Ratna I. Sunoto
ABSTRACT
Pathogenic microorganisms that are present in blood, saliva, and dental plaque can
contamitnate the hands of dental health care personnel. These microorganisms can
contaminate instruments, dental equipment adn other enviromental surfaces. Infection
control includes the precautions necessary to protect the dentists, employees and
patients from the spread of infectious diseases through the dental practices. Infection
control procedures must be used for all patients and for all dental procedures. All
instruments used in intra oral treatment must be sterilized. All surfaces and items
touched by hands contaminated with saliva or blood that cannot be sterilized should
be scrupulously cleaned and disinfected with and effective agent, as an alternative is
to use protective covers which is impermeable to water.
Mikroorganisme patogen yang terdapat pada darah, saliva, dan plak gigi dapat
mengkontaminasi tangan dari orang-orang yang bekerja dalam bidang kedokteran
gigi. Mikroorganisme ini dapat mengkontaminasi instrumen, peralatan kedokteran
gigi dan permukaan dari peralatan lain dalam ruang praktek. Tindakan pencegahan
termasuk semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi dokter gigi, karyawan,
dan pasien dari penyebaran penyakit infeksi melalui perawatan gigi. Prosedur
tindakan pencegahan infeksi harus ditujukan terhadap semua pasien dan terhadap
semua tindakan perawatan gigi. Semua instrumen yang digunakan dalam rongga
mulut harus disterilkan. Semua permukaan dan alat-alat yang disentuh oleh tangan
yang terkontaminasi saliva atau darah yang tidak dapat disterilkan harus benar-benar
dibersihkan dan didesinfeksi dengan bahan yang efektif, dengan alternatif hanya
ditututpi dengan bahan penutup yang kedap air.
PENDAHULUAN
Banyak penyakit infeksi dapat ditularkan selama perawatan gigi, antara lain TBC,
sifilis, hepatitis A, B, C, AIDS, ARC, herpes, dan lain-lain. Dengan melakukan
tindakan pencegahan infeksi dapat dicegah terjadinya infeksi yang berbahaya, bahkan
dapat mencegah terjadinya kematian. Sumber infeksi yang potensial pada praktek
dokter gigi termasuk tangan, saliva, darah, sekresi hidung, baju, rambut juga alat-
alat/instrumen dan perlengkapan praktek lainnya harus dijaga sterilitasnya untuk
mengurangi resiko terjadinya infeksi.
Kontaminasi dari rongga mulut dan luka terbuka dapat disebarkan oleh udara, air,
debu, aerosol, percikan atau droplets, sekresi saluran pernafasan, plak, kalkulus,
bahan tumpatan gigi dan debris. Flora mulut yang patogen dari pasien dapat
ditransmisikan pada jaringan atau organ (autogenous infection) seperti katup jantung,
sendi artificial, dan jaringan lunak sekitarnya, dan tulang. (1)
Prosedur pencegahan penularan penyakit infeksi antar lain aalah evaluasi pasien,
TINJAUAN PUSTAKA
Jalur utama penyebaran mikroorganisme pada praktek dokter gigi adalah melalui : (3)
1. Kontak langsung dengan luka infeksi atau saliva dan darah yang terinfeksi.
2. Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi.
3. Percikan darah, saliva atau sekresi nasofaring langsung pada kulit yang terluka
maupun yang utuh atau mukosa.
4. Aerosol atau penyebaran mikroorganisme melalui udara.
Banyak sumber penularan infeksi pada praktek dokter gigi antara lain tangan, saliva,
sekresi saluran pernafasan, darah, pakaian, dan rambut, demikian pula instrumen gigi
serta peralatan lainnya harus betul-betul diperhatikan untuk mengurangi resiko
terjadinya infeksi.
