Anda di halaman 1dari 9

Cone Beam Computed Tomography (CBCT)

Cone beam computed tomography (CBCT) adalah metode pencitraan radiografi yang
memungkinkan pencitraan akurat pada struktur jaringan keras secara tiga dimensi (3D).
Istilah "cone beam" mengacu pada sumber sinar-x berbentuk kerucut yang memindai kepala
pasien pada sumbu vertikal kepala hingga 360°. Sumber sinar-x dan rangkaian detektor yang
terpasang pada gantry, bergerak secara bersamaan untuk menghasilkan beberapa urutan
transmisi gambar yang terintegrasi langsung, membentuk informasi volumetrik.
a. Prinsip Kerja
Semua pemindai computed tomography (CT) terdiri dari sumber sinar-x dan detektor
yang dipasang pada gantry berputar. Selama rotasi gantry, sumber sinar-x menghasilkan
radiasi, sedangkan reseptor merekam sisa sinar-x setelah atenuasi oleh jaringan pasien.
Rekaman ini merupakan data mentah yang akan direkonstruksi oleh algoritma komputer
menjadi gambar cross-sectional. Pada CBCT, derajat atenuasi sinar-x ditunjukkan
dengan skala abu-abu (grayscale). Komponen dasar dari gambar grayscale adalah nilai
elemen gambar (piksel). Nilai grayscale atau intensitas setiap piksel terkait dengan
intensitas foton pada detektor. Meski memberikan gambaran serupa, pencitraan CBCT
mewakili evolusi penyederhanaan alat yang digunakan pada pencitraan CT yang
menggunakan peralatan pencitraan multidetector computed tomography (MDCT).
Pencitraan CBCT dilakukan dengan menggunakan gantry pembawa sumber sinar-x
dan detektor. Sumber radiasi berbentuk kerucut atau piramida divergen diarahkan
terhadap area yang diinginkan (region of interest/ROI), dan sisa radiasi yang telah
dilemahkan diproyeksikan ke area detektor sinar-x yang berada pada sisi yang
berlawanan. Sumber sinar-x dan detektor berputar di sekitar pusat rotasi, di dalam pusat
ROI. Pusat rotasi ini menjadi pusat volume gambar akhir yang akan diperoleh. Selama
rotasi, beberapa urutan proyeksi gambar dua dimensi diperoleh saat sumber sinar-x dan
detektor bergerak berputar membentuk sudut 180°-360°. Gambar proyeksi tunggal ini
merupakan data primer mentah dan secara individual disebut sebagai gambar dasar,
frame, atau gambar mentah. Gambar dasar tampak mirip dengan gambar sefalometri
kecuali jika masing-masing gambar diiringi dengan gambar berikutnya. Biasanya
terdapat beberapa ratus gambar dua dimensi dari volume gambar yang dihitung dan
dibuat. Seri lengkap gambar disebut sebagai data proyeksi. Penyinaran CBCT
menggabungkan seluruh ROI, maka hanya dengan satu kali pemindaian rotasi dari gantry
diperoleh cukup data untuk menghasilkan gambar volumetrik. Program perangkat lunak
yang menggabungkan algoritma canggih termasuk filter back projection diterapkan ke
data proyeksi ini untuk menghasilkan kumpulan data volumetrik yang dapat digunakan
untuk menghasilkan gambar rekonstruksi primer dalam bidang ortogonal (aksial, sagital,
dan koronal).
Gambar 1. Geometri Pencitraan CBCT

