Anda di halaman 1dari 29

RESUME BIDANG RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI

INTERPRETASI RADIOGRAFI SEFALOMETRI

NAMA DPJP:
drg. Jatu Rachel Keshena, Sp.RKG

NAMA MAHASISWA/NIM:
Fitri Fauziah Pulungan / G4B020016

Komponen
pembelajaran Kognitif Psikomotor
daring

Nilai

Tanda tangan
drg. Jatu Rachel Keshena, drg. Jatu Rachel Keshena,
DPJP
Sp.RKG Sp.RKG

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2021
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Radiografi Kedokteran Gigi

Radiografi adalah salah satu pemeriksaan penunjang terpenting dalam menegakkan


diagnosis dibidang kedokteran gigi. Radiografi dibidang kedokteran gigi diperlukan untuk
mendapatkan suatu gambaran maksilofasial seperti maksila, mandibula dan struktur-struktur
penunjangnya (Nasrulloh dkk, 2013). Klasifikasi radiografi pada kedokteran gigi dibagi menjadi
radiografi intraoral dan radiografi ekstraoral. Radiografi intraoral adalah pemeriksaan radiografi
menggunakan reseptor intraoral yang diletakkan di dalam rongga mulut pasien untuk melihat
gig dan jaringan pendukung lainnya. Radiografi ekstraoral adalah pemeriksaan radiografi yang
digunakan untuk melihat area yang luas, meliputi tengkorak dan tulang rahang. Radiografi
sefalometri merupakan salah satu jenis radiografi ekstraoral. Sefalometrik adalah ilmu yang
mempelajari pengukuran-pengukuran yang bersifat kuantitatif terhadap bagian-bagian tertentu
dari kepala untuk mendapatkan informasi tentang pola kraniofasial.
Manfaat sefalometri radiografik adalah:
a. Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial.
Dengan membandingkan sefalogram-sefalogram yang diambil dalam interval waktu
yang berbeda, untuk mengetahui arah pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial.
b. Diagnosis atau analisis kelainan kraniofasial.
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab maloklusi (seperti ketidak seimbangan
struktur tulang muka).
c. Mempelajari tipe fasial
Relasi rahang dan posisi gigi-gigi berhubungan erat dengan tipe fasial. Ada 2 hal penting
yaitu : (1) posisi maksila dalam arah antero-posterior terhadap kranium dan (2) relasi
mandibula terhadap maksila, sehingga akan mempengaruhi bentuk profil : cembung,
lurus atau cekung.
d. Merencanakan perawatan ortodontik.
Analisis dan diagnosis yang didasarkan pada perhitungan-perhitungan sefalometrik
dapat diprakirakan hasil perawatan ortodontik yang dilakukan.
e. Evaluasi kasus-kasus yang telah dirawat.
Dengan membandingkan sefalogram yang diambil sebelum, sewaktu dan sesudah
perawatan ortodontik.
f. Analisis fungsional.
Fungsi gerakan mandibula dapat diketahui dengan membandingkan posisi kondilus
pada sefalogram yang dibuat pada waktu mulut terbuka dan posisi istirahat.

Alat yang digunakan pada pengambilan radiografi ekstraoral dan intra oral adalah dental x-ray.
Dental x-ray dibagi menjadi dua bagian, yaitu fixed (menempel pada dinding) dan mobile (dapat
digerakkan). Terdapat tiga komponen utama pada dental x-ray, yaitu tubehead, positioning
arms,dan control panel and circuly (Whites dan Drage, 2013).

A
C

Gambar 1.1Dental X-ray untuk intra oral(A) Tubehead, (B) Positioning arm (C) Control Panel

Gambar 1.2Dental X-ray untuk ekstra oral(A) X-ray Tubehead (B) Cephalostat
head ) (C)
( stabilizing
contr
Control panel (D) Cassett holder
B. Prinsip Asepsis
Prosedur kerja di Instalasi Radiologi Kedokteran Gigi dikategorikan dalam prosedur yang
memiliki risiko penularan penyakit rendah (pemeriksaan radiografi ekstraoral) dan risiko sedang
(pemeriksaan radiografi intra oral). Penggunaan alat pelindung diri (APD) yang disarankan pada
pemeriksaan radiografi ekstraoral adalah level 2 sedangkan pada pemeriksaan radiografi intra
oral adalah level 3. Petugas pada resepsionis, dapat menggunakan APD level. Melakukan
prosedur mencuci tangan yang baik dan benar bagi seluruh petugas medis dan pasien
(Saki,2020). Menurut White dan Pharoah (2014), standar precautions yang dapat dilakukan
untuk mengontrol infeksi yang bertujuan agar kondisi asepsis dapat tercipta dalam penggunaan
radiografi, adalah sebagai berikut:
a. Menggunakan APD seperti sarung tangan (handscoon), kacamata, masker, atau face
shield pada setiap prosedur radiografi untuk mengantisipasi kontaminasi dari cairan
tubuh pasien.
b. Membersihkan dan menutupi semua permukaan kontak klinis (permukaan yang
mungkin dapat disentuh pasien) seperti mesin x-ray dan panel kontrol, komputer, dental
chair dan headrest, apron timbal, thyroid collar, dan permukaan tempat film ditempatkan.
c. Mensterilkan nondisposable instrument setelah pengambilan radiografi dengan air panas
dan sabun untuk menghilangkan saliva dan kotoran. Komponen yang dibersihkan
kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik atau kertas dan disterilkan dengan uap
di bawah tekanan (autoclave).
d. Mencegah kontaminasi peralatan pemrosesan, setelah semua eksposur film dibuat,
operator harus mengganti sarung tangannya dan membawa wadah film yang
terkontaminasi ke kamar gelap. Tujuan di kamar gelap adalah untuk memutus rantai
infeksi sehingga hanya film bersih yang ditempatkan ke dalam larutan pemrosesan