Kontaminasi dari rongga mulut dan luka yang terbuka dapat disebabkan oleh udara,
Evaluasi pasien
Harus diketahui riwayat kesehatan yang lengkap dari tiap-tiap pasien dan perbaharui
pada tiap tahap kunjungan berikutnya. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui
adanya infeksi silang yang kemungkinan terjadi pada praktek dokter gigi. Harus
diperhatikan mengenai adanya penyakit infeksi yang berbahaya.
Perlindungan diri
Dalam hal ini termasuk :
- Kebersihan diri.
- Pemakaian baju praktek.
- Proteksi misalnya sarung tangan, kacamata, masker, dan rubber dam.
- Imunisasi.
Kebersihan diri
Kebersihan diri yang baik dapat mengurangi terjadinya infeksi silang pada praktek
dokter gigi. Secara umum pada waktu merawat pasien seorang dokter gigi harus :
Tutupi luka atau lecet-lecet pada jari dengan plester sebab luka tersebut dapat
merupakan tempat masuknya mikroorganisme patogen (harus memakai
Cuci tangan dengan baik sebelum dan setelah merawat pasien dengna
memakai sabun antimikrobial (mis. klorheksidin glukonat) sebelum memakai
sarung tangan.
• Baju tersebut harus diganti setiap hari dan harus diganti saat terjadi
kontaminasi.
• Baju praktek harus dicuci dengan air panas dan deterjen serta pemutih klorin,
untuk baju yang terkontaminasi perlu penanganan tersendiri.
Bakteri patogen dan beberapa virus, terutama virus hepatitis B dapat hidup pada
pakaian selama beberapa hari hingga beberapa minggu. (1)
Proteksi (1)
Untuk maksud ini harus menggunakan :
1. Sarung tangan
2. Kacamata
3. Masker
4. Rubber dam
1. Sarung tangan
Tangan merupakan alat transmisi dari mikroorganisme pada saluran pernafasan
dan mulut yang utama. Kuku harus digunting pendek dan tidak boleh memakai
Semua dokter gigi dan stafnya harus memakai sarung tangan lateks atau vinil
sekali pakai. Hal ini untuk melindungi baik dokter gigi atau stafnya maupun
pasien. Sarung tangan vinil dapat dipakai untuk mereka yang alergi terhadap
lateks, walaupun hal ini jarang terjadi.
Ada tiga macam sarung tangan yang dipakai dalam kedokteran gigi yaitu :
• Sarung tangan lateks yang bersih harus digunakan pada saat dokter gigi
memeriksa mulut pasien atau merawat pasien tanpa kemungkinan terjadinya
perdarahan.
Semua luka dan lecet-lecet pada kulit harus ditutup dengna plester yang kedap air
sebelum memakai sarung tangan. Jangan merawat pasien bila sedang mengalami
Pakai 1 sarung tangan untuk tiap pasien, jangan memakai ulang sarung tangan
karena akan mengurangi nilai protektifnya.
2. Kacamata pelindung
Kacamata pelindung harus dipakai oleh dokter gigi dan stafnya untuk melindungi
mata dari splatter dan debris yang diakibatkan oleh high speed handpiece,
pembersihan karang gigi baik secara manual maupun ultrasonik.
Rambut hendaknya jangan menutupi pandangan dan diikat bagi dokter gigi yang
memiliki rambut panjang serta dilindungi dari percikan dan aerosol dengan
memakai penutup kepala, sebaiknya dokter gigi mencuci muka sebelum makan
dan juga mencuci muka serta rambut sebelum tidur. Bakteri patogen dan
beberapa virus terutama virus hepatitis B dapat hidup pada pakaian selama
beberapa hari hingga beberapa minggu.
3. Masker
Pemakaian masker seperti masker khusus untuk bedah sebaiknya digunakan pada
saat menggunakan instrumen berkecepatan tinggi untuk mencegah terhirupnya
aerosol yang dapat menginfeksi saluran pernafasan atas maupun bawah.
bila masker itu basah. Jadi sebaiknya memakai 1 masker untuk tiap pasien.