b. Komponen CBCT
CBCT memiliki 4 komponen dasar untuk menghasilkan gambar, yaitu:
1) Sumber sinar-x
Pencitraan CBCT secara teknis sederhana, hanya dalam satu pemindaian
dilakukan untuk mendapatkan kumpulan data proyeksi, namun tedapat beberapa
parameter penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan sinar-x yang dapat
memengaruhi kualitas gambar dan dosis radiasi pasien.
- Stabilitas pasien
Bergantung pada unitnya, pemeriksaan CBCT dapat dilakukan dengan posisi
pasien duduk, berdiri, atau telentang. Unit posisi telentang secara fisik lebih besar,
sedangkan unit berdiri mungkin tidak dapat diatur ke ketinggian yang cukup rendah
untuk mengakomodasi pasien dengan kursi roda. Berdasarkan ketiga posisi tersebut,
unit dengan posisi duduk yang paling nyaman. Dengan semua sistem yang ada,
imobilisasi kepala pasien lebih penting daripada posisi pasien karena setiap gerakan
kepala dapat menurunkan hasil akhir gambar. Imobilisasi kepala dilakukan dengan
menggunakan kombinasi dari chin cup, bite fork, atau alat penahan kepala lainnya.
- X-ray generator
Selama rotasi pemindaian, setiap rangkaian gambar proyeksi dibuat dengan
pengambilan gambar tunggal berurutan dari sisa berkas sinar x-ray oleh detektor.
Berkas sinar-x mungkin kontinu atau berdenyut bertepatan dengan aktivasi detektor,
yang berarti waktu penyinaran aktual lebih sedikit dari waktu pemindaian hingga 50%
lebih sedikit. Oleh sebab itu, penggunaan teknik ini dapat mengurangi dosis radiasi
pasien secara signifikan.
- Volume pemindaian
Dimensi bidang pandang (field of view/FOV) atau volume pemindaian yang
dapat dicakup terutama bergantung pada ukuran dan bentuk detektor, geometri
proyeksi sinar, dan kemampuan untuk menyeimbangkan beam. Bentuk volume
pemindaian dapat berbentuk silinder atau bulat. Penyesuaian berkas sinar-x primer
dapat membatasi paparan radiasi sinar-x ke ROI. Sebaiknya batasai ukuran bidang ke
volume terkecil yang menggambarkan ROI. Ukuran bidang ini harus dipilih untuk
setiap pasien berdasarkan kebutuhan. Prosedur ini mengurangi paparan yang tidak
perlu ke pasien dan menghasilkan gambar terbaik dengan meminimalkan radiasi yang
tersebar, yang dapat menurunkan kualitas gambar.

Gambar 2. Gambaran FOV (A), Pemindaian dengan FOV besar. (B), Pemindaian dengan FOV
medium. (C), FOV yang terfokus pada satu wilayah. (D), Pemindaian dengan menggabungkan
beberapa FOV terfokus

