Disusun Oleh:
Eka Dhamma Dina Anjasrini
G4B017033
Dosen Pembimbing :
drg. Jatu Rachel K., Sp. RKG
TINJAUAN PUSTAKA
A. Prinsip Asepsis
Asepsis merupakan tindakan preventif terhadap kontaminasi mikroorganisme.
Tindakan asepsis bertujuan untuk melakukan kontrol infeksi agar tidak terjadi penularan
dari praktisi ke pasien, antar pasien, maupun sebaliknya (Mardiyantoro, 2019).
Tindakan aseptis diperoleh dengan melakukan sterilisasi dan desinfeksi. Sterilisasi
adalah upaya untuk membebaskan suatu permukaan dari seluruh mikroorganisme
bahkan dalam bentuk spora sehingga secara teoritis apabila dilakukan dengan benar,
sterilisasi akan menghilangkan kemungkinan infeksi. Sedangkan desinfeksi adalah
prosedur untuk mengurangi jumlah mikroorganisme patogen. Tindakan asepsis menurut
Adler dan Carlton (2016) dilakukan dengan 2 metode, antara lain:
1. Metode Kimia
Metode kimia dilakukan dengan menggunakan bahan kimia yang disebut
desinfektan. Desinfektan dapat bersifat bakterisid (membunuh sel mikroba) atau
bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan mikroba). Bahan desinfektan
yang sering dipakai pada radiologi yaitu iodin dan klorin yang bersifat bakterisid,
alkohol, hidrogen peroksida 3% yang sangat efektif untuk antiseptik luka dalam,
deterjen dengan kandungan amonium digunakan untuk desinfeksi rumah sakit, dan
etilen oksida digunakan sebagai bahan sterilisasi gas untuk peralatan eletronik atau
plastik yang dapat rusak karena panas. Efektivitas bahan desinfeksi dipengaruhi oleh
konsentrasi, suhu, waktu eksposur, tipe dan jumlah mikroba, dan lingkungan dari
objek atau pasien.
2. Metode Fisika
Metode ini menggunakan panas sebagai media sterilisasi. Metode moist heat
(uap panas) lebih efektif dibanding dry heat (panas kering). Alat sterilisasi dengan
moist heat yaitu autoklaf yang efektif membunuh sel dan endospora pada suhu
121oC (250oF) dan tekanan 15 lb/in2 selama 15 menit. Sedangkan alat sterilisasi
dengan panas kering yaitu oven. Oven membutuhkan suhu yang lebih tinggi dan
waktu yang lebih lama untuk efektif membunuh mikroba pada suhu 160oC (250oF)
selama 120 menit.
Metode paling sederhana untuk kontrol infeksi adalah penggunaan alat
pelindung diri seperti gloves, gowns, masker, pelindung mata, dan face shield serta
melakukan cuci tangan sesuai anjuran WHO (Adler dan Carlton, 2016). Menurut
Whaites dan Drage (2020) cuci tangan dan teknik asepsis yang optimal akan
melindungi pasien, operator, dan staf lainnya. Tindakan ini harus dilakukan sebelum
memakai dan setelah melepas gloves serta setelah kontak dengan cairan tubuh
maupun lingkungan yang terkontaminasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat
sebelum dan sesudah pemeriksaan radiologi antara lain.
1. Sebelum Pemeriksaan
a. Jika memiliki luka pada tangan atau lengan harus tertutupi dengan bahan
waterproof.
b. Cuci tangan merupakan hal wajib sebelum memakai gloves. Gloves dipakai
oleh seluruh staf termasuk asisten untuk seluruh prosedur radiografi dan
diganti baru setiap pasien dan ketika robek.
c. Memakai pelindung area wajah seperti googles, face shields dan masker
untuk melindungi dari percikan dan pernapasan.
d. Menggunakan disposable atau reusable tray untuk menyimpan film dan
holder.
e. Film dan sensor radiografi digital diberi pelindung seperti plastik atau
pelindung lainnya.
f. Dokumen seperti rekam medis dijauhkan dari area kerja untuk mencegah
kontaminasi.
2. Setelah Pemeriksaan
a. Sensor dan film harus dilepaskan dari holder menggunakan bahan penyerap
seperti tisu.
b. Setelah digunakan dari rongga mulut, sensor dan film harus dikeluarkan dari
plastik wrap/ amplop pelindung dan dipindahkan ke permukaan yang bersih
sehingga bisa dilakukan Pemrosesan dengan aman. Plastik wrap dibuang
sebagai sampah medis.
c. Bahan sekali pakai seperti gloves, masker dibuang sebagai sampah medis.
