Anda di halaman 1dari 15

RADIOGRAFI OKLUSAL

A. Identifikasi Data dan Indikasi Pasien


Pasien: Laki-laki
Usia : 32 tahun
1. Pemeriksaan Subyektif
CC : pasien mengeluhkan nyeri pada rahang bawah bagian depan
PI : rasa sakit sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, rasa sakit ringan dan hanya
terasa jika di palpasi
PDH : belum pernah melakukan perawatan gigi
PMH: T.A.K
FH : T.A.K
SH : Tidak ada keterangan
2. Pemeriksaan Obyektif
a. Ekstra oral: Compos mentis
b. Intra oral :
1) Mukosa mandibular anterior terlihat normal
2) Tidak ada ekspansi kea rah tulang bukal ataupun lingual
3) Gigi geligi sekitar tampak normal dan tidak mengalami kegoyahan atau
migrasi. Gigi dalam kondisi vital
3. Pemeriksaan penunjang radiografi

Gambar 1. Radiografi oklusal anterior


Gambar 2. Radiografi lower 90o

B. PRINSIP ASEPSIS
Pada prosedur radiografi berisiko terkena kontaminasi silang yang berasal dari
peralatan permukaan lingkungan yang terkena darah atau saliva pasien. Oleh karena itu
penting untuk menjaga agar alat-alat tetap steril. Pengendalian infeksi untuk dental
radiografi hampir sama dengan yang digunakan dalam operasi. Berdasarkan standar
precautions yang bertujuan untuk mencegah penularan penyakit dari pasien ke tenaga
kesehatan gigi dari tenaga kesehatan gigi ke pasien, dari pasien ke pasien, dan dari tempat
praktik ke area lokal di sekitarnya (White dan Pharoah, 2014).
Menurut White dan Pharoah, 2014, standar precautions yang dapat dilakukan untuk
mengontrol infeksi yang bertujuan agar menjaga kondisi tetap steril
a. Menggunakan Sarung Tangan (gloves)
Sarung tangan penting untuk mencegah kontaminasi antara pasien dan tenaga
kesehatan gigi. Setelah pasien siap, operator harus mencuci tangannya dan memakai
sarung tangan sekali pakai (dispossable). Selain itu operator harus selalu mengenakan
sarung tangan saat mengambil foto radiografi, memegang film, film holder yang
terkontaminasi saliva, serta saat melepas barrier protection dari permukaan dan peralatan
radiografi. Operator juga harus mengenakan alat pelindung diri seperti kacamata, masker,
atau face shield untuk mengantisipasi kontaminasi dari cairan tubuh pasien, terlebih
untuk pasien yang memiliki riwayat penyakit menular.
b. Membersihkan dan Menutupi Permukaan Alat
Menutupi permukaan beberapa alat yang mungkin disentuh oleh sarung tangan atau
instrumen yang digunakan dalam rongga mulut sehingga terkontaminasi. Beberapa alat
tersebut misalnya mesin x-ray dan panel kontrol, komputer, dental chair dan headrest,
apron timbal, thyroid collar, dan permukaan tempat film ditempatkan. Desinfeksi
permukaan dapat dilakukan dengan menggunakan barrier yang terbuat dari plastic wrap
bening yang harus diganti apabila rusak dan secara rutin setelah digunakan setiap pasien.
Selain itu dapat juga dilakukan penyemprotan alkohohol pada alat-alat tersebut setelah
digunakan.
c. Mensterilkan Nondisposable Instrument
Beberapa alat yang bukan sekali pakai seperti film holder, support arm, dan bite
blocks sebaiknya disterilkan dengan panas. Setiap instrumen harus dibersihkan dengan air
panas dan sabun untuk menghilangkan saliva dan kotoran. Komponen yang dibersihkan
kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik atau kertas dan disterilkan pada
(autoclave). Pastikan alat – alat tetap dalam kantong penyimpanan sampai segera
sebelum digunakan.

