Anda di halaman 1dari 22

RESUME

Radiologi Kedokteran Gigi


Radiografi Sefalometri

DPJP:
drg. Aris Aji Kurniawan, M.H.

Disusun Oleh:
Fadhila Nurin Shabrina
G4B018015

Komponen
Resume Diskusi
Pembelajaran Daring

Nilai

Tanda Tangan DPJP


drg. Aris Aji K., M.H. drg. Aris Aji K., M.H.

*) mohon nilai diisi sesuai komponen pembelajaran daring yang dilakukan

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2020
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Radiografi Sefalometri
Radiografi sefalometri adalah radiografi standar yang digunakan untuk
melihat gambaran radiografi tulang tengkorak. Standarisasi sangat penting
untuk pengembangan pengukuran sefalometri dan perbandingan poin yang
spesifik, jarak dan garis pada kerangka wajah, dan merupakan bagian dari
penilaian ortodonti. Rontgen sefalometri sangat dibutuhkan oleh dokter gigi
untuk dapat mendiagnosis maloklusi dan keaadaan dentofasial secara lebih
detail dan lebih teliti tentang pertumbuhan dan perkembangan serta kelainan
kraniofasial, tipe muka baik jaringan keras maupun jaringan lunak, posisi gigi,
hubungan rahang atas dan rahang bawah (Hausamen, 2004).

B. Prinsip Asepsis
Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention (2003), prinsip
asepsis dalam radiologi kedokteran gigi adalah sebagai berikut:
1. Asepsis Radiologi
a. Penggunaan Personal Protective Equipment (PPE) yang sesuai untuk
mengurangi paparan radiasi
b. Penggunaan film intraoral yang disimpan dalam kantung pelindung
bersertifikat FDA (Food and Drug Administration)
c. Penggunaan holder yang tahan terhadap panas atau bahan sekali pakai
d. Mensterilkan semua alat yang berkontak dengan mukosa
2. Asepsis di Ruang Pemrosesan Film
a. Film dibuka dengan menggunakan paper towel
b. Membuka handscoon setelah semua film terbuka dan tangan dalam
keadaan bersih
c. Memakai kembali handscoon saat memindahkan film ke ruang
pemrosesan film
d. Melepaskan handscoon dan mencuci tangan
e. Memproses film
C. Prinsip KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
Menurut Iannuci dan Howerton (2012), prinsip komunikasi, informasi, dan
edukasi dalam radiologi adalah sebagai berikut:
1. Dapat dilakukan baik melalui lisan, video atau dari beberapa literatur
(tulisan) atau kombinasi dari ketiganya
2. Mengkomunikasikan kepada pasien tentang pentingnya foto rontgen untuk
kelangsungan perawatan gigi
3. Menjelaskan kelebihan dan kekurangan jika dilakukan dan tidak
dilakukannya foto rontgen
4. Menjelaskan paparan radiasinya yang tidak membahayakan
5. Menjelaskan prosedur pengambilan foto rontgen, alat pelindung yang
digunakan dan apa saja yang tidak boleh dipergunakan saat pengambilan
foto rontgen, seperti larangan mengenakan perhiasan atau alat-alat berbahan
logam
6. Menginformasikan waktu-waktu yang tepat dilakukan rontgen, seperti
selama kehamilan terutama trimester pertama dilarang melakukan foto
rontgen

