Kapan Sterilisasi Mutlak Diperlukan ? Kapan DTT Merupakan Alternatif yang dapat
Diterima ?
Kebanyakan pihak berwenang menganjurkan sterilisasi sebagai langkah akhir dalam
memroses instrumen dan benda lain yang digunakan untuk tindakan bedah. Bagaimanapun juga
beberapa panduan, lebih fleksibel, (DTT) dapat digunakan. Nyatanya, penggunaan sterilisai tidak
mungkin atau tidak praktis di dalam situasi tertentu (Rutala, Weber dan HICPAC 2012).
Umpamanya, laparoskop akan rusak kalau diproses pada uap panas tekanan tinggi (otoklaf) atau
sterilisasi panas kering, biasanya setelah digunakan, segera diproses DTT (yaitu merendam
dalam disinfektan kimia tingkat tinggi selama 20 menit) sebelum digunakan kembali pada kasus
berikutnya. Sudah jelas bahwa sterilisasi paling aman dan merupakan cara paling efektif untuk
memroses akhir instrumen jika dilakukan dengan tepat. DTT adalah satu-satunya alternatif yang
dapat diterima untuk pemrosesan akhir, jika metode sterilisasi tidak ada atau tidak sesuai.
DTT membunuh semua mikroorganisme tetapi tidak dapat diandalkan untuk membunuh
endospora bakteri. Petugas harus sadar terhadap keterbatasan ini seperti tetanus, yaitu suatu
penyakit yang disebabkan oleh endospora yang dihasilkan oleh bakteria. Klostridium tetani,
merupakan risiko yang serius.
Pencegahan penyebaran penyakit menular memerlukan penghilangan satu atau lebih keadaan
yang memungkinkan penularan penyakit dan pejamu atau waduk ke pejamu rentan berikutnya
secara :
Menghambat atau membunuh agen (umpamanya memakai bahan antiseptik pada kulit sebelum
pembedahan);
Menghambat berbagai cara agen untuk pindah dari orang yang terinfeksi kepada orang yang
rentan (umpamanya cuci tangan atau menggunakan antiseptik gosok
tangan/handrub mengandung alkohol untuk melenyapkan bakteria atau virus yang diperoleh
sewaktu menyentuh pasien yang terinfeksi atau permukaan yang kotor);
Memastikan bahwa orang-orang, khususnya petugas pelayanan kesehatan kebal atau telah
divaksinasi; dan
Menediakan alat pencegah yang tepat untuk mencegah kontak dengan agen infeksius
(umpamanya sarung tangan yang kuat untuk staf rumah tangga dan buang sampah) bagi petugas
kesehatan.
KEWASPADAAN BAKU
Komponen Utama :
1. Cuci tangan
Setelah menyentuh darah, duh tubuh, sekresi, ekskresi, dan bahan terkontaminasi
Segera setelah melepas sarung tangan
Di antara sentuhan dengan pasien
2. Sarung tangan
Bila kontak dengan darah, duh tubuh, sekresi, dan bahan yang terkontaminasi
Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka
3. Masker, kaca mata, masker muka
Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung, dan mulut saat kontak
dengan darah dan duh tubuh.
4. Baju pelindung
Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan duh tubuh.
Cegah pakaian tersebut selama tindakan klinik yang dapat berkontak langsung dengan darah
atau duh tubuh.
5. Kain
Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lendir
Jangan lekukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan pasien.
6. Peralatan perawatan pasien
Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak langsung dengan kulit
atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian dan lingkungan.
Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali
7. Pembersihan lingkungan
perawatan rutin, pembersihan dan disinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang peralatan
pasien
8. Instrumen tajam
Hindari memasang kembali penutup jarum bekas
Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
Hindari pembengkokan, mematahkan, atau memanipulasi jarum bekas dengan tangan
Masukkan instrumen tajam ke dalam tempat yang tidak tembus tusukan.
9. Resusitasi pasien
Gunakan bagian mulut, kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk menghindari
resusitasi atau alat bentilasi yang lain untuk menghindari resusitasi dari mulut ke mulut.
