sedangkan ruang lingkup epidemiologi klinik yang
mempelajari mengenai peristiwa klinik serta kaitannya dengan riwayat
alamiah penyakit.

Tabel 1.1. Ruang lingkup epidemiologi lapangan dan komunitas menurut


Omran,1979

Diagram 1.1. ruang lingkup epidemiologi klinik

8
Ruang lingkup epidemiologi yang dipopulerkan sebagai 6E, yaitu

1. Etiologi:
Etiologi adalah mengidentifikasi penyebab penyakit dan masalah
kesehatan. Biasanya berkaitan dengan tenaga kesehatan, pelayanan
kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Contoh : Tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian
bayi (AKB) di suatu wilayah kerja puskesmas. Maka dapat dicari
penyebabnya, misalnya penolongan kelahiran oleh dukun yang tidak
terlatih (non nakes).2
2. Efikasi :
Efek (daya optimal) dari suatu intervensi kesehatan. Intervensi
kesehatan adalah suatu tindakan (campur tangan) dengan
mengharapkan terjadinya kondisi yang lebih baik dibandingkan
sebelum ada tindakan.2
Contoh : pemberian makanan tambahan pada bayi.
3. Efektivitas :
Besarnya hasil dari suatu tindakan pengetahuan/intervensi dan
besarnya perbedaan antara sebelum dan sesudah tindakan. Yang
dimaksudkan perbedaan disini antara lain berbedaan pengetahuan.
Contoh ruang lingkup efektifitas : seorang dokter gigi menemui
sekelompok warga, sebut saja kelompok melati. Kemudian ia
menanyakan kepada kelompok tersebut: ”apakah kalian mengetahui
masalah karies”? ternyata yang menjawab tidak tahu lebih banyak dari
pada yang tahu, kemudian dokter gigi ini melakukan penyuluhan
tentang penyakit periodontitis( termasuk karies). Beberapa hari
kemudian dokter gigi tersebut kembali untuk menanyakan hal yang
sama kepada kelompok melati, dan yang menjawab tahu lebih banyak
dari pada yang tidak tahu. Kesimpulannya bahea dokter gigi tersebut
berhasil meningkatkan pengetahuan kelompok melati.2
4. Efisiensi
Ruang linkup mengacu pada konsep ekonomi, yaitu pengaruh/hasil
yang diperoleh berdasarkan besarnya biaya.

9
Contoh: bila seorang bidan harus melakukan penyuluhan tentang
anemia dan pencegahannya kepada ibu ibu se wilayah kelurahan.
Maka bidan tersebut, tidak melakukan kunjungan dari rumah ke rumah
ibu ibu tersebut melainkan ibu ibu yang menjadi sasaran penyuluhan
dikumpulkan di suatu tempat kemudian dilakukan penyuluhan.2
5. Evaluasi
Yaitu suatu penilaian secara menyeluruh suatu keberhasilan dalam
program ataupun pengobatan.
Contoh: evaluasi dan penilaian suatu keberhasilan dapat dilakukan
dengan membandingkan sebelum dan sesudah pelaksanaan program
atau pengobatan. Jika suatu penyuluhan dapat dilakukan uji petik
sebelum dan sesudah penyuluhan.2
6. Edukasi
Evaluasi merupakan intervensi berupa peningkatan pengetahuan
tentang kesehatan masyarakat sebagai bagian dari pencegahan
penyakit.
Contoh: dilakukan pelatihan dan keterampilan bagaimana caranya
melakukan pertolongan pertama pada kasus diare.2

1.3 Jenis studi


1.3.1 epidemiologi observasional
Pada jenis studi ini, peneliti tidak melakukan atau tidak
memberikan perlakuan kepada subjek penelitian.1 Penelitian
observasional memungkinkan alam atau keadaan untuk ikut
berperan serta di dalamnya; dengan demikian peneliti hanya
melakukan pengukuran-pengukuran saja, sama sekali tidak
memberikan perlakuan atau intervensi.4

1.3.1.1 penelitian deskriptif


Sebuah Penelitian deskriptif terbatas pada sebuah deskripsi
tentang kejadian suatu penyakit yang terdalam di dalam sebuah
populasi dan hal tersebut seringkali merupakan langkah
pertama dalam sebuah penelitian epidemiologis.4 Penelitian

10
bertujuan untuk menggambarkan distrbusi suatu masalah
kesehatan melalui variable-variabel penelitian.3
 Variable waktu: jam,hari,minggu,bulan, tahun
 Variable tempat: desa , kecamatan,kota,Negara
 Variable orang: jenis kelamin, umur, ras, status
perkawinan dan lain-lain
Studi deskripsi yang sederhana tentang status kesehatan dari
sebuah komunitas didasarkan pada data yang tersedia secara
rutin atau pada data yang diperoleh melalui
survey-survei.Penelitian –penelitian deskriptif tidak berupaya
untuk menganalisis hubungan antara paparan dengan akibat
yang ditimbulkannya.4

Manfaat penelitian deskriptif:3

1.
Memberikan masukan tentang pengalokasian sumber
daya dalam rangka perencanaan yang efisien kepada
para perencana kesehatan , administrator kesehatan,
dan pemberi pelayanan kesehatan tentang penyebaran
dan kecenderungan penyakit di suatu populasi
tertentu.
2.
Petunjuk awal untuk merumuskan hipotesis bahwa
suatu variable adalah factor risiko suatu penyakit
3.
Memberikan pengetahuan mengenai riwayat alamiah
penyakit.
Kategori penelitian deskriptif yaitu studi deskriptif individu
dan studi deskriptif populasi.3

1.3.1.2 penelitian analitik


Penelitian analitik merupakan studi yang dirancang untuk
memeriksa hubungan antara paparan (exposure) dan akibatnya
( outcome ).1 Tujuan penelitian analitik adalah untuk
memperoleh penjelasan tentang factor-factor risiko dan
penyebab penyakit dengan prinsip membandingkan risiko
terkena penyakit antara kelompok terpapar (E+ ) dengan tidak

