Anda di halaman 1dari 54

MODUL BASIC DENTAL SCIENCE

LAPORAN KELOMPOK
SKILLS LAB RADIOGRAFI DENTAL

Dosen Pembimbing:
drg. Mahindra Awwaludin Romdlon

Disusun Oleh:
Raihan Zachari Ramadhan G1B018017
Attaya Arindra G1B018020
Novita Dwi Lokasari G1B018021
Salsabil Muna Nabilah G1B018025
M. Fathulkhair Al Azhari G1B018035
Suhella Jaidi G1B018040

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T atas segala limpahan rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan “Laporan Kelompok Skills Lab Radiografi Dental” dengan
tepat waktu. Laporan ini tidak akan terselaikan tanpa adanya bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Terimakasih kami ucapkan kepada:
1.
2. drg. Mahindra Awwaludin Romdlon selaku pembimbing kami dalam
pelaksanaan dan penyusunan laporan skills lab radiologi.
3. Mahasiswa-mahasiswi Fakultas Kedokteran Jurusan Kedokteran Gigi
Universitas Jenderal Soedirman angkatan 2018 yang telah memberikan
dukungan dalam pembuatan laporan skills lab radiologi.
Dengan adanya laporan ini, diharapkan dapat membantu
mahasiswa/mahasiswi untuk lebih memahami dan mengerti akan pembelajaran
radiologi dalam Modul Basic Dental Science .
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, sangat diharapkan adanya saran dan perbaikan dari
berbagai pihak agar tidak terulangnya kesalahan di masa yang akan datang.
Akhirnya, semoga laporan ini berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Purwokerto, 14 Juli 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul...................................................................................................i
Kata Pengantar ..................................................................................................ii
Daftar Isi ............................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan ...........................................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Rumusan Masalah .................................................................................2
C. Tujuan Pembelajaran .............................................................................2
D. Manfaat Pembelajaran ...........................................................................2
BAB II Tinjauan Pustaka
A. Radiografi Periapikal ..............................................................................4
B. Radiografi Oklusal ..................................................................................10
C. Radiografi Panoramik .............................................................................15
D. Radiografi Cephalometi ..........................................................................17
E. Tahap Processing Film...........................................................................20
F. Penilaian Kualitas Film ...........................................................................20
G. Kesalahan Radiografi .............................................................................25
H. Penyakit Rongga Mulut ..........................................................................33
BAB III Hasil dan Pembahasan ..........................................................................35
A. Radiografi Periapikal ..............................................................................35
B. Radiografi Oklusal ..................................................................................42
C. Radiografi Panoramik .............................................................................43
D. Radiografi Cephalometri.........................................................................45
BAB IV Penutup .................................................................................................47
A. Kesimpulan ............................................................................................47
B. Saran .....................................................................................................48
Daftar Pustaka ...................................................................................................49
Lampiran ...........................................................................................................50

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Radiografi dalam kedokteran gigi merupakan suatu teknik untuk
mendapatkan foto rontgen berisi gambaran keadaan rongga mulut yang tidak
dapat hanya dilihat secara klinis. Teknik ini memanfaatkan radiasi sinar-X untuk
membentuk bayangan yang dapat diinterpretasikan pada foto film rontgen.
Radiografi dalam kedokteran gigi terbagi menjadi dua, yaitu intraoral dan
ekstraoral. Radiografi intraoral merupakan teknik foto yang dilakukan dengan
meletakkan film di di dalam rongga mulut dengan tujuan untuk mendapatkan
gambaran radiografi dari gigi geligi dan jaringan disekitarnya. Sementara itu,
radiografi ekstraoral dilakukan dengan meletakkan film diluar rongga mulut atau
ekstraoral untuk mendapakan gambaran radiograf yang meliputi regio orofacial
(Ibrahim, 2017; Kanter, 2014)
Radiografi dalam kedokteran gigi memiliki peranan penting sebagai
pemeriksaan penunjang karena dapat mencitrakan kelainan-kelainan pada gigi
geligi dan jaringan sekitar. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk menegakkan
diagnosa dan menentukan perencanaan perawatan. Maka dari itu, dibutuhkan
pengetahuan serta kemampuan mengenai teknik pengambilan radiografi intraoral
maupun ekstraoral dan kemampuan untuk mengidentifikasi atau
menginterpretasikan gambaran radiografi tersebut, baik anatomical landmark
maupun lesi (Supriyadi, 2015).
Foto rontgen radiografi intraoral dan ekstraoral memiliki standar kualitas agar
dapat dianalisa hasil citranya. Selama proses penghasilan foto rontgen radiografi
intraoral dan ekstraoral, sering terjadi berbagai kesalahan. Kesalahan-kesalahan
ini dapat terjadi dari dimulainya pemaparan sinar-X hingga pemrosesan film
radiografi. Kesalahan yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya distorsi dan
penurunan kualitas hasil gambar radiografi (Afrianty, 2014).
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan proses
pembelajaran berupa pengambilan foto rontgen radiografi intraoral dan ekstraoral
beserta proses prossesing film radiografi, mengidentifikasianatomical
landmarkmaupun kelainan/lesi yang ada, dan menganalisa apabila terjadi
kesalahan selama proses penghasilan gambaran radiografi. Teknik pengambilan
radiografi ekstraoral yang dilakukan meliputi radiografi panoramic dan radiografi

1
2

cephalometri. Teknik pengambilan radiografi intraoral yang dilakukan meliputi


radiografi periapikal dan radiografi oklusal.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana metode pengambilan foto rontgen radiografi periapikal dengan
teknik paralel?
2. Bagaimana metode pengambilan foto rontgen radiografi periapikal dengan
teknik bisected?
3. Bagaimana metode pengambilan foto rontgen radiografi oklusal?
4. Bagaimana metode pengambilan foto rontgen radiografi panoramic?
5. Bagaimana metode pengambilan foto rontgen radiografi cephalometri?
6. Bagaimana metode prossesing film radiografi?
7. Bagaimana penilaian kualitas foto rontgen yang dihasilkan?
8. Apa saja kesalahan yang terjadi selama proses penghasilan foto rontgen?
9. Apa saja anatomical landmark yang ada pada foto rontgen yang dihasilkan?
10. Apa radiodiagnosis berdasarkan foto rontgen yang dihasilkan?

C. Tujuan Pembelajaran
1. Mampu melakukan pengambilan foto rontgen radiografi periapikal dengan
teknik paralel
2. Mampu melakukan pengambilan foto rontgen radiografi periapikal dengan
teknik bisected
3. Mampu melakukan pengambilan foto rontgen radiografi oklusal
4. Mampu melakukan pengambilan foto rontgen radiografi panoramic
5. Mampu melakukan pengambilan foto rontgen radiografi cephalometri
6. Mampu melakukan prossesing film radiografi
7. Mampu menganalisa kualitas foto rontgen yang dihasilkan
8. Mampu menganalisa kesalahan selama proses penghasilan foto rontgen
9. Mampu mengidentifikasi anatomical landmark yang ada pada foto rontgen
yang dihasilkan
10. Mampu menentukan radiodiagnosis berdasarkan foto rontgen yang
dihasilkan

D. Manfaat Pembelajaran
Manfaat yang dapat diambil dari pembelajaran ini adalah:
3

1. Memperoleh pengetahuan mengenai metode pengambilan foto rontgen


radiografi periapikal, radiografi oklusal, radiografi panoramic, dan radiografi
cephalometri
2. Memperoleh pengetahuan mengenai tahapan prosessing film radiografi
3. Memperoleh pengetahuan untuk menilai kualitas dari foto rontgen
4. Memperoleh pengetahuan untuk mengidentifikasi anatomical landmark
5. Memperoleh pengetahuan untuk menegakkan radiodiagnosis
6. Memperoleh pengetahuan untuk membedakan antara anatomical landmark,
lesi, dan artefak maupun distorsi pada foto rontgen
7. Memperoleh pengetahuan mengenai kesalahan-kesalahan dalam teknik
pengambilan foto rontgen
8. Memperoleh pengetahuan mengenai kesalahan-kesalahan pada saat
prosessing film radiografi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Radiografi Periapikal
Menurut Nugroho (2017), radiografi periapikal termasuk radiografi intraoral.
Radiografi periapikal menggambarkan crown pada gigi hingga apeks gigi serta
terdapat juga alveolar. Dalam suatu hasil radiografi periapikal, hanya dapat
mencakup 2-4 gigi serta jaringan periodontal atau pendukung gigi secara jelas.
Terdapat dua teknik pengambilan radiografi periapikal, yaitu teknik paralel dan
teknik bisecting (Whaites & Dragse, 2013). Berikut penjelasan mengenai kedua
teknik tersebut.
1. Teknik paralel
Posisi film pada teknik ini yaitu sejajar dengan gigi yang akan di sinari. Film
tersebut diletakkan di dalam mulut pasien di belakang gigi (lingual). Agar tidak
terdapat pembesaran gambar pada hasil, sinar yang digunakan tidak bersifat
divergen.

Gambar 2.1. Teknik Periapikal


(Whaites and Drages, 2013)

Dalam melakukan pemotretan periapikal, persiapkan terlebih dahulu hal-hal


yang perlu diperhatikan, seperti :
a. Pastikan apron terpasang dengan baik dan benar pada pasien.
b. Persiapkan film dan film holder yang akan digunakan seperti, gigi posterior
horizontal dan gigi anterior vertikal.
c. Posisikan kepala pasien dengan benar sejajar dengan occlusal plane
horizontal.
Dalam melakukan proses pengambilan gambar periapikal, dibedakan
antara gigi anterior dan gigi posterior, sebagai berikut.
a. Gigi anterior

4
5

1) Pastikan posisi kepala pasien menghadap lurus ke depan dengan


permukaan okulsal yang sejajar dengan bidang lurus horizontal dan midline
sagital lurus dengan bidang lurus vertikal.
2) Letakan film pada mulut pasien dengan keadaan memanjang ke arah
vertikal(berdiri).
3) Arahkan sinar datang lurus terhadap reseptor(film).

