Anda di halaman 1dari 13

Apa saja inovasi yang bisa dilakukan dokter gigi dimasa pandemic Covid-19 untuk

membangun kepercayaan pasien dan tetap mempertahankan usaha praktik dokter gigi?

Jawaban tutor:

 Meyakinkan bahwa tempat praktek dokter gigi telah sesuai dengan protocol
kesehatan dengan cara dokter gigi menjaga dirinya, asisten serta staff agar pasien
merasa aman untuk melakukan perawatan
- Meminta kerabat untuk mempromosikan konsultasi online dan tempat praktiknya
- Menggunakan alat-alat protocol pendukung Covid-19 seperti extraoral suction dan
uv sterilisator
- Menggunakan rekomendasi dari tempat kerja/ tempat praktik maupun dari teman
sejawat untuk menambah kepercayaan pasien
- Memberikan APD pada pasien saat perawatan
- Teledentistry (dokter gigi menerima kasus yang ringan dan melakukan anamnesa
dengan melihat foto dan melakukan skrining awal untuk memilah pasien yang
emergency untuk dirawat di tempat praktek secara langsung)

Sesuai sumber:

Saat ini, dan karena pandemi SARS-CoV-2, keamanan global sedang direkonseptualisasikan
dengan mempelajari pencegahan dari agen yang ditularkan melalui udara, yang dapat
disebarkan oleh difusi air liur dan sekresi dalam bentuk tetesan dan aerosol. Fenomena yang
sama terjadi di bidang kedokteran gigi: prosedur yang sebelumnya dianggap sepele telah
meningkatkan risiko (misalnya penskalaan dan pengairan) karena peningkatan risiko
penyebaran aerosol mikroba yang sangat terkontaminasi. Saat ini, mayoritas penduduk
dianggap menghindari perawatan gigi kecuali yang melibatkan rasa sakit atau bersifat
mendesak. Dapat diprediksi dalam waktu dekat bahwa populasi ini akan takut terinfeksi saat
mengunjungi operasi gigi, yang mengarah pada potensi kenaikan harga perawatan dalam hal
peningkatan penyakit mulut dan gigi yang serius. Salah satu prinsip dasar untuk pemulihan
setiap aktivitas rutin gigi adalah status pasien yang dikenali dari SARS-CoV-2: saat ini
(dalam fase darurat), disarankan untuk melakukan triase fase ganda (melalui telepon dan
kunjungan operasi). Namun, di masa depan dan dengan tidak adanya tes yang andal dan aman
untuk SARS-CoV-2, operator harus menganggap setiap pasien berpotensi menular, dengan
mengadopsi tindakan pencegahan dan perlindungan individu.
A. Manajemen lingkungan
1. Sekretaris

Sekretaris memainkan peran penting dalam memastikan perlindungan dari infeksi


melalui telepon triase yang tepat, pengaturan janji yang efektif untuk menghindari
keramaian di ruang tunggu.

2. Ruang perawatan

Bahan kimia yang paling umum cocok untuk asepsis permukaan adalah: klorin,
senyawa fenolik, berbasis air, berbasis alkohol, dan kompleks iodine polietoksi
etanol iodin polipropoksi-butoksi-butoksi. Semua permukaan dan peralatan yang
digunakan selama perawatan, yang tidak dapat dibuang atau yang tidak dapat
diautoklaf, harus dibersihkan dan didisinfeksi setelah setiap pasien. Setiap barang
yang mungkin lebih sulit dibersihkan harus ditutup dengan cling film, dan harus
diganti untuk setiap pasien. Selain desinfeksi kimia, sinar UV-C lampu radiasi
ultraviolet dapat digunakan. Direkomendasikan untuk memberikan ventilasi ruangan
di antara pasien; jika tidak memungkinkan (untuk minimal 20-30 menit), sistem
ventilasi paksa dengan filter High Efficiency Particulate Air (HEPA) harus
digunakan, dengan memperhatikan penggantian filter secara teratur. Untuk
mencegah pembentukan biofilm patogen, garis air unit gigi harus dibilas selama 2
menit pada awal dan akhir setiap hari dan selama 20-30 detik antara pasien, dengan
agen disinfektan tertentu. Pipa aspirator volume tinggi dan pengeluaran air liur harus
dibilas secara teratur dengan air dan disinfektan (natrium hipoklorit, 0,1%) antara
pasien. Untuk menghindari infeksi silang, sterilisasi instrumen yang memadai
adalah wajib. Benda apa pun yang tidak dapat disimpan secara otomatis harus
didesinfeksi, misalnya dengan merendam dalam larutan glutaraldehida 2%. Limbah
gigi harus dibuang sesuai dengan peraturan Kesehatan dan Keselamatan, terutama
limbah biologis dan runcing / benda tajam.