11
terpapar (E- ) factor penelitian, memprediksi kejadian penyakit
dan memberikan saran strategi intervasi yang efektif dalam
pengendalian penyakit.3
Prinsip penelitian analitik adalah membandingkan risiko
penyakit antara dua atau lebih kelompok dengan menggunakan
desain studi.Penelitian epidemiologi analitik membandingkan
kelompok-kelompok untuk menentukan adanya peran dari
berbagai factor risiko (paparan) dalam meyebabkan sebuah
penyakit atau masalah kesehatan. Desain studi pada penelitian
analitik terdiri dari Cross sectional, Case control,Cohor.t3

1.3.2 epidemiologi eksperiment


Epidemiologi eksperimental adalah kegiatan percobaan yang
bertujuan untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang
timbul sebagai akibat dari adanya perlakuan tertentu. Tujuan
utama penelitian ekperimental adalah untuk menyelidiki
kemungkinan saling hubungan sebab akibat dengan cara
mengadakan intervensi (perlakuan) kepada satu atau lebih
kelompok eksperimen kemudian hasil (akibat) dari intervensi
tersebut dibandingkan dengan kelompok control ( tidak dikenai
perlakuan ). Fungsi kelompok control adalah sebagai berikut:

Mencegah munculnya factor – factor yang sebenarnya tidak
diharapkan berpengaruh terhadap variable terikat.

Menggambarkan secara kualitatif hubungan antara variable
bebas dengan terikat, dan sejauh mana tingkat hubungan
variable tersebut.3
Penelitian-penelitian ekperimental atau intervensi itu meliputi
sebuah upaya aktif untuk mengubah sebuah determinan penyakit.,
misalnya suatu paparan, atau sebuah tingkah laku , atau
penyembuhan dari sebuah penyakit akibat dari pengobatan, dan
dengan rancangan yang sama seperti pada ekperimen-eksperimen
yang terdapat dalam ilmu pengetahuan lainnya.
Penelitian eksperimen paling utama adalah uji coba control
acak atau randomized controlled trial yang menggunakan para

12
penderita penyakit sebagai subjek penelitian. Uji coba lapangan (
field trials) dan uji coba komunitas ( community trials) adalah
rancangan-rancangan eksperimental lain yang melibatkan
partisipan atau peserta orang-orang sehat dan
komunitas-komunitas.4

1.4 Desain Studi


1.4.1 Penelitian Deskriptif
Penelitian Deskriptif memiliki 2 kategori studi, yaitu studi
deskriptif individu dan studi deskriptif populasi.
Studi deskriptif individu terdiri atas :
a. Laporan/studi kasus (case report) : studi yang
menggambarkan pengalaman dari sekelompok pasien
dengan diagnosis yang sama atau mirip. Studi kasus
melaporkan kasus penyakit yang tidak biasa.
b. Rangkaian kasus (case series) : mendeskripsikan dan
mempelajari frekuensi penyakit atau status kesehatan dan
beberapa populasi berdasarkan serangkaian pengamatan
pada beberapa sekuen waktu. Rangkaian kasus merupakan
kumpulan dari laporan studi kasus dalam suatu periode
waktu
c. Studi potong-lintang (cross sectional) yaitu meneliti
prevalensi penyakit atau paparan atau kedua-duanya pada
populasi tertentu. Studi potong lintang dapat meneliti
prevalensi penyakit selama satu periode waktu dan
menghasilkan data ‘prevalensi periode’ yang biasa
dilakukan untuk penyakit kronis.

Studi deskriptif populasi terdiri atas :


a. Studi korelasi populasi
 Yaitu penelitian epidemiologi dengan populasi sebagai
unit analisis yang digunakan untuk menggambarkan
penyakit dalam kaitannya dengan beberapa factor

13
dengan cara mengukur karakteristik dari keseluruhan
populasi.
 Tujuan : mendeskripsikan hubungan korelasi antara
penyakit dengan factor-faktor yang diminati dalam
penilitan. Misalnya umur, bulan, penggunaan pelayanan
kesehatan, konsumsi jenis makanan dan obat-obatan.
 Kekuatan : rancangan ini tepat untuk penelitian awal
hubungan factor paparan dan penyakit sebab mudah dan
murah
 Kelemahan : bukan merupakan rancangan yang kuat
untuk menganalisis hubungan sebab akibat karena : (1)
tidak mampu menjembatani kesenjangan status paparan
dan status penyakit pada tingkat individu (b)
ketidakmampuan mengontrol pengaruh factor perancu
potensial.

b. Rangkaian berkala (time series)


 Yaitu rancangan studi yang bertujuan mendeskripsikan
dan mempelajari frekuensi penyakit atau status
kesehatan dari sebuah/beberapa populasi berdasarkan
serangkaian pengamatan pada beberapa sekuen tertentu.
 Kegunaannya untuk meramalkan kejadian penyakit
berikutnya, dan mengevaluasi efektivitas intervensi
kesehatan masyarakat.
 Komponen-komponen pembentuknya adalah
kecenderungan sekuler, variasi musim, variasi siklik,
dan fluktuasi acak.