C. Prinsip KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi)


Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk memengaruhi secara positif perilaku
kesehatan masyarakat dengan menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi baik
menggunakan komunikasi antar pribadi maupun komunikasi massa. Prinsip KIE pada radiologi
kedokteran gig yaitu mengkomunikasikan kepada pasien tentang pentingnya foto rontgen untuk
kelangsungan perawatan gigi. Kelebihan dan kekurangan jika dilakukan dan tidak dilakukannya
foto rontgen. Menjelaskan paparan radiasinya yang tidak membahayakan. Prosedur
pengambilan foto rontgen, alat pelindung yang digunakan dan apa saja yang tidak boleh
dipergunakan saat pengambilan foto rontgen. Menginformasikan waktu-waktu yang tepat
dilakukann rontgen. Contonya dilarang salama kehamilan terutana trimester pertama (Lannuci
dan Howerton, 2012).
D. Prinsip Proteksi Radiasi
Prinsip proteksi radiasi berdasarkan Basic Safety Standard (BSS) yang terdiri dari 3 unsur yaitu
a. Justifikasi, semua kegiatan yang melibatkan paparan dilakukan hanya ketika
menghasilkan nilai lebih atau memberikan manfaat yang nyata. Dalam prinsip ini,
mempertimbangkan keuntungan dan kerugian untuk memastikan kegiatan tersebut layak
dilakukan atau tidak.
b. Optimasi, pada prinsip ini, semua paparan harus diusahakan seren dah-rendahnya (As
Low As Reasonably Ahievable - ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi
dan sosial. Syarat ini menyatakan bahwa kerugian / kerusakan dari suatu kegiatan yang
melibatkan radiasi harus ditekan serendah mungkin dengan menerapkan peraturan
proteksi.
c. Pembatasan (Limitasi) Pada pembatasan, semua dosis ekivalen yang diterima tiap orang
tidak boleh melebihi NIlai Batas Dosis (NBD) yang ditetapkan. Tujuannya adalah untuk
menjamin bahwa tidak ada seorangpun yang terkena resiko radiasi baik efek stokastik
maupun efek deterministik akibat penggunaan radiasi maupun zat radioaktif dalam
keadaan normal (Komisi Proteksi Radiasi Kawasan Nulir Serpong, 2011)
Proteksi radiasi merupakan prosedur penting yang harus dilakukan sebelum melakukan
radiografi. Menurut Marpaung (2006), prinsip proteksi radiasi meliputi waktu, jarak dan perisai.
Untuk mengurangi waktu paparan separuhnya maka mengurangi dosis separuhnya. Karena
sinar-X berbeda setelah melewati bahan, maka intensitas berkurang, berbanding terbalik dengan
kuadrat jarak dari sumber radiasi, maka jika jarak dari sumber radiasi digandakan maka
intensitas radiasi berkurang seperempat kali dari nilai semula. Pelemahan berkas sinar-X adalah
eksponensil karena sebagian berkas diserap bahan yang dilaluinya, sehingga hanya sedkit perisai
radiasi yang dapat mengurangi secara signifikan. Persiapan terhadap proteksi radiografi harus
dilakukan terhadap semua yang berhubungan dengan pelaksanaan radiografi antara lain pasien,
operator dan lingkungan kerja radiologi.
A. Proteksi pada pasien
1. Pasien memakai apron
2. Pasien anak atau wanita hamil dianjurkan menggunakan perisai tiroid saat akan
dilakukan radiografi.
3. Alat yang digunakan harus memenuhi prosedur standar operasi, yaitu:
a) Pemakaian filtrasi maksimum pada sinar primer.
b) Pemakaian voltage yang lebih tinggi sehingga daya tembusnya lebih kuat.
c) Jarak fokus pasien tidak boleh terlalu pendek.
d) Daerah sinar harus seminimal mungkin.
e) Waktu penyinaran harus sesingkat mungkin.
B. Proteksi pada operator
a. Hindari penyinaran bagian-bagian tubuh yang tidak terlindungi
b. Pemakaian sarung tangan, apron atau gaun pelindung, yang berlapis Pb
dengan tebal maksimum 0,5 mm Pb
c. Hindari pemakaian sinar tembus tulang tulang kepala (head fluoroscopy)
d. Akomodasi mata sebelum melakukan pemeriksaan sinar tembus paling sedikit
20 menit
e. Gunakan alat-alat pengukur sinar rontgen
f. Pemeriksaan peswat sebelum dipakai, misalnya:
• Perlindungan terhadap bahaya elektris
• Adanya kebocoran pada tabung pesawat
• Voltage yang aman dan lamanya
g. Pemeriksaan rutin terhadap kemungkinan bocor atau rusaknya
perlengkapanperlengkapan
E. Radiografi Sefalometri
Radiografi sefalometri adalah radiografi dari tulang wajah terstandarisasi dan dapat digandakan
yang sering digunakan pada ortodonti untuk menilai hubungan gigi ke rahang dan rahang ke
bagian tulang wajah lainnya. Standardisasi sangat penting untuk perkembangan sefalometri
pengukuran dan perbandingan titik-titik spesifik, jarak dan garis pada tulang wajah yang
merupakan bagian utuh dari penilaian ortodonti. Nilai paling besar mungkin didapat dari
radiografi ini jika dicatat dan didigitalisasi dan ini sangat penting untuk digunakan untuk
.mengamati perkembangan dari perawatan Radiografi sefalometri terdiri dari 2 jenis, yaitu
sefalometri lateral dan sefalometri posteroanterior (PA) (Purwanegara dan Iskandar, 2006).
1. True cephalometric lateral skull
Prinsip utama dalam sefalometri adalah posisi film paralel dengan bidang sagital
kepala pasien. Posisi cone beam tegak lurus dengan bidang sagital pasien dan posisi
film. Pada pengambilan foto ini posisi gigi-geligi pasien dalam keadaan oklusi
sentrik. Film terletak ±150 cm hingga 400 cm dari pusat sinar x untuk menghindari
magnifikasi serta wajah sebelah kiri dekat dengan film (Kalinowska, 2020). Pusat
sinar X sejajar sumbu transmeatal (ear rod) dari sefalostat. FHP sejajar lantai, pasien
berdiri tegak, kedua telinga setinggi ear rod (Whaites dan Drag, 2013).