10. Penempatan pasien
Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruang pribadi
Gunakan pembatas fisik (kaca mata pelindung, masker muka, dan celemek) terhadap
kemungkinan percikan duh tubu (sekresi dan ekskresi) yang muncrat dan tumpah, (misalnya saat
membersihkan instrumen dan benda lainnya)
Gunakan antiseptik untuk membersihkan kulit atau selaput lendir sebelum pembedahan
pembersihan luka, atau pencucian tangan sebelum pembedahan dengan antiseptik berbasis
alkohol.
Gunakan praktik keselamatan kerja, seperti jangan memasang kembali penutup jarum atau
membengkokkan jarum, dan menjahit dengan jarum tumpul.
Pembuangan sampah terinfeksi ke tempat yang aman untuk melindungi dan mencegah penularan
atau infeksi kepada masyarakat.
Proses semua peralatan, sarung tangan, dan benda lainnya yang telah dipakai dengan
dekontaminasi dan dibersihkan secara menyeluruh, kemudian desterilkan atau diinfeksi tingkat
tinggi (DTT) sesuai dengan prosedur yang dianjurkan.
Cuci Tangan
Tujuan cuci tangan adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan
kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Cucu tangan dengan sabun biasa dan
air sama efektifnya dengna cuci tangan menggunakan sabun anti mikrobial (Pereira, Lee dan
Wade 1990).
Untuk mendorong cuci tangan, pengelola program harus melakukan segala upaya menyediakan
sabun dan suplai air bersih terus-menerus baik dari kran atau ember dan lap pribadi.
Langkah-langkah untk mencuci tangan rutin adalah:
Langkah 1 : basahi kedua belah tangan
Langkah 2 : gunakan sabun biasa (bahan antiseptik tidak perlu)
Langkah 3 : gosok dengan keras seluruh bidang permukaan tangan dan jari-jari
bersama sekurang-kurangnya selama 10 hingga 15 detik, dengan
memperhatikan bidang dibawah kuku tangan dan di antara jari-jari.
Langkah 4 : bilas kedua tangan seluruhnya dengan air bersih.
Langkah 5 : keringkan tangan dengan lap kertas atau pengering dan gunakan lap
untuk mematikan keran.
Karena mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak di tempat basah dan di air yang
menggenang maka :
Apabila sabun batangan digunakan, sediakan sabun batangan yang berukuran kecil dalam tempat
sabun yang kering.
Hindari mencuci tangan di waskom yang berisi air walaupun telah ditambahhkan bahan
antiseptik seperti detol atau savlon, karena mikroorganisme dapat bertahan dan berkembang biak
pada larutan seperti ini.
Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada isinya., “penambahan” ini
dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang baru dimasukkan.
Apabila tidak tersedia air mengalir, gunakan ember dengan kran yang dapat dematikan
sementara menyabuni kedua tangan dan buka kembali untuk membilas atau gunaka ember dan
kendi/teko.
Walaupun telah berulang kali terbukti sangant efektif mencegah kontaminasi pada tangan
petugas kesehatan (Tenosis, dkk, 2001), sarung tangan tidak dapat menggantikan perlunya cuci
tangan. Sarung tangan lateks kualitas terbaikpun mungkin mempunyai kerusakan kecil yang
tidak tampak. Selain itu, sarung tangan juga dapat robek sehingga tangan dapat terkontaminasi
sewaktu melepaskan sarung tangan (Bagg, Jenkins, Barker 1990; Davis 2001)
Tergantung situasi, sarung tangan pemeriksaan atau sarung tangan ruamh tangga harus dipakai
bilamana :
Akan terjadi kontak tangan pemeriksa dengan darah atau duh tubuh lainnya, selaput lendir, atau
kelit yang terluka;
Akan melakukan tidakan medik invasif (misalnya pemasangan alat-alat vaskular seperti intra-
vena perifer); atau
Akan membersihkan sampah terkontaminasi memegang permukaan yang terkontaminasi.
Pakailah sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya sarung tangan bedah. Jika ukuran
tidak sesuai dengan tangan pada pelaksaan prosedur, dapat terganggu atau mudah robek.
Gantilah sarung tangan secara berkala pada tindakan yang memerlukan waktu lama.
Potonglah kuku cukup pendek untuk mengurangi risiko robek berlubang.
Pakailah cairan pelembab yang tidak mengandung lemak untuk mencegah kulit tangan dari
kekeringan/berkerut.
