Anda di halaman 1dari 31

Pencegahan infeksi dalam praktik kebidanan

1. 1. Pencegahan Infeksi Dalam Praktik Kebidanan ROSIDA HI SARAHA,S. ST,M.Kep


Kelompok I  ARMIYAN SAMSUDIN  ARYANI M. ALI  MEYSE KRISTIN
KAEMUNG  RISNA SALMUN  FITRI DALOPE  UMIARTI  SITNAWATI
KARIM  WIWIN HANDAYANI POLTEKKES KEMENKES TERNATE 2016/2017
2. 2. PENGELOLAAN SAMPAH Limbah Infeksius Macam-macam Limbah Limbah
Benda Tajam Limbah Farmasi Limbah Citotoksih Limbah Jaringan Tubuh Limbah Kimia
Limbah Radio Aktif Limbah Plastik
3. 3. PENGELOLAHAN SAMPAH MEDIS 1. Penimbunan ( Pemisahan Dan Pengurangan)
2. Penampungan 3. Pengangkutan 4. Pengolahan dan Pembuangan
4. 4. INTRODUKSI PI DAN KEWASPADAAAN BAKU  Antisepsis  Asepsis dan
teknik aspetik  Dekontaminasi  Disinfeksi tingkat tinggi (DTT)  Pembersihan 
Sterilisasi  Pencegahan infeksi  Pembatas pelindung
5. 5. KEWASPADAAN BAKU Komponen Utama  Cuci tangan  Setelah menyentuh
darah, tubuh, sekresi, ekskresi, dan bahan terkontaminasi  Segera setelah melepas
sarung tangan  Di antara sentuhan dengan pasien
6. 6.  Sarung Tangan  Bila kontak dengan darah, duh tubuh, sekresi, dan bahan yang
terkontaminasi  Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka
7. 7.  Masker, kacamata & Masker muka  Mengantisipasi bila terkena, melindungi
selaput lendir mata, hidung, dan mulut saat kontak dengan darah dan duh tubuh.
8. 8. Baju pelindung  Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan duh tubuh.  Cegah
pakaian tersebut selama tindakan klinik yang dapat berkontak langsung dengan darah
atau tubuh
9. 9. Kain  Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lendir  Jangan
lekukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan pasien
10. 10. Sambungan Pembersihan lingkungan Instrumen tajam  perawatan rutin,
pembersihan dan disinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang peralatan pasien 
Hindari memasang kembali penutup jarum bekas  Hindari melepas jarum bekas dari
semprit habis pakai  Hindari pembengkokan, mematahkan, atau memanipulasi jarum
bekas dengan tangan  Masukkan instrumen tajam ke dalam tempat yang tidak tembus
tusukan.
11. 11. Sambungan Resusitasi pasien Penempatan pasien Gunakan bagian mulut, kantong
resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk menghindari resusitasi atau alat bentilasi
yang lain untuk menghindari resusitasi dari mulut ke mulut.  Tempatkan pasien yang
mengontaminasi lingkungan dalam ruang pribadi dan tertutup.  Gunakan pembatas fisik
(kaca mata pelindung, masker muka, dan celemek) terhadap kemungkinan percikan duh
tubu (sekresi dan ekskresi) yang muncrat dan tumpah, (misalnya saat membersihkan
instrumen dan benda lainnya)  Gunakan antiseptik untuk membersihkan kulit atau
selaput lendir sebelum pembedahan pembersihan luka, atau pencucian tangan sebelum
pembedahan dengan antiseptik berbasis alkohol.  Gunakan praktik keselamatan kerja,
seperti jangan memasang kembali penutup jarum atau membengkokkan jarum, dan
menjahit dengan jarum tumpul.  Pembuangan sampah terinfeksi ke tempat yang aman
untuk melindungi dan mencegah penularan atau infeksi kepada masyarakat.  Proses
semua peralatan, sarung tangan, dan benda lainnya yang telah dipakai dengan
dekontaminasi dan dibersihkan secara menyeluruh, kemudian desterilkan atau diinfeksi
tingkat tinggi (DTT) sesuai dengan prosedur yang dianjurkan.
12. 12. Kesehatan & kebersihan tangan serta sarung tangan  Langkah 1 : lepaskan cincin,
jam tangan, dan gelang.  Langkah 2 : basahi kedua belah tangan dan lengan bawah
hingga sikut dengan sabun dan air bersih. (Jika menggunakan sikat, sikat itu harus bersih
disterilisasi atau DTT sebelum digunakan kembali, jika digunakan spon, harus dibuang
setelah digunakan).  Langkah 3 : bersihkan kuku dengan pembersih kuku.  Langkah 4 :
bilaslah tangan dan lengan bawah dengan air.  Langkah 5 : gunakan bahan antiseptik
pada seluruh tangan dan lengan sampai bawah siku dan gosok tangan dan lengan bawah
dengan kuat selama sekurang kurangnya 2 menit.  Langkah 6 : angkat tangan lebuih
tinggi dari siku, bilas tangan dan lengan bawah seluruhnya dengan air bersih.  Langkah
7 : tegakkan kedua tangan ke atas dan jauhkan dari badan, jangan sentuh permukaan atau
benda apapun dan keringkan kedua tangan itu dengan lap bersih dan kering atau
keringkan dengan diangin-anginkan.  Langkah 8 : pakailah sarung tangan bedah yang
steril atau DTT
13. 13. Sarung tangan kondisi dipakainya sarung tangan  terjadi kontak tangan pemeriksa
dengan darah atau duh tubuh lainnya, selaput lendir, atau kelit yang terluka;  Akan
melakukan tidakan medik invasif (misalnya pemasangan alat-alat vaskular seperti intra-
vena perifer); atau  Akan membersihkan sampah terkontaminasi memegang permukaan
yang terkontaminasi.
14. 14. Yang dilakukan dan jangan dilakukan dalam pemakaian sarung tangan  Pakailah
sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, Jika ukuran tidak sesuai dengan tangan pada
pelaksaan prosedur, mudah robek.  Gantilah sarung tangan secara berkala pada tindakan
yang memerlukan waktu lama.  Potonglah kuku cukup pendek  Pakailah cairan
pelembab yang tidak mengandung lemak  Jangan pakai cairan atau krim berbasis lemak
 Jangan pakai cairan pelembab yang terlalu wangi  Jangan simpan sarung tangan di
tempat dengan suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin  Reaksi alergi terhadap
sarung tangan  Reaksi alergi terhadap lateks telah dilaporkan terjadi pada para petugas
kesehatan, termasuk petugas rumah tangga, karyawan laboratorium, dan dokter gigi 
Pada orang-orang yang sensitif, gejalanya berupa ruam kulit, hidung dan mata basah yang
dapat bertambah berat (misalnya karena kesulitan bernapas seperti asma).
15. 15. Perlengkapan perlindungan diri Sarung tangan  Sarung tangan melindungi tangan
dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari mikroorganisme pada tangan petugas.
Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah penyebaran infeksi, tetapi
harus diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk mencegah
kontaminasi silang
16. 16. Sambungan Masker  Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu
petugas kesehatan atau petugas bedah bicara, batuk, atau bersin dan juga untuk mencegah
cipratan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut
petugas kesehatan
17. 17. sambungan Kap  untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit rambut tidak
masuk dalam luka sewaktu pembedahan. Kap harus cukup besar untuk menutup semua
rambut. Kap memberikan sedikit perlindungan pasien, tujuan utamanya adalah
melindungi pemakainya dari semprotan dan cipratan darah dan cairan tubuh.
18. 18. Sambungan Pelindung mata  melindungi staf kalau terjadi cipratan darah atau cairan
tubuh lainnya yang terkontaminasi.
19. 19. Sambungan Gaun penutup  untuk menutupi baju rumah. Pemakai utama dari gaun
penutup adalah untuk melindungi pakaian petugas pelayanan kesehatan.