3. Tim gigi dan APD

Pemilihan APD yang efektif harus didasarkan pada penilaian risiko dan prosedur
gigi yang akan dilakukan. Kebersihan tangan yang efektif dengan sabun antimikroba
dan sebelum dan sesudah prosedur pembalutan gigi harus dipatuhi dengan
penggunaan sabun cair (atau pembersih tangan berbasis alkohol yang mengandung
setidaknya 60% alkohol) disarankan untuk durasi 60 detik. Agen antimikroba
berikut juga cocok: pembersih yang mengandung alkohol, produk yang mengandung
triklosan, senyawa amonium kuaterner, klorheksidin dan oktenidin.

Banyak yang menganggap APD yang paling berguna dalam kedokteran gigi adalah:

1) penutup wajah, yang mungkin tidak memberikan perlindungan pernapasan


yang memadai terhadap partikel kecil aerosol; mereka tidak mencegah nafas
menyebar dan mereka memungkinkan lewatnya sejumlah besar udara
melewati topeng dan ke hidung dan mulut.
2) alat pernapasan, yang harus dipakai saat merawat pasien dengan infeksi
saluran pernapasan. Respirator partikulat (dengan persentase penyaringan)
yang digunakan di berbagai negara meliputi: (a) Republikasi Rakyat Cina: II
(95%), I (99%); (b) Uni Eropa: Kelas Bagian Wajah 1 (FFP1) (80%), kelas 2
(FFP2) (95%), atau kelas 3 (FFP3) (99,7%) bersertifikasi CE; (c) Jepang:
kelas 2 (95%), kelas 3 (99,9%); dan (d) Amerika Serikat: Institut Nasional
untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH) bersertifikat N95 (95%),
N99 (99%), N100 (99,7%). Respirator pemurni udara yang kuat juga dapat
dianggap sebagai konstituen standar APD dalam situasi tertentu, termasuk
prosedur yang menimbulkan aerosol di lingkungan berisiko tinggi.
3) kacamata dan pelindung wajah (kacamata pribadi dan lensa kontak TIDAK
dianggap sebagai pelindung mata yang sesuai).
4) gaun pelindung dan baju pelindung di Tekstil Non-Tekstil (TNT): di atas
seragam gigi (tidak dianggap sebagai APD), pakaian APD harus dipakai dan
disertifikasi sesuai untuk risiko biologis menurut standar Eropa (EN 14126
dan ISO 16604 (DPI) ) dan EN 24920 (DM)).
5) sarung tangan: sarung tangan melindungi operator gigi dari kontak langsung
dengan mukosa dan air liur. Penggunaan sarung tangan yang
berkepanjangan, mencuci dengan sabun, klorheksidin atau alkohol dapat
menyebabkan pembentukan perforasi mikro dengan peningkatan risiko
biologis. Penggunaan dua pasang sarung tangan secara bersamaan dengan
mempertimbangkan mengurangi perjalanan patogen melalui mikro-perforasi.
6) tutup kepala sekali pakai dan,
7) penutup sepatu.
California Dental Association (CDC) merekomendasikan penggunaan APD level 3 yang
terdiri dari masker N95/KN95, face shield, gown, sarung tangan, penutup kepala, dan
penutup sepatu, jika dokter gigi akan melakukan tindakan yang akan menimbulkan aerosol.
APD level 3 digunakan untuk melakukan tindakan pada pasien dengan suspek atau
terkonfirmasi COVID-19. APD level 3 yang digunakan yaitu penggunaan pakaian proteksi
(hazmat). Jika hazmat tidak tersedia, maka dapat menggunakan jas putih dengan dilapisi
gown atau jubah sekali pakai, serta ditambah dengan goggle atau face shield, sarung tangan
lateks sekali pakai dan penutup sepatu.(Peng et al., 2020)(1)