Jangan pakai cairan atau krim berbasis lemak, karena akan merusak sarung tangan bedah dan
sarung tangan pemeriksaan dari lateks.
Jangan pakai cairan pelembab yang terlalu wangi karena dapat merangsang kulit yang dapat
menyebabkan iritasi.
Jangan simpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin (di
panas matahari, dekat AC atau pemanas ruangan dekat mesin sinar x), karena dapat merusak
bahan sarung tangan tersebut sebagai pembatas.
Reaksi alergi terhadap lateks telah dilaporkan terjadi pada para petugas kesehatan, termasuk
petugas rumah tangga, karyawan laboratorium, dan dokter gigi. (Reaksi alergi terhadap nitril
terjadi tapi jarang). Jika diperkirakan akan terjadi alerg, jika mungkin, pakailah sarung tangan
nonlateks (nitril) atau lateks yang mengandung alergen rendah. Penggunaan sarung tangan tanpa
bedak juga dianjurkan. (Sarung tangan yang memakai bedak lebih bereaksi karena bedak dari
sarung tangan membawa pertikel lateks ke udara). Jika ini tidka mungkin pakai sarung tangan
vinil atau kain di bawah sarung tangan lateks, hal ini dapat membantu kulit yang sensitif. Jika
tidak, cegah selaput lendir mata dan hidung dari kesensitifan bila sarung tangan memakai bedak.
(Garner dan HICPAC 1996).
Pada orang-orang yang sensitif, gejalanya berupa ruam kulit, hidung dan mata basah yang dapat
bertambah berat (misalnya karena kesulitan bernapas seperti asma). Reaksi alergi terhadap lateks
dapat timbul dalam 1 bulan pemakaian. Terjadi pada orang-orang yang mudah terkena.
Meskipun kadang-kadang dapat lebih lama lagi, sampai 3-5 tahun., tetapi tidak lebih dari 15
tahun(Baumann 1992). Tidak ada terapi khusus atau mengurangi kesensitifan untuk alergi lateks.
Satu-satunya cara ialah menghindari kontak dengan lateks.
PERANAN DUK
Di banyak negara duk biasanya dibuat dari linen persegi yang dijahit dari berbagai ukuran.
Dipakai untuk menciptakan medan operasi di seputar suatu sayatan, membungkus instrumen dan
barang-barang lainnya untuk sterilisasi, penutup meja di ruang operasi dan membuat hangat
pasien selama prosedur bedah (OR Manager 1990a). Jenis utama duk ialah :
Duk kecil/Lap, dipakai untuk mengeringkan tangan, membuat medan operasi segi-empat (untuk
ini diperlukan beberapa duk kecil), dan membungkus instrumen kecil serta semprit. Biasanya
dibuat dari kain katun lebih tebal daripada linen lainnya, yang menjadikannya lebih tahan air.
Duk seprai dipakai untuk membatasi medan operasi dan menciptakan ruang kerja,maupun
untuk membungkus perangkat instrumen. Biasanya dibuat dari katun ringan dan hanya
memberikan sedikit perlindungan.
Duk bolong mempunyai lobang yang bundar ditengahnya yang ditempatkan pada medan
operasi yang dipersiapkan. Duk ini terutama digunakan untuk prosedur-prosedur bedah minor
(sayatan kecil).
Duk pembungkus, duk luas yang menjadi penutup meja sewaktu pembungkus instrumen
dibuka. Duk penutup ini harus cukup luas untuk menampung isi suatu bungkusan sewaktu
dibuka, dan dapat menutupi seluruh permukaan meja.
Prosedur bedah minor (insersi implan Norplant atau pengangkatannya atau laparotomi-mini)
Pakailah duk bolong sehingga sekurang-kurangnya 5 cm dari kulit terbuka di sekeliling sayatan.
(Kalau tidak ada duk steril, bagaimanapun, duk yang bersih dan kering dapat dipakai).
Tempatkan lubang duk di atas bidang insisi yang telah disiapkan dan jangan pindahkan duk
steril, setelah menyentuh kulit.
Jika duk bolong tidak steril, pakai sarung tangan steril atau DTT setelah menempatkan duk pada
pasien untuk menghindari sarung tangan terkontaminasi.