20. 20. Alas kaki  untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda tajam atau berat atau
dari cairan yang kebetulan jatuh atau menetes pada kaki
21. 21. ANTISEPSI TINDAKAN/BEDAH DAN BUDAYA AMAN DI RUANG OPERASI
 Antisepsis Proses pengurangan jumlah mikroorganisme pada kulit, selaput lendir, atau
jaringan tubuh lain dengan menggunakan bahan antimikroba (antiseptik).  Bahan
antiseptik atau bahan antimikroba (kedua istilah dapat dipertukarkan) Bahan kimia yang
dipakai pada kulit atau jaringan hidup lainnya dapat menghambat atau membunuh
mikroorganisme (baik sementara maupun menetap) sehingga mengurangi jumlah bakteri
seluruhnya.
22. 22. MEMAHAMI PEMPROSESAN INSTRUMEN SARUNG TANGAN &
PERALATAN LAINNYA  Pemrosesan alat adalah salah satu cara u ntuk
menghilangkan sebagian besar mikro organismeberbahaya penyebab penyakit d ari
peralatan kesehatan yang sudah terp akai.
23. 23. DEKONTAMINASI DAN PEMBERSIHAN  Dekontaminasi Dekontaminasi adalah
langkah pertama dalam menangani peralatan, perlengkap an,sarung tangan, dan benda-
benada lainnya yang terkontaminasi.  Pencucian atau bilas Pencucian adalah sebuah
cara yang efe ktif untuk menghilangkan sebagian besa r mikroorganisme pada peralatan
dan in strumentyang kotor atau sudah digunak an.
24. 24. STERILISASI  Sterilisasi merupakan upaya pembunu han atau penghancuran
semua bentuk kehidupan mikroba yang dilakukan di r umah sakit melalui proses fisik
maupu n kimiawi DTT  DDT adalah cara efektif untuk membu nuh mikroorganisme
penyebab penya kit dari peralatan, sterilisasi tidak selal u memungkinkan dan tidak selalu
prak tis
25. 25. MEMPROSES LINEN  Memproses linen terdiri dari semua langkah yang
diperlukan untuk mengumpulakan, membawa,dan memilih (menyortir) linen kotor dan
(mencuci, mengeringkan, melipat, atau membungkus), kemudian menyimpan dan
mentribusikannya. Memproses linen secara linen dari berbagai sumber merupakan suatu
proses yang rumit.staf yang ditugasi mengumpulkan, membawa dan memilih linen kotor
harus sangat berhati-hati. Mereka harus memakai pakaian tebal atau sarung tangan rumah
tangga untuk mengurangiresiko perlukaan oleh jarum atau benda tajam, termasuk
pecahan gelas. Staf yang bertanggung jawab terhadap pencucian barang kotor harus
memakai sarung tangan rumah tangga, alat pelindung mata, apron plastik atau karet.
26. 26. MEMAHAMI INFEKSI NOSOKOMIAL  Pencegahan infeksi nosokomial, panduan
kewaspadaan infeksi RS fokus utama penangganan masalah infeksi dalam pelayanan
kesehatan adalah mencegah infeks. perhatian utama ditujukan untuk mengurangi resiko
perpindahan penyakit, tidak hanya terdapat pasien, tetapi juga kepada pemberi pelayanan
kesehatan dan karyawan, termasuk pekarya, yaitu orang yang bertugas membersihkan
dan merawat ruang bedah.  Tindakan pencegahan infeksi  Aseptik  Antiseptik 
Dekontaminasi  Pencucian  Desintefikasi  Sterilisasi
27. 27. PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN KENCING, TEMPAT PEMBEDAHAN &
SEHUBUNGAN PENGGUNAAN INTRAVASKULER  langkah-langkah yang dapat
mengurangi infeksi saluran kemih  Jangan menunda buang air kecil ketika diperlukan 
Membersihkan pula meatus (pembukaan uretra)  menganjurkan jus cranberry dapat
mengurangi insiden ISK  Kursus yang lama antibiotik dosis rendah diambil pada malam
untuk membantu mencegah sebaliknya tidak dapat dijelaskan kasus cystitis berulang. 
Akupunktur telah ditunjukkan untuk menjadi efektif dalam mencegah infeksi baru dalam
kasus berulang  menyusui dapat mengurangi risiko UTIs dalam bayi.  Menjaga Foley
kateter dari menyumbat dengan biofilm akan mencegah stasis urin di kandung kemih,
yang berfungsi sebagai media budaya bagi perkembangan bakteri
28. 28. Pencegahan infeksi tempat pembedahan  Pengertian Infeksi pada insisi atau
organ/ruang yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi atau dalam 1 tahun apabila
terdapat alat yang ditanam (implan).  Infeksi Tempat Pembedahan (ITP) organ /ruang
Bagian tubuh manapun selain bagian insisi dinding tubuh yang dibuka atau ditangani
selama oprasi.
29. 29. PENCEGAHAN INFEKSI BAYI BARU LAHIR  Higienis dan kebersihan yang
baik selama persalinan  Perhatian khusus pada perawatan tali pusat  Perawatan mata. 
ASI eksklusif  Prosedur cuci tangan yang ketat bagi semua staf dan keluarga sebelum
dan sesudah memegang bayi  Tidak menggunakan air untuk pelembapan dalam
inkubator (Pseudomonas akan mudah berkolonisasi) atau hindari penggunaan inkubator
(gunakan perawatan metode
30. 30. Pencegahan Diare Pencegahan  Pencegahan diare merupakan salah satu upaya yang
baik dilakukan untuk menghindari gejala diare secara efektif. Cuci tangan terutama saat
ingin makan atau aktivitas lain merupakan upaya pencegahan diare agar virus tidak
menyebar.
31. 31. pencegahan diare yang disebabkan oleh makanan lain  Sajikan makanan dimasak
atau dipanasakan  Cuci permukaan alat atau perkakas untuk menghindari penyebaran
kuman  Merawat anak yang sakit atau orang dewasa dengan hati- hati, mencuci tangan
setelah mengganti popok bayi, membantu penggunaan individu kamar mandi, atau
membantu individu di sekitar rumah.  Anak-anak harus diintruksikan untuk mencuci
tangan mereka.  Gunakan perawatan ketika mempersiapkan unggas mentah atau daging
 Buah-buahan dan sayuran sikomsumsi mentah harus dibilas dengan air bersih 
Pasteurisasi (mentah) susu yang dapat terkontaminasi dengan bakteri dan selalu harus
dihindari  Hati-hati saat berpergian, terutama keluar negri
32. 32. Pengolahan makanan dan air  Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi
kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit,
diantaranya :  Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki  Bebas dari
pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.  Bebas dari
perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzym,
aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena
tekanan, pemasakan dan pengeringan.  Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang
menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness).
33. 33. MEMAHAMI PENERAPAN PENCEGAHAN INFEKSI DIFASILITAS
PELAYANAN KEBIDANAN  Penerapan pencegahan infeksi  Aseptik  Antiseptik
Dekontaminasi Pencucian Desinfeksi Sterilisasi
34. 34. PELAYANAN LABORATORIUM KLINIK, ANK DARAH & PELAYANAN
TRANSFUSI  Surat Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik Nomor HK
006.06.3.5.00788 tahun 1995 tentang pelaksanaan akreditasi Rumah Sakit (termasuk di
dalamnya adalah pelayanan laboratorium klinik) untuk mengukur mutu pelayanan
kesehatan di Rumah.
35. 35. PENINGKATAN MUTU PELAYANAN LABORATORIUM KLINIK  Upaya
peningkatan mutu pelayanan laboratorium klinik merupakan serangkaian kegiatan yang
komprehensif dan integral yang menyangkut struktur, proses dan outcome secara
obyektif, sistematik dan berlanjut, memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan
terhadap pasien, dan memecahkan maslah-masalah yang terungkapkan sehingga
pelayanan laboratorium yang diberikan berdaya guna dan berhasil guna.