Imunisasi
Dokter gigi dan mereka yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi harus memiliki
data imunisasi yang baru. Di Inggris vaksin hepatitis B, tuberkulosis dan rubella (bagi
dokter gigi wanita) dianjurkan untuk mereka yang bekerja dalam bidang kedokteran
gigi sebagai tambahan dari imunisasi rutin seperti tetanus, poliomyelitis dan difteri.
Di USA dianjurkan imunisasi terhadap semua penyakit ini kecuali TBC dan
influenza. (2)
Penutupan
• Ujung alat rontgen ditutupi dengan plastik atau kertas yang diberi selotip.
• Tombol-tombol pada unit gigi ditutupi dengan plastik atau aluminium foil.
• Sandaran kepala dibungkus dengan penutup dari plastik atau kantung khusus.
• Three way syringe dilapisi dengan plastik, dapat pula menggunakan ujung
sekali pakai (disposable) atau yang dapat disterilkan.
• Ujung dari blood suction dilapisi dengan kantung plastik yang ujungnya
digunting untuk memasukkan ujungnya.
• Pegangan lampu ditutupi dengan aluminium foil, kertas atau sepon berukuran
4 x 4 inci. Untuk beberapa unit terdapat pegangan yang dapat disterilkan.
• Ujung dari alat untuk menyinari tumpatan komposit, pegangan dan tombol
trigger ditutupi dengan pembungkus plastik dan diberi selotip.
Beberapa alat-alat yang tidak dapat ditutupi, harus disterilkan atau didesinfeksi.
Daerah operasional dapat dibersihkan dan didesinfeksi selama kurang lebih 10 menit.
Pembersihan
Dalam bidang kedokteran gigi pembersihan dapat dilakukan dengan :
♦ Pembersihan manual
♦ Pembersihan dengan ultrasonik
Sebelum disterilkan alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari debris organik,
darah, dan saliva. Asisten dokter gigi yang membersihkan alat tersebut harus
memakai sarung tangan heavy duty.
Pembersihan dengan memakai alat ultrasonik dengan larutan detergen lebih aman,
efisien, dan efektif dibandingkan dengan penyikatan. Gunakan alat ultrasonik yang
tertutup selama paling tidak 10 menit. Setelah dibersihkan, instrumen tersebut dicuci
dibawah aliran air dan dikeringkan dengan baik sebelum disterilkan. Hal ini penting
untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang sempurna dan untuk mencegah terjadinya
karat. (1)
Pembungkusan
Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk memenuhi prosedur klinis
yang baik. Instrumen yang digunakan dalam kedokteran gigi harus dibungkus untuk
sterilisasi dengan memakai :
pandang.
sterilisasi.
» Bungkus secara individual dengan bungkus untuk sterilisasi yang dapat dibeli.
Proses sterilisasi
Pada kedokteran gigi, sterilisasi dapat dicapai melalui metode :
- Pemanasan basah dengan tekanan tinggi (autoclave)
- Pemanasan kering (oven)
- Uap bahan kimia (chemivlave)
Metode sterilisasi yang tidak digunakan pada kedokteran gigi adalah gas etilen oksida
dan radiasi gamma (yang digunakan pada pabrik alat-alat dari plastik) dan filtrasi
(yang digunakan untuk mensterilkan obat suntik).
b) Pemanasan kering
Penetrasi pada pemanasan kering kurang baik dan kurang efektif
dibandingkan dengan pemanasan basah dengan tekanan tinggi. Akibatnya
dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi 160 derajat Celcius/ 170 derajat
Celcius dan waktu yang lebih lama (2 jam/1 jam) untuk proses sterilisasi.(2)
Menurut Nisengard dan Newman (1994)(1) suhu yang dipakai adalah 170
derajat Celcius selama 60 menit, untuk alat yang dapat menyalurkan panas
adalah 190 derajat Celcius, sedang untuk instrumen yang tidak dibungkus 6
menit.