1.4.2 Penelitian Analitik


a) Cross Sectional
 Studi Cross sectional ditujukan untuk mencari
prevalensi suatu penyakit atau mendeskripsikan
ciri-ciri penduduk yang mengalami masalah
kesehatan di suatu daerah, tetapi dalam hal tertentu

14
penelitian cross sectional dapat dipergunakan untuk
memperkirakan adanya hubungan sebab akibat dan
menghasilkan hipotesis spesifik hingga dikatakan
bahwa penelitian cross sectional merupakan
penelitian peralihan antara studi deskriptif dan
analisis.
 Tujuannya adalah memperoleh gambaran penyakit
dan determinan populasi sasaran
 Keuntungannya adalah cara yang cepat, murah,
dapat digunakan untuk memperkirakan adanya
hubungan sebab-akibat, dapat menghasilkan
hipotesis spesifik untuk penelitian analisis, dan
dapat mengetahui prevalensi penyakit tertentu dan
masalah kesehatan
 Kerugiannya adalah tidak dapat digunakan untuk
memantau perubahan yang terjadi dengan
berjalannya waktu dan informasi yang diperoleh
tidak mendalam sehingga sering kali masalah
kesehatan yang dicari tidak diperoleh.
b) Case Control
 Case control adalah rancangan penelitian epidemiologi
yang mempelajari hubungan paparan dengan penyakit
dengan cara melihat penyakitnya dahulu baru cari
paparannya.
 Ada dua kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok
control.
 Kelompok kasus atau kelompok penderita adalah
kelompok individu yang menderita penyakit yang akan
diteliti atau ikut dalam proses penelitian sebagau subjek
studi.
 Kelompok control adalah kelompok individu yang
sehata atau tidak menderita penyakit yang akan diteliti,
tetapi mempunyai peluang yang sama dengan kelompok
kasus untuk terpajan oleh factor risiko yang diduga

15
sebagai penyebab timbulnya penyakit dan bersedia
menjadi subjek studi.
 Keuntungannya adalah sangat sesuai dengan penyakit
yang jarang terjadi atau penyakit dengan fase laten yang
panjang atau penyakit yang sebelumnya tidak ada,
cepat, membutuhkan sampel yang kecil, biaya
penelitian lebih kecil, tidak dipengaruhi factor etis.
 Kerugiannya adalah dapat terjadinya kesalahan
pemilihan kasus, kesalahan dalam pemilihan control,
informasi dari paparan diperoleh dengan mengingat
kembali masa lalu, validasi terhadap data tidak dapat
dilakukan, pengendalian terhadap factor penyerta sulit
dilakukan dengan lengkap, perhitungan risiko relative
hanya merupakan perkiraan, tidak dapat dilakukan
untuk penelitian evaluasi hasil pengobatan.

c) Cohort Studi
 Cohort study adalah hubungan antara paparan dan
penyakit dengan cara membanding-bandingkan
kelompok terpapar dan tidak terpapar berdasrkan
status penyakit
 Penelitian ini juga salah satu penelitian yang bersifat
longitudinal dengan mengikuti proses perjalanan
penyakit ke depan berdasarkan urutan waktu.
 proses perjalanan penelitian kohort :
 pada awal penelitian, kelompok terpajan
maupun kelompok tidak terpajan belum
menampakkan gejala penyakit yang diteliti
 kedua kelompok diikuti ke depan berdasarkan
sekuens waktu (prospektif)
 dilakukan pengamatan untuk mencari insidensi
penyakit (efek) pada kedua kelompok
 insidensi penyakit pada keuda kelompok
dibandingkan menggunakan perhitungan

16
statistic untuk menguji hipotesis tentang
hubungan sebab-akibat antara pajanan dan
insidensi penyakit.

1.4.3 Penelitian Eksperimental


a. Clinical trial
 Uji klinis merupakan suatu penelitian yang dilakukan
terhdapa sekelompok individu dengan intervensi oleh
peneliti yang dilakukan secara aktif dan terencana
kemudian hasilnya dibandingkan dengan kelompok lain
yang tidak menerima perlakuan sebagai pembanding.
 Uji klinis umunya dimaksudkan mencari efektivitas atau
efisiensi obat untuk menyembuhan penyakit tertentu.
 Keuntungannya adalah dapat digunakan untuk mencari
efektivitas dan efiseinsi obat atau prosedur pengobatan,
merupakan penelitian lanjutan, pengendali dapat
mengendalikan intervensi yang diberikan.
 Kerugiannya adalah tidak semua masalah dapat
dilakukan dengan penelitian ini dan sering ditemukan
kesulitan.

1.5 Faktor Penyebab (Determinasi)5


Proses terjadinya penyakit sebenarnya telah dikenal sejak zaman
romawi yaitu pada masa Galenus (205-130 SM) yang mengungkapkan
bahwa penyakit dapat terjadi karena adanya faktor predisposisi, factor
penyebab, dan faktor lingkungan.
1.5.1 Faktor Agen5
“Agen” sebagai faktor peenyebab penyakit dapat berupa unsur
hidup, atau mati yang terdapat dalam jumlah yang berlebih atau
kekurangan.
 Agen berupa unsur hidup terdiri dari :
1. Virus
2. Bakteri
3. Jamur

17
4. Parasite
5. Protozoa
6. Metazoan
 Agen berupa unsur mati :
1. Fisika : sinar radioaktif
2. Kimia : Karbon monoksida, obat-obatan, pertisida, hg,
cadmium, Arsen
3. Fisik : benturan atau tekanan
 Unsur pokok kehidupan :
1. Air
2. Udara
 Keadaan fisiologis: kehamilan dan persalinan
 Kebiasaan hidup : merokok, alkohol, narkotika, dan
lain-lain
 Perubahan hormonal : diabetes mrlitus, hipertiroid, dan
lain-lain
 Kelainan genetika : down syndrome

1.5.2 Faktor Pejamu5


“Pejamu” ialah keadaan manusia yang sedemikian rupa
sehingga menjadi faktor risikountuk terjadinya penyakit. Faktor ini
disebut faktor intrinsik. Faktor prjamu dan age dapat diumpamakan
sebagai tanah dan benih tergantung keadaan tanah yang
dianalogikan dengan timbulnya penyakit yang tergantung keadaan
pejamunya. Faktor pejamu yang merupakan faktor risiko untuk
timbulnya penyakit adalah sebagai berikut:
1. Genetik, misalnya, penyakit herediter seperti hemophilia,
sickle cell anemia, dan gangguan glukosa 6 fosfatase
2. Umur, misalmya usia lanjut mempunya risiko untuk
terkena karsinoma, penyakit jantung, dana in-lain.
3. Jenis kelamin. Misalnya, penyakit kelenjar gondok,
kolesistitis, rheumatoid, artritis, diabete mellitus (cenderung
terjadi pada wanita), penyakit jantung dan hipertensi
(menyerang laki-laki)

18
4. Keadaan fisiologi. Kehamilan dan persalinan memudahkan
terjadinya berbagai penyakit, seperti keracunan kehamilan,
anemia, dan psikosis pascapartum.
5. Kekebalan. Orang-oran yang tidak mempunyai kekebalan
terhadap suatu penyakit akan mudah terserang penyakit
tersebut.
6. Penyakit yang diderita sebelumnya. Misalnya,
rheumatoid artritis, yang mudah kambuh
7. Sifat-sifat manusia. Hygiene perorangan yang jelek akan
mudah terserang penyakitinfeksi. Misalnya balanitis,
kersinoma penis bagi orang yang tidak sirsumsisi.