C. PRINSIP Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)


Sebelum proses pengambilan foto radiografi perlu dilakukan komunikasi dan
edukasi kepada pasien agar mendapatkan hasil rontgen yang baik. Berikut beberapa hal
yang harus diperhatikan (Whaites dan Drage, 2013):
1. Pasien diinformasikan mengenai prosedur radiografi yang akan dilakukan
2. Pasien diinstruksikan melepas seluruh perhiasan yang terbuat dari logam serta
gigi tiruan apabila pasien menggunakannya
3. Pasien hamil diharapakan untuk menunda melakukan radiografi
4. Pasien kemudian diinstruksikan untuk menggunakan apron untuk melindungi
diri dari sinar radiasi
5. Pasien diposisikan senyaman mungkin sesuai dengan jenis radiografi yang
akan diambil, selanjutnya diinstruksikan untuk tidak bergerak selama
pengambilan gambar.
D. PRINSIP PROTEKSI RADIASI
Sinar radiasi pada radiografi memiliki dampak buruk bagi tubuh apabila dosis
yang diberikan tidak sesuai. Seorang radiografer, pasien dan orang yang berada di
lingkungan ruang radiologi berisiko terpapar radiasi. Radiografer diperbolehkan terkena
radiasi dengan dosis 20 mSv dan maksimal 50 mSv setiap tahunnya . National Council
on Radiation Protection and Measurement (NCRP) menyatakan bahwa dosis yang boleh
diterima oleh jaringan di rongga mulut adalah 1,2 Gy. Oleh karena itu penting untuk
menerapkan proteksi radiasi dalam pelaksanaannya (White dan Pharoah, 2009).
Prinsip proteksi radiasi harus dilakukan sebelum melakukan radiografi yang
bertujuan untuk meminimalkan risiko dari radiografi yang digunakan untuk penunjang
diagnosis. Sehingga setiap dosis yang dapat dikurangi sedapat mungkin harus dikurangi.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi Dasar perlindungan radiasi
mengacu pada beberapa prinsip atau panduan antara lain (White dan Pharoah, 2009):
1. Justifikasi, yaitu pemanfaatan radiasi harus mempunyai manfaat yang lebih
besar daripada resiko yang diterima. Sehingga harus dipertimbangkan secara
tepat pemakaian jenis radiorafi yang dibutuhkan dengan kasus pasien
2. Optimasi, yaitu berpedoman dengan ALARA (As Low As Reasonable
Achievable) diantaranya:
a. Dokter gigi harus mempertimbangkan secara matang untuk pemanfaatan
radiografi dan dapat meminimalisasi paparan yang tidak penting.
b. Pemanfaatan radiografi harus diupayakan seminimal mungkin
mempertimbangkan faktor sosial ekonomi.
3.  Limitasi, pemanfaatan radiasi tidak melampaui nilai batas dosis yang sudah
ditetapkan
Selain itu terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan juga untuk memproteksi
diri dari sumber radiasi anatara lain (Johnson, 2003):
1. Waktu
Mengurangi waktu ketika berada disekitar sumber radiasi. mengupayakan untuk
tidak terlalu lama berada didekat sumber radiasi saat proses radiografi untuk
mengurangi dosis radiasi yang diterima.
2. Jarak
Memposisikan diri sejauh mungkin dari sumber radiasi, karena besaran paparan
radiasi akan menurun sebanding dengan kebalikan kuadrat jarak terhadap sumber.
3. Pelindung
Menggunakan pelindung saat melakukan paparan. Pelindung yang tepat dapat
menurunkan paparan radiasi gamma dan menghalangi hampir seluruh radiasi beta.
Gunakan pelindung berupa apron, sarung tangan, dan kacamata berlapis timbal.
Beberapa pelindung yang dapat digunakan yaitu:
a. Proteksi pasien
1)  Pasien mengenakan apron
2)  Pasien anak atau pasien dengan penyakit tiroid dianjurkan
mengenakan pelindung tiroid saat akan dilakukan radiografi.
3) Pemakaian filtrasi maksimum pada sinar primer
4)  Waktu penyinaran seminimal mungkin
5) Organ vital dilindungi semaksimal mungkin
b.  Proteksi radiografer
1)  Operator tidak diperbolehkan berdiri didaerah radiasi sinar x primer
2)  Operator harus berada ditempat yang aman yaitu dibalik dinding
berlapis timbal dan berjarak cukup jauh dari sumber sinar x