  INTRODUKSI PENCEGAHAN INFEKSI

            Istilah definisi (teknik aseptik), antisepsis, dekontaminasi, pembersihan, disinfeksi,


disinfeksi tingkat tinggi, dan sterilisasi seringkali membingungkan. Untuk tujuan panduan ini,
definisi-definisi berikut ini yang digunakan :
         Antisepsis. Proses menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit, selaput lendir, atau duh
tubuh lainnya dengan menggunakan bahan antimikrobial (antiseptik).
         Asepsis dan teknik aspetik. Suatu istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan upaya
kombinasi untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam area tubuh manapun yang
sering menyebabkan infeksi. Tujuan asepsis adalah menurunkan sampai ke tingkat aman atau
membasmi jumlah mikroorganisme pada permukaan hidup (kulit dan jaringan) dan objek mati
(alat-alat bedah dan barang-barang yang lain).
         Dekontaminasi. Proses yang membuat obyek mati lebih aman ditangani
staf sebelum dibersihkan (umpamanya, menginaktifasi HBV, HBC, dan HIV serta menurunkan,
tetapi tidak membasmi jumlah mikroorganisme lain yang mengkontaminasi). Idealnya, alat
bedah yang kotor, sarung tangan, dan bahan lain harus selalu ditangani oleh staf yang memakai
sarung tangan atau menggunakan cunam. Karena hal ini tidak selalu mungkin, akan lebih aman
kalau pertama-tama peralatan kotor ini ditemukan selama 10 menit dalam larutan klorin 0,5%,
terutama apabila akan dibersihkan dengan tangan (Nystrom 1981). Benda logam harus dibilas
terlebih dahulu untuk mencegah karat sebelum dibersihkan (Lynch dkk 1977). Benda-benda lain
yang harus didekontaminasi, dilap dengan larutan klorin 0,5%, termasuk permukaan yang luas
(umpamanya meja operasi dan meja ginekologi) dan alat-alat yang bersinggungan dengan darah
atau duh tubuh, ekskresi atau ekskresi pasien (kecuali keringat).
         Disinfeksi tingkat tinggi (DTT), Proses yang menghilangkan semua mikroorganisme kecuali
beberapa endospora bakteri pada benda mati dengan merebus, mengukus, atau penggunaan
disinfektan kimia.
         Pembersihan, Proses secara fisik menghilangkan semua debu, kotoran, darah, atau duh tubuh
lain yang tampak pada objek mati dan membuang sejumlah besar mikroorganisme untuk
mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani benda tersebut. (Proses ini
terdiri dari pencucian dengan sabun atau deterjen dan air, pembilasan dengan air bersih, dan
pengeringan secara seksama).
         Sterilisasi. Proses yang menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi dan
parasit) termasuk endospora bakteri pada benda mati dengan uap air panas tekanan tinggi
(otoklaf), panas kering (oven), sterilan kimia atau radiasi.