- Faktor pemindaian
Saat pemindaian berlangsung, paparan tunggal dibuat pada interval derajat
tertentu, menghasikkan proyeksi gambar dua dimensi yang dikenal sebagai gambar
dasar atau gambar mentah yang sebanding dengan gambar radiografi sefalometri
anterior, lateral, dan posterior. Rangkaian gambar lengkap dikenal sebagai data
proyeksi. Jumlah gambar yang mencakup data proyeksi selama pemindaian ditentukan
oleh: frame rate (jumlah gambar yang diperoleh per detik), kelengkapan trajectory arc
dan kecepatan rotasi.
2) Detektor gambar
Detektor sinar-x mengubah foton sinar-x yang masuk menjadi sinyal listrik dan
merupakan komponen penting dalam sistem pencitraan. Efisiensi dan kecepatan
konversi dilakukan merupakan karakteristik penting dari detektor sinar-x. Dalam
pencitraan CBCT, berbagai jenis detektor digunakan. Saat ini, unit CBCT dikategorikan
menjadi dua kelompok berdasarkan jenis detektor:
- Kombinasi image intensifier tube/charge-coupled device (II/CCD).
- Flat panel detectors (FPDs).
Sebagian besar unit CBCT yang ada menggunakan FPDs indirek. FDPs
menggunakan detektor indirek pada panel sensor solid yang luas yang dipasangkan
dengan lapisan sintilator sinar-x. Lapisan bahan sintilator, baik gadolinium oksisulfida
(Gd202S:Tb) atau sesium iodida (Csl:TI), digunakan untuk mengubah foton sinar-x
menjadi foton cahaya, yang kemudian dikonversi menjadi sinyal listrik. FPDs dengan
lapisan sesium iodida memiliki kualitas gambar dan efisiensi dosis yang lebih tinggi
karena struktur kolumnarnya mengurangi penyebaran cahaya diantara sintilator.
3) Rekonstruksi gambar
Setelah frame proyeksi dasar diperoleh, data harus diproses untuk membuat
kumpulan data volumetrik. Proses ini disebut rekonstruksi primer. Sekali rotasi CBCT
menghasilkan 100 hingga lebih dari 600 frame proyeksi individual, masing-masing
dengan lebih dari satu juta piksel, dengan 12-16 bit data yang ditetapkan untuk setiap
piksel. Data ini diproses untuk membuat kumpulan data volumetrik yang terdiri dari
elemen volume berbentuk kubus (voxel) oleh urutan algoritma perangkat lunak dalam
proses yang disebut rekonstruksi. Selanjutnya, gambar ortogonal visual (tegak lurus)
membagi kumpulan data volumetrik, proses ini disebut sebagai rekonstruksi sekunder.
Proses rekonstruksi gambar biasanya selesai dalam waktu kurang dari 3 menit untuk
pemindaian dengan resolusi standard.
Proses rekonstruksi terdiri dari dua tahap:
a) Tahap preprocessing
Setelah beberapa proyeksi gambar dua dimensi diperoleh, gambar-gambar ini
harus diperbaiki untuk ketidaksempurnaan piksel yang terjadi, variasi dalam sensitivitas
detektor, dan eksposur yang tidak merata. Kalibrasi gambar harus dilakukan secara
rutin untuk menghilangkan cacat tersebut.
b) Tahap rekonstruksi
Gambar yang telah dikoreksi diubah menjadi representasi khusus yang disebut
sinogram, merupakan gambar komposit yang dikembangkan dari beberapa proyeksi
gambar. Sumbu horizontal mewakili sinogram sinar individu di detektor, sedangkan
sumbu vertikal mewakili sudut proyeksi. Jika ada 300 proyeksi, file sinogram akan
memiliki 300 baris. Proses menghasilkan sinogram disebut sebagai tansformasi Radon.
Gambar yang dihasilkan terdiri dari beberapa gelombang sinus yang berbeda
amplitudo, sebagai objek individu yang diproyeksikan ke detektor pada berbagai sudut.
Gambar akhir direkonstruksi dari sinogram dengan algoritma filter back projection
untuk data volumetrik yang diperoleh dengan pencitraan CBCT. Algoritma yang paling
banyak digunakan adalah algoritma Feldkamp.

Gambar 3. Transformasi radon, kontruksi, dan koreksi sinogram

4) Tampilan gambar
CBCT hadir dalam berbagai format tampilan gambar. Kumpulan data
volumetrik adalah kompilasi dari semua voxel yang tersedia dan untuk sebagian besar
perangkat CBCT, hasil pencitraan CBCT ditampilkan di layar sebagai gambar
rekonstruktif sekunder dalam bidang ortogonal (aksial, sagital, dan koronal).
Visualisasi optimal dari gambar konstruktif ortogonal didasarkan pada penyesuaian
window level dan window width.

Gambar 4. Layar monitor memperlihatkan gambar rekontruksi sekunder dalam bidang


ortogonal

c. Prosedur Pengambilan Radiografi CBCT


Prosedur dalam melakukan pencitraan CBCT, terdiri dari mempersiapkan pasien dan
memposisikan pasien.
1) Mempersiapkan pasien
Tujuan dari prosedur ini adalah mempersiapkan pasien untuk pengambilan radiografi
CBCT. Alat yang perlu disiapkan adalah apron dan wadah kosong. Prosedur
mempersiapkan pasien:
- Jelaskan prosedur kepada pasien, beri pasien kesempatan untuk bertanya.
- Minta pasien untuk melepaskan semua benda logam dari area kepala leher, termasuk
perhiasan, kacamata, dan piranti lepasan. Tempatkan barang pasien dalam wadah.
- Pasangkan apron kepada pasien
2) Memposisikan pasien
Tujuan dari prosedur ini adalah memposisikan pasien pada posisi yang tepat selama
proses penyinaran berlangsung. Prosedur memposisikan pasien:
- Instruksikan kepada pasien untuk duduk, berdiri, atau telentang (sesuai dengan jenis
CBCT yang tersedia) selama penyinaran.
- Instruksikan pasien untuk menyandarkan kepalanya pada penyangga kepala dan
dagunya pada penyangga dagu.
- Setelah posisi pasien telah siap, instruksikan pasien agar tetap diam selama proses
berlangsung.
- Lakukan penyinaran.