E. PRINSIP TEKNIK RADIOGRAFI INTRAORAL OKLUSAL


Radiogafi oklusal merupakan teknik radiografi intraoral yang dapat menampilkan
gambaran lengkung gigi dengan penampang yang lebar. Gambarannya dapat mencakup
palatum, dasar mulut, dan struktur pada perluasan lateral lainnya. Film yang digunakan
film berukuran 57 mm x 76 mm atau 58 mm x 77 mm yang diletakkan pada bidang
oklusal gigi. Teknik ini digunakan untuk memperlihatkan keseluruhan bagian gigi dan
tulang sekitar dari penampang oklusal. Teknik radiografi oklusal terbagi menjadi dua,
yaitu
1. Proyeksi Oklusal Rahang Atas
a. Upper standart occlusal / tophographical maxillary occlusal projection
Proyeksi teknik ini digunakan untuk melihat gigi anterior rahang atas, palatum,
prosesus zigomatikus, kanalis nasolakrimalis, gigi geligi dari molar kedua hingga
molar kedua, dan septum nasal. Indikasi penggunaan teknik ini antara lain:
1) Melihat periapikal gigi anterior maksila untuk pasien yang gaging
2) Mendeteksi keberadaan gigi kaninus yang tidak erupsi, supernumerary, dan lesi
pada daerah anterior maksila
3) Evaluasi ukuran dan ekspansi lesi
4) Mengetahui adanya fraktur gigi anterior maksila dan tulang alveolar
Teknik dan posisi pasien pada radiografi ini adalah sebagai berikut.

1) Posisikan pasien duduk dengan kepala tegak dan bidang oklusal sejajar dengan
lantai
2) Film diletakkan pada oklusal gigi rahang bawah, mulai dari gigi anterior ke gigi
posterior. Pastikan bagian posterior film menyentuh ramus mandibula
3) Pasien diinstruksikan untuk menggigit film secara perlahan untuk fiksasi film
4) Cone beam diposisikan di tengah-tengah hidung dengan arah sinar sentral
membentuk sudut 65 o -70o terhadap film.

Gambar 1. Upper standart occlusal

b. Upper oblique occlusal / lateral maxillary occlusal projection


Teknik ini menunjukkan gambaran dari salah satu kuadran maksila. Teknik ini
digunakan untuk menilai periapikal gigi posterior rahang atas, evaluasi ukuran dan
ekspansi lesi, mengetahui dasar antral, tuberositas maksila, dan sisi lateral insisif
hingga molar ketiga sisi kontralateral. Langkah – langkah teknik ini adalah sebagai
berikut.
1) Posisikan pasien duduk tegak dengan kepala tegak dan bidang oklusal sejajar
dengan lantai
2) Film diletakkan pada oklusal gigi rahang bawah dengan sumbu panjang
anteroposterior hingga sejajar bidang sagital
3) Pasien diinstruksikan untuk menggigit film secara perlahan dan dengan tekanan
ringan untuk fiksasi film
4) Cone beam diposisikan di samping wajah pasien mengarah ke bawah pipi pada
sudut 65-70° terhadap film.