D. Prinsip Proteksi Radiasi


Menurut PP Nomor 33 Tahun 2007, proteksi radiologi adalah tindakan yang
dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan
radiasi. Dalam kata lain proteksi radiologi adalah suatu sistem yang dibuat
untuk mengendalikan resiko dan bahaya dari radiologi itu sendiri baik bagi
kesehatan dan keselamatan manusia maupun lingkungannya. Pengendalian itu
dilakukan dengan menggunakan peralatan-peralatan proteksi ataupun
mengikuti peraturan proteksi yang telah ditetapkan. Terdapat tiga prinsip dasar
dalam proteksi terhadap radiasi dari radiologi baik untuk teknisi radiologi
maupun untuk publik sebagai berikut.
1. Justifikasi (Pembenaran)
Pembenaran yang dimaksud adalah dilakukannya proses analisis
manfaat sebelum dilakukannya pemanfaatan radiasi itu sendiri. Dimana
manfaat dari penggunaan radiasi tersebut harus lebih besar dibandingkan
dengan kerugian yang dapat ditimbulkannya. Prinsip ini mewajibkan dokter
gigi untuk membandingkan maanfaat yang diperoleh dan risiko bahaya yang
diterima dalam membuat radiografi gigi. Pengaruh prinsip ini adalah
pemilihan secara tepat pasien seperti apa yang memerlukan pemeriksaan
radiologi.
2. Optimisasi (Optimalisasi)
Optimalisasi dilakukan dalam segala aspek mulai dari dari pemilihan
alat, pengoperasian alat, pemrosesan, dan metode yang digunakan dalam
proses pengambilan gambar radiologi harus dapat menekan resiko radiasi
hingga seminimal mungkin baik kepada publik maupun teknisi dengan
segala perhitungan mulai dari faktor etnis, ekonomi, dan sosial. Optimisasi
dalam radiologi lebih sering dikenal dengan istilah ALARA (As Low As
Reasonably Achievable) dalam kata lain diusahakan agar jumlah paparan
radiasi yang diperlukan jumlahnya harus seminimal mungkin. Contoh
penerapan prinsip optimasi adalah dengan mengatur jarak cone beam ke
kulit, semakin jauh jaraknya maka dosis yang diterima dapat semakin
berkurang (30-45%). Penerapan prinsi optimasi juga dapat dilakukan
dengan pemakaian apron timbal (Pb) yang dilengkapi thyroid collar, untuk
melindungi struktur kelenjar thyroid yang bersifat radiosensitif.
3. Limitasi (Pembatasan Dosis)
Limitasi adalah pembatasan dosis yang digunakan dalam rangka
meminimalisir paparan radiasi secara kuantitatif. Penggunaan sinar tersebut
haruslah sesuai dengan ambang dosis yang direkomendasikan, sehingga
paparan radiasi yang mengenai manusia tidak memberikan efek apapun
yang bersifat deterministik (seperti rusaknya sel darah merah) maupun yang
bersifat probabilistik (misal resiko timbulnya kanker). Untuk itu, Nilai
Batas Dosis penting untuk diketahui. Nilai Batas Dosis (NBD) adalah dosis
radiasi yang diterima dari penyinaran eksterna dan interna selama 1 (satu)
tahun dan tidak tergantung pada laju dosis. NBD untuk pekerja radiasi
sebesar 20 mSv (2000 mrem) per tahun untuk jangka waktu 5 tahun (dengan
catatan per tahun tidak boleh melebihi 50 mSv) dan untuk anggota
masyarakat sebesar 1 mSv (100 mrem) per tahun (Boel, 2009).
Dokter gigi bertanggung jawab untuk desain dan pelaksanaan program
proteksi radiasi. Posisi pengambilan foto yang aman adalah di luar radius 2
meter (±6 feet) dari pasien dengan cakupan sudut 90-135 derajat dari beam
(sumber radiasi). Hanya pasien saja yang boleh berada pada area yang
terkena radiasi pada pengambilan foto intraoral, kecuali terdapat instruksi
khusus. Pengukuraan beban kerja juga harus dilakukan, dengan tidak
melakukan foto lebih dari 100 foto intraoral dan 50 panoramik tiap
minggunya. Selain itu, fasilitas radiografi gigi harus dirancang dan
dibangun untuk memenuhi kebutuhan perisai minimal dari BAPETEN
(Badan Pengawas Tenaga Nuklir) dan ICRP (International Commission in
Radiological Pretection). Hal ini akan memerlukan konsultasi dengan ahli
yang berkompeten. Batas paparan tidak lebih besar dari 100 mGy per
minggu.

E. Prinsip Teknik Radiografi Ekstra Oral Sefalometri


Teknik pengambilan foto radiografi sefalometri terdiri dari dari tiga jenis
yaitu proyeksi lateral atau profil, proyeksi postero anterior, oblique sefalogram.
1. Proyeksi lateral atau profil
a. Pengambilan foto menggunakan teknik ini, pasien diinstruksikan untuk oklusi
sentrik.
b. Kepala pasien difiksir pada sefalometer.
c. Bidang midsagital terletak 60 inchi atau 152,4 cm dari pusat sinar X dan muka
sebelah kiri dekat dengan film.
d. Pusat sinar X sejajar sumbu transmeatal (ear rod) dari sefalostat.
e. FHP sejajar lantai, pasien duduk tegak, kedua telinga setinggi ear rods.

Gambar 1. Teknik proyeksi lateral atau profil


Sumber: (Hausamen, 2004)
2. Proyeksi postero anterior
a. Pengambilan foto menggunakan teknik ini pasien dalam oklusi sentrik, kepala
tegak.
b. FHP sejajar lantai.
c. Tube diputar 900 sehingga arah sinar X tegak lurus sumbu transmeatal.