4. Berkumur dengan Obat Kumur Antiseptik

Pada umumnya dokter gigi meminta pasien berkumur sebelum dilakukan tindakan
perawatan gigi. Namun penggunaan Clorhexidine sebagai obat kumur, tidak efektif
membunuh SARS-CoV-2(Peng et al., 2020). Hydrogen peroxide 1% atau povidone
0.2% direkomendasikan untuk mengurangi mikroba yang terdapat pada saliva,
termasuk SARS-CoV- 2(Ather, Biraj Patel, et al., 2020; Peng et al., 2020). Namun
demikian karena tingginya kandungan virus dalam saliva, obat kumur hanya mampu
mengurangi namun tidak dapat menghilangkan virus. (Meng, Hua and Bian, 2020;
Peng et al., 2020)

5. Rubber Dam dan High Volume Evacuator

Pada perawatan gigi, sulit untuk menghindari terbentuknya aerosol. Oleh sebab itu
selain menggunakan obat kumur untuk mengurangi kandungan virus di saliva, maka
dokter gigi dan tim dapat juga menggunakan rubber dam dan high volume evacuator
untuk mengurangi kontaminasi aerosol. Penggunaan rubber dam pada Tindakan
konservasi gigi dapat mengurangi kontaminasi terhadap saliva dan darah.
Penggunaan rubber dam dapat mengurangi partikel airborne sampai dengan 98,8%
(El-Din and Ghoname, 1997). Namun penggunaan rubber dam sangat terbatas, tidak
dapat digunakan pada tindakan restorasi sub gingival, preparasi tahap akhir
pembuatan crown, dan pada perawatan periodontal seperti root planing, bedah
periodontal, atau scalling menggunakan ultrasonic scaller. Pengurangan kontaminasi
mikroorganisme dari aerosol yang dihasilkan pada saat menggunakan high speed
handpiece, air syringe, dan ultrasonic scaler dapat dilakukan dengan menggunakan
high volume evacuator (HVE). HVE adalah suction yang dapat menghisap udara
sampai dengan 2,83 m3 per menit. Dengan menggunakan HPE, aerosol dapat
terhisap sehingga kontaminasi dapat berkurang sampai 90%. Tetapi ketika
menggunakan HPE ini dokter harus dibantu oleh asisten atau perawat gigi
(Narayana et al., 2016; Ge et al., 2020).

6. Penggunaan Extraoral Suction

Dalam praktik Kedokteran Gigi, transmisi COVID-19 dapat terjadi melalui aerosol
dan splatter dari rongga mulut pasien. Aerosol merupakan singkatan dari aero-
solution dan didefinisikan sebagai partikel airborne yang berukuran 0,5-10 µ.11
Aerosol dapat dihasilkan selama intrumentasi saluran pernafasan atas (rongga mulut
dan hidung), cairan irigasi, maupun bahan lain yang bercampur dengan darah,
saliva, serta bakteri yang dapat menghasilkan partikel aerosol dan berpotensi
menularkan penyakit. Profesi dokter gigi menempati urutan pertama pekerjaan
paling beresiko terpapar COVID-19, dikarenakan area kerja dokter gigi berada
disekitar mulut dan wajah pasien, berkontak dengan saliva serta adanya
kemungkinan terjadi produksi aerosol selama perawatan. Hal ini menjadi perhatian
bagi tenaga kesehatan, khususnya dokter gigi dalam mempersiapkan protokol saat
melakukan perawatan gigi di Klinik Gigi maupun Rumah Sakit. Dalam praktik
Kedokteran Gigi upaya pencegahan penularan dilakukan dengan penggunaan alat
pelindung diri (APD) berupa masker bedah, googles, face shield, sarung tangan,
serta gown. Selain itu, dalam praktik Kedokteran Gigi umumnya digunakan
intraoral suction untuk mengevakuasi cairan saliva, darah, dan air dari dalam
rongga mulut pasien selama proses perawatan gigi.