Prosedur ini tidak dapat digunakan untuk bahan yang dapat dirusak oleh
bahan kimia tersebut maupun oleh suhu yang tinggi. Umumnya tidak terjadi
karatan apabila instrumen telah benar-benar kering sebelum disterilkan karena
kelembaban yang rendah pada proses ini sekitar 7-8%. Bahan kimia yang
dipakai adalah campuran dari alkohol, formaldehid, keton, aseton, dan air.
Keuntungan dari sterilisasi dengan uap bahan kimia adalah lebih cepat
dibandingkan dengan pemanasan kering, tidak menyebabkan karat pada
instrumen atau bur dan setelah sterilisasi diperoleh instrumen yang kering.
Namun instrumen harus diangin-anginkan untuk mengeluarkan uap susa
bahan kimia.(2)
Alkohol
Etil alkohol atau propil alkohol pada air digunakan untuk mendesinfeksi kulit.
Alkohol yang dicampur dengan aldehid digunakan dalam bidang kedokteran gigi
unguk mendesinfeksi permukaan, namun ADA tidak menganjurkkan pemakaian
alkohol untuk mendesinfeksi permukaan oleh karena cepat menguap tanpa
meninggalkan efek sisa.
Aldehid
Glutaraldehid merupakan salah satu desinfektan yang populer pada kedokteran gigi,
baik tunggal maupun dalam bentuk kombinasi. Aldehid merupakan desinfektan yang
Biguanid
Klorheksidin merupakan contoh dari biguanid yang digunakan secara luas dalam
bidang kedokteran gigi sebagai antiseptik dan kontrok plak, misalnya 0,4% larutan
pada detergen digunakan pada surgical scrub (Hibiscrub), 0,2% klorheksidin glukonat
pada larutan air digunakan sebagai bahan antiplak (Corsodyl) dan pada konsentrasi
lebih tinggi 2% digunakan sebagai desinfeksi geligi tiruan. Zat ini sangat aktif
terhadap bakteri Gram(+) maupun Gram(-). Efektivitasnya pada rongga mulut
terutama disebabkan oleh absorpsinya pada hidroksiapatit dan salivary mucus.
Senyawa halogen
Hipoklorit dan povidon-iodin adalah zat oksidasi dan melepaskan ion halide.
Walaupun murah dan efektif, zat ini dapat menyebabkan karat pada logam dan cepat
diinaktifkan oleh bahan organik (misalnya Chloros, Domestos, dan Betadine).
Fenol
Larutan jernih, tidak mengiritasi kulit dan dapat digunakan untuk membersihkan alat
Klorsilenol
Klorsilenol merupakan larutan yang tidak mengiritasi dan banyak digunakan sebagai
antiseptik, aktifitasnya rendah terhadap banyak bakteri dan penggunaannya terbatas
sebagai desinfektan (misalnya Dettol).
Desinfeksi permukaan
Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati. Disinfektan
dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa kelompok mikroorganisme,
disinfektan "tingkat tinggi" dapat membunuh virus seperti virus influenza dan herpes,
tetapi tidak dapat membunuh virus polio, hepatitis B atau M. tuberculosis.
Untuk mendesinfeksi permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga desinfektan seperti
iodophor, derifat fenol atau sodium hipokrit :
Iodophor dilarutkan menurut petunjuk pabrik. Zat ini harus dilarutkan baru
setiap hari dengan akuades. Dalam bentuk larutan, desinfektan ini tetap efektif
namun kurang efektif bagi kain atau bahan plastik.