Gambar 2.2. Radiografi Periapikal Paralel


Anterior (Pasler, 1993)
b. Gigi Posterior
1) Pastikan posisi kepala pasien menghadap lurus ke depan dengan
permukaan okulsal yang sejajar dengan bidang lurus horizontal dan midline
sagital lurus dengan bidang lurus vertikal.
2) Letakan film pada mulut pasien dengan keadaan memanjang ke arah
horizontal (terlentang).
3) Arahkan sinar datang lurus terhadap reseptor(film).

Gambar 2.3. Radiografi Periapikal Paralel


Posterior (Pasler, 1993)
6

2. Teknik bisecting
Berdasarkan buku yang ditulis Whaites dan Drages (2013), Teknik
bisecting merupakan teknik yang menggunakan proyeksi sudut vertikal dan sudut
vertikal. Dalam teknik ini, film diletakkan pada gigi yang akan difoto dengan posisi
sangat dekat tanpa harus disejajarkan dengan gigi. Untuk menentukan sudut
vertikal, dapat dilakukan dengan menarik garis pada bidang oklusal terhadap titik
pusat sinar X. Sedangkan dalam menentukan sudut horizontal, dapat ditentukan
oleh bentuk lengkung posisi gigi dan rahang.

Gambar 2.4.Teknik Bisecting (Whaites


and Drages, 2013)
Dalam melakukan pemotretan periapikal, persiapkan terlebih dahulu hal-hal
yang perlu diperhatikan, seperti :
a. Pastikan apron terpasang dengan baik dan benar pada pasien.
b. Persiapkan film dan film holder yang akan digunakan seperti, gigi posterior
horizontal dan gigi anterior vertikal.
c. Posisikan kepala pasien dengan benar sejajar dengan occlusal plane
horizontal.
Dalam melakukan proses pengambilan gambar periapikal, penempatan film
dapat diletakkan sesuai dengan objek gambar yang akan disinari. Berikut
pembagian peletakan film pada teknik bisecting.
a. Gigi anterior maxilla
1) Letakkan film pada mulut pasien dengan posisi vertikal dan pastikan film
berkontak dengan palatum dan crown gigi.
2) Berikan space lebih pada film yang menyentuk crown gigi dengan jarak
sekitar 5 mm.
3) Gunakan ibu jari pasien untuk memfiksasi film.
7

4) Arahkan sinar pada garis tengah antara gigi dan film dengan sudut vertikal
>45O terhadap bidang horizontal, dan sudut horizontal tegak lurus dengan
objek gambar.

Gambar 2.5. Radiografi Periapikal


Bisecting Anterior Maxilla (Whaites
and Drages, 2013)

5) Untuk sudut horizontal pada gigi caninus, disesuaikan dengan objek yang
akan disinari.

Gambar 2.6.Radiografi Periapikal


Bisecting Anterior Caninus Maxilla
(Whaites and Drages, 2013)

b. Gigi posterior maxilla


1) Letakkan film pada mulut pasien dengan posisi vertikal dan pastikan film
berkontak dengan palatum dan crown gigi.
2) Gunakan ibu jari pasien untuk memfiksasi film.
8

3) Arahkan sinar pada garis tengah antara gigi dan film dengan sudut vertikal
antara 30-45O terhadap bidang horizontal, dan sudut horizontal sejajar
dengan interproksimal gigi.

Gambar 2.7. Radiografi Periapikal


Bisecting Posterior Premolar Maxilla
(Whaites and Drages, 2013)

Gambar 2.8. Radiografi Periapikal


Bisecting Posterior Molar Maxilla
(Whaites and Drages, 2013)

c. Gigi anterior mandibula


1) Posisikan pasien duduk dengan posisi bidang oklusal mandibula menghadap
lurus bidang horizontal, dengan midline yang lurus pada bidang vertikal.
2) Letakan film secara vertikal pada mulut pasien, dan gunakan jari pasien
untuk memfiksasi film.
3) Sinar datang diarahkan pada garis tengah antara film dan crown gigi.
4) Posisikan sudut horizontal sejajar dengan bidang interproksimal.
9

Gambar 2.9. Radiografi Periapikal


Bisecting Anterior Mandibula (Whaites
and Drages, 2013)

Gambar 2.10. Radiografi Periapikal


Bisecting Anterior Caninus Mandibula
(Whaites and Drages, 2013)
d. Gigi posterior mandibula
1) Posisikan pasien duduk dengan posisi bidang oklusal mandibula menghadap
lurus bidang horizontal, dengan midline yang lurus pada bidang vertikal.
2) Letakan film secara vertikal pada mulut pasien, dan gunakan jari pasien
untuk memfiksasi film.
3) Sinar datang diarahkan pada garis tengah antara film dan crown gigi.
4) Posisikan sudut horizontal sejajar dengan bidang interproksimal dan sudut
verikal 5O terhadap bidang horizontal
10

Gambar 2.11. Radiografi Periapikal


Bisecting Posterior Premolar Mandibula
(Whaites and Drages, 2013)

Gambar 2.12. Radiografi Periapikal


Bisecting Posterior Molar Mandibula
(Whaites and Drages, 2013)

B. Radiografi Oklusal
Menurut Whaites and Drages (2013), radiologi oklusal merupakan radiologi
intraoral yang dimana sebuah film berukuran 5.7 X 7.6 cm atau kaset intraoral
dimasukan kedalam bidang oklusal pasien.Radiografi oklusal memilki 6 teknik
pengambilan yang bergantung pada pengambilan gambar rahang atas atau
rahang bawah dan kebutuhan klinisnya. Pada pengambilan gambar rahang atas
terdapat teknik upper standar occlusal (standard occlusal), upper oblique
occlusal (Oblique Occlusal), dan vertex occlusal (Vertex Occlusal. Sementara itu,
pengambilan gambar rahang bawah terdapat teknik lower 90° occlusal (True
11

Occlusal), lower 45° Occlusal (Standard Occlusal), dan lower Oblique Occlusal
(Oblique Occlusal).
Berikut adalah langkah-langkah pengambilan pengambilan berbagai jenis
Radiografi Oklusal beserta Indikasinya :
1. Upper Standard Occlusal
Proyeksi ini menghasilkan radiografi dari maksila dan gigi anterior maksila.
Penggunaan teknik ini memiliki indikasi sebagai berikut, yaitu : penilaian keadaan
periapikal apabila pasien tidak bisa menggunakan film periapikal, mendeteksi gigi
kaninus yang belum erupsi atau keadaan ggi supernumerary, dan odontoma,
mengetahui letak dari gigi kaninus yang belum erupsi (posisi bukkal atau palatal),
mengetahui besar dan letak lesi di anterior maksila, menilai tingkat keparahan
fraktur gigi atau fraktur tulang alveolar.Terdapat beberapa langkah untuk
mengambil radiografi dengan teknik ini, yaitu :

Gambar 2.13. Upper


Standard Occlusal
(Whaites and Drages,2013)

a. Pasien diletakan dengan bidang oklusal parallel dan horizontal dengan lantai
dan diminta untuk menggunakan pelindung kalenjar thyroid
b. Film diletakan dengan datar di bidang oklusal rahang bawah pasien, pasien
diminta untuk menggigit perlahan dan diletakan di bagian tengah mulut
pasien.
c. Tubehead diposisikan diatas midline pasien, mengarah kebawah melewati
jembatan di hidung dengan sudut 65-70° terhadap paket film.
2. Upper Oblique Occlusal
12

Proyeksi yang dihasilkan menggunakan teknik ini adalah gigi posterior


maksila di salah satu sisi. Indikasi dari penggunaan teknik ini adalah : penilaian
periapikal gigi posterior pada orang yang tidak bisa menggunakan film periapikal,
evaluasi kista tumor maupun kelainan jaringan periapikal di gigi maksila
posterior, penilaian kondisi antral floor, mengetahui letak akar gigi maksila
posterior terhadap antrum sebelum dilaksanakannya proses ekstraksi, penilaian
adanya fraktur di gigi posterior, tulan alveolar maupun di tuberositas
maksila.Berikut adalah langkah pengambilan proyeksi radiografi ini :

Gambar 2.14. Upper


Oblique Occlusal
(Whaites and Drages,
2013)
a. Pasien diletakan dengan bidang oklusal parallel dan horizontal dengan lantai
dan diminta untuk menggunakan pelindung kalenjar thyroid
b. Film diletakan dengan datar di bidang oklusal rahang bawah pasien, pasien
diminta untuk menggigit perlahan dan diletakan di bagian tengah mulut
pasien.
c. Tubehead diletakan disamping wajah pasien dengan mengarah kebawah
menuju bukal dengan membentuk sudut 65-70° terhadap film, dengan
berpusat pada daerah yang dituju
3. Vertex Occlusal
Proyeksi ini menghasilkan bagian maksila yang memiliki gigi.Indikasi
penggunaan teknik ini adalah untuk mengetahui posisi dari kaninus yang belum
erupsi (bagian bukal/palatal).Berikut adalah langkah-langkah pengambilan
proyeksi ini :
a. Pasien diletakan dengan bidang oklusal parallel dan horizontal dengan lantai
dan diminta untuk menggunakan pelindung kalenjar thyroid.
13

b. Film diletakan dengan datar di bidang oklusal rahang bawah pasien, pasien
diminta untuk menggigit perlahan dan diletakan di bagian tengah mulut
pasien.
c. Tubehead diletakan diatas midline pasien dan mengarah kebawah menuju
vertex dan menuju arah kanal apeks di gigi insisivus maksila.
4. Lower 90o Occlusal
Proyeksi ini akan menghasilkan bagian mandibular yang memiliki gigi.
Indikasi utama dari teknik ini adalah untuk mengetahui adanya kalkuli di saluran
saiva mandibular, mengetahui posisi gigi geligi yang belum erupsi, mengetahui
ekspansi di mandibular yang disebabkan oleh kista, tumor, maupun osteodistropi,
mengetahui adanya fraktur di bagian anterior mandibular di bidang
horizontal.Berikut adalah proses pengambilan proyeksi ini :