Seperti halnya intraoral suction (IOS), Extraoral suction (EOS) merupakan alat
yang digunakan untuk menghisap droplet dan aerosol yang terbentuk selama
perawatan gigi. Bedanya extraoral suction bekerja di luar mulut pasien dengan daya
hisap yang lebih besar hingga 3000 L/Menit, sedangkan daya hisap intraoral
suction sebesar 180 L/menit. Extraoral suction memproduksi suara yang lebih keras
dibanding air purifier yaitu sebesar 50-75 desibel dan terdiri dari sistem
penyaringan HEPA (High Efficiency Particulate Air) H13 yang teruji klinis, ion
plasma, dan desinfektan sinar UV (ultraviolet) yang mampu memusnahkan virus
dan bakteri.

Penggunaan extraoral suction memberikan rasa aman bagi pasien, dokter gigi serta
asisten dokter gigi, namun belum diketahui seberapa efektif alat ini dalam menekan
penyebaran aerosol. Oleh karena itu tinjauan pustaka ini akan menjelaskan
efektivitas extraoral suction dalam menekan penyebaran aerosol selama praktik
Kedokteran Gigi di masa pandemi COVID-19. Berbagai klinik dokter gigi dan
rumah sakit memanfaatkan extraoral suction untuk mengurangi penyebaran aerosol
dan droplet selama perawatan gigi. Extraoral suction memiliki 2 bagian utama.

a) Suction unit: Lengan suction harus cukup panjang untuk dapat mencapai
area kerja dan asisten. Four-handed dentistry membutuhkan lengan suction
sedikitnya 1,5 m atau lebih panjang. Dengan daya listrik diatas 1000 watt
memberikan daya hisap aerosol yang lebih besar.
b) Sterilizer unit (seperti air purifier): Untuk mendesinfeksi aerosol yang
terhisap, extraoral suction memerlukan 4 mekanisme utama, yaitu: penyaring
utama, sinar UV, ion plasma, dan penyaring HEPA.(2)

7. Disinfeksi Klinik

Pada masa pandemi COVID-19, disinfeksi ruang klinik dan ruang publik harus
dilakukan lebih ketat. Pembersihan dan disinfeksi harus dilakukan dengan mengikuti
protokol pembersihan dan disinfeksi yang ada (Peng et al., 2020). Instrumen yang
dapat dipakai ulang harus dibersihkan, disinfeksi, sterilisasi dan disimpan sesuai
dengan protokol. Semua permukaan peralatan, misalnya kursi, gagang pintu,
komputer, dan permukaan benda lainnya harus didisinfeksi. Untuk permukaan yang
tidak mudah berkarat dapat dilap menggunakan larutan klorin 500mg/L-1000 mg/L.
Sedangkan permukaan benda yang mudah berkarat dapat menggunakan ethanol
75%. Permukaan benda yang frekuensi kontaknya sangat tinggi seperti wastafe,
keran, dan gagang pintu harus didisinfeksi minimal 2 jam sekali.(Shanshan and
Shuguo, 2020) Di Italy,untuk disinfeksi permukaan benda disarankan menggunakan
0.1% sodium hypochlorite dan 70% isopropyl alcohol.(Izzetti et al., 2020). Lebih
lengkap lagi, Peditto dkk., (2020) menyarankan penggunaan 70% ethyl alcohol,
Potassium peroxymonosulphate solution (1/100 dilution), 2.5% sodium
hypochlorite, dan 55% hydroalcoholic solution dengan quaternary ammonium
propionate, dengan cara diaplikasikan pada permukaan benda dengan kertas tisu
sekali pakai selama 5 menit. Lantai klinik harus sering dibersihkan, dikeringkan, dan
didisinfeksi setiap 2 jam. Cairan yang dianjurkan untuk digunakan adalah larutan
klorin 500 mg/L-1000 mg/L. Semua alas lantai seperti karpet atau keset harus
dilepaskan. Setelah selesai shift lantai dipel dengan larutan klorin 1000 mg/L
sebelum ruangan didisinfeksi dengan ultraviolet.