            Pencegahan infeksi pada umumnya bergantung pada penempatan pembatas antara orang


yang rentan (orang yang kurang mendapat perlindungan alamiah atau diperoleh) dan
mikroorganisme. Pembatas pelindung adalah proses-proses fisikal mekanikal atau kimiawi
yang dapat membantu mencegah penyebaran mikroorganisme infeksi dari :
         Orang-orang (pasien, klien petugas kesehatan, atau petugas kesehatan); dan/atau
         Peralatan, instrumen dan permukaan lingkungan sekitar manusia.

PROSES-PROSES YANG DIGUNAKAN


Pada tahun 1968 Spaulding mengusulkan tiga kategori risiko potensial infeksi untuk
menjadi dasar pemilihan praktik atau proses pencegahan yang akan digunakan (umpamanya
sterilisasi instrumen medis, sarung tangan dan benda-benda lainnya) sewaktu merawat pasien.
Klasifikasi ini masih tetap berlaku setelah diuji dengan waktu dan masih menjadi dasar yang baik
untuk menentukan prioritas bagi program encegahan infeksi. Kategori Spaulding diikhtisarkan di
bawah ini :
         Kritikal. Bahan dan praktik ini biasanya menyangkut jaringan steril atau sistem darah dan
merupakan risiko infeksi tingkat tertinggi. Kegagalan untuk melakukan manajemen sterilisasi,
atau lebih tepatnya melakukan disinfeksi tingkat tinggi peralatan (umpamanya instrumen bedah
dan sarung tangan), berkemungkinan besar dapat mengakibatkan infeksi yang serius.
         Semikritikal. Bahan dan praktik ini adalah terpenting kedua yang menyangkut selaput lendir
dan area kecil kulit yang tidak utuh. Pengelola memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang
luas dalam:
-          Penanganan alat-alat invasif (umpamanya endoskop gastrointestinal, dan spekula vagina),
-          Melakukan dekontaminasi, pembersihan dan disinfeksi tingkat tinggi, dan
-          Pemakaian sarung tangan untuk petugas yang menyentuh selaput lendir atau kulit yang tidak
utuh
         Nonkritikal. Pengelolaan peralatan/bahan dan praktik yang berhubungan dengan kulit utuh,
merupakan risiko terrendah. Beberapa hal (umpamanya kebersihan tangan) lebih penting
daripada yang lain. Pengelolaan buruk barang nonkritikal seperti penggunaan sarung tangan
berulang-ulang, seringkali menghabiskan sebagian besar sumber sedangkan manfaatnya terbatas.
Memroses Instrumen
            Dekontaminasi adalah langkah pertama dalam memroses instrumen bedah/tindakan,
sarung tangan dan peralatan lainnya yang kotor (terkontaminasi), terutama jika akan dibersihkan
dengan tangan (Nystrom 1981). Umpamanya, merendam barang-barang yang terkontaminasi
dalam larutan klorin 0,5%, atau disinfektan lainnya yang tersedia, dengan cepat dan membunuh
HBV dan HIV. Dengan demikian menjadikan instrumen lebih aman ditangani sewaktu
pembersihan (AORN 1990, DHMH 1990; Lynch dkk 1997; Wenzel 1993). Permukaan yang
lebih luas, seperti meja periksa, operasi dan peralatan lain yang bersinggungan dengan darah atau
duh tubuh lainnya juga harus didekontaminasi. Menyeka dengan disinfektan yang sesuai
(umpamanya larutan klorin 0,5% atau fenol 1-2%) merupakan cara dekontaminasi yang praktis
dan murah.
            Setelah instrumen dan barang-barang lain didekontaminasi, kemudian perlu dibersihkan,
dan akhirnya dapat disterilisasi atau didisinfeksi tingkat tinggi (Lynch 1997; Tietjen dan
Mclontosh 1989, Tietjen dkk 1992).

Kapan Sterilisasi Mutlak Diperlukan ? Kapan DTT Merupakan Alternatif yang dapat
Diterima ?
            Kebanyakan pihak berwenang menganjurkan sterilisasi sebagai langkah akhir dalam
memroses instrumen dan benda lain yang digunakan untuk tindakan bedah. Bagaimanapun juga
beberapa panduan, lebih fleksibel, (DTT) dapat digunakan. Nyatanya, penggunaan sterilisai tidak
mungkin atau tidak praktis di dalam situasi tertentu (Rutala, Weber dan HICPAC 2012).
Umpamanya, laparoskop akan rusak kalau diproses pada uap panas tekanan tinggi (otoklaf) atau
sterilisasi panas kering, biasanya setelah digunakan, segera diproses DTT (yaitu merendam
dalam disinfektan kimia tingkat tinggi selama 20 menit) sebelum digunakan kembali pada kasus
berikutnya. Sudah jelas bahwa sterilisasi paling aman dan merupakan cara paling efektif untuk
memroses akhir instrumen jika dilakukan dengan tepat. DTT adalah satu-satunya alternatif yang
dapat diterima untuk pemrosesan akhir, jika metode sterilisasi tidak ada atau tidak sesuai.
            DTT membunuh semua mikroorganisme tetapi tidak dapat diandalkan untuk membunuh
endospora bakteri. Petugas harus sadar terhadap keterbatasan ini seperti tetanus, yaitu suatu
penyakit yang disebabkan oleh endospora yang dihasilkan oleh bakteria. Klostridium tetani,
merupakan risiko yang serius.