1.5.3 Faktor Lingkungan5


“lingkungan” merupakan faktor ketiga sebagai penunjang
terjadinya penyakit. Faktor ini disebut “faktor ekstrinsik”. Faktor
lingkungan dapat berupa :
a. Lingkungan fisik5
Yang termasuk lingkungan fisik antara lain geografik
dan keadaan musim. Misalnya, negara yang beriklim tropis
mempunyai pola penyakit yang berbeda dengan negara
yang beriklim dinin atau subtropis. Demikian pula dengan
negara maju dan berkembang. Dalam satu negarapun dapat
terjadi perbedaan pola penyakit. Misalnya antara daerah
pantai dengan daerah pegunungan atau antara kota dan
desa.
b. Lingkungan biologis5
Lingkungan biologis ialah semua makhluk hidup yang
berada disekitar manusia yaitu flora dan fauna, termasuk
manusia. Misalnya, wilayah dengan flora yang berbeda
akan mempunyai pola penyakit yang berbeda. Faktor
lingkungan biologis ini selain bakteri dan virus pathogen,
ulah manusia juga mempunyai peran yang penting dalam
terjadinya penyakit, bahkan dapat dikatakan penyakit
timbul karena ulah manusia.

19
c. Lingkungan social ekonomi5
Yang termasuk dalam faktor sosial ekonomi adalah
pekerjaan, urbanisasi, perkembangan ekonomi, dan becana
alam
 Pekerjaan. Pekerjaan yang berhubungan dengan zat
kimia seperti pestisida atau zat fisika seperti zat
radioaktif atau zat yang bersifat karsinogen seperti
asbes akan memudahkan terkena penyakit akibat
pemaparan terhadap zat-zat tersebut.
 Urbanisasi. Urbanisasi dapat menimbulkan
berbagai masalah social seperti kepadatan penduduk
dan timbulnya daerah kumuh, perumahan,
pendidikan, dan sampah, dan tinja yang akan
mencemari air minum dan lingkungan. Lingkungan
demikian merupakan penunjang terjadinya berbagai
penyakit infeksi.
 Perkembangan ekonomi. Peningkatan ekonomi
rakyat akan mengubah pola konsumsi yang
cenderung memakan makanan yang mengandung
banyak kolesterol, keadaan ini memudahkan
timbulnya penyakit hipertensi dan penyakit jantung
sebagai akibat kadar kolesterol darah yang
meningkat. Sebaliknya, bila tingkat ekonomi rendah
akan timbul masalah perumahan yang tidak sehat,
kurang gizi, dan lain-lain yang memudahlan
timbulnya penyakit infeksi.Bencana alam.
Terjadinya bencana alam akan mengubah sistem
ekologi yang tidak dapat diramalkan sebekumnya.
Misalnya, gempa bumi, banjir, meletusnya gunung
berapi, dan perang yang akan menyebabkan
kehidupan penduduk yang terkena bencana menjadi
todak teratur. Keadaan ini memudahkan timbulnya
berbagai macam penyakitinfeksi.

20
Selain faktor-faktor diatas, sifat-sifat mikroorganusme sebagai
agen penyebab penyakit juga merupakan faktor penting dalam
proses timbulnya penyakit infeksi. Sifat-sifat mikroorganisme
tersebut anara lain

1. Pathogenesis
2. Virulensi
3. Tropisme
4. Serangan terhadap pejamu
5. Kecepatan berkembang biak
6. Kemampuan menembus jaringan
7. Kemampuan memproduksi toksin
8. Kemampuan menimbulkan kekebalan5
II. Screening

2.1 Definisi

Screening adalah suatu proses dengan maksud agar penyakit-penyakitatu


kelainan-kelainan ynag tidak diketahui dapat diketahui dapat di indetifikasi dengan
menggunakan uji-uji yang dapat diterapkan secara cepat dalamsebuah skala yang
besar. Uji-uji screening itu memisahkan orang-orang yang tampak sehat dari
mereka yangmungkin mengidap penyakit.4

2.2 Prinsip-Prinsip
1. Penyakit atau masalah kesehatan merupakan masalah yang serius,dan
merupakan masalah kesehatan masyarakat.
2. Pengobatan yang diterima harus tersedia untuk individu penyakit yang
terungkap pada ssat screening dilakukan.
3. Harus tersedia fasilitas dan pelayan perawatan kesehatan untuk diagnosis
dan pengobatan lanjut penyakit yang ditemukan
4. Penyaki harus memiliki perjalana ynag harus dipelajari dengakeadan awal
dan lanjutanyang dapat diidentifikasi.
5. Harus tersedia test atau uji pemeriksaab tepat dan efektif untuk penyaki.
6. Test dan proses uji harus dapat diterima oleh masyarakat umum

21
7. Riwayat alami penyakit atau kondisi harus cukup dipahami termasuk fase
regular dan perjalanan peyakit, denga periode awal yang dapat
diidentifikasi melalui uji
8. Kebiajakan, prosedur, dan tingkatan uji harus ditentutukan untuk
menentukan siapa yang harus dirujuk untuk pemeriksaan dan tindakan
lebih lanjut.
9. proses harus cukup sederhana sehiingga sebagianbesar kelompok mau
berpatisipasi.
10. Kebijakan iterfensi atau pengobatan yang akan dilakukan setelah
dilakukan screening harus jelas.
11. Screening jangan dijadikan kegiatan yang sesekali saja, tetapi harus
dilakukan dengan proses yang teratur dan barkelanjutan.