DEFINISI
Antisepsis. Proses pengurangan jumlah mikroorganisme pada kulit, selaput lendir, atau jaringan
tubuh lain dengan menggunakan bahan antimikroba (antiseptik).
Bahan antiseptik atau bahan antimikroba (kedua istilah dapat dipertukarkan). Bahan
kimia yang dipakai pada kulit atau jaringan hidup lainnya dapat menghambat atau membunuh
mikroorganisme (baik sementara maupun menetap) sehingga mengurangi jumlah bakteri
seluruhnya. Contohnya alkohol (etil dan isopropil), cairan yodium, iodofor, klorheksidin, dan
triklosan.
PILIHAN ANTISEPTIK
Sabun dan air bersih dapat menghilangkan kotoran dan benda lainnya seprti
mikroorganisme sementara dari permukaan kulit, sebaliknya larutan antiseptik bisa membunuh
atau menghambat hampir semua mikroorganisme sementara dan mikroorganisme menetap,
termasuk bakteri vegetatif dan virus. Antiseptik digunakan untk menghilangkan mikroorganisme
tanpa menyebabkan rusaknya atau teritasinya kulit atau selaput lendir (mukosa) ketika ia
digunakan. Selain itu, beberapa larutan antiseptik mempunyai efek residu, artinya proses
penghancuran terus berlanjut selama satu waktu setelelah diberikan pada kulit atau selaput
lendir.
Banyak sekali bahan kimia yang memenuhi syarat sebagai antiseptik. Tabel 6-1 berisi
daftar beberapa larutan antiseptik yang dianjurkan, aktivitas mikrobiologi dan kemampuannya.
(Sistem pengelompokan yang digunakan adalah baik, sedang, buruk dan nihil). Antiseptik yang
paling sering digunakan adalah klorheksidin glukonat, yang terdapat dalam
Hibitane® Hibiscrub®, dan iodofor terdapat dalam Betadine ®, dan Wescodyne®. Tidak terdapat
dalam daftar Tabel 6-1 adalah Savlon®, yang mengandung klorheksidin dan tersedia di seluruh
belahan dunia, karena banyak dijual sebagai larutan konsentrat yang diencerkan dengan air dan
di banyak negara konsentrat yang diencerkan dengan air dan di banyak negara konsentrat ini
digunakan kurang dari 1%, yang berarti sangat rendah dan tidak efektif.
Meskipun antiseptik kadang digunakan sebagai disinfektan (misal Savlon ® atau Dettol®)
yang digunakan dalam memroses instrumen atau benda mati lainnya, antiseptik ini tidak
ditujukan untuk penggunaan tersebut. antiseptik ini tidak memiliki kemampuan untuk
membunuh kuman seperti pada disinfektan kimiawi (misal glutaraldehid, hipoklorit dan
peroksida) dan dilarang digunakan untuk tujuan ini.
PENGGUNAAN ANTISEPTIK
Kebersihan Tangan
Sabun antikuman atau deterjen tidak lagi efektif dibandingkan sabun biasa dan air bersih
untuk mengurangi risiko infeksi saat digunakan untuk cuci tangan, meski kualitas airnya bagus.
Misalnya, air yang mengandung sejumlah partikel (membuat air menjadi keruh) atau
terkontaminasi, tidak boleh digunakan untuk membasuh tangan sebelum pembedahan. Lebih
lagi, sabun antikuman berharga mahal dan gampang mengiritasi kulit dibandingkan dengan
sabun biasa. Instruksi yang lebih rinci untuk cuci tangan bedah menggunakan cairan antiseptik
ataupun penggosok tangan antiseptik di Bab 3 Lampiran A
Apabila lokasi suntikan terlihat kotor, bersihkan lokasi tersebut dengan sabun dan air
serta keringkan dengan lap bersih dan kemudian diberi suntikan.
5. PENGELOLAAN SAMPAH
Menurut Depkes Republik Indonesia berbagai jenis buangan yang dihasilkan rumah sakit
dan unit-unit pelayanan kesehatan yang mana dapat membahayakan dan menimbulkan gangguan
kesehataan bagi pengunjung , masyarakat terutama petugas yang menanganinya disebut sebagai
limbah klinis.
Limbah klinis berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinary, farmasi atau yang
sejenisnya serta limbah ayng dihasilkan rumah sakit pada saat dilakukan perawatan, pengobatan
atau penelitian.