SIKLUS PENULARAN PENYAKIT


            Mikroorganisme hidup dimana-mana di lingkungan kita. Manusia  biasanya
membawanya pada kulit dan saluran pernapasan atas, dan genitalia. Sebagai tambahan,
mikroorganisme juga hidup pada binatang, tumbuhan, tanah, udara dan air. Beberapa
mikroorganisme, lebih patogenik daripada yang lain, artinya lebih mungkin untuk menyebabkan
penyakit. Jika diberikan lingkungan yang tepat, semua mikroorganisme dapat menyebabkan
infeksi (seperti ketika ditularkan pada pasien AIDS yang mengalami gangguan kekbalan tubuh
(immunocompromised). (Burke 1977).
            Semua manusia rentan terhadap infeksi bakteri dan sebagian besar virus. Jumlah
organisme (inokulum) yang dapat menyebabkan infeksi pada pejamu yang rentan berbeda pada
setiap lokasi. Jika organisme bersentuhan dengan kulit, risiko infeksi rendah. Sedangkan setiap
hari kita bersentuhan dengan bahan-bahan yang mengandung beberapa organisme. Jika
organisme bersentuhan dengan selaput lendir atau kulit yang terkelupas, risiko infeksi
meningkat. Risiko infeksi bertambah besar ketika organisme bersentuhan dengan bagian dalam
tubuh yang steril, walaupun hanya sedikit organisme yang masukdapat menybabkan penyakit.
            Untuk bakteria, virus dan agen infeksi lainnya agar dapat bertahan hidup dan menyebar,
faktor-faktor kondisi atau tertentu harus ada.
Suatu penyakit memerlukan keadaan tertentu untuk dapat menyebar (ditransmisikan) kepada
orang lain.
         Harus ada agen, sesuatu yang dapat menyebabkan penyakit (virus, bakteria dan lain-lain)
         Agen itu punya tempat untuk dapat hidup (Pejamu atau Waduk). Banyak mikroorganisme yang
menimbulkan penyakit pada manusia (organisme patogen) berlipat ganda dalam tubuh manusia
dan ditularkan dari satu orang ke orang lain. Beberapa ditularkan melalui makanan atau air yang
tercemar (abdominalis), tinja (hepatitis A dan virus-virus enterik lainnya), atau gigitan binatang
yang terinfeksi (rabies) dan serangga (malaria dari nyamuk).
         Agen itu harus punya lingkungan yang cocok di luar pejamu untuk dapat hidup. Setelah
mikroorganisme itu meninggalkan pejamunya, harus ada lingkungan yang cocok untuk dapat
hidup sampai menginfeksi orang lain. Umpamanya, bakteria yang menyebabkan tuberkulosis
dapat hidup dalam dahak berminggu-minggu, tetapi akan terbunuh oleh sinar matahari hanya
dalam beberapa jam.
         Harus ada orang yang dapat terjangkit penyakit (pejamu yang rentan). Manusia terpapar kepada
agen penyebab penyakit setiap hari, tetapi tidak selalu menjadi sakit. Untuk seseorang dapat
terjangkit penyakit infeksi (menular) (umpamanya gondongan, campak, cacar air) ia mesti rentan
terhadap penyakit itu. Alasan utama kebanyakan orang tidak tertular penyakit ialah karena
mereka sebelumnya telah terpapar oleh penyakit itu, atau sebelumnya telah tertular penyakit itu)
dan sistem kekebalan tubuhnya sekarang sudah mampu menghancurkan agen yang masuk ke
dalam tubuhnya.
         Agen itu harus punya jalan untuk berpindah dari pejamunya untuk menulari pejamu berikutnya
yang rentan. Penyakit infeksius (menular) tersebar terutama melalui cara berikut ini :
-          Melalui udara (cacar air atau campak)
-          Darah atau cairan tubuh : kalau darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi HBV atau HIV
bersinggungan dengan orang lain, seperti melaui tusukan jarum, orang itu dapat terinfeksi.
-          Kontak : sentuhan atau cara kontak lainnya dengan luka terbuka atau pustul yang pecah.
-          Fekal-oral : menelan makanan yang terkontaminasi dengan tinja manusia atau binatang
(umpamanya, memasukkan jari ke dalam mulut setelah memegang benda-benda yang
terkontaminasi tanpa sebelumnya mencuci tangan).
-          Melalui makanan : minum atau makan makanan yang terkontaminasi, yang mengandung
bakteria atau virus (hepatitis A dari makan tiram mentah).
-          Melalui binatang atau serangga : kontak dengan binatang atau serangga yang terinfeksi
melalui gigitan, cakaran, ludah atau kotoran.
Pencegahan infeksi berurusan terutama dengan pencegahan penyebaran penyakit infeksi
melalui udara, darah atau cairan tubuh, dan kontak, termasuk fekal-oral dan makanan.

PENCEGAHAN PENYEBAB PENYAKIT INFEKSI


Memahami siklus transmisi penyakit adalah penting kalau petugas pelayanan kesehatan
akan :
         Mencegah penyebaran infeksi dari tindakan medis dan bedah terhadap pasien;
         Mengajarkan kepada orang lain faktor-faktor yang diperlukan untuk terjadinya
transmisi, dan yag paling penting;
         Mengajarkan kepada orang lain bagaimana memutuskan siklus itu.

Pencegahan penyebaran penyakit menular memerlukan penghilangan satu atau lebih keadaan
yang memungkinkan penularan penyakit dan pejamu atau waduk ke pejamu rentan berikutnya
secara :
         Menghambat atau membunuh agen (umpamanya memakai bahan antiseptik pada kulit sebelum
pembedahan);
         Menghambat berbagai cara agen untuk pindah dari orang yang terinfeksi kepada orang yang
rentan (umpamanya cuci tangan atau menggunakan antiseptik gosok
tangan/handrub mengandung alkohol untuk melenyapkan bakteria atau virus yang diperoleh
sewaktu menyentuh pasien yang terinfeksi atau permukaan yang kotor);
         Memastikan bahwa orang-orang, khususnya petugas pelayanan kesehatan kebal atau telah
divaksinasi; dan
         Menediakan alat pencegah yang tepat untuk mencegah kontak dengan agen infeksius
(umpamanya sarung tangan yang kuat untuk staf rumah tangga dan buang sampah) bagi petugas
kesehatan.