Gambar 1.2 Posisi pengambilan foto sefalometri lateral


Gambar 1.3 Posisi pengambilan foto sefalometri posteroanterior

2. Sefalometri postero-anterior.
Sefalometri ini memiliki kegunaan tinggi untuk mengamati bagian anatomi
orbita, nasal cavity, dan frontal sinus. Teknik dan posisi pengambilan
radiografi sefalometri postero-anterior:
 Head stabilizing aparatus diputar 90.
 Pasien diposisikan pada alat dengan foreheadnose position.
 Ear rods dimasukkan ke telinga.
 Sinar-X diberikan horizontal dengan pusat di cervical spine pada
ramus mandibular.
Gambar 1.4 Posisi pengambilan foto sefalometri posteroanterior
Indikasi dari radiografi sefalometri adalah sebagai berikut (Whaites dan Drag, 2013):
1. Digunakan untuk diagnosis awal dan menentukan rencana perawatan ortodontik.
2. Dilakukan untuk melihat dan mengevaluasi perkembangan perawatan
3. Dilakukan sebagai evaluasi pre evaluatif dalam orthognatic surgery
4. Dilakukan sebagai evaluasi post evaluatif setelah dilakukan orthognatic surgery
Radiografi sefalometri menggunakan titik-titik tertentu pada kraniofasial yang digunakan
sebagai acuan untuk membentuk garis, sudut, maupun bidang yang akan digunakan untuk
menganalisis. Metode konvensional untuk menganalisis sefalogram dilakukan dengan
cara tracing. Titik, garis dan bidang yang digunakan dalam sefalometri terbagi menjadi
beberapa bagian diantaranya: titik kranial (S, N, O, Po), titik maksila (A, ANS, PNS),
titik mandibula B, Pog/Pg, Gn, Me, Go) dan bidang-bidang (S-N, FHP/Po-O, ANS-PNS,
Go-Gn, Go-Me, N-Pg). Analisis sefalometri meliputi analisis dental, skeletal, dan
jaringan lunak. Analisis sefalometri didapat daengan cara menumpuk (superimposed) dua
tracing sefalogram pada bidang orientasi tertentu (Rahardjo, 2012).
Gambar 1.5 Gambaran anatomical landmark sefalometri
Tanda-tanda penting pada sefalometri radiografik adalah titik-titik yang dapat digunakan
sebagai petunjuk dalam pengukuran atau untuk membentuk suatu bidang. Titik-titik
tersebut antara lain:
1. Titik Kranial
a. Sella (S) : titik pusat dari Sella Tursika
b. Nasion : perpotongan bidang sagital dengan sutura frontonasalis atau titik
terdepan dari sutura frontonasalis
c. Porion : titik tengah dari tepi atas meatus akustikus eksternus
d. Orbita : titik terendah dari tepi bawah rongga mata
2. Titik Maksila
a. Anterior Nasal Spine (ANS) : ujung paling anterior dari tulang makila
setingkat dengan palatum
b. Posterior Nasal Spine (PNS) : ujung paling posterior dari palatum durum yang
terletak pada bidang sagital
c. Subspinale (A) : titik paling dalam pada kontur premaksila terletak antara titik
Anterior Nasal `Spine (ANS) dengan titik Prosthion (Pr)
3. Titik Mandibula
a. Submentale (B) : titik terdalam pada kontur mandibula yang terletak
antara Infradental (Id) dan Pogonion (Po/Pg)
b. Pogonion (Po/Pg) : titik terdepan dari symphisis mandibula (dapat dicari
dengan menarik garis singgung dari Nasion ke dagu)
c. Gnation (Gn) : titik antero inferior dari dagu yang terletak antara
Pogonion dan Menton pada kontur luar dagu
d. Menton (Me) : titik paling inferior dari symphysis
e. Gonion (Go) : titik yang terletak antara titik yang paling inferior dan titik
yang paling posterior dari angulus mandibula.
4. Bidang-bidang
a. Bidang S-N
Bidang S-N merupakan garis yang menghubungkan titik Sella dan
Nasion, merupakan garis perpanjangan dari basis anterior. Garsi ini
dianggap sebagai garis yang paling stabil (Sulandjari, 2008).
b. Bidang Frankfurt Horizontal Plane (FHP)
Bidang FHP merupakan gabungan dari titik Porion dan Orbita. Garis ini
merupakan bidang horizontal (Sulandjari, 2008).
c. Bidang Maksila
Bidang maksila merupakan garis yang terbentuk oleh titik Anterior Nasal
Spine (ANS ) dan titik Posterior Nasal Spine (PNS).
d. Bidang Mandibula
Bidang mandibula merupakan garis yang terebentuk dari garis Go-Me,
Go-Gn, dan Me dengan garis yang menyinggung tepi bawah mandibula
(Rahardjo, 2012).
e. Bidang Fasial
Bidang fasial merupakan garis yang mengubungkan titik Sella dan
Pogonion.
f. Bidang Oklusal
Pengertian bidang oklusal terdapat perbedaan dari pendapat Downs dan
Steiner. Menurut Downs, bidang oklusal merupakan garis yang mrmbagi
dua overlapping cusp gigi molar pertama dan insisal overbite, sedangkan
menurut Steiner, bidang oklusal merupakan garis yang membagi
overlapping gigi molar pertama dan gigi premolar pertama (Sulandjari,
2008).
Analisis skeletal kraniofasial pada sefalometri dapat dilihat dari sudut SNA, SNB,
ANB, Angle of Convexcity, Facial angle, Growth axis (Y axis), dan Frankfurt
Mandibular Plane Angle (FMPA).