Gambar 2. Upper oblique occlusal

c. Vertex occlusal
Teknik ini diindikasikan untuk menentukan posisi bukal palatal gigi uneruption,
dengan cara sebagai berikut.
1) Posisikan pasien duduk tegak dengan kepala tegak dan bidang oklusal sejajar
dengan lantai
2) Film diletakkan pada oklusal gigi rahang bawah anterior hingga posterior
3) Pasien diinstruksikan untuk menggigit film secara perlahan dan dengan tekanan
ringan untuk fiksasi film
4) Tubehead sinar-X diposisikan di atas kepala pasien mengarah ke pada sudut 75°
dengan film.
Gambar 3. Vertex occlusal

2. Proyeksi Oklusal Rahang Bawah


a. Lower 90° occlusal
Teknik ini menunjukkan posisi gigi geligi dan dasar mulut mandibular. Teknik ini
dapat untuk mendeteksi adanya sumbatan pada duktus kelenjar saliva submandibular,
melihat posisi bukal dan lingual gigi posterior rahang bawah yang tidak erupsi,
evaluasi ekspansi lesi pada korpus mandibula, adanya fraktur anterior mandibula
pada bidang horizontal, penilaian lebar mandibula sebelum dilakukan implan gigi.
Langkah – langkah dalam pengambilan radiografi ini adalah sebagai berikut:
1) Pasien duduk tegak dengan kepala menengadah ke atas
2) Film diletakkan pada oklusal gigi dengan jarak 1cm dari gigi insisivus sentral
rahang bawah
3) Pasien diinstruksikan untuk menggigit film secara perlahan dan dengan tekanan
ringan
4) Cone beam diposisikan di bawah dagu, tepat di tengah wajah pasien pada sudut
90° terhadap film.

Gambar 4. Lower 90° occlusal


a. Lower 45° occlusal
Teknik ini menunjukkan gambaran gigi geligi mandibular bagian depan.
Penggunaan teknik ini antara lain:
1) Untuk menilai kondisi periapikal pada pasien gaging
2) Evaluasi ekspansi lesi pada area anterior mandibula
3) Melihat fraktur pada area mandiula bidang vertikal
Langkah – langkah pengambilan radiografi teknik ini adalah sebagai berikut:
1) Posisikan pasien duduk tegak dengan kepala tegak dan bidang oklusal sejajar
dengan lantai
2) Film diletakkan di tengah mulut pada oklusal gigi rahang bawah dengan sumbu
panjang anteroposterior hingga sejajar bidang sagital
3) Cone beam diposisikan pada tengah dagu dengan sudut 45o terhadap film

Gambar 5. Lower 45° occlusal

b. Lower oblique occlusal


Teknik ini dapat menunjukkan gambaran kelenjar saliva submandibular pada sisi
yang diinginkan. Selain itu teknik ini juga dapat melihat posisi gigi molar ketig
ayang belum erupsi serta dapat mengevaluasi ekspansi lesi pada area korpus dan
angulus mandibular. Langkah – langkah teknik ini adalah sebagai berikut.
1) Posisikan pasien duduk tegak dengan kepala tegak dan bidang oklusal sejajar
dengan lantai
2) Posisikan dagu pasien sedikit diangkat dan kepala dimiringkan menjauhi arah
conebeam
3) Cone beam diarahkan ke pertengahan film.
(Whaites dan Drage, 2013).
F. PRINSIP PEMROSESAN FILM
Sistem pemrosesan film dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu pencucian secara
otomatis (automatic processing) dan pencucian secara manual (manual processing). Pada
kasus ini pemrosesan film dilakukan secara manual yang membutuhkan beberapa
komponen. Pemrosesan film secara manual berarti pemrosesan dilakukan secara
konvensional dengan bantuan bahan kimia. Pada pemrosesan manual terbagi lagi menjadi
dua cara, yaitu dengan menggunakan kamar gelap dan tanpa kamar gelap atau disebut
juga dengan self processing. Kasus ini menggunakan teknik kamar gelap (Margono,
1998).
Pemrosesan pada kamar gelap dilakukan sesuai dengan lima tahapan utama
pemrosesan film, yaitu developing, rinsing, fixing, washing, dan drying. Pemrosesan
dengan kamar gelap ini dapat dilakukan secara visual maupun dengan menggunakan cara
temperatur waktu. Keduanya sama-sama dilakukan sesuai lima tahapan utama,
perbedaannya cara temperatur waktu dilakukan apabila pemrosesan film dilakukan pada
temperatur dan waktu tertentu. Berikut tahapan pemrosesan film secara manual
(Margono, 1998).
1. Developing
Pada tahap developing, film dimasukkan ke dalam tangki developer dan
digerakkan ke atas dan ke bawah sesekali atau dua kali di dalam tangki.
Kemudian film dibiarkan agar mengalami proses developing dengan waktu yang
berbeda tergantung pada temperatur dari cairan kimia yang digunakan.
2. Rinsing
Tahap rinsing, film dibilas selama kurang lebih 30 detik menggunakan air
bersih. Selama tahap ini, film harus diangkat ke atas dan ke bawah beberapa kali
di dalam tangki air. Pada tahap ini pastikan tidak ada kebocoran cahaya putih
selama prosesnya.
3. Fixing
Selanjutnya pada tahap ini, film dimasukkan ke dalam tangki yang berisi
cairan fiksasi dan dibiarkan di dalam tangki setidaknya 5 menit. Selama tahap ini
juga harus dipastikan tidak ada cahaya putih di dalam ruangan pada 3 menit
pertama prosesnya.
4. Washing
Pada tahap washing, film dicuci didalam tangki pencuci yang besar dengan
air bersih yang mengalir. Film harus dibiarkan di dalam tangki air paling tidak 30
menit dengan kondisi ruangan yang disinari cahaya putih dengan syarat tidak
boleh ada film lainnya yang diproses.
5. Drying
Selanjutnya, film siap untuk dikeringkan. Temperatur pengeringan tidak
boleh lebih dari 35oC dan film harus digantung tanpa terkena debu atau
terkontaminasi kotoran-kotoran lainnya.