Gambar 2. Teknik proyeksi postero anterior


Sumber: (Hausamen, 2004)

3. Oblique sefalogram
a. Oblique sefalogram sering digunakan untuk analisis pada periode mix
dentition
b. Oblique sefalogram kanan dan kiri dibuat dengan sudut 450 dan 135o terhadap
proyeksi lateral
c. Arah sinar X dari belakang
d. FHP sejajar lantai

F. Prinsip Prosesing Film


Prosesing film adalah prosedur yang dilakukan setelah film mendapat
exposure dari dental x-ray. Film radiografi harus dilakukan pengembangan sebelum
dapat dilihat hasilnya. Prosesing merupakan suatu cara untuk mendapatkan gambar
yang permanen dalam pembuatannya dengan menggunakan cairan kimia tertentu.
Pengembangan film radiografi dilakukan dalam ruang gelap dimana cahaya yang
normal telah dikurangi. Cahaya yang digunakan bisa berupa lampu warna kuning
atau merah dengan kekuatan kurang dari 15 watt dan diletakkan lebih dari 3 kaki
dari area kerja. Lampu yang sinarnya bocor, terlalu terang atau terlalu dekat dengan
area kerja dapat mengakibatkan gambaran gelap pada film yang mengurangi
kualitas gambaran hasil foto (Langland, dkk., 2002).
Terdapat dua metode pada pemrosesan film yaitu secara manual atau
konvensional dan secara otomatis. Pada kasus ini dilakukan prosesing film dengan
metode prosesing manual. Prosesing manual adalah prosessing film menggunakan
tenaga manusia secara langsung melalui beberapa proses yaitu developing
(pembangkitan), rinsing (pembilasan), fixing (penetapan), washing (pencucian),
drying (pengeringan), yang dapat dijabarkan sebagai berikut (Iannucci dan
Howerton, 2012).
1. Developing (Pengembangan)
Proses developing atau pengembangan merupakan langkah pertama dalam
memproses film guna membangkitkan bayangan laten menjadi bayangan
tampak pada daerah yang terkena expose. Pengembangan bertujuan untuk
mengurangi paparan energi kristal perak halida kimia ke perak hitam metalik.
Perubahan yang terjadi adalah perubahan butir- butir perak halida didalam
emulsi yang telah mendapat penyinaran menjadi logam silver. Perubahan ini,
yang berperan dalam terjadinya penghitaman pada daerah yang terpapar
sinar-X sesuai intensitas cahaya yang diterima film. Larutan kimia yang
digunakan dalam tahap ini dikenal sebagai developer. Proses developing
berjalan sekitar 8-10 detik bergantung pada jenis larutan pengembang baru
atau lama dan suhu dalam ruangan yang bisa mempercepat timbulnya gambar.
2. Rinsing (Pembilasan)
Setelah proses pengembangan, maka film di cuci dibilas dengan air.
Pembilasan harus dilakukan dengan air yang mengalir selama lebih kurang 5
detik. Fungsi pembilasan ini yaitu agar sisa-sisa larutan developer yang
melekat pada film tidak masuk ke dalam larutan selanjutnya yaitu fixer. Hal
tersebut dikarenakan ketika film diangkat dari tangki cairan developer, masih
akan terdapat sejumlah cairan developer yang ikut terbawa pada permukaan
film dan juga di dalam emulsi filmnya. Tugas cairan pembilas adalah untuk
membersihkan film dari sisa larutan developer tersebut. Pembilasan
digunakan untuk menghilangkan developer dari film agar menghentikan
proses pengembangan. Apabila developing masih terjadi pada saat film
dipindahkan ke larutan fixer maka akan terbentuk gambaran kabut dikroik
sehingga foto yang dihasilkan tidak memuaskan.
3. Fixing (Fiksasi / Penetapan)
Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kristal perak halida yang tidak
berpapar dan terkena energi emulsi film dan menetapkan gambaran yang
terbentuk pada film tanpa mengubah gambaran yang telah dihasilkan oleh
logam silver. Larutan kimia yang digunakan adalah fixer atau fiksator.
Komposisi larutan fixer adalah natrium tiosulfat (clearing solution), guna
membersihkan sisa-sisa larutan developer, natrium sulfat berfungsi untuk
melindungi dekomposisi bahan natrium sulfate, potassium aluminium sulfat
untuk mengeraskan gelatin, asam asetat, dan air. Proses fixing memerlukan
waktu kurang lebih 4-15 menit untuk mencegah perubahan pada film dan
membuat film tampak jelas dan tahan lama.
4. Washing (Pencucian)
Setelah film menjalani proses fiksasi maka akan terbentuk perak kompleks
dan garam. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan bahan- bahan tersebut
dalam air, karena sisa larutan fixer yang berlebihan pada emulsi dapat
mempengaruhi hasil gambar. Tahap ini dapat dilakukan dengan merendam
dalam air selama 10 menit, namun lebih baik apabila dilakukan dengan air
mengalir agar air yang digunakan selalu dalam keadaan bersih.
5. Drying (Pengeringan)
Pengeringan merupakan tahapan terakhir dalam pemrosesan film. Tujuan
pengeringan adalah untuk menghilangkan air yang ada pada emulsi. Hasil
akhir dari proses pengolahan film adalah emulsi yang tidak rusak, bebas dari
partikel debu, endapan kristal, noda, dan artefak. Cara yang paling umum
digunakan untuk melakukan pengeringan adalah dengan udara. Film dapat
diletakkan pada udara kering yang bebas debu dalam suhu kamar atau
ditempatkan pada lemari pengering yang hangat. Ada tiga faktor penting yang
mempengaruhinya, yaitu suhu udara, kelembaban udara, dan aliran udara
yang melewati emulsi.