Gambar 1.6. Tracing pada sefalometri


1. Sudut SNA
Sudut SNA merupakan sudut yang terbentuk dari titik Sella, Nasion, dan
titik submental. Sudut SNA menyatakan letak maksila terhadap kranium.
Nilai normal untuk ras kaukasoid adalah 82°± 2° dan untuk Surabaya
yang ditemukan untuk Sitepu adalah 84°± 2°. Sudut SNA dipengaruhi
oleh posisi titik A. Apabila titik A terletak lebih ke anterior bermakna
letak maksila terletak lebih anterior sehingga sudut SNA lebih besar.
Apabila titik A terletak lebih ke posterior maka sudut SNA akan lebih
kecil (Sulandjari, 2008).
Gambar 1.7: Sudut SNA

2. Sudut SNB
Sudut SNB merupakan sudut yang tediri dari titik Sella, Nasion, dan titik
Supramental. Sudut SNB menyatakan letak mandibula terhadap kranium.
Sudut SNB normal untuk ras Kaukasoid sebesar 80°± 2° , menurut Sitepu
untuk nilai normal sudut SNB di Surabaya adalah 81°± 2°. Sudut SNB
dipengaruhi oleh posisi titik B (Supramental). Apabila titik B terletak
lebih anterior maka sudut SNB yang terbentuk akan semakin besar.
Apabila titik B terletak lebih ke posterior maka sudut SNB akan lebih
kecil (Rahardjo, 2011).
Gambar 1.8: Sudut SNB

3. Sudut ANB
Sudut ANB merupakan perbedaan antara sudut SNA dan SNB yang
menyatakan relasi maksila dengan mandibula. Nilai normal untuk sudu
ANB ini menurut Sitepu dalam populasi Surabaya adalah 3º. Referensi
lain menyatakan nilai normal untuk sudut ANB adalah 3º. Kelas II
sebesar 4º dan kelas III akan menghasilkan sudut negatif (Rahardjo.
2011)