Gambar 5. Posisi pasien saat dilakukan exposure

d. Kelebihan dan Kekurangan CBCT


Kelebihan dari CBCT adalah sebagai berikut:
1) Ukuran dan harga
Peralatan CBCT memiliki ukuran alat lebih kecil dibandingkan dengan peralatan
CT konvensional dan biayanya seperempat sampai seperlima dari biaya CT.
2) Dosis radiasi pasien relatif rendah
Dosis penyinaran radiasi CBCT adalah 10 kali lebih sedikit dibandingkan dengan
CT konvensional selama exposure maksilofasial (68 μSv dibandingkan dengan
600μSv pada CT konvensional).
3) Waktu pemindaian singkat
CBCT dapat memperoleh semua gambar dasar dalam sekali rotasi. Oleh karena
itu, waktu pemindaian menjadi lebih singkat (10-70 detik) dan motion artifacts
karena subjek yang bergerak menjadi berkurang.
4) Keakuratan gambar
Gambar CBCT akurat secara anatomis, menghilangkan adanya struktur
superimposed, dan hampir tidak adanya pembesaran yang terjadi. Oleh karena itu,
CBCT memiliki hubungan anatomi 1:1.
5) Analisis yang interaktif
CBCT menyediakan gambar eksklusif yang mewakili fitur dalam tiga dimensi
yang tidak dapat dilakukan pada teknik radiografi intraoral dan ekstraoral baik
konvensional maupun digital. Unit CBCT merekonstruksi data proyeksi untuk
menyediakan gambar interrelasi dalam bidang ortogonal (aksial, sagital dan
koronal). Algoritma pengukuran yang digerakkan oleh kursor (cursor-driven
measurement algorithms) memberikan kemampuan interaktif kepada klinisi untuk
penilaian secara real-time, membuat anotasi dan melakukan pengukuran.
6) Kemampuan untuk menyimpan dan transformasi gambar yang mudah
Hasil gambar tiga dimensi yang diperoleh dapat disimpan secara digital dalam file
dengan format .jpeg atau .bmp, ditempatkan pada CD, dicetak pada film atau
kertas, serta dapat dengan mudah dikirim melalui email kepada dokter gigi yang
merujuk.
Kekurangan dari CBCT adalah sebagai berikut:
1) Dosis radiasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan radiografi dua dimensi
(2D) konvensional.
2) Membutuhkan tenaga yang terampil dan berpengalaman untuk menginterpretasi
data yang dihasilkan.
3) Terjadinya noise pada gambar
CBCT menghasilkan proyeksi geometri dalam volume besar untuk setiap gambar
dasar. Sebagian besar foton mengalami interaksi hamburan Compton dan
menghasilkan radiasi yang tersebar. Sebagian besar radiasi yang tersebar
diproduksi ke segala arah dan direkam oleh piksel pada detektor. Jumlah foton
yang terdeteksi pada setiap piksel tidak mencerminkan atenuasi yang sebenarnya
dari suatu objek. Sinar-x tambahan yang terekam ini disebut noise dan
berkontribusi pada degradasi gambar.
4) Kontras jaringan lunak yang buruk.
Resolusi kontras adalah kemampuan gambar untuk mengungkapkan perbedaan
yang halus dalam kepadatan gambar. Hasilnya adalah variasi dalam intensitas
gambar dalam atenuasi sinar-x oleh jaringan yang berbeda dalam kepadatan,
nomor atom, atau ketebalan. Radiasi yang tersebar selain memberikan kontribusi
untuk meningkatkan noise gambar, ini juga merupakan faktor penting dalam
mengurangi kontras sistem cone-beam. Tersebarnya foton x-ray mengurangi
kontras subjek dengan menambahkan latar belakang sinyal yang tidak mewakili
anatomi, sehingga mengurangi kualitas pencitraan. Hal ini membuat hasil
pencitraan CBCT memiliki kontras jaringan lunak yang kurang baik.
5) Adanya artifact dari implan, restorasi amalgam, restorasi protesa logam, dan
perawatan endodontik dapat merusak gambar CBCT. Radiasi tidak akan
mencapai detektor ketika berinteraksi dengan arean dengan atenuasi tinggi seperti
logam.