Gambar 2.15. Lower 90o


Occlusal (Whaites and
Drages, 2013)
a. film diletakan dengan datar di bidang oklusal rahang bawah pasien, pasien
diminta untuk menggigit perlahan dan diletakan di bagian tengah mulut
pasien.
b. Pasien agak menunduk kedepan lalu menengadahkan kepalanya
kebelakang senyaman mungkin.
c. Tubehead diletakan dibawah dagu pasien di tengah midline, berpusat ke
garis imajiner kearah molar pertama dengan sudut 90° terhadap film.
5. Lower 45° Occlusal
Proyeksi ini akan menghasilkan bagian gigi anterior mandibular eserta
bagian bawah anterior mandibular itu sendiri. Indikasi utama dari penggunaan
teknik ini adalah untuk mengetahui adanya lesi, kista atau tumor yang
memperngaruhi gigi anterior mandibular, sebagai penilaian keadaan periapikal
pasien di daerah gigi geligi anterior mandibular, serta untuk mengetahui adanya
fraktur di bagian anterior mandibular.
14

Gambar 2.16. Lower 45o


Occlusal (Whaites and
Drages, 2013)

a. Pasien diletakan dengan bidang oklusal parallel dan horizontal dengan lantai
dan diminta untuk menggunakan pelindung kalenjar thyroid.
b. Film diletakan dengan datar di bidang oklusal rahang bawah pasien, pasien
diminta untuk menggigit perlahan dan diletakan di bagian tengah mulut
pasien.
c. Tubehead diletakan dibawah dagu pasien dengan berpusat pada midline
dengan sudut 45° terhadap film.
6. Lower Oblique Occlusal
Proyeksi ini akan menghasilkan glandula salivarius submandibular selain
dari gigi geligi yang ada, namun bagian anatomis lainnya cenderung akan terlihat
terdistorsi. Indikasi utama dari proyeksi ini adalah untuk mendeteksi adanya
kalkuli pada glandula salivarius submandibular, mengetahui posisi dari gigi molar
ketiga yang belum erupsi, penilaian terhadap ekspansi yang disebabkan oleh
adanya kista, tumor maupun osteodistropi pada bagian posterior dan angulus
mandibular. Berikut adalah langkah-langkah pengambilan proyeksi dengan teknik
ini :
15

Gambar 2.17. Lower


Oblique Occlusal
(Whaites and Drage,
2013)
a. film diletakan dengan datar di bidang oklusal rahang bawah pasien, pasien
diminta untuk menggigit perlahan dan diletakan di bagian tengah mulut
pasien.
b. Kepala pasien diposisikan dengan miring dan dagu agak dinaikan.
c. Tubehead X-ray diposisikan dengan mengarah lurus kearah film dari bawah
dibelakang angulus mandibular dan parallel terhadap bidang lingual
mandibular.

C. Radiografi Panoramik
Menurut Whaites and Drages (2013) Lengkung gigi tidaklah berbentuk
seperti lengkung dari sebuah lingkaran, namun seperti elips, dan seperti tapal
kuda, perlengkapan yang digunakan dalam pengambilan tomografi panoramik
menggunakan prinsip dari tomografi rotasional dengan sinar sempit, namun juga
menggunakan 2 atau lebih pusat rotasi. Terdapat 4 metode yang digunakan
dalam mengambil gambar panoramik, yaitu :
1. Rotasi menggunakan 3 pusat stasioner, menggunakan 2 lengkung sirkuler
yang terpisah.
2. Rotasi menggunakan 3 pusat stasioner, menggunakan 3 lengkung sirkuler
yang terpisah.
3. Pusat rotasi yang selalu bergerak dengan menggunakan lenkung sirkuler
yang digunakan untuk membentuk bentuk elips akhir.
4. Kombinasi dari 3 pusat rotasional stasioner dan sebuah pusat rotasi
Berikut adalah beberapa indikasi dari penggunaan radiografi panoramic,
yaitu :
1. Untuk mengetahui letak dari lesi tulang atau gigi yang belum erupsi beserta
ukuran dan posisi di radiografi intraoral.
2. Dalam keadaan mulut yang tidak terawat.
3. Sebagai penilaian jaringan tulang periodontal pendukung yang biasanya
didukung dengan radiografi periapikal.
4. Sebagai penilaian terhadap gigi molar ketiga sebelum dilakukan operasi.
Namun, Tidak disarankan untuk radiografi rutin keadaan gigi molar ketiga.
16

5. Sebagai assesmen untuk perawatan ortodontik sehingga operator


mengetahui keadaan gigi geligi serta ada dan tidaknya gigi..
6. Fraktur diseluruh bagian mandibular kecuali bagian anterior.
7. Penyakit antral – terutama lantai, dan dinding posterior dan medial antra.
8. Adanya penyakit yang merusak permukaan articular TMJ.
9. Mengetahui ketinggian vertical tulang alveolar dan posisi dari struktur
anatomis sebagai bagian dari perencanaan perawatan pra-implant.
Berikut adalah teknik pengambilan beserta pemosisian pasien selama
pengambilan radiografi panoramik :
1. Pasien diminta untuk melepaskan segala perhiasan, jepit rambut, hingga gigi
palsu lepasan dan pitanti ortodontik lepasan
2. Pasien harus dijelaskan mengenai pengambilan radiografi beserta
pergerakan mesin hingga pasien tidak terkejut
3. Kaset yang berisi film atau pelat fosfot diletakan di penahan
4. Operator harus mengenakan perlengkapan anti radiasi
5. Kolimasi harus diatur sesuai ukuran tegangan yang diperlukan (biasanya 70-
90 Kilo-volt dan 4-12 miliampere)
6. Pasien diposisikan dengan tulang punggung yang tegak sambil memegang
stabilizer atau pegangan yang disediakan
7. Pasien diinstruksikan untuk menggigit incisor atas dan bawah dengan edge-
to-edge di bite-peg dengan dagu mereka berada di chin-support
8. Kepala difiksasi menggunakan cephalostat yang disediakan
9. Light beam marker diatur sedemikian rupa terhadap wajah pasien sehingga
bidang mid-sagital terletak vertical, bidang Frankfurt horizontal dan cahaya
kaninus terletak diantara insisiv lateral atas dan kaninus.
10. Pasien diinstruksikan untuk mengkatupkan bibir dan menekan lidah mereka
kearah palatum dan diminta untuk tidak bergerak selama beberapa saat
selama eksposur (sekitar 15-18 detik)
Berikut adalah kriteria ideal dari gambar panoramic menurut Whaites and
Drages (2013) :
1. Gigi rahang atas dan bawah beserta tulang alveolar pendukungnya harus
terlihat.
2. Seluruh mandibula harus terlihat.
3. Perbesaran bidang vertikal dan horizontal harus sama.
4. Gigi molar kanan dan kiri harus sama dimensi mesiodistalnya.
17

5. Kepadatan harus merata tanpa adanya bayangan.


6. Gambar palatal harus terlihat di atas apeks gigi rahang atas.
7. Hanya boleh ada sedikit ghost shadows dari sudut kontralateral mandibula
dan tulang servikal yang terlihat.
8. Tidak boleh ada bayangan dari gigi tiruan dan perhiasan.
9. Gambar harus berisikan nama pasien dan tanggal pemeriksaan.
10. Gambar harus diberikan keterangan kanan dan kiri.

D. Radiografi Cephalometri
Radiologi sefalometri merupakan sebuah radiografi yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan Antara gigi terhadap rahang dan rahang terhadap seluruh
bagian fasial tengkorak. Radiologi sefalometri memiliki 2 indikasi utama dalam
penggunaannya, yaitu (Whaites and Drages, 2013):
1. Orthodontik
a. Diagnosis awal
b. Perencanaan perawatan
c. Mengawasi perkembangan selama perawatan
d. Penilaian terhadap hasil akhir setelah perawatan (1-2 bulan setelahnya) untuk
menilai target yang sudah dipenuhi dan memulai rencana untuk melakukan
retensi.
2. Operasi Orthognatik
a. Evaluasi pra-operasi terhadap jaringan lunak dan tengkorak pasien
b. Membantu perencanaan perawatan
c. Penilaian pasca operasi dan follow-up jangka panjang.
Terdapat 2 jenis proyeksi utama dalam radiografi Cephalometrik, yaitu :
1. True Cephalometric Lateral Skull
Teknik ini disebut demikian karena untuk membedakan dengan teknik
oblique dan itu dibuktikan, apabila reseptor gambar terletak parallel dengan
bidang sagittal dari kepala pasien serta sinar X tegak lurus dengan reseptor
gambar dan bidang sagittal pasien.Pengambilan proyeksi ini memiliki langkah-
langkah sebagai berikut :
a. Pasien diposisikan dengan cephalostat, dengan bidang sagittal kepala
vertical dan parallel terhadap reseptor gambar dan bidang frnkfort horizontal.
Gigi harus dalam keadaan interkuspasi
18