8. Manajemen Limbah Medis

Limbah medis, termasuk APD sekali pakai misalnya masker bedah, penutup kepala,
dan sebagainya harus diletakkan pada tempat penyimpanan sementara sebelum
dibuang. Pembuangan limbah medis harus dilakukan setiap hari. Setelah limbah
medis dibuang, tempat penyimpanan limbah medis sementara harus didisinfeksi
dengan larutan klorin 1000mg/L. Pembuangan limbah medis ini harus dilakukan
oleh staf yang sudah dilatih, dan staf tersebut harus menggunakan APD pada saat
melakukukan proses pembuangan limbah dan pembersihan tempat penyimpanan
sementara.(1)

B. Manajemen dalam Praktik Dokter Gigi


1. Persiapan Pra-Kunjungan

Interdigitasi teledentistry yang meliputi telescreening, teletriage, dan teleconsulting


sangat didorong dengan skrining telepon yang bertujuan menjadi titik kontak
pertama antara pasien dan dokter gigi. Riwayat medis terperinci mengenai gejala
COVID-19 (demam, batuk dan / atau sesak napas, sakit tenggorokan, pilek, diare,
perubahan warna jari tangan atau kaki yang lesu, ruam pada kulit, dan hilangnya rasa
dan bau) harus diselidiki, dan jika ada jawaban positif, perawatan gigi di kantor
harus ditunda selama 3 minggu kecuali dalam kasus darurat gigi. Telekonsultasi
melalui video langsung sangat membantu dalam berbagi informasi kesehatan seperti
radiografi dan foto melalui sistem komunikasi elektronik yang aman dengan praktisi
untuk mengevaluasi kondisi pasien atau memberikan layanan kesehatan virtual
setelah mendapat persetujuan untuk hal yang sama.(4) Praktik gigi perlu mengatur
ulang dan berinovasi untuk melanjutkan perawatan gigi dengan risiko infeksi silang
yang minimal. Teledentistry dapat memberikan solusi inovatif untuk melanjutkan
praktik kedokteran gigi selama pandemi saat ini, dan seterusnya.

Teledentistry (subunit telehealth bersama dengan telemedicine) adalah memfasilitasi


perawatan gigi, bimbingan, pendidikan atau pengobatan jarak jauh melalui
penggunaan teknologi informasi daripada melalui kontak tatap muka langsung
dengan pasien mana pun [3]. Tele-dentistry bukanlah konsep baru dan salah satu
proyek teledentistry paling awal dimulai oleh militer AS pada tahun 1994 untuk
melayani pasukan AS di seluruh dunia. Selama bertahun-tahun teledentistry telah
terbukti bermanfaat untuk skrining gigi jarak jauh, membuat diagnosis, memberikan
konsultasi, dan mengusulkan rencana perawatan. Hal ini terbukti sebanding dengan
konsultasi waktu nyata di daerah dengan akses terbatas ke fasilitas, di anak sekolah,
dan di fasilitas kesehatan jangka Panjang, Dalam keadaan pandemi COVID-19 yang
sedang berlangsung saat ini, dengan meningkatkan kemungkinan menjadi endemik,
tujuan utamanya adalah untuk menghindari kontak orang-ke-orang. Kata 'tele' berarti
'jauh', dan oleh karena itu teledentistry memenuhi kebutuhan akan jarak sosial
seperti yang telah dianjurkan oleh otoritas kesehatan di seluruh dunia untuk menahan
penyebaran virus SARS-COV-2. Teledentistry dapat dimasukkan ke dalam praktik
gigi rutin karena menawarkan berbagai aplikasi seperti triaging jarak jauh dari
pasien yang dicurigai COVID-19 untuk perawatan gigi dan mengurangi paparan
yang tidak perlu pada pasien sehat atau tidak terinfeksi dengan mengurangi
kunjungan mereka ke kantor gigi dan rumah sakit yang sudah terbebani. .