G. PRINSIP EVALUASI MUTU RADIOGRAFI BITEWING


Kualitas hasil gambaran radiografi ditentukan dari pengambilan foto radiografi
dan pemrosesan filmnya. Terdapat beberapa kriteria penilaian standar untuk kualitas film,
antara lain (Whaites dan Drage, 2013):
1. Excellent : kulaitas gambar sangat baik karena tidak ada kesalahan dalam
persiapan pasien, posisi, paparan, dan saat pemrosesan film
2. Diagnostically acceptable : kualitas gambar cukup baik walaupun terdapat
sedikit kesalahan pada salah satu aspek tetapi masih dapat diinterpretasikan
3. Unacceptable : kualitas gambar buruk karena terdapat kesalahan pada
beberapa aspek sehingga tidak dapat diinterpretasikan

Komponen lain yang dapat dijadikan penilaian kualitas sebuah gambar adalah
(White dan Paroah, 2009):

1. Densitas: tingkat kegelapan foto, idealnya tidak terlalu gelap dan tidak terlalu
gelap. Hal ini dipengaruhi oleh voltage dan waktu paparan
2. Kontras : suatu perbedaan yang jelas antara radiopak dan radiolusen. Terdiri
dari
a. High contrast: gambar yang jelas daerah gelap dan terangnya, disebut juga
short gray scale of contrast karena foto memiliki warna abu – abu diantara
gelap dan terang
b. Low contrast : disebut juga long gray scale of contrast karena hanya
memiliki warna abu – abu terang dan dan abu – abu gelap
3. Detail : menggambarkan anatomi secara detail yang dapat dibedakan satu
sama lain
4. Ketajaman : kemampuan suatu foto untuk menampilkan gambar yang jelas
dan tidak berbayang
5. Resolusi : kemampuan suatu foto untuk menampilkan gambar yang jelas pada
struktur yang berdekatan

Berdasarkan gambar radiografi oklusal pada jurnal dapat diambil penilaian


kualitasnya antara lain:

1. Radiografi lower 45o (anterior occlusal )


a. Menunjukkan kualitas gambar yang diagnostically acceptable, gambar
sedikit kabur dan sedikit mengalami distorsi ukuran berupa elongasi
namun tetap dapat dilakukan interpretasi
b. Kontras warnanya menunjukkan hasil yang high contrast
c. Detail untuk anatominya baik dengan struktur yang masih terlihat jelas
satu sama lain
d. Resolusi gambarnya cukup baik
2. Radiografi lower 90o (true occlusal)
a. Menunjukkan kualitas gambar yang diagnostically acceptable gambar
sedikit kabur namun masih dapat dilakukan interpretasi
b. Kontras warnanya menunjukkan hasil yang high contrast
c. Detail untuk anatominya baik dengan struktur yang masih terlihat jelas
satu sama lain
d. Resolusi gambarnya cukup baik