Bahan reusable di dekontaminasi seperti googles, face shields, apron,
holder.
d. Peralatan X-ray seperti tubehead, control panel, timer switch, head rest, chin
ret, earposts dan kaset yang disentuh selama proses pengambilan foto harus
di desinfeksi.
E. Pemrosesan Film
Pemrosesan film merupakan prosedur untuk mengubah gambar laten (invisible)
pada film menjadi gambar yang terlihat dan permanen. Pada saat pengambilan
radiografi radiasi akan diserap oleh perak halida pada emulsi film dan disimpan menjadi
energi radiasi. Energi yang tersimpan akan membentuk pola dan menghasilkan gambar
laten yang tidak terlihat pada film. Gambar laten akan dapat terlihat ketika adanya
reaksi kimia saat pemrosesan yang akan mereduksi perak halida dan menghasilkan
endapan perak logam hitam. Pemrosesan film dapat dilakukan menggunakan alat
prosesor secara otomatis maupun manual diruangan gelap (Iannucci dan Howerton,
2017).
Prosedur pemrosesan film secara manual atau disebut juga hand proscessing atau
tank processing terdiri dari 5 tahap yaitu (Iannuci dan Howerton, 2017; White dan
Pharoah, 2019).
1. Development
Tahap pertama dalam prosesing adalah development. Larutan kimia yang
digunakan disebut developer fungsinya adalah mengubah perak halida yang telah
terekspos dan menyerap energi radiasi menjadi perak logam hitam. Larutan
developer akan melunakkan emulsi film ketika prosesing.
2. Rinsing
Tahap selanjutnya adalah mencuci atau membilas film dengan air selama 30
detik untuk menghilangkan cairan developer dan menghentikan proses development.
3. Fixing
Larutan kimia yang digunakan disebut fixer untuk menghilangkan perak halida
yang tidak terekspos dan tidak menyerap energi radiasi dari emulsi film. Emulsi film
akan mengeras ketika terkena larutan fixer. Jika kristal perak halida tidak hilang,
gambar yang dihasilkan akan menjadi gelap. Larutan fixer yang terkontaminasi
dapat menghasilkan diskolorasi dan stain pada film.
4. Washing
Tahap ini dilakukan dengan membilas film di air mengalir untuk menghilangkan
semua sisa zat kimia pada emulsi film.
5. Drying
Tahap akhir prosesing film adalah mengeringkan film yang dapat dilakukan
dengan udara pada suhu ruang dan area bebas debu atau ditempatkan di lemari
pengering.
• Hamulus: • Zygoma:
Gambaran radiopak seperti kait di Gambaran pita radiopak difus
distal tuberositas maksila. yang meluas dari distal prosesus
zygoma.
2 Mandibula
F E
G
Keterangan gambar:
a. Enamel
b. Dentin
c. Dentino enamel junction
d. Ruang pulpa
e. Puncak tulang alveolar
f. Ligamen periodontal
g. Lamina dura
BAB II
LAPORAN KASUS
Gambar 2.1 Ilustrasi posisi kepala dan tubehead untuk pengambilan radiografi mandibula
Sumber: (Whaites dan Drage, 2021)
5. Atur faktor pemaparan pada kontrol panel, untuk teknik radiografi intraoral yang
sering dipakai adalah 65 kVp, 10 mA, 0,8-1 s.
6. Pemasangan film:
a. Film dimasukkan ke dalam rongga mulut di area lingual gigi 36 dengan
bagian film dengan permukaan halus dan putih menghadap arah tubehead x-
ray dengan dot berada di oklusal.
b. Posisi film horizontal untuk gigi posterior.
c. Sekitar 2 mm paket film harus berada di atas puncak oklusal untuk
memastikan seluruh bagian gigi muncul di film.
d. Pasien di instruksikan untuk menahan film dengan jari di permukaan lingual
gigi secara mantap namun lembut agar film tidak tertekuk dan tidak
bergeser.
7. Posisikan tubehead x-ray yang disesuaikan dengan sudut vertikal dan horizontal.
Untuk pengambilan radiografi teknik bisecting gigi molar mandibula
menggunakan sudut vertikal -5o.
8. Teknik Bisecting dipengaruhi penentuan sudut vertikal dan sudut horisontal .
Sudut vertikal: Sudut yang dibentuk Sinar-X yang tegak lurus bisecting line dan
mengarah ke apikal gigi dengan bidang oklusi / lantai. Dengan prinsip segitiga
sama kaki, panjang gigi sebenarnya dapat terproyeksi sama panjangnya pada
film.