KEWASPADAAN BAKU
      Komponen Utama :
1.      Cuci tangan
         Setelah menyentuh darah, duh tubuh, sekresi, ekskresi, dan bahan terkontaminasi
         Segera setelah melepas sarung tangan
         Di antara sentuhan dengan pasien
2.      Sarung tangan
         Bila kontak dengan darah, duh tubuh, sekresi, dan bahan yang terkontaminasi
      Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka
3.      Masker, kaca mata, masker muka
      Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung, dan mulut saat kontak
dengan darah dan duh tubuh.
4.      Baju pelindung
      Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan duh tubuh.
      Cegah pakaian tersebut selama tindakan klinik yang dapat berkontak langsung dengan darah
atau duh tubuh.
5.      Kain
      Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lendir
      Jangan lekukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan pasien.
6.      Peralatan perawatan pasien
      Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak langsung dengan kulit
atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian dan lingkungan.
      Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali
7.      Pembersihan lingkungan
      perawatan rutin, pembersihan dan disinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang peralatan
pasien
8.      Instrumen tajam
      Hindari memasang kembali penutup jarum bekas
      Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
      Hindari pembengkokan, mematahkan, atau memanipulasi jarum bekas dengan tangan
      Masukkan instrumen tajam ke dalam tempat yang tidak tembus tusukan.
9.      Resusitasi pasien
      Gunakan bagian mulut, kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk menghindari
resusitasi atau alat bentilasi yang lain untuk menghindari resusitasi dari mulut ke mulut.
10.  Penempatan pasien
      Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruang pribadi

  Gunakan pembatas fisik (kaca mata pelindung, masker muka, dan celemek) terhadap
kemungkinan percikan duh tubu (sekresi dan ekskresi) yang muncrat dan tumpah, (misalnya saat
membersihkan instrumen dan benda lainnya)
  Gunakan antiseptik untuk membersihkan kulit atau selaput lendir sebelum pembedahan
pembersihan luka, atau pencucian tangan sebelum pembedahan dengan antiseptik berbasis
alkohol.
  Gunakan praktik keselamatan kerja, seperti jangan memasang kembali penutup jarum atau
membengkokkan jarum, dan menjahit dengan jarum tumpul.
  Pembuangan sampah terinfeksi ke tempat yang aman untuk melindungi dan mencegah penularan
atau infeksi kepada masyarakat.
  Proses semua peralatan, sarung tangan, dan benda lainnya yang telah dipakai dengan
dekontaminasi dan dibersihkan secara menyeluruh, kemudian desterilkan atau diinfeksi tingkat
tinggi (DTT) sesuai dengan prosedur yang dianjurkan.

2.    KESEHATAN DAN KEBERSIHAN TANGAN,  SERTA SARUNG


     TANGAN
Kesehatan dan kebersihan tangan
Secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua tangan dan
lengan serta meminimalisasi kontaminasi silang (misalnya dari petugas kesehatan ke pasien).
Indikasi kebersihan dan kesehatan tangan sudah dipahami dengan baik, tetapi pedoman untuk
praktik terbaik dalam hal ini terus berkembang. Misalnya, pilihan sabun yang biasa atau
antiseptik atau penggunaan penggosok tangan berbasis alkohol bergantung pada besarnya risiko
kontak dengan pasien (misalnya tindakan medis rutin versus pembedahan) atau tersedianya
bahan (Larson 1995). Anjuran untuk petugas kesehatan pada saat ini adalah :
      Jika kulit rusak atau diperlukan cuci tangan yang sering, sabun lembut (tanpa bahan antiseptik)
dapat digunakan untuk menghilangkan kotoran dan debu.
      Apabila dikehendaki efek antimikroba (misalnya sebelum suatu tindakan invasif atau kontak
dengan pasien yang rentan seperti pasien AIDS atau bayi baru lahir) penggosok tangan berbasis
alkohol tanpa air harus digunakan.
      Di area beresiko tinggi, seperti ruang bedah dan ICU atau unit transplantasi, langkah-langkah
penggosokan tangan dengan menggunakan sikat lunak atau spon dalam waktu singkat
(setidaknya 2 menit) dapat menggantikan penggosokan keras dengan sikat kasar selama 6-10
menit.
      Untuk petugas yang sering mencuci tangan tangannya (30 kali atau lebih per shift), pelumas
tangan dan krim harus disediakan agar dapat mengurangi iritasi kulit. Kesehatan dan kebersihan
tangan dapat dilakukan dengna kegiatan cuci tangan rutin (dengan atau tanpa bahan antiseptik)
ataupun penggosok tangan antiseptik dan penggosok tangan bedah dengna mmpergunakan bahan
dasar alkohol tanpa air. Tujuan dan cara untuk melakukannya masing-masing agak berbeda.

Cuci Tangan
Tujuan cuci tangan adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan
kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Cucu tangan dengan sabun biasa dan
air sama efektifnya dengna cuci tangan menggunakan sabun anti mikrobial (Pereira, Lee dan
Wade 1990).

Cuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum :


      Memeriksa (kontak langsung) dengan psien; dan
      Memakai sarung tangan bedah steril atau DTT sebelum pembedahan atau sarung tangan
pemeriksaan untuk tidakan rutin, seperti pemeriksaan panggul.
Cuci tangan sebaiknya dilakukan setelah :
      Situasi tertentu di mana kedua tangan terkontaminasi, seperti :
-          Memegang instrumen yang kotor dan alat lainnya.
-          Menyentuh selaput lendir darah, atau duh tubuh lainnya (sekresi atau sekresi)
-          Kontak yang lama dan intensif dengan pasien.
      Melepaskan sarung tangan.

Untuk mendorong cuci tangan, pengelola program harus melakukan segala  upaya menyediakan
sabun dan suplai air bersih terus-menerus baik dari kran atau ember dan lap pribadi.
Langkah-langkah untk mencuci tangan rutin adalah:
Langkah 1 : basahi kedua belah tangan
Langkah 2 : gunakan sabun biasa (bahan antiseptik tidak perlu)
Langkah 3 : gosok dengan keras seluruh bidang permukaan tangan dan jari-jari
                      bersama sekurang-kurangnya selama 10 hingga 15 detik, dengan
                      memperhatikan bidang dibawah kuku tangan dan di antara jari-jari.
Langkah 4 : bilas kedua tangan seluruhnya dengan air bersih.
Langkah 5 : keringkan tangan dengan lap kertas atau pengering dan gunakan lap
                      untuk mematikan keran.
Karena mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak di tempat basah dan di air yang
menggenang maka :
      Apabila sabun batangan digunakan, sediakan sabun batangan yang berukuran kecil dalam tempat
sabun yang kering.
      Hindari mencuci tangan di waskom yang berisi air walaupun telah ditambahhkan bahan
antiseptik seperti detol atau savlon, karena mikroorganisme dapat bertahan dan berkembang biak
pada larutan seperti ini.
      Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada isinya., “penambahan” ini
dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang baru dimasukkan.
      Apabila tidak tersedia air mengalir, gunakan ember dengan kran yang dapat dematikan
sementara menyabuni kedua tangan dan buka kembali untuk membilas atau gunaka ember dan
kendi/teko.