G. Prinsip Evaluasi Mutu Radiografi


Menurut Ramadhan dkk. (2020), beberapa gambaran kualitas dan mutu
radiograf adalah sebagai berikut.
1. Lengkap (Coverege of the Anatomic Region of Interest)
Lengkap dalam hal ini merupakan sebuah istilah yang menggambarkan
keberadaan sebuah radiograf, dimana didalamnya terdapat informasi yang
lengkap dari objek yang akan dilihat. Lengkap dalam hal ini menunjukkan
bahwa seluruh anatomi yang dibutuhkan untuk dibaca terdapat secara utuh di
dalam sebuah radiograf.
2. Kontras
Kontras adalah tingkat perbedaan kepadatan antara dua area pada
radiograf. Kontras antara berbagai bagian gambar merupakan salah satu
kriteria penilaian kualitas dalam suatu gambaran radiografi, dimana semakin
besar kontrasnya maka semakin banyak fitur yang dapat terlihat. Terdapat dua
jenis kontras yaitu kontras objek dan kontras film, yaitu:
a. Kontras Objek
Perbedaan penyerapan dalam sebuah objek merupakan hal yang
wajar dan ini akan memengaruhi tampilan gambar pada radiograf berupa
perbedaan tingkat kontras yang berbeda. Pada saat sinar-x dihasilkan,
dikeluarkan energi yang cukup besar, energi ini kemudian dipanjarkan ke
objek yang memiliki tingkat ketebalan yang berbeda. Semakin besar sinar
yang diabsorpsi oleh jaringan dikatakan pada radiograf sebagai objek
dengan kontras tinggi, sebaliknya semakin sedikit sinar yang diabsorpsi
jaringan maka dikatakan objek memiliki kontas paling tinggi. Pada
radiograf kontras tinggi dikatakan sebagai bayangan lusen dan kontras
rendah dikatakan sebagai bayangan opak.
b. Kontras Film
Kemampuan film untuk menyerap dan menolak sinar yang masuk ke
dalam film. Semakin banyak sinar yang diterima film maka film akan
semakin gelap atau berkontras tinggi, sedangkan apabila sinar lebih sedikit
mengenai film dikatakan sebagai kontras tinggi. Hasil radiograf dengan
kontras terlalu banyak akan terlihat hitam, sedangkan yang kontrasnya
terlalu tinggi akan terlihat lebih putih. Radiograf dikatakan baik apabila
memiliki kontras yang cukup diantara rendah dan tinggi. Penyebab utama
dari ketidak-kontrasan sebuah radiograf, bila terlalu gelap atau under
kontras dapat disebabkan karena over devoloper atau kelebihan sinar pada
film. Radiograf dikatakan over kontras bila under developer atau
kekurangan sinar pada film.
3. Densitas
Densitas radiograf merupakan derajat atau gradasi kehitaman dari
radiograf. Hal tersebut bergantung pada jumlah paparan radiasi yang
mencapai daerah tertentu pada film. Daerah yang sedikit atau tidak sama
sekali terkena paparan foton sinar-x akan tergambar abu-abu atau translusen
pada radiograf. Radiograf yang baik memiliki densitas yang baik sehingga
klinisi dapat membedakan daerah hitam (ruang udara), daerah putih (email,
dentin, dan tulang), dan daerah abu-abu (jaringan lunak). Penilaian terhadap
densitas hampir serupa dengan kontras. Densitas lebih menjabarkan ketebalan
dan kepadatan jaringan yang ada di dalam objek, sedangkan kontras objek
lebih menjabarkan densitas antara objek dan bukan objek.
4. Ketajaman (sharpness)
Ketajaman merupakan kemampuan sinar-x untuk memproduksi garis
batas terluar yang jelas. Ketajaman merupakan komponen penting yang harus
terpenuhi pada radiograf. Hal yang memengaruhi ketajaman adalah
komposisi film, film yang bagus mengandung kristal yang lebih kecil yang
dapat meningkatkan ketajaman, dan pergerakan yang tidak diinginkan, bisa
dari pasien atau dari film.
5. Detail
Merupakan kemampuan radiograf untuk menampilkan perbedaan
dari setiap bagian anatomi. Hasil sebuah radiograf yang mampu
memperlihatkan struktur yang kecil dari organ yang difoto. Kriteria kualitas
ini didapat jika pada ukuran objek besar ataupun kecil, detail yang dihasilkan
dapat diamati dengan baik dan jelas.
6. Distorsi
Gambar yang terdistorsi tidak memiliki ukuran dan bentuk yang sama
dari objek asli pada radiograf dikarenakan ketidaksamaan pembesaran dari
daerah yang berbeda pada objek yang sama. Hal yang memengaruhi distorsi
adalah penempatan dan kesejajaran film atau angulasi sinar-x tidak sesuai.
7. Resolusi
Suatu ukuran kemampuan untuk membeda-bedakan objek satu dengan
lainnya. Resolusi berkaitan dengan bermacam-macam densitas, suatu jarak
yang kecil terpisah suatu latar belakang warna yang seragam untuk
membedakan struktur dan menghasilkan gambaran terpisah dari objek kecil.
8. Kecerahan (brightness)
Kemampuan radiograf untuk meningatkan kecerahan, biasanya
berhubungan dengan prosesing dan waktu. Kecerahan dapat dianggap setara
dengan tingkat menghitamnya gambar yang direkam film. Menambah
kecerahan mengurangi tingkat kehitaman dan membuat gambar lebih terang.