Subunit Teledentistry

a. Teleconsultation
Bentuk paling umum dari teledentistry adalah teleconsultation, dimana pasien atau
penyedia layanan kesehatan lokal mencari konsultasi dari spesialis gigi menggunakan
telekomunikasi. Ini sangat berharga untuk konsultasi pasien yang secara fisik dan
intelektual, dan pasien dari fasilitas perawatan lansia dan penjara. Telekonsultasi telah
terbukti mengurangi jumlah rujukan dari puskesmas ke puskesmas lebih tinggi
sebesar >45%. Dalam pandemi COVID-19 saat ini, ini dapat membantu pasien
melanjutkan terapi mereka selama karantina dan penguncian.
b. Telediagnosis
Telediagnosis memanfaatkan teknologi untuk bertukar gambar dan data untuk
membuat diagnosis lesi oral [12,13]. Dengan penggunaan program telediagnosis
EstomatoNet, rujukan pasien ke spesialis berkurang dari 96,9% menjadi 35,1%.
Sementara penggunaan ponsel pintar untuk mendeteksi karies gigi sangat dianjurkan;
itu juga berfungsi sebagai tambahan yang dapat diandalkan untuk skrining lesi oral
yang berpotensi ganas. Tambahan telediagnosis adalah telecytology, sebuah sistem
untuk deteksi dini lesi oral yang berpotensi ganas atau ganas. Haron dkk.
mengembangkan Mobile Mouth Screening Anywhere (MeMoSA®) untuk
memfasilitasi deteksi dini kanker mulut dan bermanfaat bagi pasien dengan akses
terbatas ke spesialis. Skandarajah dkk. mengevaluasi mikroskop seluler berbasis
tablet (perangkat CellScope) sebagai tambahan untuk skrining kanker mulut. Selama
pandemi COVID-19 saat ini, para peneliti dari Brasil baru-baru ini mengilustrasikan
penggunaan WhatsApp dan telekomunikasi dalam membuat diagnosis banding lesi
oral. Karena sebagian besar lesi mulut sering terbukti secara langsung, telediagnosis
dapat dilakukan dengan fotografi gigi sehingga mengurangi kebutuhan pemeriksaan
klinis yang cermat.
c. Teletriage
Teletriage melibatkan disposisi yang aman, sesuai, dan tepat waktu gejala pasien
melalui smartphone oleh spesialis. Ini telah digunakan untuk penilaian jarak jauh
anak sekolah dan memprioritaskan mereka yang membutuhkan perawatan gigi tanpa
perjalanan yang tidak perlu terlepas dari kesulitan sosial ekonomi dan geografis di
banyak tempat [23,24]. Brucoli dkk. menyarankan penggunaan teleradiologi sebagai
alat yang berguna dalam triaging pasien trauma maksilofasial dari pusat perifer ke
pusat trauma utama mereka.
d. Telemonitoring
Pemantauan pasien gigi membutuhkan kunjungan pasien yang sering ke dokter gigi
mereka untuk memantau kemajuan pengobatan. Penggunaan telemonitoring dapat
menggantikan kunjungan fisik yang sering dengan kunjungan virtual untuk
pemantauan rutin hasil pengobatan dan perkembangan penyakit. Dalam sebuah studi
percontohan baru-baru ini selama pandemi ini, pemantauan jarak jauh tampaknya
menjadi alat yang menjanjikan dalam pemantauan jarak jauh pasien gigi bedah dan
non-bedah, terutama mengurangi biaya dan waktu tunggu.(5)

i. Jika diperlukan, pasien dapat diresepkan analgesik atau agen topikal melalui janji
teledentikasi itu sendiri.
ii. Sebagai pengganti penyebaran fomite, setiap permukaan di area penerimaan harus
dianggap sebagai potensi risiko. Semua barang yang tidak penting seperti model
pajangan gigi, brosur, dan majalah harus dipindahkan, dan kursi di ruang tunggu
harus ditempatkan dengan jarak 6 kaki
iii. Semua staf harus mengganti pakaian kantor yang berbeda begitu mereka sampai di
kantor. Dokter gigi, staf, dan pasien harus diminta untuk menahan aksesori seperti
gelang, kalung, dan jam tangan.
iv. Pembersihan dan desinfeksi serta sterilisasi bagian penerima tamu, ruang tunggu, dan
peralatan harus dipastikan.

2. Persiapan Kunjungan Praktik Dokter Gigi


1) Pasien harus dipanggil / dikirimi SMS tentang permohonan mereka dan
diinformasikan tentang rincian skrining dan protokol di kantor. Penunjukan harus
dibuat-buat, dan orang yang menemani tidak boleh didorong, kecuali untuk anak-anak
atau orang dengan kebutuhan khusus. Sebelum mengizinkan pasien masuk ke klinik
gigi, suhunya harus dicatat. Pembersih tangan dan masker harus tersedia untuk pasien
dan petugas.