2.3 Validitas

2.3.1 Definisi

Sebuah uji dikatakan valid apabila uji itu memberikan kategori - kategori bagi
orang - orang tersebut ke dalam kelompok - kelompok yang terkena penyakit dan
tidak terkena penyakit secara benar, yang diukur dengan menggunakan sensitivitas
dan spesifisitas.6

 Sensitivitas adalah kemampuan yang dimiliki oleh teknik uji untuk


menunjukkan secara tepat individu - individu yang menderita penyakit.

 Spesifisitas adalah kemampuan yang dimiliki oleh teknik uji untuk


menunjukkan secara tepat individu - individu yang tidak menderita
penyakit.

 Positive predictive value adalah probabilitas adanya penyakit pada


seseorang karena hasil tes positif.

 Negative pedictive value adalah probabilitas seseorang yang bebas


penyakit karena hasil tes negatif.

 Likelihood ratio positif adalah probabilitas suatu hasil tes positif pada
penderita sakit.

22
 Likelihood ratio negatif adalah probabilitas suatu hasil tes negatif pada
orang yang tidak sakit.

Uji yang sensitif diperlukan untuk penyakit - penyakit yang sifatnya


berbahaya tetapi sebenarnya dapat diobati , contohnya seperti TBC dan sifilis.
Sedangkan uji yang spesifik diperlukan untuk penyakit - penyakit yang jika
hasilnya false positive, karena dapat membahayakan pasien, contohnya
adalah cancer.6

2.3.2 Syarat terpenuhinya validitas7

 Hasil sesuai dengan kebenaran, tidak ada kesalahan sistematis dan


kesalahan acak sekecil mungkin.

 Suatu skala atau instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai


validitas yang tinggi apabila instrument tersebut menjalankan fungsi
ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud
dilakukannya pengukuran tersebut.

 Alat ukur yang valid memiliki tingkat kesalahan yang kecil sehingga
angka yang yang dihasilkan dapat dipercaya sebagai angka yang
sebenarnya atau angka yang mendekati keadaan yang sebenranya.7

2.3.3 Jenis Validitas3

Ebel dalam Nazirz 1988 membagi validitas pengkuran menjadi :

23
A. Logical Validity/ face validity

Pengukuran yang secara jelas berhubungan dengan apa yang tampak


dalam mengukur sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak
diukur.

B. Contenta Validity

Sejauh mana pengukuran tersebut melibatkan seluruh aspek dari suatu


fenomena. Misalnya pengukuran terhadap status fungsi kesehatan harus
melibatkan aktivitas sehari - hari, pekerjaan, keluarga, fungsi sosial , dan
lain-lain.

C. Criterian Validity

Sejauh mana pegukuran tersebut berkorelasi dengan suatu kriteria


eksternal dari fenomena yang diteliti.3

1. Concurrent validity

Suatu pengukuran dan kriteria yang memberikan hasil yang sesuai


pada suatu waktu tertentu.

Contoh : observasi luka untuk tanda infeksi dibuktikan dengan


pemeriksaan bakteriologi pada waktu yang sama.

2. Predictive validity

Kemampuan pengukuran dalam meramalkan suatu kriteria tertentu.

Contoh : hasil tes TPA yang dibuktikan dnegan menilai kemampuan


akademik pada waktu selanjutnya.

D. Construct Validity

Sejauh mana pengukuran tersebut sesuai dengan konsep teoritis dari


fenomena yang sedang di teliti.3

Ditinjau dari metode penelitiannya, validitas dibagi menjadi 2 macam yaitu :8,9

24
A. Validitas Internal8,9

Validitas internal (validitas butir) termasuk kelompok validitas kriteria


yang merupakan validitas yang diukur dengan besaran yang menggunakan tes
sebagai suatu kesatuan (keseluruhan butir) sebagai kriteria untuk menentukan
validitas butir dari tes itu.Dengan demikian validitas internal
mempermasalahkan validitas butir dengan menggunakan hasil ukur tes
tersebut sebagai suatu kesatuan sebagai kriteria, sehingga biasa juga disebut
validitas butir.Validitas internal diperlihatkan oleh seberapa jauh hasil ukur
butir tersebut konsisten dengan hasil ukur tes secara keseluruhan.Oleh karena
itu validitas butir tercermin pada besaran koefisien korelasi antara skor butir
dengan skor total tes. Jika koefisien korelasi skor butir dengan skor total tes
positif dan signifikan maka butir tersebut valid berdasarkan ukuran validitas
internal.

B. Validitas Eksternal 8,9

Validitas eksternal dapat berupa hasil ukur tes baku atau tes yang
dianggap baku dapat pula berupa hasil ukur lain yang sudah tersedia dan dapat
dipercaya sebagai ukuran dari suatu konsep atau variabel yang hendak diukur.
Validitas eksternal diperlihatkan oleh suatu besaran yang merupakan hasil
perhitungan statistika. Jika kita menggunakan basil ukur tes yang sudah baku
sebagai kriteria eksternal, maka besaran validitas eksternal dari tes yang kita
kembangkan didapat dengan jalan mengkorelasikan skor hasil ukur tes yang
dikembangkan dengan skor hasil ukur tes baku yang dijadikan kriteria. Makin
tinggi koefisien korelasi yang didapat, maka validitas tes yang dikembangkan
juga makin baik.Kriteria yang digunakan untuk menguji validitas eksternal
digunakan nilai r-tabel. Jika koefisien korelasi antara skor hasil ukur tes yang
dikembangkan dengan skor hasil ukur tes baku lebih besar daripada r-tabel
maka tes yang dikembangkan adalah valid berdasarkan kriteria eksternal yang
dipilih (hasil ukur instrumen baku). Jadi keputusan uji validitas dalam hal ini
adalah mengenai valid atau tidaknya tes sebagai suatu kesatuan, bukan valid
atau tidaknya butir tes seperti pada validitas internal.