Macam-macam Limbah
Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya limbah klinis dapat digolongkan dalam limbah
benda tajam, infeksius, jaringan tubuh, citotoksik, farmasi, kimia, radio aktif dan limbah plastik
b. Limbah Infeksius
Limbah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular serta limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi
dari poliklinik, ruang perawatan dan ruang isolasi penyakit menular. Yang termasuk limbah jenis
ini antara lain : sampah mikrobiologis, produk sarah manusia, benda tajam, bangkai binatang
terkontaminasi, bagian tubuh, sprei, limbah raung isolasi, limbah pembedahan, limbah unit
dialisis dan peralatan terkontaminasi ( medical waste ).
c. Limbah Jaringan Tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, placenta, darah
dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan autopsi. Limbah jaringan tubuh tidak
memerlukan pengesahan penguburan dan hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang
ke incinerator.
d. Limbah Jaringan Tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, placenta, darah
dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan autopsi. Limbah jaringan tubuh tidak
memerlukan pengesahan penguburan dan hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang
ke incinerator.
e. Limbah Citotoksik
Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi
dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik. Limbah
yang terdapat limbah citotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas
1000oc
f. Limbah Farmasi
Limbah farmasi berasal dari : obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang terbuang
karena batch tidak memenuhi spesifikasi atau telah terkontaminasi, obat-obatan yang terbuang
atau dikembalikan oleh pasien, obat-obatan yang sudah tidak dipakai lagi karena tidak
diperlukan dan limbah hasil produksi obat-obatan.
g. Limbah Kimia
Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, vetenary,
laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga meliputi limbah farmasi dan limbah
citotoksik
h. Limbah Radio Aktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal
dari penggunaan medis atau riset radionucleida. Asal limbah ini antara lain dari tindakan
kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis yang daapt berupa padat, cair dan gas.
i. Limbah Plastik
Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana
pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga
pelapis peralatan dan perlengkapan medis.
Pengelolaan Sampah Medis
Pengelolaan sampah medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang berbeda-beda
antar fasilitas-fasilitas kesehatan, yang umumnya terdiri dari penimbulan, penampungan,
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.
a. Penimbulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )
Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang
pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah,
pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari
penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis
sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
b. Penampungan
Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut,
terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam
pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti
dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes
RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard
untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah
citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan
kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestik”
c. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan
internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator
(pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai
yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi
dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.
Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-
site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi
petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah
medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.
d. Pengolahan dan Pembuangan
Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada faktor-
faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan
aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis
(medical waste) yang mungkin diterapkan adalah : Incinerasi C)Sterilisasi dengan uap
panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 Sterilisasi dengan gas (gas yang
digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde) Desinfeksi zat kimia dengan proses
grinding (menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan) Inaktivasi suhu tinggi Radiasi
(dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60 Microwave treatment Grinding dan
shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah) Pemampatan/ pemadatan, dengan
tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk
Incinerator
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit antara
lain : ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan
dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan
lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur
pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.
Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat
membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius
menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak
tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah.
Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah
dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan
pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu).
Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan
yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana
pengolah pencemar udara yang sesuai.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Tietjen, Linda dkk. 2004. Pencegahan Infeksi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Nouna Ghieta. 2011 http://agustinprasetyaningati.blogspot.com/2011/09/pencegahan-
infeksi.html. (29 September 2011)
Anne Ahira 2010 http://www.anneahira.com/limbah-medis.http (27 Agustus 2010)
Diposting oleh Unknown di 08.08
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
1 komentar:
1.
Sex Story
Balas
Mengenai Saya
Unknown
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog
▼ 2014 (13)
o ▼ Oktober (13)
Hemangioma
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG ABORSI,
ADOPS...
Personal Hygine
Dasar-Dasar Pencegahan Infeksi
Hiperemesis Gravidarum (HEG)
Penyakit Yang Disebabkan Oleh Bakteri
Bentuk Berubah (Bennis W)
Etika Promosi Kesehatan
Satuan Acara Penyuluhan (SAP)
Komplikasi Kala III dan IV
Bentuk Layanan Konseling Dalam Praktik Kebidanan
Kesehatan Reproduksi (Perkosaan)
Anti Anemia