H. Prinsip Interpretasi, Gambaran Radioanatomi, Gambaran Radiografi


1. Prinsip Interpretasi
Menurut Supriyadi (2012), Interpretasi radiograf kedokteran gigi
hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip berikut.
a. Interpretasi radiograf hanya dilakukan pada radiograf dengan
characteristic image yang baik secara visual (detail, kontras dan densitas)
dan secara geometrik (ketajaman dan distrosi). Jangan melakukan
interpretasi pada radiograf dengan kualitas yang kurang baik karena akan
mempengaruhi keakuratan radiodiagnosisnya.
b. Sebuah radiograf gigi harus dapat memberikan penilaian yang adekuat
terhadap area yang terlibat. Apabila suatu radiograf periapikal tidak dapat
menggambarkan keseluruhan batas-batas lesi, maka diperlukan proyeksi
radiograf yang lain, misalnya proyeksi oklusal, panoramik atau
pemeriksaan ekstraoral lainnya.
c. Terkadang diperlukan pula suatu pemeriksaan radiografi pembanding,
seperti sebagai berikut.
1) Pemeriksaan radiografi kontralateralnya (sisi simetrisnya), untuk
memastikan apakah gambaran radiagrafi kasus yang ditangani tersebut
sesuatu yang normal atau patologis.
2) Pemeriksaan radiografi dengan angulasi (sudut penyinaran) yang
berbeda, untuk mengidentifikasi lokasi suatu objek target yang
seringkali terjadi superimpose saat menggunakan angulasi standar.
3) Perbandingan dengan pemeriksaan radiografi sebelumnya, untuk
mengetahui tingkat penyembuhan suatu perawatan dan kemungkinan
ditemukan adanya penyakit baru.
d. Pembacaan radiograf seharusnya dilakukan pada optimum viewing
condition (viewing screen harus terang, ruangan agak gelap, suasana
tenang, area sekitar radiograf ditutup dengan sesuatu yang gelap
disekitarnya sehingga cahaya dari viewer hanya melewati radiograf.
e. Seorang klinisi harus memahami:
1) Gambaran radiografi struktur normal (normal anatomic variation)
2) Dasar dan keterbatasan radiograf gigi
3) Teknik/proses radiografi
Pemeriksaan radiografi dilakukan dengan menggunakan systematic
procedure agar interpretasi dapat logis, teratur, terarah dan tidak ada
satupun informasi yang hilang atau terlewatkan dalam proses
interpretasi. Systematic procedure ini begitu penting karena keakuratan
penegakkan diagnosis radiografi sangat ditentukan oleh kemampuan
dalam menggunakan systematic procedure berupa lokasi, ukuran,
margin, bentuk, komposisi, dan jaringan sekitar.
2. Gambaran Radioanatomi pada Radiografi Sefalometri
Terbagi menjadi komponen skeletal dan komponen dental sebagai
berikut (Bhattarai, dan Shrestha, 2011).
a. Komponen skeletal
Pengukuran skeletal merupakan pengukuran maksila dan
mandibular terhadap kranium. Tujuan pembuatan analisis skeletal untuk
menentukan klasifikasi fasial, mempelajari pola pertumbuhan muka.
b. Komponen dental
Pengukuran dental untuk mengetahui hubungan inklinasi gigi di
maksila dan gigi di mandibula, hubungan insisif maksila dengan basis
kranium, hubungan insisif mandibula dengan bidang mandibula hubungan
maksila dan mandibula dan hubungan maksila dan mandibular dengan
kranium.
Terdapat beberapa titik pada basis cranium, maksila, dan mandibula, serta
bidang yang perlu didapatkan dalam radiografi sefalometri sebagai berikut