Gambar1.9: Sudut ANB


4. Angle of Convexity
Angle of Convexity merupakan sudut yang terbentuk dari perpotongan
garis NA dan PoA. Angle of Convexity menunjukkan kecembungan
wajah yang dilihat dari posisi titik A dan Po. Nilai normal untuk y axis
adalah 0° sedangkan menurut Sitepu pada populasi Surabaya adalah 6°.
Sudut normal dari angle of Convexity menunjukkan profil wajah yang
lurus. Sudut positif menunjukkan profil wajah yang cembung dan sudut
negative menunjukkan profil wajah yang cekung (Rahardjo, 2012).
5. Facial angle
Facial angle merupakan sudut yang terbentuk dari perpotongan garis FHP
dengan garis NPo. Facial angle berfungsi untuk menunjukkan posisi
mandibular apakah protusif atau retrusif. Sudut ini sangat dipengaruhi
oleh letak titik Pogonion, semakin anterior letak titik Pogonion maka
sudut facial angle akan semakin besar. Nilai normal untuk facial angle
adalah 87°± 3° (Rahardjo, 2012).
6. Growth axis (Y axis)
Growth axis merupakan perpotongan garis FH dengan garis N-Po.
Growth axis menunjukkan besarnya pertumbuhan wajah ke inferior dan
anterior maupun posterior. Nilai normal dari growth axis adalah 59,4°
untuk ras kaukasoid dan menurut Sitepu untuk populasi Surabaya adalah
65°. Apabila growth axis lebih besar daripada nilai normal maka terdapat
kecenderungan untuk kelainan skeletal kelas II, sedangkan apabila
growth axis lebih kecil dari nilai normal maka terdapat kecenderungan
untuk kelainan skeletal kelas III (Rahardjo, 2012).
7. Frankurt Mandibular Plane Angle
FMPA merupakan sudut yang terbentuk dari perpotongan perpanjangan
garis FHP (Frankfurt Horizontal Plane/Po-O) dan garis mandibula (Go-
Gn). Sudut FMPA menunjukkan adanya pertumbuhan wajah ke arah
vertikal. Nilai normal untuk sudut FMPA adalah 21.9°± 3°. Semakin
besar sudut FMPA maka wajah bagian bawah semakin panjang dan gigi
anterior bawah semakin protrusi.
Analisis yang dilakukan selain analisis skeletal adalah analisis dental. Analisis
dental dilakukan dnegan melihat posisi gigi-geligi terhadap bidang maksila,
bidang mandbula dan lain-lain.
1. Sudut antar insisivus pasien
Sudut antar insisivus pasien merupakan sudut yang didapatkan dari
pertpotongan sumbu gigi insisivus maksila dengan sumbu gigi insisivus
mandibula. Nilai normal untuk sudut I Max- I Man adalah 135° . Sudut I
Max- I Man diperngaruhi oleh inklinasi gigi insisivus. Apabila sudut
yang dihasilkan semakin besar makan profil wajah akan semakin datar
atau retrusi anterior semakin bsar. Semakin kecil sudut ang dihasilkan,
maka semakin besar derajat protrusi gigi anterior (Amiatun, 2013).
2. Jarak dan sudut I maksila -NA
Sudut I Maksila – NA merupakan sudut yang dihasilkan dari perpotongan
antara garis NA dengan sumbu gigi insisif atas. Sudut ini menyatakan
hungan inklinasi insisif rahang atas terhadap bidang NA. Nilai normal
sudut I Maksila- NA adalah 22° ±2°. Semakin besar sudut yang terbentuk
maka inkilasi gigi insisivus akan semakin ke anterior dan protrusif.
3. Jarak dan sudut I-NB
Sudut I Mandibula – NB merupakan sudut yang dihasilkan dari
perpotongan antara garis NB dengan sumbu gigi insisif bawah. Sudut ini
menyatakan hungan inklinasi insisif rahang bawah terhadap bidan NB.
Nilai normal sudut I Mandibula- NB adalah 25° ±2° (McNamara, 1984).
Semakin besar sudut yang terbentuk maka inkilasi gigi insisivus akan
semakin ke anterior dan protrusif.