b. Kepala di imobilisasi perlahan menggunakan apparatus dengan ear rod


plastic diletakan di meatus akustikus eksternus
c. Aluminium wedge (apabila digunakan) diletakan untuk menutupi bagian
anterior reseptor gambar.
d. Setelah proyeksi dalam film diperoleh maka dapat dilakukan tracing dengan
manual maupun digital untuk mendapatkan titik-titik pending dalam
sefalometri.
2. Cephalometric Posteroanterior of the Jaws (PA jaws)
Teknik ini nyaris sama dengan teknik Postero-anterior, namun teknik ini
lebih cocok untuk menilai ke asimetrisan wajah dan sebagai pembanding
keadaan pra-operatif dan pasca-operatid dalam operasi ortognatik yang
melibatkan mandibular (Whaites and Drages, 2013)
Tatacara dan prosedur persiapan pengambilan proyeksi ini adalah sebagai
berikut :
a. Apparatus untuk menstabilkan kepala dalam cephalostat diputar sebesar 90°
b. Pasien diposisikan dengan apparatus dengan kepala dicondongkan kedepan
dan dengan baseline radiografik yang horizontal dan tegak lurus terhadap
film
c. Kepala di imobilisasi menggunakan apparatus dengan memasukan ear rods
ke meatus akustikus eksternal
d. Sinar X-ray yang terfiksasi diarahkan horizontal dengan sinar pusat
dipusatkan kearah tulang servikal dengan sejajar ramus mandibular
Terdapat beberapa titik yang dianggap penting pada radiografi cefalometri.
Titik-titik penting tersebut adalah:
1. Sella (S) pusat dari sella turcica
2. Orbitale (Or) titik terendah dari margo orbita
3. Nasion (N) bagian paling anterior dari sutura frontnasal
4. Anterior Nasal Spine (ANS) ujung dari anterior nasal spine
5. Subspinale atau titik A, titik midline terdalam diantara anterior nasal spine
dan prosthion
6. Prosthion (Pr) titik paling anterior dari alveolar crest di premaksila, biasanya
terletak di atas insisiv tengah
7. Infradentale (Id) titik paling anterior dari alveolar crest, terletak di insisiv
tengah bawah
19

8. Supramentale atau titik B, titik terdalam dari outline tulang diantara


infradentale dan pgognion
9. Pogonion (Pog) titik paling anterior dari tulang dagu
10. Gnathion (Gn) titik paling anterior dan inferior dari tulang dagu, terletak di
tengah pogonion dan menton
11. Menton (me) titik terendah dari daerah tulang di simfisis mandibular
12. Gonion (Go), titik paling lateral dan eksternal di persimpangan Antara ramus
mandibular horizontal dan ascendens.
13. Posterior Nasal Spine (PNS) ujung dari posterior nasal spine tulang palatine
didalam palatum durum
14. Articulare (Ar) titik persimpangan Antara kontur dorsal dari batas posterior
mandibular dan tulang temporal
15. Porion (Po) titik tertinggi dari bagian tulang meatus akustikus eksternus,
biasanya terletak dekat dengan ear rods di cephalostat.

Selanjutnya terdapat bidang-bidang penting dalam radiografi cefalometri.


Bidang bidang penting dalam cefalometri :
1. Frankfort Plane, bidang transversal yang melewati tulang tengkorak yang
direpresentasikan dengan garis yang menghubungkan porion dan orbitale
2. Mandibular Plane, bidang transversal yang melewati tulang tengkorak yang
merepresentasikan batas bawah dari ramus horizontal dari
mandibulacephalostat.
3. Maxillary Plane, bidang transversal melewati tulang tengkorak yang
direpresentasikan oleh ANS dan PNS
4. SN Plane, bidang transversal melalui tulang tengkorak yang direpresentasikn
dengan garis yang menghubungkan Sella dan Nasion
5. SNA Plane, menghubungkan posisi antero-posterior dari maksila yang
dihubungkan dengan garis Antara titik A dan dasar tulang cranial
6. SNB Plane, menghubungkan posisi antero-posterior dari mandibular yang
dihubungkan dengan garis Antara titik B dan dasar tulang kranial
7. ANB Plane, menghubungkan posisi antero-posterior maksila kepada
mandibular
20

E. Tahap Processing Film Radiografi


Tahap processing film merupakan salah satu hal yang memiliki pengaruh
besar dalam menghasilkan radiografi yang baik. Tahap processing memiliki
tujuan untuk mengubah gambar laten menjadi gambaran nyata yang dapat dilihat
dengan mata dengan memvisualisaskikannya. Berikut tahap processing film
secara kimiawi (Whaites and Drages, 2013).
1. Developing, yaitu tahap awal yang bertujuan untuk mereduksi ion perak dari
bayangan laten yang terdapat dalam emulsi film setelah terkena eksposi
menjadi perak metalik untuk memperjelas gambar laten menggunakan
larutan developer.
2. Washing, yaitu tahap pembilasan guna membersihkan larutan developer
agar tidak terbawa ke tahap selanjutnya. Jika masih terdapat larutan
developer, maka akan terbentuk sebuah kabur dikroik (dichroic fog).
3. Fixing, yaitu merupakan tahap dimana perak halida yang tidak terkena sinar
X dihilangkan guna membuar gambaran menjadi permanen tanpa mengubah
gambaran perak metalik. Tahap ini bertujuan untuk menghentikan fungsi dari
larutan developer yang terserap oleh emulsi film sehingga tidak ada
perubahan pada bayangan foto.
4. Drying, yaitu tahap akhir yang memiliki tujuan untuk menghilangkan air pada
emulsi. Hasil dari pemrosesan yang baik yaitu emulsi yang tidak rusak,
bebas dari partikel debu, endapan kristal, noda, dan artefak. Terdapat tiga
hal yang harus diperhatikan pada tahap ini, yaitu suhu udara pengeringan,
kelembaban udara pengeringan, dan aliran udara pengeringan yang
melewati emulsi.

F. Penilaian Kualitas Foto Rontgen


Foto radiografi harus memiliki kualitas yang baik agar bisa memberikan
informasi yang jelas dan membantu penegakan diagnosa. Kualitas gambar
adalah ukuran efektivitas untuk diagnosis yang akan dilakukan. Penilaian kualitas
citra dilakukan dengan cara penilaian secara objektif, salah satunya dengan
menggunakan besaran CNR (Contrast to Noise Ratio). CNR didefinisikan
sebagai selisih antara mean ROI (Region of Interst) objek dan mean ROI latar
belakang (background), dibagi dengan standar deviasi background. Gambar
yang menunjukkan nilai CNR yang tinggi akan mudah untuk diagnosis,
sedangkan gambar yang memiliki tingkat CNR rendah tidak dapat diagnosis
21

(Wang, 2013). Cara untuk menentukan rasio CNR adalah melalui perhitungan
berikut:
SA−SB
Rumus 𝐶𝐶𝐶= σ0

Keterangan:
SA :mean ROI objek
SB :mean ROI background
σ0 : standar deviasi background

Foto radiografi yang berkualitas adalah foto yang memuat semua informasi
yang dibutuhkan dalam memastikan sebuah diagnosa. Sebuah radiograf harus
memenuhi beberapa aspek yang akan dinilai pada sebuah radiograf untuk
memenuhi kualitas gambar radiografi yang tinggi, yaitu densitas, kontras,
ketajaman dan detail (Wahdayuni, 2017).
1. Densitas
Densitas radiografi adalah derajat kehitaman dari perak metal hitam yang
tersisa dalam emulsi. Densitas yang yang mampu menggambarkan struktur
anatomi sehingga dapat dilihat oleh mata merupakan densitas yang baik. Rentan
densitas yang mampu dilihat mata manusia adalah 0,25 – 2,5. Densitas menjadi
penentu kesempurnaan bayangan pada film. Densitas dipengaruhi oleh
beberapa faktor sebagai berikut:
a. Tengangan (kV), menunjukan kualitas sinar-X yang berhubungan dengan
kemampuan menembus bahan
b. Kuat arus (mA), menunjukan besarnya arus yang terjadi selama eksposi
berlangsung
c. Waktu eksposi (s), menunjukan lamanya sinar-X yang keluar saat
pemotretan dalam satuan detik
d. Focus Film Distance (FFD), menunjukan jarak pemotretan dari fokus
pesawat ke film
e. Kualitas sinar yang dihasilkan
f. Luas lapangan, menunjukan Intensitas sinar-X yang keluar dari tube sinar-X
g. Ketebalan obyek, menunjukan peningkatan faktor eksposisi apabila objek
semakin tebal (Wahdayuni, 2017).
Densitas akan tinggi (high density) jika sinar-X besar sehingga film akan
berwarna hitam, sedangkan densitas akan rendah (low density) jika intensitas
sinar-X yang kecil (Chesney dalam Wahdayuni, 2017).
22

Rumus perhitungan densitas adalah sebagai berikut:


lo
D =log
lt

Dari rumus tersebut, densitas dapat diukur melalui transparansi dan opasitas
1) Transparasi
Transparansi dinyatakan dengan mengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan melewati film (lt) dan melalui fraksi atau prosentase pada
intensitas cahaya yang mengenai film (Io). Perbandingan keduanya
menghasilkan rasio transmisi atau rasio cahaya yang ditransmisikan
terhadap cahaya yang mengenai film (Wahdayuni, 2017).
2) Opasitas
Opasitas dinyatakan melalui rasio transmisi. Opasitas meningkat sejalan
dengan peningkatan kehitaman atau eksposi (Wahdayuni, 2017).
2. Kontras Gambar
Kontras merupakan perbedaan derajat kehitaman dari dua titik pada film
radiografi. Faktor yang mempengaruhi kontras yaitu:
a. Tegangan tabung
b. Tipe film
c. Penggunaan grid (menyerap radiasi hambur sehingga meningkatkan
kontras)
d. Intensifying screen
e. Prosessing film
f. Kerapatan jenis dan nomor atom objek (menyebabkan perbedaan koefisien
atenuasi linear gambar)
g. Radiasi hambur akan menurunkan kontras