Pertanyaan yang dapat diajukan saat screening adalah (1) apakah ada riwayar demam
selama 14 hari terakhir?, (2) apakah mengalami masalah pernafasan seperti batuk atau
kesulitan bernafas selama 14 hari terakhir?, (3) apakah ada riwayat mengunjungi
daerah dengan transmisi COVID-19 selama 14 hari terakhir?, (4) apakah ada riwayat
kontak dengan pasien konfirmasi COVID-19 selama 14 hari terakhir?, (5) Apakah ada
riwayat kontak erat dengan pasien yang mengalami gangguan pernafasan dan batuk
selama 14 hari terakhir?, (6) apakah ada riwayat berpergian ditempat keramaian?(6)
2) Persiapan operasi: ruang isolasi tekanan / infeksi udara negatif harus dialokasikan
untuk perawatan setiap pasien yang dicurigai COVID-19 untuk meminimalkan
paparan pasien dan staf. Aplikasi tambahan dari filter udara partikulat efisiensi tinggi
portabel (HEPA) dapat dipertimbangkan, yang biasanya ada dalam pemurni udara
dan, karenanya, sudah tersedia. Viabilitas SARS-CoV-2 pada plastik dan baja tahan
karat lebih besar dibandingkan dengan tembaga dan karton. Oleh karena itu,
penelitian lebih lanjut direkomendasikan untuk mendukung penggunaan karton
sebagai penghalang dan instrumen tembaga. Perangkat sekali pakai dapat
dipertimbangkan; Namun, pembuangannya harus dilakukan dengan hati-hati sebagai
limbah medis yang terinfeksi.
3) Kebersihan tangan: 80% etanol atau 75% 2-propanol sebagai Pembersih Tangan
Berbasis Alkohol (ABHR), melawan SARS-CoV dan MERS-CoV, terbukti efisien.
Oleh karena itu, dalam praktek gigi, penggunaannya harus sangat dianjurkan, dan
tangan harus dicuci setiap kali terlihat kotor.
4) Alat Pelindung Diri (APD): Ti et al. menyarankan penggunaan masker N95, sarung
tangan, overgown, dan pelindung wajah / mata yang telah teruji selama prosedur yang
menimbulkan aerosol pada pasien COVID-19 yang dikonfirmasi atau dicurigai.
Penggunaan teknik sarung tangan ganda dengan sarung tangan lengan panjang,
kacamata, termasuk pelindung samping atau pelindung wajah penuh, dan penutup
rambut / tudung sangat disarankan. Disarankan bahwa mengenakan masker bedah
atau N95 sebenarnya didasarkan pada ukuran dan penyebaran sekresi pernapasan dan
ukuran tetesan yang diketahui dapat menular untuk penularan tertentu, daripada
ukuran sebenarnya dari partikel itu sendiri. Quan dan rekannya meneliti sistem
penonaktifan virus berbasis rekristalisasi garam. Studi mereka menunjukkan bahwa
sistem filtrasi ini memberikan efisiensi filtrasi yang tinggi dan berhasil menonaktifkan
beberapa subtipe virus yang teradsorpsi .
5) Obat kumur pra-prosedur dengan agen oksidatif seperti 1% hidrogen peroksida atau
1% povidone iodine dianggap dapat meminimalkan viral load [22, 28], sehingga
membantu mengurangi aerosol dan patogen saliva terkait 2019- nCoV. Obat kumur
lain dengan klorheksidin, Citrox, siklodekstrin yang dikombinasikan dengan Citrox,
dan amfifilik-siklodekstrin mungkin terbukti bermanfaat tetapi memerlukan penelitian
lebih lanjut.