F. Prinsip Prosesing Film


Prosessing film dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara manual dan secara
otomatis. Processing secara manual dilakukan di kamar gelap dan secara injeksi sedangkan
yang otomatis menggunakan mesin prosessor. Prosesing film dilakukan pada kamar gelap.
Dalam proses radiografi processing room atau kamar gelap merupakan salah satu
pendukung penting dalam menunjang keberhasilan pemotretan karena dalam processing
room dapat mengubah film dari bayangan laten kedalam bayangan tampak, processing
room disebut juga final proses akhir karena processing room merupakan rangkaian terakhir
dalam proses radiografi. Menurut Jenkins (1980) kamar gelap dalam pelayanan radiologi
berfungsi sebagai berikut :
1. Tempat untuk mengeluarkan film dari dalam kaset dan memasukan ke dalam
kaset.
2. Tempat untuk memberikan Identitas pada film
3. Tempat untuk proses film rontgen, baik secara manual maupun otomatis.
4. Tempat perawatan dan lembar penguat.
5. Tempat untuk mempersiapkan larutan kimia yang digunakan dalam proses
pengolahan secara manual maupun otomatis.
6. Tempat untuk perawatan mesin pengolahan otomatis.
Prosedur processing untuk film adalah larutan developer, bilas, larutan fixer, cuci, keringkan.
Kualitas dan nilai-nilai diagnosa dari radiografi tergantung dari ketepatan prosedur (US
AMDCS, 2012).
1. Development
Pada tahap ini film dimasukkan ke dalam tangki developer dan digerakkan ke atas
dan kebawah sesekali, kemudian film dibiarkan ± 20-30 detik agar mengalami
proses developing berganting pada temperatur dari cairan kimia yang digunakan.
Kristal perak halida yang tersensitisasi oleh sinar-x akan dirubah menjadi berwarna
hitam atau abu-abu.
2. Fixing.
Pada tahap fiksasi, kristal perak yang tidak terekspos akan dihilangkan dari film.
Dari proses ini akan didapatkan gambar translusen. Film harus di gerakkan atas
dan bawah beberapa kali untuk memastikan bahwa semua bagian kontak dengan
larutan fixer. (US AMDCS, 2012).
3. Pencucian. Ketika fiksasi sudah selesai, film harus di cuci dengan air yang dingin,
dan mengalir sekitar 20 menit untuk memastikan tidak ada lagi larutan fixer yang
masih bereaksi dan menempel pada film. Apabila tidak dicuci dengan benar,
radiografi akan berubah menjadi kuning dan menghilang karena waktu apabila
masih ada cairan fixer yang tertinggal (US AMDCS, 2012) .
4. Pengeringan. Film yang basah harus di tangani dengan hati-hati agar emulsi tidak
tersentuh dan lecet. Setelah pencucian, hanger harus di letakan pada rak
pengering. Pengeringan ini dilakukan dengan fil dibiarkan bergantung di udara
hingga kering. Pengeringan dapat di percepat dengan mengarahkan udara dengan
kipas elektrik pada permukaan film atau dengan menggunakan pengering x-ray
film .(US AMDCS, 2012).
G. Prinsip Evaluasi Mutu Radipgrafi Periapikal
Kualitas radiografi ditentukan oleh beberapa komponen antara lain: densitas, kontras,
ketajaman, dan detail. Kualitas radiografi meliputi, sebagai berikut :
a. Densitas Gambaran hitam pada hasil radiografi ditetapkan sebagai densitas. Hasil
densitas yang semakin baik terdapat pada area yang dimana sinar-x ditangkap oleh
film dan dikonversikan ke warna hitam, silver metalik.
b. Kontras
Kontras adalah perbedaan dalam densitas di beberapa tempat pada radiografi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kontras adalah:
Relatifitas transparansi sinar-x terhadap beberapa struktur pada radiografi
Tipe film yang digunakan,
Pemerosesan film yang digunakan,
Intensfying screen,
Tegangan (kV)
Pemecahan sinar radiasi
Tegangan yang lebih rendah menghasilkan kontras yang tinggi dan tegangan yang lebih
tinggi menghasilkan kontras yang rendah.
c. Sharpness (Ketajaman gambar) Ketajaman gambar pada radiografi
mengindikasikan penandaan yang tajam pada beberapa struktur yang terekam.
Radiografi dikatakan memiliki ketajaman optimum apabila batas antara bayangan
satu dengan bayangan lain dapat terlihat jelas. Ketidaktajaman radiografi
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
Faktor geometri Seperti yang di uraikan di atas karena bentuk sumber bukan
beberapa titik tetapi mempunyai beberapa garis tengah maka sering terjadi
gangguan pada bayangan sesungguhnya. Gangguan semacam ini dapat di
atasi dengan penghalang (screen) timbal, dimuka maupun di belakang film.
Selain itu penghalang ini akan mempercepat terjadinya bayangan pada film
karena terbentuknya elektron sekunder dari timbal setelah menerima radiasi.
Gangguan ini biasa disebut ketidaktajaman (unsharpness), gangguan ini dapat
diatasi dengan cara sebagai berikut:
Sumber harus sejauh mungkin dengan bahan yang diperiksa jadi
sumber hampir mendekati sumber titik.
Film harus sedekat mungkin dan sejajar dengan benda yang diperiksa
Letak sumber sedemikian rupa sehingga sinar jatuh tegak lurus
d. Detail
Detail merupakan kualitas radiografi berdasarkan ketajaman dilihat dari garis luar
yang membentuk gambar dan kontras antara beberapa struktur yang terekam. Jika
garis luar yang membentuk gambar sangat jelas dilihat dan kejernihan detail ini
dapat dikatakan bagus. Detail radiografi menggambarkan ketajaman dengan
strukturstruktur terkecil dari radiografi. Faktor-faktor yang berpengaruh pada
detail adalah faktor geometri antara lain ukuran focal spot, FFD (Focus Film
Distance) dan FOD (Film Object Distance) (M` Obrian, 2009).
G. Prinsip Interpretasi,
Interpretasi radiograf dental dapat dipandang sebagai proses untuk membuka atau mencari
semua informasi yang ada dalam radiograf dental tersebut. Tujuan utama interpretasi
radiograf dental adalah untuk mengidentifikasi ada atau tidak adanya penyakit, mencari atau
memberi informasi mengenai awal dan perluasan penyakit, dan memungkinkan
dibuatkannnya diferensial diagnosis (Whaites dan Drage, 2013; Supriyadi, 2012).
Interpretasi radiografi kedokteran gigi secara umum hendaknya memperhatikan prinsip-
prinsip berikut ini :
a. Interpretasi radiografi hanya dilakukan pada radiografi dengan karakteristik image
yang baik, baik visual karakteristik (detail, kontras dan density) maupun
geometrik karakteristik (magnification/unsharpness, distortion) Seorang
interpreter jangan sekali-kali melakukan interpretasi pada radiograf dengan
kualitas yang kurang baik karena akan mempengaruhi keakuratan
radiodiagnosisnya.
b. Sebuah radiograf gigi seharusnya dapat memberikan penilaian yang adekuat
terhadap area yang terlibat. Oleh karena itu jika suatu radiograf periapikal tidak
dapat menggambarkan keseluruhan batas-batas lesi, maka diperlukan proyeksi
radiograf yang lain, misalnya proyeksi oklusal, panoramik atau pemeriksaan
ekstraoral lainnya.
c. Kadang-kadang diperlukan suatu pemeriksaan radiografi pembanding, misalnya:
1. Pemeriksaan radiografi kontralateralnya (sisi simetrisnya). Pemeriksaan
radiografi kontralateralnya sangat penting untuk memastikan apakah
gambaran radiagrafi kasus yang ditangani tersebut sesuatu yang normal
ataukah patologis
2. Pemeriksaan radiografi dengan angulasi (sudut penyinaran) yang berbeda.
Pemeriksaan radiografi dengan angulasi yang berbeda dimaksudkan untuk
mengidentifikasi lokasi lesi; apakah berada lebih ke bukal atau ke
palatal/lingual. Pemeriksaan ini juga penting untuk memperjelas suatu
objek target yang dengan angulasi standar sering terjadi superimpose.
3. Perbandingan dengan pemeriksaan radiografi sebelumnya. Pemeriksaan
radiografi sebelumnya ini sangat penting untuk mengetahui kecepatan
perkembangan dan pertumbuhan lesi. Pemeriksaan radiografi sebelumnya
juga penting untuk mengetahui tingkat penyembuhan sutau perawatan dan
kemungkinan ditemukannya adanya penyakit baru.
d. Pembacaan radiografi seharusnya dilakukan pada optimum viewing condition
(viewing screen harus terang, ruangan agak gelap, suasana tenang, area sekitar
radiografi ditutup dengan sesuatu yang gelap disekitarnya sehingga cahaya dari
viuwer hanya melewati radiograf, menggunakan kaca pembesar dan radiograf
harus kering)
e. Seorang klinisi harus memahami:
1. Gambaran radiografi struktur normal (normal anatomic variation)
Pemahaman mengenai gambaran radiografi struktur normal dan variasinya
ini sangat penting agar pembaca dapat menilai gambaran radiografi yang
tidak normal.
2. Memahami tentang dasar dan keterbatasan radiograf gigi. Khususnya pada
radiografi kedokteran gigi konvensional, harus disadari betul oleh pembaca
atau interpreter bahwa radiograf tersebut hanyalah merupakan gambaran 2
dimensi dari obyek yang 3 dimensi. Gambaran radiografi juga terbentuk dari
variasi gambaran black/gelap, white/terang dan grey yang saling
superimpose.
3. Memahami tentang teknik/proses radiografi Seorang interpreter juga harus
mengetahui dan menyadari bahwa proses radiografi kadang akan
memberikan suatu artifak pada radiograf. Hal ini jangan sampai oleh
seorang klinisi/interpreter tidak diketahui dan dianggap sebagai sebuah
kelainan atau penyakit.
f. Pemeriksaan radiografi dilakukan dengan mengkuti systematic procedure.
Penggunaan systematic procedure dalam interpretasi radiografi gigi dimaksudkan
agar interpretasi dapat logis, teratur dan terarah. Systematic procedure juga
dimaksudkan agar tidak ada satupun informasi yang hilang atau terlewatkan
dalam proses interpretasi. Systematic procedure ini begitu penting karena
keakuratan penegakkan diagnosis radiografi sangat ditentukan oleh kemampuan
dalam menggunakan systematic procedure (Supriyadi, 2012)
LAPORAN KASUS