Indikasi kontras yang baik dihitung melalui rumus berikut:


D2−D1
Average gradient =
logE2−log E1

Keterangan :
D2 = Densitas maksimum
D1= Densitas minimum
Log E2= Log eksposure maksimum
Log E1 = Log eksposure minimum
(Wahdayuni, 2017).
23

Perbedaan penyerapan pada bahan akan mempengaruhi nilai kontras foto


radiografi. Perbedaan ketebalan atau kerapatan antara dua area bahan yang
semakin besar maka perbedaan denitasnya juga semakin besar.Dan semakin
besar perbedaan densitas maka semakin besar kontrasnya (Wahdayuni,
2017).Kontras radiografi dibagi menjadi 2:
a. Kontras subjektif : perbedaan persepsi/penilaian mata , masing-masing
orang dalam membedakan kontras radiografi.
b. Kontras objektif : perbedaan gambaran hitam dan putih yang diukur dengan
alat densitometer.
3. Latitude Film
Latitude film merupakan respon emulsi film terhadap perbedaan nilai
eksposi.Nilai ini berbanding terbalik dengan kontras. Rumus perhitungan latitude
film adalah:
Latitude = Log E2 – Log E1
(Wahdayuni, 2017)
4. Kecepatan Film
Kecepatan film merupakan kecepatan respon film dalam merespon sinar-X
dan mengubahnya menjadi bayangan.Kecepatan film dipengaruhi oleh emulsi
pada film tersebut, yaitu emulsi dengan butiran kecil, sedang, ataukah
besar.Kecepatan film sinar-X merupakan eksposi yang dibutuhkan oleh film
untuk mencapai net densitas (Wahdayuni, 2017).
Speed = konstanta + densitas
5. Ketajaman
Ketajaman merupakan ukuran dari garis imaginer yang merupakan batas
dari dua daerah yang berbeda kehitamannya, ketajaman tinggi terlihat dengan
adanya batas yang jelas pada foto (Muttaqin dan Susilo, 2017). Bentuk
bayangan yang diikuti oleh pengaburan mengindikasikan ketajaman yang buru,
hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut:
a. Faktor geometrik
Faktor geometrik adalah faktor yang berhubungan dengan pembentukan
bayangan.Faktor geometrik menyangkut ukuran fokus dan jarak.Semakin kecil
fokus, semakin tajam hasil gambaran.Semakin jauh FFD atau semakin dekat
OFD maka semakin tajam gambaran (Muttaqin dan Susilo, 2017).
b. Faktor pergerakan
24

Faktor pergerakan adalah faktor yang berhubungan dengan objek dan


pergerakannya terbagi menjadi 2 macam.
1) Pergerakan subjektif
Pergerakan subjektif merupakan pergerakan yang disebabkan oleh organ-
organ yang bergerak secara tidak sadar yang menyebabkan kekaburan
gambaran, seperti denyut jantung, paru-paru, dll (Muttaqin dan Susilo, 2017).
2) Pergerakan objektif
Pergerakan objektif merupakan pergerakan dari objek yang dapat
dikendalikan secara sadar, contoh : pada tulang (Muttaqin dan Susilo, 2017).
c. Faktor fotografi
Faktor fotografi adalah faktor yang berhubungan dengan pencatatan
bayangan.Faktor fotografi meliputi layar pendar, efek parallax, dan emulsi film.
Layar pendar tersusun atas kristal fosfor yang menyebabkan ketidaktajaman
bentuk apabila terkena sinar-X. Efek parallax merupakan ketidaktajaman yang
disebabkan oleh posisi pengamat yang menimbulkan emulsi ganda pada
film.Selain itu, cahaya yang melebar pada emulsi film mampu menyebabkan
ketidaktajaman (Muttaqin dan Susilo, 2017).
6. Detail
Detail merupakan kemampuan untuk memperlihatkan struktur yang sangat
kecil pada sebuah film. Detail yang tinggi sangat diperlukan dalam pemeriksaan
jaringan seperti pada pemeriksan mamografi. Baik tidaknya detail dapat dinilai
secara objektif menggunakan object test. Object testmengandung garis-garis line
pairs berupa radioopaque dan radiolucent yang sangat dekat jaraknya satu sama
lain. Satuan untuk pengukuran hasilnya berupa line pairs/milimeter (lp/mm).
Detail semakin baik ketika nilai lp/mm semakin besar (Muttaqin dan Susilo,
2017).
7. Geometri
Geometri foto dinilai dari posisi berkas sinar-X, objek, dan image
reseptornya.Jarak antara ibjek dengan image reseptor dibuat sedekat mungkin
dengan angulasi yang tepat.Geometri yang baik didapatkan apabila tidak ada
distorsi pada foto.Distorsi dapat dihindari dengan memperhatikan posisi kepala
pasien, posisi duduk pasien, dan persiapan pasien (Wang, 2013).
8. Penempatan Berkas Sinar
Penilaian penempatan berkas sinar berkaitan dengan posisi objek yang
dituju.Posisi objek seharusnya berada di tengah dan tampak utuh dalam foto.
25

Berkas sinar ditempatkan tepat pada objek yang dituju untuk mencegah cone
cutting. Berka sinar juga ditempatkan paralel dengan objek untuk mencegah
pembesaran objek ataupun bias (Wang, 2013).

Tabel 2.1. Kriteria Penilaian Berdasakan Guidance Notes for Dental Practitioner
on the Safe Use of X-ray Equipment
Nilai Kualitas Dasar Penilaian
1 Sempurna Tidak ada kesalahan sama sekali
2 Dapat digunakan untuk Beberapa eror pada persiapan
diagnosa pasien, paparan, posisi, prosesing,
atau penanganan film namun tidak
menyebabkan kesalahan dalam
penegakan diagnosa.
3 Tidak diterima Hasil menyebabkan kesalahan
diagnosa
(Wang, 2013).

G. Kesalahan Radiografi
Foto radiografi sangat dibutuhkan dalam kedokteran gigi dalam melkukan
pemeriksaan sebelum rencana perawatan. Dalam foto radiografi dapat terjadi
kegagalan pemotretan sebagaimana berikut:
1. Double image
Double image merupakan kesalahan yang terjadi karena adanya
pergerakan anggota tubuh pasien ataupun alat radiografi saat proses penyinaran
berlangsung sehingga menyebabkan gambar tidak jelas pada hasill foto
radiografi. Double image menimbulkan kesulitan dalam intrepetasi hasil radiografi
karena batas radiopak dengan radiolusen tidak jelas (Ghom, 2012). Faktor- faktor
yang menyebabkan double image, yaitu:
a. Adanya pergerakan pasien saat dilakukan penyinaran

Gambar 2.13. Double


Image (Ghom, 2012)
26

Pergerakan menyebabkan hasil yang berbayang sehingga merusak


diagnosa dari foto tersebut karena ketidakakuratannya. Beberapa cara untuk
menghindari pergerakan pasien adalah sebagai berikut.
1) Memberikan instruksi dan informasi kepada pasien tentang apa yang
akan dilakukan sehingga pasien tenang
2) Menunggu pasien sampai dia yakin dan diam sehingga penyinaran akan
mudah dan tepat
3) Menggunakan f-speed film agar pemaparan tidak terlalu lama
b. Adanya pergerakan film saat dilakukan penyinaran (Ghom, 2012)

Gambar 2.14. Blurry Image (Ghom,


2012)
Film rentang tergeser dalam teknik periapikal bisecting.Pergerakan film
terjadi akibat pegangan yang kurang kuat ataupun karena tremor (Ghom, 2012).
c. Adanya double exposure pada film

Gambar 2.15. Double Exposure


(Ghom, 2012)
Double exposure terjadi apabila film digunakan kedua kalinya pada tempat
yang berbeda. Hal ini dapat ditangani dengan menggunakan film organizer untuk
membantu operator melakukan penyinaran sehingga pemotretan dapat dua kali
namun tetap pada lokasi yang sama. Cara lainnya adalah dengan memberi jarak
antara tube 8-10 kaki untuk mengurangi radiasi sinar-X (Ghom, 2012).
27

2. Gambar Terdistorsi
a. Gambaran Gigi Memendek/ Foreshortening
Gambaran gigi memendek disebabkan oleh beberapa hal seperti:
1) Angulasi vertikal yang berlebihan (pemendekan akar)
2) Superimposisi dari arkus zigomatikpada apeks gigi molar atas(Yunus,
2015).

Gambar 2.16. Foreshortening


(Ghom, 2012)

b. Gambaran Gigi Memanjang


Gambaran gigi memanjang disebabkan oleh angulasi vertikal terlalu kecil
pembengkokan berlebihan dari setengah bagian posterior film.Pembengkokan ini
biasanya disebabkan oleh tekanan jari yang berlebihan dari pasien sewaktu
menahan film.
28

Gambar 2.17. Elongasi (Ghom,


2012)
c. Gambaran Gigi Horizontal
Gambaran gigi horizontal disebabkan oleh angulasi horisontal yang salah.