Penggosok cuci tangan bedah


          Tujuan cuci tangan bedah adalah menghilangkan kotoran, debu dan organisme sementara
secara mekanikal dan mengurangi flora tetap selama pembedahan. Tujuannya adalah emncegah
kontaminasi luka oleh mikroorganisme dari kedua belah tangan dan lengan dokter bedah dan
asistennya.
          Selama bertahun-tahun, protokol cuci tangan prabedah menghendaki sekurang-kurangnya
6-10 menit penggosokan dengan sikat  atau spon dengan cara ditekan, mempergunakan sabun
yang mengandung bahan antiseptik (klorheksidin atau iodofor). Walaupun demikian, praktik ini
terlihat merusak kulit dapat mengakibatkan meningkatnya pergantian bakteri dari kedua telapak
tangan (Dineen 1966; Kikuchi-Numa-gami dkk 1999). Sejumlah studi mengungkapkan sikat dan
spon tidak dapat mengurangi jumlah bakteri pada kedua telapak tangan petugas petugas bedah
hingga tingkat yang dapat diterima. Misalnya cuci tangan selama 2 menit dengan sabun dan air
bersih yang diikuti dengan penggunaan klorheksidin 2-4% atau povidon iodin 7,5-10% sama
efektifnya dengan cuci tangan selama 5 menit dengan sabun antiseptik (Desmukh, Kramer dan
Kjellberg 1996: Pereira, Lee dan Wade 1997). Akibatnya, pedoamn untuk melakukan teknik cuci
tangan bedah umumnya dibuat adak moderat dan membutuhkan waktu yang lebih sedikit untuk
melakukannya. Langkah-langkah itu terdiri dari:
Langkah 1 : lepaskan cincin, jam tangan, dan gelang.
Langkah 2 : basahi kedua belah tangan dan lengan bawah hingga sikut dengan
 sabun dan air bersih. (Jika menggunakan sikat, sikat itu harus bersih
 disterilisasi atau DTT sebelum digunakan kembali, jika digunakan
 spon, harus dibuang setelah digunakan).
Langkah 3 : bersihkan kuku dengan pembersih kuku.
Langkah 4 : bilaslah tangan dan lengan bawah dengan air.
Langkah 5 : gunakan bahan antiseptik pada seluruh tangan dan lengan sampai  
 bawah siku dan gosok tangan dan lengan bawah dengan kuat selama    
 sekurang kurangnya 2 menit.
Langkah 6 : angkat tangan lebuih tinggi dari siku, bilas tangan dan lengan bawah 
                    seluruhnya dengan air bersih.
Langkah 7 : tegakkan kedua tangan ke atas dan jauhkan dari badan, jangan 
                    sentuh permukaan atau benda apapun dan keringkan kedua tangan
                    itu dengan lap bersih dan kering atau keringkan dengan diangin-
                    anginkan.
Langkah 8 : pakailah sarung tangan bedah yang steril atau DTT pada kedua
                    tangan.
Sarung tangan

Walaupun telah berulang kali terbukti sangant efektif mencegah kontaminasi pada tangan
petugas kesehatan (Tenosis, dkk, 2001), sarung tangan tidak dapat menggantikan perlunya cuci
tangan. Sarung tangan lateks kualitas terbaikpun mungkin mempunyai kerusakan kecil yang
tidak tampak. Selain itu, sarung tangan juga dapat robek sehingga tangan dapat terkontaminasi
sewaktu melepaskan sarung tangan (Bagg, Jenkins, Barker 1990; Davis 2001)

Tergantung situasi, sarung tangan pemeriksaan atau sarung tangan ruamh tangga harus dipakai
bilamana :
           Akan terjadi kontak tangan pemeriksa dengan darah atau duh tubuh lainnya, selaput lendir, atau
kelit yang terluka;
           Akan melakukan tidakan medik invasif (misalnya pemasangan alat-alat vaskular seperti intra-
vena perifer); atau
           Akan membersihkan sampah terkontaminasi memegang permukaan yang terkontaminasi.

Jenis sarung tangan :


1.      Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau pembendahan.
2.      Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu melakukan
pemeriksaan atau pekerjaan rutin.
3.      Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memroses peralatan, menangani bahan-bahan
terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan terkontaminasi.
Keunggulan dan kerugian berbagai jenis sarung tangan
Jenis sarung tangan keuntungan kerugian
Sarung tangan bedah Ukuran dapat Mahal, jangan dipakai
steril atau DTT: disesuaikan agar untuk hal-hal lain
digunakan pada semua gerakan tangan selama yang bisa
tindakan bedah prosedur bedah bebas. menggunakan jenis
(misalnya seksio sarung tangan lainnya,
sesarea, laparotomi)
Sarung tangan Harga ± 1/4 – 1/3 harga Biasanya dalam
pemeriksaan: sarung tangan bedah, ukuran S, M, L tidak
digunakan pada kontak tersedai di banyak tersedia di tiap negara
dengan selaput lendir negara. sarung tangan bedah
dan kulit nonintak dari lateks dapat di
(misalnya pada cuci dan di kukus
pemeriksaan dalam) untuk dipakai kembali
Sarung tangan rumah Murah, dapat dicuci Tidak tersedia di
tangga: diperlukan dan dipake berulang setiap negara. Jika
sewaktu menangani ulang. Permukaanya tidak tersedia pakailah
peralatan habis pakai yang tebal membantu sarung tangan bedah
yang mungkin telah melindungi petugas lateks, kalo perlu
kontak dengan darah pembersih dan pakai ganda.
atau duh tubuh dan pembawa sampah.
penanganan bahan
bahan lain serta
sampah medis.