3. Pasca Perawatan
1) Doffing APD: urutan doffing yang tepat dan pembuangan dalam kantong yang
ditunjuk harus diikuti sesuai dengan protokol limbah biomedis setempat.
2) Kacamata dan pelindung wajah harus dicuci dan didisinfeksi setelah setiap prosedur.
3) ABHR harus digunakan setelah setiap pasien.
4) Tindak lanjut: semua pasien harus ditindaklanjuti setelah 7 hari untuk gejala seperti
flu.
5) Perawatan karyawan: catatan harian untuk suhu dan gejala karyawan harus dibuat dan
ditinjau secara berkala. Buku catatan harian masuk / keluar perlu disimpan untuk
siapa saja yang masuk dan keluar kantor bersama dengan tanggal dan waktu.
6) Desinfeksi dan dekontaminasi pasca-prosedur: semua instrumen yang dapat
disterilkan harus dibersihkan, didesinfeksi, dan disterilkan dengan segera, sementara
semua sekali pakai, baik digunakan atau tidak, harus diambil sebelumnya untuk
terinfeksi dan dibuang dengan benar. Konsentrasi antara 62% dan 71% etanol, 0,1 dan
0,5% natrium hipoklorit, dan 2% glutaraldehida menurunkan infeksi virus korona.
Efek analog diharapkan terhadap SARS-CoV-2. Penguap hidrogen peroksida dapat
digunakan untuk dekontaminasi operasi.
7) Pasien yang sebelumnya menderita COVID-19 yang telah menyelesaikan izin isolasi
rumah dapat menerima perawatan gigi darurat setelah memenuhi pedoman CDC
terbaru.(4)

REKOMENDASI UMUM

1. Ruang tunggu dan ruang perawatan harus mudah didisinfeksi


2. Pasien harus memakai penutup sepatu, menggantung jaket atau pakaian luar pada
gantungan khusus dan mensterilkan tangan mereka dengan larutan hidroalkohol.
Semua pasien di ruang tunggu harus dipisahkan dengan jarak tidak kurang dari 2 m.
3. Sebelum memasuki bedah gigi, pasien harus mengenakan gaun pelindung dan tutup
kepala sekali pakai.
4. Sebelum setiap sesi perawatan gigi, pasien harus: (1) minum 1% hidrogen peroksida
15" kumur diikuti dengan 30 bilasan, (2) tidak berkumur dengan air di akhir
pembilasan dan dilanjutkan dengan bilasan klorheksidin 0,20% selama 60″ dan
kumur terakhir 15 atau dengan bilasan povidone-iodine 0,2%.
5. Penggunaan alat suntik udara / air harus diminimalkan dengan rotating / ultrasound /
piezo tools, polishing udara.
6. Kanula pengisap plastik yang dapat diautoklaf, dengan kapasitas isap yang lebih besar
dari kanula PVC sekali pakai normal atau 2 ejektor air liur, harus digunakan.
7. Jangan menyentuh dokumentasi pasien / catatan digital dan pena dengan sarung
tangan bekas.(3)

DAFTAR PUSTAKA
1. Liasari I, Lesmana H. Studi Literatur : Pencegahan Penyebaran SARS-CoV-2 Pada
Praktik Kedokteran Gigi. Media Kesehat Gigi. 2020;19(1):41–6.

2. Stevanie C. Tinjauan Pustaka Efektivitas Extraoral Suction dalam Praktik Kedokteran


Gigi Extraoral Suction Effectivity in Dentistry During COVID-19 Pandemic.
2020;26(3):159–63.

3. Bizzoca ME, Campisi G, Lo Muzio L. An innovative risk-scoring system of dental


procedures and safety protocols in the COVID-19 era. BMC Oral Health [Internet].
2020;20(1):1–8. Available from: https://doi.org/10.1186/s12903-020-01301-5

4. Ahmed Y. COVID-19 and dental practice. Dent Poster J. 2020;9(2):1–1.

5. Ghai S. Since January 2020 Elsevier has created a COVID-19 resource centre with free
information in English and Mandarin on the novel coronavirus COVID- 19 . The
COVID-19 resource centre is hosted on Elsevier Connect , the company ’ s public
news and information . Diabetes Metab Syndr Clin Res Rev. 2020;(January).

6. Hervina, Nasutianto H. Perubahan Managemen Pasien dan Pemilihan Tindakan


Kedokteran Gigi di Masa Pandemi COVID-19. Pros Webinar Nas Univ Mahasaraswati
2020. 2020;170–4.

Anda mungkin juga menyukai