Gambar 2.18. Overlapping


(Ghom, 2012)
3. Tanda Jari
Tanda jari pada radiografi muncul karena penanganan dengan tangan yang
tidak tepat. Penyebab tanda jari ini, yaitu:
a. Tanda berwarna gelap (lucent), disebabkan oleh developer yang menempel
pada jari-jari, fluoride-particularly stannous, atau kotoran (lemak) mengenai
film
29

b. Tanda berwarna terang (opaque), disebabkan oleh fixer yang menempel


pada jari-jari mengenai film.
4. Film Terlihat Terang
Film yang terlihat terang disebabkan oleh hal berikut:
a. Mesin tidak diaktifkan
b. Kerusakan mesin
c. Menempatkan film di fixer sebelum larutan developer
d. Film tidak diekspos.
5. Cone Cutting
Cone cutting terjadi karena beberapa hal berikut:
a. Berkas radiasi tidak mencakup film
b. Kesesuaian vertikal atau horisontal yang tidak tepat
c. Sumbu panjang kerucut persegi panjang ditempatkan horizontal untuk film
anterior atau sebaliknya
d. Set-up instrumen tidak tepat

Gambar 2.19. Kesalahan


Set-up (Ghom, 2012)
6. Herring bone pattern / Tire Track (trek ban)
7. Garis hitam berbentuk bulan sabit, terjadi karena tekanan kuku pada film
atau film tertekuk berlebihan
30

Gambar 2.20 Garis hitam


akibat film yang menekuk
(Ghom, 2012)
8. Garis-garis putih berbentuk bulan sabit, terjadi karena intensifying screen
retak
9. Spot Radiolusent
Spot radiolusen terjadi karena hal berikut:
a. Tetesan pengembang
b. Bubuk dari sarung tangan
c. Bahan kimia developer tidak benar terlarut
10. Noda Hitam, terjadi karena ada kotoran di mesin duplikasi
11. Clear Spot
Clear spot terjadi karena hal berikut:
a. Gelembung udara menempel ke film selama pemrosesan
b. Fixer terpercik pada film sebelum developer
c. Kotoran di intensifying screen
11. Goresan/guratan
Goresan ini terjadi karena hal berikut:
a. Tidak benar dalam menggantung Film
b. Roller yang kotor
c. Pemanasan/pengeringan dalam prosesor otomatis tidak berfungsi
12. Brown film, terjadi jika film tidak terendam dalam larutan fixer atau bak
pencuci dalam waktu yang cukup pada prosesing manual
31

13. Bercak kecil, bulat, tidak teratur, titik-titik gelap mirip dengan listrik statis,
terjadi karena bubuk dari sarung tangan yang menempel
14. Gray film kehilangan detail, terjadi karena film berkabut, exhausted fixer, dan
tidak cukup waktu dalam larutan fixer
15. Artefak film, terjadi karena anting telinga, cincin hidung, gigi palsu logam,
kacamata dll tidak dilepaskan sebelum pemeriksaan radiografi

Gambar 2.21 artefak anting pasien


(Ghom, 2012)
16. Garis Batas Hitam
Garis batas hitam pada film terjadi karena hal berikut:
a. Paket pengiriman basah sehingga cahaya masuk melalui celah tepi paket
film
b. Terkena cahaya di kamar gelap tapi film belum sempat ditutup (dari dus)
17. Film tumpang tindih selama prosesing sehingga menyebabkan garis pada
film
18. Film tidak terkena eksposi
19. Film tergores saat pengeringan karena kuku yang panjang
20. Film tampak terang/ underdeveloped karena perendaman pada developer
kurang lama (Stafne, 2009).

Gambar 2.22 film yang


underdeveloped (Ghom,
2012)
32

Pada radiografi panoramic terdapat beberapa kesalahan yang sering


terjadi, berikut merupakan kesalahan dalam pelaksanaan teknik radiografi
panoramic (Khan dkk, 2015):
Tabel 2.2 Kesalahan Proses Teknik Radiografi Panoramic
Kesalahan preparasi pasien Kesalahan pada film
Adanya perhiasan atau gigi tiruan Adanya bayangan dari
selama paparan berlangsung perlengkapan tersebut
(Khan dkk, 2015)
Tabel 2.3 Kesalahan Proses Teknik Radiografi Panoramic
Kesalahan Pemosisian Pasien Kesalahan pada film
Pasien terletak jauh dibelakang film Gigi maksila dan mandibula
anterior terlihat lebih besar dan
buram
Pasien terletak terlalu dekat dengan film Gigi maksila dan mandibula
anterior terlihat lebih kecil dan
samar, tulang punggung
superimposisi didaerah ramus,
premolar bertumpuk
Dagu pasien terlalu keatas Bidang oklusal yang datar atau
terbalik, mandibula luas dan datar,
jarak intercondylar meningkat, gigi
anterior yang buram dan
diperbesar
Dagu pasien terlalu kebawah Kecekungan berlebih di bidang
oklusal, mandibula berbentuk V,
Jarak Intercondylar yang mengecil,
gigi anterior yang menyempit dan
samar
Pasien bergerak selama pemaparan Bagian gambar yang buram dan
terdistorsi saat pergerakan
Leher pasien tidak tegak Tulang servikal terlihat opak dan
membentuk bayangan dibagian
anterior
Pasien tidak menekan lidah ke palatum Daerah palatum dan dorsum lidah
yang radiolusen, apikal gigi maksila
33

yang tidak terlihat


Kepala pasien memutar atau miring Bila menjauhi maka diperkecil dan
sebaliknya, gigi posterior mengecil
dan membesar di satu sisi, lebar
dan tinggi kondil tidak normal
(Khan dkk, 2015)

H. Penyakit Rongga Mulut


1. Pulpitis reversibel.
Pulpitis reversibel merupakan inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika
penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali
normal. Stimulus ringan seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal,
sebagian besar prosedur operatif, kuretase periodontal yang dalam, dan fraktur
email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah faktor yang dapat
mengakibatkan pulpitis reversibel (Yusuf dan Nani, 2017).
2. Pulpitis irreversibel.
Pulpitis irreversibel merupakan perkembangan dari pulpitis reversibel.
Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama
prosedur operatif, terganggunya aliran darah pada pulpa akibat trauma, dan
pergerakan gigi dalam perawatan ortodonsi dapat menyebabkan pulpitis
irreversibel. Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan
dapat pulih walaupun penyebabnya dihilangkan (Yusuf dan Nani, 2017).
3. Periodontitis
Periodontitis adalah “suatu penyakit inflamasi pada jaringan penyokong
gigi yangdisebabkan oleh mikroorganisme spesifik, mengakibatkan kerusakan
progresif pada ligamenperiodontal dan tulang alveolar dengan pembentukan
poket, resesi atau keduanya.”Penampakan klinis yang membedakan periodontitis
dengan gingivitis adalah keberadaankehilangan perlekatan (attachment loss)
yang dapat dideteksi. Hal ini sering disertai denganpembentukan poket
periodontal dan perubahan densitas serta ketinggian tulang alveolar dibawahnya
(Yusuf dan Nani, 2017).
4. Impaksi
Gigi impaksi adalah gigi yang sebagian atau seluruhnya tidak erupsi dan
posisinya berlawanan dengan gigi lainya, jalan erupsi normalnya terhalang oleh
tulang dan jaringan lunak, terblokir oleh gigi tetangganya, atau dapat juga oleh
34

karena adanya jaringan patologis. Impaksidapat diperkirakan secara klinis bila


gigi antagonisnya sudah erupsi dan hampir dapat dipastikan bila gigi yang
terletak pada sisi yang lain sudah erupsi (Yusuf dan Nani, 2017).
5. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa yang dapat diakibatkan oleh
pulpitis irreversibel yang tidak dirawat atau terjadi trauma yang dapat
mengganggu suplai darah ke pulpa. Nekrosis pulpa dapat berupa nekrosis
sebagian (nekrosis parsial) dan nekrosis total. Nekrosis parsial menunjukkan
gejala seperti pulpitis irreversibel dengan nyeri spontan sedangkan nekrosis total
tidak menunjukkan gejala dan tidak ada respon terhadap tes termal dan tes listrik
(Yusuf dan Nani, 2017).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada pembelajaran ini, penulis mencoba melakukan pengambilan foto


rontgen dengan teknik radiografi paralel (apikal), bisected (apikal), oklusal,
panoramic, dan cefalometri. Berikut hasil dan pembahasan dari uji coba penulis:
A. Radiografi Periapikal
1. Foto Rontgen Regio Anterior dengan Teknik Bisected

Gambar 3.1. Foto Rontgen


Regio Anterior 1 dengan
Teknik Bisected
a. Kualitas Radiografi
Gambar radiografi tersebut memiliki kualitas yang kurang baik akan tetapi
masih bisa diinterpretasikan. Foto rontgen ini memberikan gambaran kontras,
densitas, dan detail yang tepat. Ketajaman dari gambaran tersebut dirasa cukup,
akan tetapi penilaian secara geometrik dirasa kurang baik karena posisi sinar-X,
objek, dan image receptor yang tidak sesuai. Kesalahan-kesalahan yang terjadi
dalam pengambilan radiografi ini dijelaskan dalam tabel 3.
Tabel 3.1. Kesalahan Radiografi Gambar 3.1.
No Kesalahan Penyebab
1 Gambar terdistorsi (elongasi) Film melengkung karena tekanan
jari yang berlebih dari pasien
sewaktu menahan film
Arah sinar tidak tepat
Sudut vertikal sinar terlalu kecil

35
36

b. Teknik dan Elemen Radiografi


Teknik yang digunakan dalam pengambilan radiografi ini adalah teknik
bisecting periapikal.Objek utama radiografi ini merupakan gigi 31 dan 41.
c. Interpretasi Radiografi
1) Struktur Anatomi yang tampak
a) Gigi 33, 32,31, 41, 42, dan 43
b) Tulang alveolar
c) Lamina dura
d) Ligamentum periodontal
2) Gigi anterior rahang bawah
a) Gigi 33 : Tampak gambaran radiolusen ±1 mm pada CEJ bagian
mesial gigi 33
b) Gigi 32 : Tampak adanya gambaran radiolusen ±2 mm pada CEJ
sebelah distal gigi 32 mengenai detin, dan gambaran radiolusen pada
bagian distal insisal kedalaman email
c) Gigi 31 : Tampak adanya gambaran radiopak pada bagian mesial
gigi 31 dan distal gigi 41
d) Gigi 41 : Tampak adanya gambaran radiopak pada bagian distal
gigi 41 dan mesial gigi 42
e) Gigi 42 : Tampak adanya gambaran radiolusen ±2 mm pada CEJ
bagian distal gigi 42 mengenai dentin
f) Gigi 43 : Tampak adanya gambaran radiolusen ±1 mm pada CEJ
bagian mesial gigi 43
g) Akar : Tampak ukuran akar yang lebih panjang
daripada seharusnya
h) Lamina dura : Normal
i) Ligamen Periodonta : Normal
j) Alveolar Crest : Normal
3) Radiodiagnosis
a) Gigi 33,32,42,dan 43 pulpitis reversible
b) Gigi 32,31,41, dan 42 overcrowding