(Raharjo, 2012).
a. Titik pada basis cranium (Raharjo, 2012)
1) S (Sella) : Titik tengah dari sella tursika
2) P (Porion) : Terletak pada titik tengah kontur atas dari kanal auditory
external atau dapat digambarkan pula terletak pada titik paling posterior
dari ear road.
3) N (Nasion) : Terletak pada posisi yang terendah, yaitu titik anterior dari
pertemuan antara tulang frontal dengan sutura frontal nasalis.
4) O (Orbitale) : Titik terendah pada tepi orbita, terletak dibawah pupil
mata dengan posisi penderita lurus ke depan.
5) Ba (Basion) : Titik paling bawah pada tepi anterior dari foramen
magnum pada migsagital plane.
6) Bo (Bolton) : Titik tertinggi pada permukaan taju (norches) posterior
dari condyl pada oksipital
b. Titik pada maksila dan mandibula (Raharjo, 2012).
1) Pterygomaxillary fissure (Ptm) terletak pada apeks dari bentukan
airmata (teardrop shaped) pada fisura pterygomaxillary.
2) ANS (Anterior Nasal Spin) : Ujung dari spina nasalis anterior
3) PNS ( Posterior Nasal Spine ) : Titik paling posterior pada palatum
durum
4) Subsspinale (A) : Titik terdalam pada kontur premaksila diantara
spina nasalis anterior dan gigi Insisivus
5) Supramentale (B) : Titik terdalam pada kontur dari proyeksi alveolar
diantara infradentale dan pogonion. Titik ini biasannya terletak
anterior setinggi apeks dari insisif dan merupakan batas antara tulang
alveolar dan tulang basal.
6) Pogonion (Pog) : Titik pada dagu yang paling anterior dan yang
paling menonjol.
7) Menton (Me) : Titik terendah pada tinggi muka
8) Gnation (Gn) : Terletak di antara pogonion dan menton yang terletak
pada garis tepi sympisis
9) Gonion (Go) : Titik terendah dan terluar dari sudut mandibular. Go
didapatkan dengan dengan jalan membagi dua sudut yang dibentuk
oleh garis singggung bagian inferior dan bagian posterior dari
mandibular. Bila kedua sudut mandibular kiri dan kanan terlihat pada
profil X-ray, maka titik yang dipakai ialah titik tengah antara Go kiri
dan Go kanan.
10) Articulare (Ar) : Titik pertemuan dari garis batas bawah Ramus
dengan batas bawah dari basis cranium
c. Bidang referensi yang umum digunakan yaitu sebagai berikut (Staley dan
Raske, 2011).
1) Bidang Frankfort horizontal : bidang melalui porion kanan dan kiri
dengan titik orbital kiri.
2) Bidang sella-nasion : garis horizontal melalaui titk sella dan
nasion. Bidang ini merupakan referensi dan semua pengukuran.
Kemiringan sudut ini dengan bidang frangfort horizontal antara 6o-8o.
Bidang sella-nasion dengan bidang Frankfort horizontal mendekati
pararel maka sudut yang dibentuk oleh garis vertical dari nasion ke
maksila dan ke mandibular akan menjadi lebih besar. Bila bidang sella-
nasion lebih miring keatas dalam area nasion, maka sudut yang
dibentuk garis vertical terhadap maksilla dan mandibular akan kecil
a) Bidang fasial merupakan bidang yang terbentuk dari garis yang
menghubungkan nasion pogonion
b) Bidang mandibulla terbentuk dari garis singgung tepi
bawahmandibula dan menton ke bagian posterior dari ramus.
Bidang ini akan tepat digambarkan bila penderita pada waktu
pengambilan x-ray exposure dalam keadaan oklusi sentris.