e. Aplikasi Penggunaan Radiografi CBCT dalam Bidang Kedokteran Gigi


Pada dasarnya, penggunaan CBCT dilakukan pada saat radiografi konvensional
tidak dapat memberi informasi yang cukup. Berikut merupakan apikasi spesifik radiografi
CBCT pada bidang kedokteran gigi:
a) Ortodontik
CBCT bermanfaat untuk penilaian ortodontik dan analisis sefalometri. Pencitraan
CBCT memfasilitasi evaluasi pertumbuhan maksila pada anak dalam masa
pertumbuhan, usia, fungsi dan analisis jalan nafas, mengidentifikasi gangguan pada
erupsi gigi, resorpsi yang berhubungan dengan gigi impaksi, mengukur dimensi
tulang untuk penempatan miniscrew implant, serta untuk melihat adanya anomali
perkembangan atau asimetri wajah dan tengkorak.
b) Bedah maksilofasial
Aplikasi CBCT pada bidang bedah maksilofasial meliputi analisis terhadap adanya
keadaan patologis pada rahang, evaluasi gigi impaksi dan gigi supernumerary dengan
struktur sekitarnya ketika radiografi konvensional tidak dapat memberi informasi
yang cukup, alterasi tulang kortikal dan tulang trabekular, penilaian fraktur
maksilofasial, bone graft, perencanaan bedah ortognatik, serta digunakan pada kasus
obstructive sleep apnea.
c) TMJ
Pencitraan CBCT memberikan gambaran tiga dimensi dari kondilus dan struktur
sekitarnya yang dapat memfasilitasi analisis dan diagnosis kelainan morfologi tulang,
ruang sendi dan fungsi, yang merupakan kunci penting untuk menyediakan hasil
pengobatan yang tepat pada pasien TMJ dengan tanda dan gejala. Pencitraan CBCT
dapat menggambarkan ciri-ciri penyakit sendi degeneratif, anomali perkembangan
kondilus, ankilosis, dan artritis reumatoid.
d) Periodontik
Penggunaan CBCT pada pencitraan rutin tidak diindikasikan. Namun, CBCT dapat
digunakan untuk melihat deskripsi morfologi tulang secara rinci, menilai keterlibatan
furkasi, mendeteksi adanya kecacatan pada area bukal dan lingual, kecacatan intra-
bony, kista periodontal, dan menilai hasil terapi periodontal regeneratif
e) Perencanaan implan gigi
CBCT digunakan untuk perencanaan penempatan implan gigi. CBCT
memberikan grambaran cross-sectional terhadap tinggi, lebar, dan angulasi tulang
alveolar dan dengan akurat menggambarkan struktur vital, seperti kanal inferior
alveolar nerve pada mandibula atau sinus pada maksila. CBCT sangat berguna karena
memberikan serangkaian gambar untuk penilaian lokasi implan yang tepat.
f) Endodontik
Pada bidang endodontik, penggunaan CBCT dengan FOV terbatas dan resolusi yang
tinggi dapat diindikasikan pada kasus-kasus tertentu ketika radiografi intraoral
konvensional memberikan informasi anatomi saluran akar yang inadekuat. CBCT
digunakan untuk menentukan jalur penyebaran infeksi, integritas pengisian saluran
akar, mendeteksi fraktur akar vertikal dan horizontal, menilai resorpsi akar karena
inflamasi, resorpsi akar eksternal, resorpsi servikal dan resorpsi internal.

DAFTAR PUSTAKA
Abramovitch K, Rice DD. 2014. Basic Principles of Cone Beam Computed Tomography.
Dent Clin N Am. 58: 463-84.
Iannucci JM, Howerton LJ. 2012. Dental Radiography: Principles and Techniques. Missouri:
Elsevier: 313-21.
Kardjokar FR. 2019. Essential of Oral and Maxillofacial Radiology. 2nd eds. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publishers: 203-23.
Kumar M, Shanavas M, Sidappa A, Kiran M. 2015. Cone Beam Computed Tomography-
Know Its Secrets. J Int Oral Health. 7(2): 64-8.
White SC, Pharoah MJ. 2014. Oral Radiology: Principles and Interpretation 7th eds.
Missouri: Elsevier: 1-2, 185-208.

Anda mungkin juga menyukai