36
37

2. Foto Rontgen Regio Anterior dengan Teknik Bisected

Gambar 3.2. Foto Rontgen


Regio Anterior 2 dengan
Teknik Bisected
a. Kualitas radiografi
Gambar radiografi tersebut memiliki kualitas yang tidak baik sehingga tidak
dapat diinterpretasikan.Dari foto radiografi tersebut tidak ada anatomical
landmark yang terlihat karena terjadi kesalahan – kesalahan. Kesalahan-
kesalahan tersebut antaralain:
Tabel 3.2. Kesalahan Radiografi Gambar 3.2.
No Kesalahan Penyebab
1 Gambaran film hanya tampak radio Penempatan film yang
opaque tidak tepat,
penempatan
pemancar sinar x
yang tidak tepat
2 Film handling errors (artefak cap jari) Operator memegang
film terlalu keras
dengan jari ketika
proses pencucian film
b. Teknik dan Elemen Radiografi
Teknik yang digunakan dalam pengambilan radiografi ini adalah teknik
bisecting periapical. Objek utama radiografi ini merupakan gigi anterior rahang
atas.
c. Interpretasi radiografi
Tidak dapat diinterpretasikan

37
38

d. Radiodiagnosis
Tidak dapat didiagnosa

3. Foto Rontgen Regio Posterior dengan Teknik Bisected

Gambar 3.3. Gigi Posterior 1 dengan


Teknik Bisected
a. Kualitas Radiografi
Gambar radiografi tersebut memiliki kualitas yang kurang baik akan tetapi
masih bisa diinterpretasikan. Foto rontgen yang didapat tidak memberikan
kontras dan detail yang baik sehingga sulit untuk melihat struktur yang kecil.
Ketajaman yang diberikan juga kurang baik karena tidak terlihat adanya batas
yag jelas antar struktur pada foto. Densitas foto rontgen tersebut dirasa terlalu
tinggi sehingga film cenderung terlihat gelap dan kabur.Dinilai dari segi
geometrik, foto rontgen tersebut kurang baik karena posisi film yang tidak tepat.
Kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pengambilan radiografi ini dijelaskan
dalam tabel 1.
Tabel 3.3. Kesalahan Radiografi Gambar 3.3.
No Kesalahan Penyebab
1 Gambar radiografi tidak lengkap Penempatan film yang tidak
(bagian apikal terpotong) tepat yaitu kurang
horizontal
Pasien mual (gaging)
sehingga film sulit untuk
diposisikan
2 Film handling errors (artefak cap jari) Operator memegang film
terlalu keras dengan jari

38
39

ketika proses pencucian


film
3 Gambaran tampak kabur Film/pasien bergerak saat
exposured

b. Teknik dan Elemen Radiografi


Teknik yang digunakan dalam pengambilan radiografi ini adalah teknik
paralel periapikal.Objek utama radiografi ini merupakan gigi posterior 26 (molar 1
kiri atas).
c. Interpretasi Radiografi
1) Struktur Anatomi yang tampak
a) Gigi 24 dan 25 normal (mahkota, saluran akar, dan akar)
b) Gigi 26 tampak sebagian akar dan saluran akar, tidak ada mahkota
c) Gigi 27 tampak sebagian mahkota
d) Tulang alveolar
e) Lamina dura
f) Ligamentum periodontal
2) Gigi posterior rahang atas kiri
a) Gigi 24 : Normal
b) Gigi 25 : Normal
c) Gigi 26 :
i. Mahkota : Terdapat gambaran radiolusen pada keseluruhan
mahkota
ii. Akar : Terdapat gambaran sisa akar gigi 26
iii. Lamina dura : Normal
iv. Ligamen Periodontal : Normal
v. Alveolar Crest : Tampak adanya gambaran radiolusen ±3 mm
pada tulang alveolar secara vertikal di sebelah mesial gigi 26
vi. Bifurkasi : Terbuka pada pulpa bagian atas
d) Gigi 27 : Tampak adanya gambaran radiolusen ±4 mm pada tulang
alveolar secara vertikal di sebelah mesial gigi 27
d. Radiodiagnosis
1) Gigi 26 gangren pulpa dan resesi alveolar crest (periodontitis)
2) Gigi 27 periodontitis

39
40

4. Foto Rontgen Regio Posterior dengan Teknik Bisected

Gambar 3.4. Foto Rontgen Regio


Posterior 2 dengan Teknik Bisected
a. Kualitas Radiografi
Gambar radiografi tersebut memiliki kualitas yang kurang baik akan tetapi
masih bisa diinterpretasikan. Densitas, kontras, dan ketajaman foto radiografi ini
dinilai cukup baik karena memberikan gambaran radiolusen dan radiopak yang
jelas.Foto rontgen tersebut mengalami double image sehingga tidak memberikan
detail yang baik.Dari segi geometrik, foto rontgen tersebut dinilai kurang baik
karena kesalahan posisi sinar-X, objek, dan image receptor yang tidak
tepat.Kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam pengambilan radiografi ini
dijelaskan dalam tabel 3.4.
Tabel 3.4. Kesalahan Radiografi Gambar 3.4.
No Kesalahan Penyebab
1 Gambar radiografi tidak lengkap (bagian Penempatan film yang
apikal terpotong) tidak tepat yaitu kurang
horizontal
Pasien mual (gag reflex
tinggi) sehingga film sulit
untuk diposisikan
Anatomi palatum pasien
dangkal
2 Cone cutting Kesalahan posisi
tubehead
Sinar tidak mengenai film
secara keseluruhan
3 Double image Film/pasien bergerak

40
41

saat exposured
b. Teknik dan Elemen Radiografi
Teknik yang digunakan dalam pengambilan radiografi ini adalah teknik
paralel periapikal.Objek utama radiografi ini merupakan gigi 47 (molar 2 kanan
bawah).
c. Interpretasi Radiografi
1) Struktur Anatomi yang tampak
a) Gigi 45 tampak sebagian mahkota
b) Gigi 46 tampak mahkota, sebagian akar, dan saluran akar
c) Gigi 47 tampak mahkota dan sebagian pulpa
d) Tulang alveolar
e) Lamina dura
f) Ligamentum periodontal
2) Gigi posterior rahang bawah kanan
a) Gigi 45 : Tidak dapat diinterpretasikan
b) Gigi 46 : Tampak adanya gambaran radiolusen ±3 mm secara
vertikal pada tulang alveolar di sebelah mesial gigi 46
c) Gigi 47
i. Mahkota : Terdapat gambaran radiolusen pada bagian
mesial dan oklusal dengan lebar ½ mahkota, belum mengenai pulpa,
ii. Akar : Tidak dapat diinterpretasikan
iii. Lamina dura : Tidak dapat diinterpretasikan
iv. Ligamen Periodontal : Tidak dapat diinterpretasikan
v. Alveolar Crest : Tampak adanya gambaran radiolusen ±3
mm secara vertikal pada tulang alveolar di sebelah mesial gigi 47
vi. Bifurkasi : Normal
d) Gigi 48 : Tidak dapat diinterpretasikan
3) Radiodiagnosis
a) Gigi 46 periodontitis
b) Gigi 47 pulpitis reversible dan periodontitis

41
42

B. Radiografi Oklusal

Gambar 3.5 Foto Rontgen Oklusal

a. Kualitas Radiografi
Gambar radiografi tersebut memiliki kualitas yang kurang baik, akan
tetapi masih bias diinterpretasikan. Densitas, kontras, dan ketajaman
fotoradiografi ini dinilai cukup baik. Dari segi geometrik, foto rotgent tersebut
dinilai kurang baik karena adanya cone cutting. Kesalahan-kesalah dalam
pengambilan radiografi ini antara lain:
Tabel 3.5. Kesalahan Radiografi Gambar 3.5
No Kesalahan Penyebab
1 Cone cutting Kesalahan posisi
tubehead
Sinar tidak mengenai film
secara keseluruhan
b. Teknik dan Elemen Radiografi
Teknik yang digunakan dalam pengambilan radiografi ini adalah teknik
upper stadar occlusal projection. Objek utama radiografi ini merupakan gigi 13
(kaninus kanan rahang atas).
c. Interpretasi Radiografi
Struktur anatomi yang tampak
Gigi 17 : Normal
Gigi 16 : Normal
Gigi 15 : Normal

42
43

Gigi 14 : Normal
Gigi 13 : Normal, Oklusal sedikit terpotong
Gigi 12 : Normal, Terpotong
Gigi 11 : Normal, Terpotong
Gigi 21 : Normal, Terpotong
Gigi 22 : Normal, Terpotong
Gigi 23 : Tampak adanya gigi kaninus yang belum erupsi
berbelok tumbuh kearah mesial pada sisi palatal
Gigi 24 : Normal, Oklusal sedikit terpotong
Gigi 25 : Normal
Gigi 26 : Normal
Gigi 27 : Normal
Palatum : Normal
Os.Nasale : Normal
d. Radiodiagnosis
Gigi 23 mengalami impaksi palatal