Untuk mendesinfeksi permukaan, umumnya dapat dipakai satu dari tiga desinfektan
diatas. Tiap desinfektan tersebut memiliki efektifitas "tingkat menengah" bila
permukaan tersebut dibiarkan basah untuk waktu 10 menit. (1)
Untuk bahan cetak dari alginate sebaiknya tidak direndam, tetapi di spray dengan
desinfektan, lalu dimasukkan dalam kantung plastik dan dibiarkan selama beberapa
waktu sesuai dengan petunjuk pabrik. (5)
PEMBAHASAN
Pada orang-orang yang bekerja dalam bidang kedokteran gigi terjadi peningkatan
resiko terkena infeksi setelah merawat pasien. Penyebaran penyakit infeksi akibat
pekernaan ini terjadi karena sebagian mikroorganisme patogen pada manusia terdapat
pada sekresi mulut. Sebagai akibat dari kontak secara terus menerus dengan
mikroorganisme yang terdapat pada darah dan saliva, insiden dari beberapa penyakit
infeksi secara bermakna terjadi paling banyak pada orang-orang yang bekerja pada
bidang kesehatan gigi bila dibandingkan dengan penduduk lainnya. Hepatitis B,
tuberkulosis, dan infeksi virus Herpes simplex merupakan penyakit infeksi yang
paling sering terjadi.
Sebagian dari masalah terletak pada kenyataan bahwa banyak dokter gigi maupun
asistennya tidak menyadari adanya mikroorganisme patogen pada saliva dan darah
selama melakukan perawatan. Bahaya ini seringkali tidak disadari oleh karena
percikan yang timbul dari mulut pasien tidak terlihat, debris organik terlihat jernih
tembus cahaya dan mengering sebagai lapisan jernih pada kulit, pakaian, dan
permukaan lainnya. Crawford mendemonstrasikan terjadinya percikan ini dengan
jalan mencelupkan jarinya dengan zat warna merah sebelum memulai perawatan,
ternyata zat warna tadi terpercik ke berbagai permukaan selama perawatan.
Pada evaluasi pasuen secara umum harus diperoleh data yang berisi nama, usia, jenis
kelamin, suku, status perkawinan, pekerjaan, alamat, dan nomor telepon. Riwayat
penyakit yang pernah diderita maupun yang sedang diderita, adanya penyakit
Untuk pasien yang menderita penyakit infeksi seperti herpes, hepatitis B, mumps,
cacar air, dan lain-lain sebaiknya perawatan ditunda hingga pasien sembuh, kecuali
dalam keadaan darurat seperti pulpitis akut atau gangren dimana atap pulpa masih
tertutup sehingga pasien sangat menderita kesakitan maka pasien dijadwalkan sebagai
pasien terakhir dan kita harus melakukan tindakan pencegahan lengkap termasuk
pemakaian rubber dam.
Tangan dokter gigi dan perawat gigi dapat merupakan "alat" yang efektif untuk
menularkan infeksi dari pasien ke pasien yang lain. Teknik mencuci tangan yang
sederhana dapat merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi yang
didapat dari rumah sakit/praktek dokter gigi.
Surgical scrub yang merupakan pembersihan yang sistematis pada semua permukaan
tangan dan jari-jari dengan desinfektan untuk waktu beberapa menit yang diikuti
dengan pengeringan dengan handuk steril dan pemakaian sarung tangan dilakukan
sebelum memegang jaringan atau peralatan yang steril. Pencucian tangan yang
standar dilakukan sebelum dan sesudah merawat pasien dengan jalam membersihkan
seluruh permukaan tangan dengan desinfektan selama 10-20 detik yang diikuti
Sarung tangan karet diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh Prof. William
Halstead, seorang ahli bedah pada Johns Hopkins University pada tahun 1890. ADA
pada tahun 1976 menganjurkan pemakaian sarung tangan sekali pakai (disposable)
untuk melindungi orang-orang yang bekerja pada bidang kedokteran gigi terhadap
mikroorganisme patogen yang terdapat dalam darah. (7)
Apabila kita tiba-tiba harus memegang benda atau alat seperti membuka laci atau
lemaru untuk mengambil botol medikamen atau memegang gagang telepon, maka
harus melapis sarung tangan dengan sarung tangan yang biasa dipakai untuk
mempersiapkan makanan dan dipakai untuk 1 orang pasien saja, agar saliva atau
darah yang melekat pada sarung tangan tidak mengkontaminasi alat-alat tersebut.