25
2.4 Reliabilitas
2.4.1 Definisi3
Reliabilitas adalah suatu kemampuan tes untuk mmenghasilkan nilai yang
konsisten bila tes dilakukan lebih dari satu kali, pada individu dengan kondisi
yang sama.
Reliabilitas dipengaruhi oleh variasi observasi dan variasi
metode-instrumen. Indikator reliabilitas antara lain adalah KAPPA/Koefisien
Kesepakatan Coheren, yang dihitung dengan menggunakan tabel 2x2 apabila
skala pengukuran dikotomi. Akan tetapi bisa juga dengan tabel polikotomi r x c
(baris dan kolom lebih dari dua kategori).
Koefisien KAPPA adalah suatu koefisien asosiasi dari data kategori (mpy
skala berjenjang) yang dikembangkan oleh COHEN bertujuan untuk mengukur
kesepakatan antara 2 pengamatan.3

Koef KAPPA (k)


Kesepakatan terobservasi − kesepakatan diharapkan
=
1 − kesepakatan diharapkan (Kh)

(a + b)(a + c) + (c + d)(b + d)
Kesepakatan diharapkan (Kh) =
(a + b + c + d)2

(a + d)
Kesepakatan terobservasi (Ko) =
(a + b + c + d)

Nilai kesepakatan :
Baik apabila : Koef KAPPA (K) > 0,75
Sedang apabila : 0,4 ≤ K ≤ 0,75
Buruk apabila : 0 ≤ K ≤ 0,4

Kesepakatan yang tidak baik adalah : Koef KAPPA = 0

26
Gambar tabel 2x2 adalah sebagai berikut:3
Pengamat I
Pengamat II Jumlah
+ -
+
a b a+b

- c d c+d

Jumlah a+c b+d a+b+c+d

Untuk meningkatkan nilai reliabilitas dapat dilakukan :5


1. Pembakuan atau standarisasi cara screening
2. Peningkatan dan pemantapan keterampilan pengamat melalui training
3. Pengamatan yang cermat pada setiap nilai hasil pengamtan
4. Mmenggunakan 2 atau lebih pengamat pada setiap pengamatan
5. Memperbesar klasifikasi atau kelompok kategori yang ada, terutama
bila kondisi penyakit juga bervariasi5

2.4.2 Syarat Terpenuhinya Reliabitas5

Sebuah uji dikatakan reliabel bila uji itu memberikan hasil-hasil yang
konsisten.

Realibitas dipengaruhin oleh beberapa faktor

(1) Varibialitas alat yang dapat ditimbulkan oleh:


a. Stabilitas yang reagen
b. Stabilitas alat ukur yang digunakan
(2) Varibialitas orang yang diperiksa. Kpndisi fisik, psikis, stadium penyakit/
penyakit dalam masa tunas
Misal: Lelah, kurang tidur, sedih, gembira.
(3) Varibialitas pemeriksa
a. Variasi Interna
b. Variasi Eksterna

27
III. Pengukuran Kejadian Penyakit

3.1 Definisi

Pengukuran kejadian penyakit adalah pengukuran tingginys frekuensi suatu


kejadian dalam berbagai macam keadaan. Frekuensi ini ditunjukksn oleh proporsi
atau fraksi pembilang ( yang meliputi sejumlah kasus) dan penyebut yang meliputi
banyaknya orang yang menderita suatu penyakit.3

3.2 Jenis-Jenis Pengukuran4

1. Rate
a) Definisi Rate 4
Rate adalah ukuran suatu kejadian, kondisi, cedera, ketidakmampuan
atau kematian pada suatu unit dalam populasi dan dengan suatu
periode waktu tertentu.
Dalam pengertian rate adalah 2 hal yang harus diperhatikan yaitu :
 Angka pada pembilang maupun penyebut dalam rate harus
dalam populasi dan periode waktu yang sama, maka rumusnya
adalah :

jumlah kasus ( frekuensi suatu penyakit


Rate = X 100
populasi dalam wilayah dan periode

 Disajkan dalam bentuk pecahan. Misalnya 5,6 ( 5,6 per 1000


penduduk berisiko terjadinya kasus atau masalah kesehatan).
Angka perkalian X1.000, 10.000, 100.000.
Dinegara berkembang seperti indonesia, angka kematian selalu
berbeda dalam satu periode tahun sehingga dipakai angka
konstanta minimal yaitu 1.000. sedangkan dinegara maju
angka kematian relatif konstan disebabkan karena menerapkan
pelayanan kesehatan prima disemua bagian, sehingga bisa
memakai konstanta dibawah 1.000.
b) Tingkatan Rate4
 Crude rate, yaitu rate yang biasa digunakan untuk menyajikan
data atau informasi untuk keseluruhan populasi atau kelompok.

28
 Adjusted rata atau angka yang disesuaikan yang menggunakan
perhitungan untuk mendapatkan perbandingan dalam dan
diantara populasi yang memiliki karakteristik atau sifat yang
mungkin tidak sama atau mempengaruhi cidera penyakit,
ketidakmampuan dan kematian.
 Spesific rate atau angka yang spesifik yaitu memberikan info
rinci dalam bentuk rate menurut usia, agam, ras, jenis kelamin,
dll. Penyebutnya adalah populasi atau sub kelompok spesifik
untuk area geografis tertentu dan periode tertentu.
2. Rasio4
a. Definisi
Rasio adalah perbandingan antara kuantitas pembilang ( numerator) dan
kuantitas penyebut ( denominator). Keduanya tidak harus memiliki sifat
atau ciri yang sama. Nilai rasio jarang digunakan kecuali pada beberapa
hal khusus seperti ratio jenis kelamin dan nilai BOR.
b. Contoh
Rumus dari rasio = x: y
Misal : rasio jenis kelamin laki-laki dan peremopuan dikelas a semester
IV adalah 1:2.
Ratio juga bisa dialikan dengan 100, misalnya untuk menghitung bed
occupation ratio ( BOR) dengan rumus :