C. Radiografi Panoramik

Gambar 3.6. Foto Rontgen Panoramik


a. Kualitas Radiografi
Gambar radiografi tersebut memiliki kontras dan densitas yang tidak
seimbang sehingga tidak dapat diamati dengan jelas. Hasil pengamatan dari
hasil foto radiografi panoramik diatas tidak dapat di interpretasi secara

43
44

menyeluruh dikarenakan terdapat beberapa kesalahan. Kesalahan yang terjadi


diantaranya ialah:
Tabel 3.6. Kesalahan Radiografi Gambar 3.6.
No Kesalahan Penyebab
1 Overdeveloped atau hasil gambar Operator terlalu lama
terlalu gelap merendam film pada larutan
developer, sehingga
gambar yang dihasilkan
terlihat lebih gelap dengan
tingkat kontras yang
cenderung buruk
2 Garis senyum yang terlalu ekstrem Kesalahan posisi pasien
dan gambaran dagu menyerupai huruf pada saat pengambilan
“V” foto, yaitu posisi pasien
yang terlalu menunduk
b. Elemen Radiografi
Struktur yang tampak pada radiografi di atas meliputi:
1) Gigi geligi (tidak semua elemen gigi dapat diamati)
2) Terlihat samar gambaran septum nasi
c. Interpretasi
Dari hasil foto radiografi diatas, kualitas gambar yang cenderung rendah
membuat hasil radiografi tidak dapat di interpretasi secara menyeluruh. Akan
tetapi dapat terlihat gambaran radiopak terang pada gigi 36 dan 46 pasien.
d. Radiodiagnosis
Dari hasil foto radiografi panoramik diatas, dapat terlihat bahwasannya
diagnosis belum dapat ditegakkan. Dikarenakan bangunan anatomis yang
seharusnya tidak dapat terlihat dengan jelas serta nilai kontrasnya yang
cenderung buruk. Tetapi terlihat adanya amalgam pada gigi 36 dan 46 pasien.

44
45

D. Radiografi Cephalometri

Gambar 3.7. Foto Rontgen Cefalometri


a. Kualitas Radiografi
Gambar radiografi di atas memiliki kontras, detail, dan ketajaman yang
kurang baik. Gambar tidak bisa dilihat dengan jelas karena detail yang kurang
bagus. Pada hasil foto radiografi cephalometri diatas dapat diketahui
bahwasannya gambaran tersebut belum bisa diinterpretasikan secara
keseluruhan dikarenakan beberapa kesalahan yang terjadi, diantaranya ialah:
Tabel 3.6. Kesalahan Radiografi pada Gambar 3.6.
No Kesalahan Penyebab
1 Overdeveloped atau hasil gambar Operator terlalu lama
terlalu gelap merendam film pada larutan
developer, sehingga
gambar yang dihasilkan
terlihat lebih gelap dengan
tingkat kontras yang
cenderung buruk
2 Artefak jari tangan pada bagian atas Kesalahan tersebut diduga
film karena operator terlalu
menekan saat memegang

45
46

film ketika pemrosesan


3 Blurry image atau gambar kabur Pasien yang bergerak saat
pengambilan gambar
(dipaparkan sinar-X)
b. Elemen Radiografi
Struktur anatomi yang tampak pada gambaran tersebut adalah:
1) Maxila
2) Mandibula
3) Calvaria
4) Os. Vertebrae 1-4
5) Meatusacusticuseksternus
6) Sela turcica
7) Proc. Zygomatic
8) Os. Temporalis
9) Sinus maxilla
10) Sinus temporalis
c. Interpretasi Radiografi
Kualitas gambar yang cenderung rendah membuat hasil radiografi tidak
dapat di interpretasi secara menyeluruh. Tetapi dapat terlihat gambaran gigi 38
dan 48 dengan posisi tumbuh kearah mesial mendesak gigi 37 dan 47.
d. Radiodiagnosis
Berdasarkan radiografi yang dihasilkan diagnosis yang dapat ditegakkan
adalah impaksi gigi 38 dan 48.

46
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan teori dan pembahasan yang telah diuraian, maka
kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Teknik paralel dilakukan dengan cara meletakkan film sejajar dengan gigi
memakai film holder dan sinar-X diarahkan tegak lurus terhadap film.
2. Teknik bisecting angle dilakukan dengan cara meletakkan film bersentuhan
dengan bagian insisal atau oklusal gigi dan sinar-X diarahkan tegak lurus
dengan garis khayal yang membagi sudut antara gigi dan film sama besar.
3. Teknik radiografi oklusal dibedakan antara pengambilan untuk maxilla dan
mandibula. Teknik yang digunakan untuk pengambilan foto rontgen maxilla
yaitu upper standard occlusal, upper oblique occlusal, dan vertex occlusal.
Teknik yang digunakan untuk pengambiln foto rontgen mandibula meliputi
lower 90° occlusal, lower 45° occlusal, dan lower oblique occlusal.
4. Teknik radiografi panoramik dilakukan dengan bantuan alat pesawat
panoramik dental X-ray. Metode pengambilan radiografi panoramik meliputi
rotasi menggunakan 3 pusat stasioner, menggunakan 2 lengkung sirkuler
yang terpisah; rotasi menggunakan 3 pusat stasioner, menggunakan 3
lengkung sirkuler yang terpisah; pusat rotasi yang selalu bergerak dengan
menggunakan lenkung sirkuler yang digunakan untuk membentuk bentuk
elips akhir; kombinasi dari 3 pusat rotasional stasioner dan sebuah pusat
rotasi.
5. Teknik radiografi cephalometrik dilakukan dengan bantuan alat
cephalometrik. Proyeksi utama dalam radiografi cephalometik yaitu true
cephalometric lateral skull dan cephalometric posteroanterior of the jaws (PA
jaws).
6. Metode prossesing film radiografi terdiri dari developing, rinsing, fixing,
washing, dan drying.
7. Penilian kualitas foto rontgen dilakukan berdasarkan indikasi tertentu
meliputi densitas, kontras, latitude film, kecepatan film, ketajaman, detail,
kesesuaian geometrik dan penempatan berkas film.
8. Kesalahan yang terjadi dalam penghasilan foto rontgen di atas meliputi
elongasi, artefak cap jari, kesalahan penempatan film, blur image, cone

47
48

cutting, double image, overdeveloped, kesalahan posisi pasien, dan


kesalahan arah penyinaran.
9. Struktur anatomi yang tampak dalam masing-masing teknik memberikan
gambaran yang berbeda. Secara umum gambaran radiografi dental
memberikan gambaran gigi geligi, rahang, jaringan keras dan jaringan lunak
disekitarnya
10. Berdasarkan hasil radiografi di atas beberapa diagnosis dapat diketahui
seperti pulpitis reversible, overcrowding, periodontitis, gangren pulpa, dan
impaksi.

B. Saran
Dalam pengambilan foto rontgen hendaknya dibekali dengan
pengetahuan yang cukup sera keterampilan sehingga dapat menghasilkan foto
rontgen yang optimal dan dapat digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit.

48
DAFTAR PUSTAKA

Afrianty, Fitri, 2014, Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang


kesalahan pembuatan radiografi intraoral pada salah satu fakultas
kedokteran gigi di Denpasar Bali, Skripsi, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Ghom, 2012, Textbook of Oral Radiography, Elsivier, Delhi.
Ibrahim, I., A., 2017, Evaluasi radiografi periapikal teknik tube shift dalam
menentukan posisi kanalis mandibularis terhadap apikal molar tiga
impaksi, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Kanter, M., Anindita P., S., Winata, L., 2014, Gambaran penggunaan radiografi
gigi di balai pengobatan rumah sakit gigi dan mulut Universitas Sam
Ratulangi Manado, Skripsi, Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Khan S.Q., Babur A.,dan Hasan M., 2015, Evaluation of patient Preparation and
Positioning errors on digital panoramic radiographs,Pakistan Oral &
dental journal, Vol 35 (1).
Muttaqin, R dan Susilo, 2017,Uji Banding Kualitas Citra Radiograf Sistem
Radiografi Digital Modifikasi terhadap Computed Radiography System
dengan Metode Contrass to Noise Ratio, Journal Physics
Communication, vol 1(1): 69-73.
Stafne, Edward C, 2009, Oral Roentgenographic Diagnosis, Saunders,
Philadelphia.
Supriyadi, 2015, Pedoman interpretasi radiograf lesi-lesi di rongga mulut,
Stomatognatic Jurnal Kedokteran Gigi, vol 9 (3): 134-139
Wahdayuni, 2017, Analisis Kualitas Gambar Radiografi dengan Merek Film yang
Berbeda, Skripsi, Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar.
Wang, F., Cao, F., Bai, T., 2013, Modulation Transfer Function of Spatially
Variant Sampling Retina-Like Sensor, Optic Journal, vol 1(2):124-134.
Whaites, E., Nicholas, D., 2013, Essentials of Dental Radioghraphy and
Radiology Fifth Edition, Elsevier, U.K..
Yunus, Muliaty, 2015, Faktor Penyebab Kesalahan Interpretasi Radiografi
Kelainan dalam Rongga Mulut, Jurnal Kedokteran Gigi, Universitas
Hasanuddin.
Yusuf, Harmas Y, dan Nani Murniati, 2017, Infeksi Fokal Rongga Mulut dan
Penyakit Sistemik Terkait, Leutika Prio, Jakarta.

49
LAMPIRAN

Pemasangan Apron Teknik Paralel Periapikal

Teknik Panoramik Teknik Bisecting Teknik Cephalometri

Pencucian Film Panoramik Pencucian Film Periapikal Control Panel Extraoral

50
Control Panel Intraoral Dryer Film Holder

51

Anda mungkin juga menyukai