A. Identifikasi data dan indikasi pasien


Nama pasien : Ny. Y
Usia : X Th
B. Membuat surat rujukan
PRAKTIK DOKTER GIGI BERSAMA UNSOED Jl.
Karangwangkal No.23 Purwokerto

SURAT RUJUKAN RONTGEN


Yth. Laboratorium
Radiologi RSGMP Unsoed

Mohon dilakukan pemeriksaan X-Ray foto:


o Panoramik/OPG o Sinus Maxillaris o Periapikal
 Cephalometrik o Carpal o Bitewing
o MJ: Lateral/Post-Ant o PA/AP o Oklusal

Regio:
Dewasa
876543211 2345678
876543211 2345678

Anak

V IV III II I I II III IV V
V IV III II I I II III IV V

Untuk pasien
Nama : Ny. K
Usia : X tahun
Alamat :-
Telp :-
Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih

Hormat kami,

(drg. Fitri Fauziah Pulungan)


H. Teknik Pengambilan Radiografi Sefalometeri
1. Persiapan
a. Perlengkapan alat dan bahan seperti apron, sarung tangan, masker, masker, alkohol,
cssette, film.
b. Pastikan pesawat sinar-X dalam keadaan ON
c. Pastikan ketersediaan larutan developer, fixer dan safe lamp berfungsi dengan baik pada
kamar gelap
d. Sarana administrasi seperti alat tulis, kartu dan amplop (untuk tempat menaruh film
yang sudah selesai di proses)
e. Operator mencuci tangan dan menggunakan APD
2. Pelaksanaan
a. Mengkomunikasikan kepada pasien terkait prosedur pengambilan foto. Operator
menginstruksikan pasien untuk melepas semua aksesoris dan perhiasan yang ada pada
daerah kepala dan leher termasuk piranti ortodonsi lepasan maupun gigi tiruan
b. Pasien dipakaikan baju pelindung (apron) dan memposisikan pasien
3. Pembuatan radiograf
a. Teknik yang digunakan adalah teknik proyeksi lateral/profil. Pasien dalam keadaan
oklusi sentris (pasien diinstruksikan untuk menelan ludah)
b. Kepala pasien difiksasi dengan sefalostat
c. Bidang midsagital pasien kurang lebih 152,4 cm atau 5 feet dari pusat sinar-X
d. Wajah sampung kiri pasien dekat dengan film
e. Pusat sinar X sejajar dengan sumbu transmeatal atau ear rod
f. Jarak midsagital dengan film ± 15-18 cm, FHP sejajar dengan lantai
Pencucian film dalam kamar gelap
1. Developing (pembangkitan)
Proses perendaman di larutan developer dengan gerakan naik turun selama 8-10 detik
tergantung developer yang digunakan. Film diangkat dan diamati di bawah safe light
apakah sudah ada bayangan putih yang kabur atau belum.
2. Rinsing (pembilasan)
Pada proses ini dilakukan pembilasan dengan menggunakan air mengalir selama 20 detik.
3. Fixing (penetapan)
Film dimasukkan ke dalam larutan fixer sampai terlihat gambaran gigi dan jaringan
sekitarnya
4. Washing (pencucian)
Dicuci di bawah air mengalir hingga bau asam dari larutan fixer hilang.
5. Drying (pengeringan)
Film digantungkan agar terhindar dari kontaminasi debu atau kotoran-kotoran lainnya.
Suhu saat pengeringan tidak boleh lebih dari 35oC.
Interpertasi Radiografi Sefalometri