Hari perawatan pasien


X 100
Hari X Tempat tidur
3. Proporsi4
a. Definisi
Proporsi adalah perbandingan yang mirip dengan rate, tetapi pada
dasarnya adalah jumlah semua yang mengalami peristiwa yang sejenis
bukan jumlah penduduk.
b. Contoh
proporsi sebab kematian karena kecelakaan kerja, maka bentuk dari
proporsi tersebut dapat dihitung dengan mengguakan rumus :

Jumlah yang meninggal karena sebab kecelakaan kerja


Proporsi = Jumlah seluruh kematian ( dengan berbagai penyebab )

29
3.3 Prevalensi

3.3.1 Definisi

Prevalensi menggambarkan jumlah kasus baru dan lama pada jangka


waktu tertentu pada suatu kelompok penduduk.Karena merupakan jumlah dari
penderita baru dan lama, maka angka prevalence cukup dihitung satu kali saja,
sehingga dapat diperoleh dapat diperoleh penelitian yang bersifat
kros-seksional. Ukuran frekuensi yang didapatkan bukan rate tetapi disebut
Prevalence rate. Angka prevalence berguna untuk perencanaan kebutuhan
fasilitas tenaga dan perencanaan pemberantasan penyakit.

3.3.2 Jenis Prevalensi

Ada dua macam prevalence yaitu Point Prevalence dan Periode Prevalence.

a. Point Prevalence
- Mengukur jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit pada suatu titik
waktu tertentu dibandingkan jumlah penduduk yang mungkin terkena
penyakit ( population at risk) pada saat yang sama.
- Dinyatakan dalam bentuk persen atau permil.
- Point Prevalence rate sering disebut Prevalence rate.
- Point Prevalence rate sering dimanfaatkan untuk mengetahui mutu layanan
kesehatan. Karena jika mutu pelayanan kesehatan suatu penyakit baik
maka diharapkan prevalence rate penyakit tersebut akan rendah.

Cara menghitung point prevalence rate : jumlah mereka yang masih sakit
pada waktu ttt. Nilai ini untuk mengetahui besarnya insidensi serta lamanya
masih sakit.

→ bila data dikumpulkan pada titik waktu ttt = point prevalence rate ( Point
PR)

jumlah seluruh kasus (lama dan baru)


𝑥𝐾
jumlah pop at risk pada saat yang sama

Keterangan:

K = konstanta (100%, 1000%ₒ)

Contoh : sebuah sekolah dengan murid sebanyak 100 orang, kemarin 5


menderita penyakit campak dan hari ini 5 lainnya menderita penyakit campak.
Berapakah point prevalence ratenya?

30
10
Point PR =100 𝑥 100%

= 10%

b. Periode Prevalence
- Mengukur proposi penduduk yang menderita suatu penyakit lama dan baru
selama periode waktu tertentu dibandingkan jumlah penduduk yang
mungkin terkena penyakit (population at risk) pada pertengahan jangka
waktu tertentu.
- Dinyatakan dalam bentuk persen atau permil.
- Angka Periode Prevalence Rate jarang digunakan. Biasanya digunakan
untuk penyakit yang sulit diketahui masa on setnya (misal penyakit
kanker).

Cara menghitung periode prevalence rate : jumlah mereka yang pernah


dan masih sedang menderita.

→ bila data dikumpulkan pada rentang waktu ttt = period prevalence rate
( periode PR)

jumlah penderita kasus ttt dalam jangka ttt


𝑥 𝐾
jumlah pop at risk pada jangka waktu ttt

Keterangan:

K = konstanta (100%, 1000%ₒ)

Contoh : suatu kantor dengan jumlah karyawan sebanyak 100 orang, 20


orang diantaranya sejak 2 bulan yang lalu tidak masuk kantor karena
menderita penyakit A, dan selanjutnya pada hari ini 30 orang lainnya terpaksa
pulang karena juga menderita penyakit A. berapakah periode prevalence rate
nya?

20+30
Periode PR = 𝑥 100%
100

50
= 𝑥 100%
100

= 50%

3.3.3 Faktor yang Memengaruhi Tingkat Prevalensi

Tingkat prevalensi akan naik jika :

o Durasi penyakit yang lebih lama

31
o Pemanjangan usia penderita tanpa pengobatan
o Peningkatan kasus-kasus baru (peningkatan insidensi)
o Kasus-kasus migrasi ke dalam populasi
o Migrasi keluar dari orang-orang sehat
o Migrasi kedalam dari orang-orang yang rentan
o Peningkatan sarana diagnosik (pelaporan yang telah baik)

Dan tingkat prevalensi akan turun jika :

o Durasi penyakit yang lebih pendek


o Meningkatnya tingkat fasilitas kasus akibat dari penyakit
o Menurunnya kasus-kasus baru (insidensi turun)
o Migrasi kedalam dari orang-orang sehat
o Migrasi keluar dari kasus-kasus
o meningkatnya tingkat kesembuhan untuk kasus-kasus penyakit

3.4 Insidensi4

3.4.1 Definisi

Insidensi adalah Jumlah seluruh kasus baru pada suatu populasi,pada


suatu saatatau periode waktu tertentu.

3.4.2 Tingkat Insidensi4

Dalam perhitungan tingkat insidensi,maka numeratornya adalah jumlah


dari event-event baru yang terjadi dalam suatu periode waktu yang tertentu
dan denominatornya adalah populasi yang memiliki risiko untuk mengalami
event tersebut selama periode waktu tersebut.Cara yang paling akurat untuk
menghitung tingkat insidensi adalah dengan cara menghitung seperti yang
disebut oleh Last (1988) sebagai “tingkat insidensi orang-waktu” atau
“person-time incidence rate”.Masing-masing orang yang ada didalam populasi
penelitian tersebut memberikan konstribusi sebesar satu orang-tahun
terhadap denominator untuk masing-masing tahun pengamatan sebelum
penyakitnya timbul atau orang yang bersangkutan tak dapat dilacak lagi atau
lost to follow-up.