Aerosol dan percikan dapat mengkontaminasi baju kerja dokter gigi dan asistennya.
Baju praktek harus dipakai untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada pakaian
dokter gigi. Untuk mencegah penyebaran penyakit infeksi pada keluarga, baju
praktek harus dilepas di tempat praktek dan dicuci secara terpisah dari pakaian
lainnya. (3)
Selama merawat pasien, partikel besar dari debris dan saliva dapat tersembur pada
wajah dokter gigi. Partikel ini dapat mengandung konsentrasi tinggi dari bakteri dan
secara fisik dapat melukai mata. Untuk ini kacamata pelindung harus dipakai, bukan
hanya untuk mencegah terjadinya luka, tetapi juga untuk mencegah terjadinya infeksi,
oleh karena mata dapat menjadi port d'entree bagi masuknya mikroorganisme ke
dalam tubuh.
Kacamata dapat memberi perlindungan pada bagian atas dan bagian sisi, dan
beberapa model dibuat sehingga dapat dipakai di luar kacamata baca, selain kacamata
dapat pula dipakau pelindung wajah yang terbuat dari plastik jernih (face shield).
Kacamata yang terkontaminasi harus dicuci dengan air dan sabun, bilas sampai bersih
dan disterilkan bila mungkin atau didesinfeksi dengan bahan yang tidak merusak. (3)
Banyak dokter gigi yang mengalami luka tusuk dan 88% melaporkan bahwa pernah
terpercik wajahnya dengan cairan tubuh pasien. Dalam suatu penelitian di Pulau
Karibia, Jamaika dilaporkan bahwa banyak terjadi luka tusuk dan percikan darah atau
cairan tubuh pada wajah. Walaupun terjadinya infeksi melelui cara tersebut sedikit
untuk infeksi HIV dan hanya sekitar 12-20% untuk hepatits B setelah terjadi luka
tusuk, para dokter gigi harus waspada dan hati-hati dalam menangani benda-benda
tajam dan memakai high vacuum suction, mengatur posisi pasien, memakai rubber
Kualitas air dalam unit gigi sangat penting bagi orang-orang yang bekerja dalam
bidang kedokteran gigi, karena mereka sering kontak dengan air dan aerosol yang
berasal dari unit gigi. Kuman yang terdapat dalam air dari unit gigi dapat
menyebabkan antara lain pneumonia, infeksi saluran pernafasan yang menyerupai flu
ringan, dan yang agak jarang terjadi adalah infeksi pada luka oleh Legionella
pneumophila dan Mycobacterium avium yang dapat menyebabkan infeksi yang
menyebar pada orang yang seropositif HIV setelah tertelan dan berkembang biak
pada saluran pencernaan.
Untuk mencegah kontaminasi pada air dari unit gigi ADA, CDC, dan BDC
menganjurkan sebelum memulai praktek saluran air pada hand-piece, three way
syringe , dan ultrasonic scaller tersebut harus di-flush selama beberapa menit untuk
mengurangi akumulasi organisme yang terjadi selama 1 malam.(9)
Menurut Nisengard dan Newman(1) saluran air pada unit gigi harus di-flush selama 2
menit sebelum mulai praktek dan 20-30 detik sebelum merawat tiap pasien.
Imunisasi harus dilakukan oleh semua orang yang bekerja dalam bidang kedokteran
gigi yang mencakup tiga hal yaitu imunisasi diberikan pada awal masa kerja,
pemeberian imunisasi ulangan untuk beberapa jenis penyakit yang memerlukan
imunisasi ulangan, pemberian imunisasi dan kemoterapi pada saat kontak dengan
penyakit.(6) Adapun imunisasi tersebut antara lain adalah terhadap penyakit mumps,
measles dan rubella (MMR), diphteri, pertusis dan tetanus (DPT), influenza,
poliomyelitis, tbc(BCG) dan hepatitis B.