Bidang ramus dibentuk antara garis singing melalui titik inferior dan
titik posterior terus sampai articulare dari tepi ramus.
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identifikasi Data dan Indikasi Pasien


Nama Pasien : Nn. AM
Usia : 21Tahun
Indikasi : Perawatan ortodontik removable RA dan RB

Gambar 3. Radiografi Kasus


Sumber: (Dokumentasi Pribadi, 2019)
B. Rujukan Rontgen
Permintaan Pemeriksaan Radiologi

Nomor Rekam Medis : 03-41-72


Nama Pasien : Nn. AM
Umur : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Diagnosa : Maloklusi Angle Klas I

¨ Periapikal
87654321 12345678
87654321 12345678
V IV III II I I II III IV V
V IV III II I I II III IV V

¨ Bitewing

¨ Oklusal


¨ Chepalometri

¨ Panoramik

¨ TMJ

¨ CBCT

Purwokerto, 14 November 2019


Dokter Pengirim

drg. Victoria Dewanti A., Sp. Ort.


C. SOP Pengambilan Radiografi Sefalometri
1. Persiapan
a. Perlengkapan alat dan bahan seperti apron, sarung tangan, masker, kaca
mulut, alcohol, hanger, film holder, film
b. Pesawat sinar X pastikan dalam keadaan ON
c. Pastikan ketersediaan larutan developer, fixer dan safe lamp berfungsi
dengan baik pada kamar gelap
d. Sarana administrasi seperti alat tulis, kartu, amplop (untuk film yang sudah
selesai)
2. Pelaksanaan
a. Komunikasi dan prosedur awal
1) Menyapa pasien menyebut nama pasien dan memperkenalkan diri
2) Mempersilahkan pasien masuk
3) Mempersilahkan pasien memposisikan diri
4) Meminta izin untuk melakukan foto daerah tertentu
5) Mempersilahkan pasien melepas peralatan yang dipakai (denture,
kacamata, jepit rambut, dll)
6) Pasang baju pelindung (apron)
7) Cuci tangan dan memakai handscoon serta masker
8) Memberi arahan pada pasien sesuai dengan prinsip pengambilan foto
sefalometri
b. Pembuatan Radiograf
1) Teknik yang digunakan adalah teknik proyeksi lateral/profil. Pasien
dalam keadaan oklusi sentris.
2) Kepala pasien difixir pada sefalostat.
3) Bidang midsagital pasien kurang lebih 152,4 cm atau 5 feet dari pusat
sinar X
4) Muka samping kiri pasien dekat dengan film
5) Pusat sinar X sejajar dengan sumbu transmeatal atau ear rod
6) Jarak midsagital-film : 15-18 cm, FHP sejajar dengan lantai.
7) Pasien posisi berdiri dengan sikap tegak
c. Finishing
1) Mempersilahkan pasien menunggu di luar
2) Membersihkan / disinfeksi dari saliva
3) Susun film pada penjepit
4) Lepaskan sarung tangan

D. Prosesing Film
1. Matikan lampu penerangan dan nyalakan safe lamp
2. Film dimasukkan kedalam larutan developer selama 8-10 detik hingga
gambaran anatomi mulai terlihat
3. Bilas film dengan air mengalir selama 5 detik
4. Memasukkan film dalam larutan fixer selama 4-15 menit hingga gambar
terlihat kontras, detail, dan ketajaman terlihat jelas
5. Nyalakan kembali lampu
6. Cuci film dibawah air yang mengalir selama 10 menit atau hingga tidak ada
lagi fixer yang menempel pada film (tidak licin)
7. Keringkan dengan udara panas
8. Evaluasi mutu dengan viewer

E. Evaluasi Mutu
Pada kasus ini secara umum kualitas film masih kurang baik apabila dilihat
berdasarkan 8 protokol penilaian kualitas radiografi yang dapat dijabarkan sebagai
berikut.
1. Lengkap Anatomis
Berdasarkan lengkap anatomis pada film ini cukup lengkap dimana objek
yang ingin diamati yaitu keadaan dental dan skeletal terlihat semua area
anatomisnya secara utuh.
2. Kontras
Tingkat kontras pada film ini cukup baik sehingga perbedaan kepadatan
antara dua area pada radiograf masih terlihat walaupun tidak terlalu tegas
batasnya. Hal ini bisa saja disebabkan karena terjadi under developer atau
kekurangan sinar pada film.
3. Detail
Perbedaan dari setiap anatomi kurang begitu jelas terutama di area sekitar
gigi geligi.
4. Ketajaman
Garis batas terluar objek masih kurang jelas. Kurangnya ketajaman ini
dapat disebabkan oleh komposisi film yang kurang baik atau adanya
pergerakan yang tidak diinginkan dari pasien atau film saat proses
pengambilan gambar.
5. Densitas
Gradasi kehitaman pada radiograf masih kurang baik sehingga area email,
dentin, tulang dan jaringan lunak masih sulit dibedakan. Hal ini bisa
disebabkan oleh miliamper yang rendah, puncak kilovoltage yang rendah atau
kurangnya waktu exposure.