Sudut horisontal: ditentukan oleh bentuk lengkung rahang dan posisi gigi.dalam
bidang horisontal titik pusat sinar-X diarahkan melalui interproksimal.
penyinaran dengan kondisi yang telah ditentukan sebesar: kV = 65 ; mA = 10;
( Sec : 0,3 – 0,5 det.)
9. Penentuan Titik Penetrasi
Titik penetrasi adalah suatu titik yang merupakan proyeksi dari apeks gigi yang
berguna untuk mengarahkan pusat sinar x pada apeks gigi. Penentuan titik
penetrasi ini diawali dengan pembuatan garis khayal, untuk rahang atas ditarik
garis dari fosa nasalis ke tragus telinga, lalu dibuat garis tegak lurus untuk
masin-masing jenis gigi yaitu:
Titik penetrasi molar pertama berada pada perpotongan garis dari sudut terluar
mata. Titik penetrasi molar ke dua ditemukan 1 cm ke distal dari titik penetrasi
molar pertama. Titik penetrasi molar ke tiga 2 cm ke distal dari titik penetrasi
molar pertama.
10. Lakukan pemaparan/exposure. Setelah selesai film dikeluarkan dari rongga
mulut pasien dan keringkan dengan tisu atau paper towel disimpan di tempat
aman. Instruksikan pasien keluar ruangan dan melepas apron.
11. Lakukan desinfeksi ruangan dan alat yang tersentuh selama proses pemaparan,
serta membuang gloves dan masker pada tempat sampah medis.
C. Pemrosesan Film
Prosedur prosesing film dilakukan secara manual diruang gelap. Sebelum
mengeluarkan film dari pembungkusnya pastikan ruangan sudah gelap, lalu dilakukan
prosesing film sebagai berikut:
1. Development: film dimasukkan ke dalam larutan developer dan digerakkan
selama 10 detik.
2. Rinsing: film dikeluarkan dari larutan developer dan dibilas dengan air selama
30 detik.
3. Fixing: film dimasukkan ke dalam larutan fixer dan di cek berkala hingga
terlihat gambaran pada film.
4. Washing: film dibilas di air mengalir untuk menghilangkan semua sisa zat
kimia pada emulsi film.
5. Drying: film dikeringkan
D. Evaluasi Mutu Radiografi Periapikal Bisecting
Analisis radiografi:
1. Densitas: tingkat keterangan foto radiografi yang dihasilkan cukup.
2. Kontras: kontras foto tersebut cukup baik.
3. Struktur anatomi: Foto radiografi ini kurang mencakup seluruh struktur gigi 36
dan jaringan di sekitarnya. Namun cukup memperlihatkan sebanyak 3-4 mm
tulang alveolar di bawah gigi.
4. Kesalahan radiografi: terdapat beberapa kesalahan radiografi pada gambar di
atas yaitu gambar gigi 36 kurang terambil secara sempurna, sehingga yang lebih
terlihat adalah gigi 37 yang kondisinya masih bagus.
Berdasarkan hal tersebut, kualitas foto radiografi ini digolongkan ke dalam
golongan diagnostically accepted.
E. Interpretasi Radioanatomi Periapikal Bisecting
1
2
5
3
6 4
Adler, A.M., Carlton, R.R., 2016, Introduction to Radiologic & Imaging Sciences &
Patient Care, Elsevier, Canada.
Bird, D. L., Robinson, D. S., 2015, Modern Dental Assisting, Eleventh Edition,
Elsevier, Missouri.
Ghom, A. G., Ghom, S. A., 2016, Textbook of Oral Radiology, 2nd Edition, Elsevier,
New Delhi.
Iannucci, J.M., Howerton, L.J., 2017, Dental Radiography: Principles and Technique,
Elsevier, Canada.
Mardiyantoro dkk., 2019, Dasar-Dasar Keselamatan Pasien Pada Praktik Dokter Gigi,
UB Press, Malang.
Whaites. E., Drage, N, 2002, Essentials of Dental Radiography and Radiology, Third
Edition, Elsevier, London.
Whaites. E., Drage, N, 2021, Essentials of Dental Radiography and Radiology, Sixth
Edition, Elsevier, London.
White, S.C., Pharoah, M.J., 2019, Oral Radiology: Principles and Interpretation, 6th
Edition, Elsevier, Canada.
D-Dental Clinic
Jl. Dr. Soeparno, Karangwangkal, Grendeng, Purwokerto Utara
Banyumas, Jawa Tengah. Telp 021 – 88878978
Surat Rujukan
Demikian surat rujukan ini kami kirim. Atas perhatian dan kerjasamanya kami
ucapkan terima kasih.
Hormat kami,