Vaksin yang terbaru untuk hepatitis B adalah Recombivax HB (H-B-VAX II), vaksin
Menurut Appleton yang dikutip Molinari (2000), secara umum sterilisasi panas
adalah merupakan pilihan utama mengingat cara pemakaiannya yang sederhana,
ekonomis, dan efektif. Bila secara fisik tidak digunakan karena akan merusak
bahan/alat yang akan disterilkan, dapat digunakan bahan kimia sebagai gantinya. (7)
Karena tidak mungkin mencapai keadaan asepsis sempurna untuk semua permukaan
dan alat-alat selama prosedur perawatan gigi, namun paling tidak harus dilakukan
tindakan dekontaminasi dari alat-alat yang dapat merupakan sumber dari penyebaran
penyakit infeksi seperti pegangan lampu, tombol-tombol pengatur pada unit gigi,
pegangan lemari, sandaran kepala, dan sandaran lengan pada kursi unit. Untuk ini
dibutuhkan disinfektan yang dapat membunuh M. tuberculosis dan virus. Disinfektan
ini mengandung campuran fenol-klor, bersifat tuberocidal dan dapat merusak virus
yang lipophilic.
Untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit infeksi bagi tekniker gigi, hasil
cetakan gigi atau stone casts, harus dicuci dengan air mengalir untuk
membersihkannya dari saliva, debris dan darah kemudian direndam dalam
desinfektan atau disemprot dengan disinfektan sebelum dikirim ke laboratorium,
begitu pula prostesis sebelum dipasang dalam mulut pasien harus didisinfeksi terlebih
dulu dengan desinfektan yang sesuai dengan bahan dari protesa tersebut.(1) Menurut
Merchant dan Mollinari, bahan disinfektan yang paling baik untuk prostesis adalah
iodophors selama 10 menit. (3)
Tujuan utama dari tindakan pencegahan penyebaran penyakit infeksi adalah untuk
mengurangi resiko kontak dengan mikroorganisme patogen dan menciptakan
lingkungan kerja yang aman, baik untuk pasien maupun untuk orang-orang yang
bekerja dalam bidang kedokteran gigi.
Riwayat kesehatan pasien atau pemeriksaan fisik saja tidak dapat mengidentifikasi
pasien yang menderita penyakit infeksi, dimana individu yang kelihatan sehat bahkan
hasil pemeriksaan laboratoriumnya menunjukkan hasil negatif. Oleh karena itu semua
pasien yang datang harus dianggap memiliki mikroorganisme patogen dan semua
tindakan pencegahan penyebaran penyakit infeksi harus dilakukan.
1. Nisengard RJ, Newman MG. Oral microbiology and immunology, 2nd ed.
Philadelphia: W.B. Saunders Co; 1994. p.402-23.
3. Cottone JA, Terezhalmy GT, Molinari JA. Practical infection control in dentistry.
Philadelphia: Lea & Febriger; 1991. p.189-96.
4. Inglis TJ. Microbiology and infection. New York: Churchill Livingstone; 1996.
p.44-6.
5. Torres HO, Ehrlich A. Modern dental assisting, 5th Ed. Philadelphia: W.B.
Saunders Company; 1995. p.219-41.
6. Cottone JA. The global challenge of hepatitis B: Implications for dental personel.
J Am Dent Assoc 1991; 130: 509-20.
9. Meiller TF, depaola LG, Kelly JI, Baqui AAMA, Turng BF, Falker WA. Dental
waterlines: biofilms, desinfection and recurrence. J Am Dent Assoc 1999;
130: 62-72.
10. Pankhurst CL, Johnson NW, Woods RG. Microbial contamination of dental unit
waterlines. The scientific argument. Int Dent J 1998; 48: 359-68.