6. Resolusi
Resolusi cukup baik karena objek masih dapat dibedakan antara satu
dengan yang lainnya.
7. Kecerahan
Tingkat kecerahan baik.
8. Distorsi
Distorsi pada film ini sedikit terjadi akibat saat pengambilan pasien
bergerak atau operator memposisikan pasien kurang tepat
F. Interpretasi, Gambaran Radioanatomi, Gambaran Radiografi

2
1
Radiografi
5
Kasus 3 4

8
8 6
8
8
7
8
8
8
8
1. Sela8 tursica 5. Meatus Acusticus Externus
Keterangan 8
2. Sinus
8 frontalis 6. Gigi geligi
Gambar 3. Kondilus mandibula
8 7. Menton
8
4. Sinus
8 maksilaris 8. Atlas
8
Diagnostically acceptable
Kualitas 8
8
Gambar 8
8
8 Rerata SD Pasien Simpulan
Sudut8SNA 82º 2 80o Normal
8 o
Sudut8SNB 80º 2 78 Normal
Analisis Sudut8fasial 87,8º 3 89o Normal
8
8
Skeletal
Sudut88FHP-Man 26º 3 29o Normal
8
Sudut88convexity 0º 8 2o Normal
8
8
8
8 Rerata SD Pasien Simpulan
a. 8Jarak I atas-NA 4 mm 2 5 mm Normal
b. 88Sudut I atas-NA 22º 2 24o Normal
Analisis Dental c. 8Jarak I bawah-NB 4 mm 2 3 mm Normal
d. 88Sudut I bawah-NB 25º - 290 I RB sedikit
8 protrusi
e. 8Sudut antarinsisivi 135º 15º 1210 Normal
8
8
8
Radiodiognosis Maloklusi
8 klas 1 tipe 1
8
8
Differential 8
Maloklusi
8 klas II tipe 2
diagnosis 8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
8
SIMPULAN

Proses pengambilan foto radiografi perlu memperhatikan beberapa hal diantaranya


prinsip asepsis untuk menghindari adanya kontaminasi silang dari adanya saliva maupun
darah antar peralatan yang digunakan sehingga diperlukan penggunaan alat pelindung diri
yang lengkap sesuai dengan prosedur baik pada pasien maupun operator. Selain itu proses
komunikasi, instruksi, dan edukasi juga harus dilakukan secara adekuat kepada pasien
sebelum dilakukan proses pengambilan foto radiografi karena tingkat kooperatif pasien
yang baik dapat meminimalisir tingkat kesalahan yang disebabkan oleh pasien. Mutu dan
kualitas dalam sebuah foto radiografi dapat dipengaruhi berbagai hal. Radiograf dengan
mutu yang baik akan menghasilkan kualitas gambar yang detail sehingga mempermudah
proses interpretasi hasil foto radiografi. Hal tersebut tentu akan membantu penegakan
diagnosis pasien serta menunjang perawatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Boel, T., 2009, Dental Radiologi: Prinsip dan Teknik, USU Press, Medan. Centers of
Control Diseases Prevention, 2003, “Dental Radiology”,
Guidelines for Infection Control in Dental Health-Care Settings, 52(RR17): 1-61.
Hausamen, E., 2004, Three Dimentional Cephalometry: A Color Atlas and Manual, Flip
Schutyser, Jang.
Iannuci. J., Howerton, L.J., 2012, Dental Radigraphy: Principles and Techniques 5th
Edition, Elsevier, Canada.
Langland, O.E., Langlais, R.P., Preece, J.W., 2002, Principles of Dental Imaging,
Lippincott Williams & Wilkins, USA.
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 Tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan
Keamanan Sumber Radioaktif.
Raharjo, P., 2012, Diagnosis Ortodontik, Airlangga University Press, Surabaya.
Robinson, D.S, Bird, .L., 2013, Essentials of Dental Asisting 5th Ed., Elsevier, Missouri.
Supriyadi, 2012, “Pedoman Interpretasi Radiografi Lesi-Lesi di Rongga Mulut”,
Stomatognatic: JKG Unej, 9(3): 134-139.

Anda mungkin juga menyukai