2
1
20

4 3

7 5
8 6
16

15
17 18
9 8
14

13
19

12
10 11

Keterangan Gambar:
1. Sela tursica 11. Titik gnation
2. Titik nasion 12. Titik pogonio
3. Orbita 13. Titik B
4. porion 14. Titik Id
5. sinus maksilaris 15. Titik Pr
6. Titik ANS 16. Titik A
7. Titik PNS 17. Gigi geligi
8. Ramus mandibularis 18. Upper lip
9. Titik gonion 19. Lower lip
10. Titik menton 20. Tulang hidung
Evaluasi mutu radiografi
1. Kelengkapan
Berdasarkan kelangkapan , semua area anatomis gigi terlihat jelas dan lengkap.
2. Kontras
Tingkat kontras sangat baik dan terlihat jelas perbedaan gambar radiolusen dan radiopak.
3. Densitas
Gradasi kehitaman pada radiograf baik
4. Ketajaman atau sharpness
Garis batas terluar objek terlihat jelas.
5. Detail
Perbedaan dari tiap anatomi terlihat jelas.
6. Distorsi
Tidak terjadi distorsi atau rendah karena objek masih menunjukkan bentuk dan ukuran
yang relatif sama dengan objek aslinya.
7. Resolusi
Resolusi baik
8. Brightness
Tingkat kecerahan baik.
H. Gambaran kesalahan radiografi
Beberapa area anatomi terlihat superimpose sehingga batas antar struktur anatomi kurang
terlihat jelas.
BAB III
KESIMPULAN

Radiografi sefalometri merupakan salah satu teknik radiologi foto ekstraoral yang
sering digunakan oleh dokter gigi pada bidang ortodonsi. Pada bidang ortodonsi
sefalometri berfungsi untuk menentukan ukuran wajah, arah pertumbuhan dan evaluasi
perawatan. Berdasarkan pemeriksaan radiografi dapat disimpulkan bahwa gambaran
radiografi dapat di interpretasi dengan baik dengan kesalahan minimal.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, H.M.A., 2015, Guidelines To Enhance The Interpretation Of Two-Dimensional


Periapical Radiographic Images In Endodontics, Eur J Gen Dent, 4:12.
Amiatun, M.S.M., 2013, Sefalometri Radiografi Dasar, Sagung Seto, Jakarta.
Esjahriar, R., 2005, Buku Radiologi Diagnostik, Jakarta.
Hasanzadeh, H., Emadi, A., Masoumi, H., Seifi, D., Khani, T., 2018, Radiation
Protection Knowledge, Attitude, and Practice (KAP) in Interventional Radiology,
33(2):141–7.
Lubis, M.N.P dan Rahman, F.U.A., 2020. Adaptasi Era Kenormalan Baru di Bidang
Radiologi Kedokteran Gigi: Apa yang Perlu Kita Ketahui. Jurnal Radiologi
Dentomaksilofasial Indonesia: 4(2):55-60.
Marpaung, T., 2006, Proteksi Radiasi dalam Radiologi Intervensonal, disampaikan dalam
Seminar Keseataan Nuklir 2-3 Agustus, 2006.
Rahman, F. U. A., Nurrachman, A. S., Astuti, E.R., Epsilawati, L., Azhari, 2020,
Paradigma Baru Konsep Proteksi Radiasi Di Bidang Radiologi Kedokteran Gigi
: ALARA menjadi ALADAIP, Jurnal Radiologi Dentomaksilofasial Indonesia,
4(2) : 27-34.
Supriyadi, 2012, Pedoman Interpretasi Radiograf Lesi-Lesi Di Rongga Mulut,
Stomatognati (J.K.G.Une). N0 3:(9)
Whaites, E., Drage, N., 2013, Essentials of Dental Radiography and Radiology, Edisi 5,
Churchill Livingstone Elsevier, London.
White, S.C., Pharoah, M.J., 2014, Oral Radiology Principle and Interpretation, 7th ed.,
Elseiver, Missouri.

Anda mungkin juga menyukai