Rerata insidensi (I) dihitung sebagai berikut

Jumlah dari orang-orang yang terkena sebuah


Penyakit dalam sebuah periode waktu yang tertentu
I = x10n

32
Jumlah dari panjang waktu selama masing-masing orang
yang ada di dalam populasi tersebut berada dalam risiko
menderit penyakit yang bersangkutan
Dalam hal ini numerator hanya meliputi penyakit yang terjadi pertama
kali.Unit- unit dari tingkat insidensi harus selalu meliputi sebuah dimeni
tentang waktu (hari,bulan,tahun,dan sebagainya).Tingkat insidensi
memperhitungkan keragaman periode-periode waktu selama
individu-individu tersebut terbebas dari penyakit dan berarti memiliki risiko
untuk terkena penyakit.
Tingkat atau risiko insidensi kumulatif
Tingkat insidensi kumulatif adalah suatu ukuran tentang kejadian
penyakit atau ukuran tentang status kesehatan yang lebih sederhana.Tidak seperti
tingkat insidensi ,maka yang diukur hanyalah denominatornya yang ada permulaan
penelitian saja.
Tingkat insidensi kumulatif (CI) dapat dihitung sebagai:

Jumlah dari orang-orang yang terkena


penyakit dalam periode waktu yang tertentu
CI = x10n

Jumlah orang-orang yang bebas dari penyakit


yang berada dalam populasi yang terkena risiko pada awal
dari periode pengamatan

Dalam pengertian statistik maka insidensi maka insidensi kumulatif


adalah probabilitas atau risiko dari para individu-individu yang berada di dalam
populasi tersebut untuk terkena penyakit dalam periode waktu yang tertentu.
Periode tersebut dapat saja berupa sembarang waktu,tetapi biasanya
sebanyak beberapa tahun atau bahkan mungkin adalah sepanjang hidup.

33
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang distribusi penyakit dan
determinasinya pada manusia (MacMahon & Pugh, 1970). Epidemiologi
merupakan salah satu metoda penelitian , yang salah satu cirinya adalah
direncanakannya dan dilaksanakan oleh manusia yang mempunyai sifat ingin tahu
(Fox et al,.1970).Ruang lingkup epidimiologi dipopulerkan 6E,yaitu Etiologi,
Efikasi, Efektivitas, Efisiensi, Evaluasi,dan Edukasi .Jenis studi epidimiologi ada 2
yaitu epidimiologi observasional dan epidimiologi eksperiment.Sedangkan desain
studi ada 3 yaitu penelitian deskriptif,penelitian analitik,dan penelitian
eksperimental.

Screening adalah suatu proses dengan maksud agar penyakit-penyakitatu


kelainan-kelainan yang tidak diketahui dapat diketahui dapat di indetifikasi
dengan menggunakan uji-uji yang dapat diterapkan secara cepat dalamsebuah
skala yang besar. Sebuah uji dikatakan valid apabila uji itu memberikan kategori -
kategori bagi orang - orang tersebut ke dalam kelompok - kelompok yang terkena
penyakit dan tidak terkena penyakit secara benar, yang diukur dengan
menggunakan sensitivitas dan spesifisitas(Validitas).

Pengukuran kejadian penyakit adalah pengukuran tingginys frekuensi suatu


kejadian dalam berbagai macam keadaan. Frekuensi ini ditunjukksn oleh proporsi
atau fraksi pembilang ( yang meliputi sejumlah kasus) dan penyebut yang
meliputi banyaknya orang yang menderita suatu penyakit.Jenis pengukuran
terdiri rate dan rasio

3.2 SARAN

Dengan membaca makalah ini,penulis berharap semoga pembaca dapat


berfikir tepat dan benar sehingga terhindar dari kesimpulan yang salah dan
kabur.Setidaknya dengan makalah ini,ada sedikit pencerahan dalam mempelajari
epidimiologi,screening,dan pengukuran kejadian penyakit..Tentunya,makalah ini

34
jauh dari kesempurnaan karena akan ditemukan banyak kelemahan dan bahkan
mungkin terdapat kekeliruan,baik dalam hal kepenulisan ataupun
penyajian.Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,kedepannya
penulis lebih fokus dan detail dalam menjelaskan isi makalah diatas dengan
sumber-sumber lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggung jawabkan.Penulis
berharap adanya masukan dari para pembaca sehingga kedepannya menjadi lebih
baik lagi

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Harlan.j, 2008, Epidemiologi Kebidanan, ed 2, gudamara:Jakarta


2. Hasyimi, Muhammad. 2012. Epidemiologi Kebidanan. Penerbit TIM
3. Adnani, Hariza. 2010. Prinsip Dasar Epidemiologi. Yogyakarta: Nuha
Medika.
4. Beaglehole,R, R.Bonita, T.Kjellstrom. 1997. Dasar-dasar Epidemiologi.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
5. Dr. Eko Budiarto, SKM. Dr.Dewi Anggraeni. Pengantar Epidemiologi. 2003.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokeran EGC

6. Buku Ajar Dasar Epidemiologi.1999.Measuring of Disease Frequency,


Teaching Packages. Basic Epidemiologi. Fakultas Kedokteran Universitas
Gajah Mada RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta

7. Azwar, Saifudin. Reabilitas dan Validitas. 2012. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

8. Azwar, Saifudidin. Sikap Manusia Terori dan Pengukurannya. 2003.


Yokyakarta: Pustaka Pelajar,

9. Djaali., dkk. Pengukuran Dalam Pendidikan. 2000. Jakarta: Program


Pascasarjana,

36

Anda mungkin juga menyukai