H. INTERPRETASI GAMBARAN RADIOANATOMI PADA KASUS

Pada kasus yang ditampilkan pada jurnal terlihat gambaran radiografi oklusal
berupa lower 45o (anterior occlusal ) dan lower 90o (true occlusal) dengan interpretasi
sebagai berkut:
1. Lower 45o (anterior occlusal )
a. Gambaran radiografi mencakup gigi 36, 35, 34, 33, 32, 31, 41, 42, 43, 44,
45, dan 46 serta daerah korpus mandibula
b. 1) Gigi 36, 35, 34, 44, 45, dan 46 tidak dapat diinterpretasi karena hanya
tampak sebagian sisi dan bukan menjadi fokus pengamatan
2) Gigi 33, 32, 31, 41, 42, dn 43 terdapat gambaran radiolusan pada daerah
interproksimal mulai dari cementoenamel junction hingga 1/3 apikal
menandakan resorbsi tulang. Tidak tampak radiopak pada sekitar akar
yang menunjukkan lamina dura terputus.
c. Deskripsi lesi: gambaran radiolusen pada korpus mandibula unilateral
bagian kiri dengan ukuran kurang lebih 4 cm meluas dari daerah apeks
gigi 32 hingga 34 dengan batas jelas dikelilingi massa radiopak bentuk
bulat sedikit konus monolokuler. Lesi tidak berhubungan dengan dengan
kar gigi terdekat. Lesi tampak seperti campuran radiopak dan radolusen
dan lesi tidak mengekspansi tulang.
d. Radiodiagnogsis : kista tulang soliter
e. Kesalahan radiografi:
1) Distorsi ukuran berupa elongasi : gigi terlihat lebih panjang terjadi
akibat conebeam terlalu mendekati apikal gigi
2) Blurred image : gambaran kabur akibat saat penyinaran pasien bergerak
atau film bergeser
3) Black line : terjadi karena pembengkokan filam yang terlalu berlebihan,
bisa terjadi karena pasien menggigit film teralu kencang
2. Lower 90o (true occlusal)
a. Gambar radiografi mencakup area gigi 37 hingga 47, lidah, dasar mulut
dan korpus mandibular
b. Gigi 37, 36, 36, dan 47 tidak dapat diinterpretasi karena terpotong
c. Terdapat gambaran radiopak yang menunjukkan mahkota gigi geligi
dalam batas normal. Gambaran radiopak lengkung rahang juga dalam
batas normal. Terdapat gambaran radiolusen pada korpus mandibula
sebelah kiri bagian bukal
d. Deskripsi lesi: gambaran radiolusen pada korpus mandibula unilateral
bagian kiri sisi bukal yang meluas mulai dari regio apeks gigi 32 hingga
33 dengan berbatas jelas dengan bentuk bulat pipih. Lesi tidak
berhubungan dengan akar gigi terdekat. Lesi tidak mengekspansi tulang
e. Radiodiagnosis : kista tulang soliter
f. Kesalahan radiografi:
1) Blurred image : gambaran kabur akibat saat penyinaran pasien bergerak
atau film bergeser
2) Dot artifact : tampak adanya gambaran dot pada hasil akhir radiografi,
terjadi karena salah dalam penempatan film

I. DIFFERENSIAL RADIODIAGNOSIS
Diagnosa banding pada kasus ini yaitu
1. Kista tulang soliter
2. Ameloblastoma
3. Osteomyelitis
DAFTAR PUSTAKA

White, S.C., Pharoah, M.J., 2009, Oral Radiology Principle and Interpretation, 5th ed.,
Mosby Inc, Los Angeles.

Anda mungkin juga menyukai