Sarung tangan pemeriksaan

      Sarung tangan vinil


Adalah sarung tangan yang paling murah. Baik untuk pemeriksaan yang singkat dan resiko
paparan rendah. Jenis ini kurang elastis dan mudah robek. Digunakan pada aspirasi sekret
endotrakeal, mengosongkan tempat muntah, memindahkan jarum infus, dan lain-lain. (Jika
hanya sarung tangan pemeriksaan yang tersedia, dan resiko akan terpapar oleh darah dan cairan
tubuh cukup tinggi, ganti sarung tangan lebih sering dan pertimbangkan untuk menggunakan
sarung tangan rangkap)
      Sarung tangan lateks
Sarung tangan lateks memberikan perlindungan terbaik. Digunakan untuk tindakan bedah atau
pemeriksaan yang berisiko sedang sampai tinggi terhadap paparan darah atau duh tubuh yang
potensial terkontaminasi. Jangan pakai oleh petugas yang diketahui atau disangka alergi terhadap
lateks atau pada kontak yang lama. (>1 jam) dengan disinfektan tingkat tinggi seperti
gluteraldehid (dapat menghilangkan efektifitas lateks karena berubah)
      Sarung tangan nitril
Sarung tangan nitril dianjurkan untuk staf yang alergi terhadap lateks dan dapat digunakan untuk
kegiatan dengan risiko sedang sampai tinggi. Sarung tangan nitril mempunyai sifat-sifat yang
sama dengan lateks, tetapi lebih tahan terhadap bahan-bahan dari minyak. Staf yang alergi
terhadap nitril jangan menggunakan sarung tangan nitril.

Yang dilakukan dan jangan dilakukan dalam pemakaian sarung tangan

      Pakailah sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya sarung tangan bedah. Jika ukuran
tidak sesuai dengan tangan pada pelaksaan prosedur, dapat terganggu atau mudah robek.
      Gantilah sarung tangan secara berkala pada tindakan yang memerlukan waktu lama.
      Potonglah kuku cukup pendek untuk mengurangi risiko robek berlubang.
      Pakailah cairan pelembab yang tidak mengandung lemak untuk mencegah kulit tangan dari
kekeringan/berkerut.
      Jangan pakai cairan atau krim berbasis lemak, karena akan merusak sarung tangan bedah dan
sarung tangan pemeriksaan dari lateks.
      Jangan pakai cairan pelembab yang terlalu wangi karena dapat merangsang kulit yang dapat
menyebabkan iritasi.
      Jangan simpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin (di
panas matahari, dekat AC atau pemanas ruangan dekat mesin sinar x), karena dapat merusak
bahan sarung tangan tersebut sebagai pembatas.

Reaksi alergi terhadap sarung tangan

Reaksi alergi terhadap lateks telah dilaporkan terjadi pada para petugas kesehatan, termasuk
petugas rumah tangga, karyawan laboratorium, dan dokter gigi. (Reaksi alergi terhadap nitril
terjadi tapi jarang). Jika diperkirakan akan terjadi alerg, jika mungkin, pakailah sarung tangan
nonlateks (nitril) atau lateks yang mengandung alergen rendah. Penggunaan sarung tangan tanpa
bedak juga dianjurkan. (Sarung tangan yang memakai bedak lebih bereaksi karena bedak dari
sarung tangan membawa pertikel lateks ke udara). Jika ini tidka mungkin pakai sarung tangan
vinil atau kain di bawah sarung tangan lateks, hal ini dapat membantu kulit yang sensitif. Jika
tidak, cegah selaput lendir mata dan hidung dari kesensitifan bila sarung tangan memakai bedak.
(Garner dan HICPAC 1996).
Pada orang-orang yang sensitif, gejalanya berupa ruam kulit, hidung dan mata basah yang dapat
bertambah berat (misalnya karena kesulitan bernapas seperti asma). Reaksi alergi terhadap lateks
dapat timbul dalam 1 bulan pemakaian. Terjadi pada orang-orang yang mudah terkena.
Meskipun kadang-kadang dapat lebih lama lagi, sampai 3-5 tahun., tetapi tidak lebih dari 15
tahun(Baumann 1992). Tidak ada terapi khusus atau mengurangi kesensitifan untuk alergi lateks.
Satu-satunya cara ialah menghindari kontak dengan lateks.

3.    PERLENGKAPAN PERLINDUNGAN DIRI


Pelindung pembatas sekarang umumnya diacu sebagai perlengkapan perlindungan diri
(PPD), telah digunakan bertahun-tahun lamanya untuk melindungi pasien dari mikroorganisme
yang terdapat pada petugas yang bekerja pada suatu tempat perawatan kesehatan. Akhir-akhir ini
dengan timbulnya AIDS dan HCV dan munculnya kembali tuberkulosis di banyak negara,
penggunaan PPD menjadi sangat penting untuk melindungi petugas.
PPD seperti sarung tangan pemeriksaan yang bersih dan tidak steril sangat penting dalam
mengurangi risiko penularan, namun yang lainnya (seperti pakaian, topi, dan sepatu tertutup)
terus dipakai tanpa bukti yang meyakinkan tentang evektifitasnya (larson dkk 1995).
Kenyataannya, beberapa praktik  yang biasa seperti semua petugas di ruang operasi, bukan hanya
tim bedah saja, harus memakai masker, akan meningkatkan biaya, sedangkan perlindungan yang
diberikan sangan minimal, kalaupun ada, perlindungan bagi pasien dan staf (Mitchell 1991).
Tambahan lagi, demi efektivitasnya, PPD harus digunakan dengan tepat. Umpamanya, gaun
bedah dan kain penutup telah menunjukkan dapat mencegah infeksi luka hanya kalau kering.
Kalau basah, kain yang bersifat spons yang mengisap bakteria dari kulit atau peralatan dapat
menembus kain yang kemudian dapat mengontaminasi luka bedah.
Sebagai akibatnya, administrator rumah sakit, penyelia, dan petugas pelayanan kesehatan
harus menyadari bukan hanya keuntungan dan keterbatasan PPD yang khusus, melainkan juga
peranan PPD dalam mencegah infeksi, agar dapat digunakan secara efektif dan efisien.

Apa Perlengkapan Pelindung Diri itu ?


            Peralatan pelindung pribadi meliputi sarung tangan, masker/respirator, pelindung mata
(perisai muka, kacamata), kap, gaun, apron, dan barang lainnya. Di banyak negara kap, masker,
gaun dan duk terbuat dari kain atau kertas. Penahan yang sangat efektif, terbuat dari kain yang
diolah atu bahan sintetis yang dapat menahan air atu cairan lain (darah atau duh tubuh) untuk
menembusnya. Bahan-bahan tahan cair ini, tidak tersedia secara luas karena mahal. Di banyak
negara, kain katun yang enteng (dengan hitungan benang 140/inci 2) adalah bahan yang sering
dipakai untuk pakaian bedah (masker kap dan gaun) dan duk. Sayangnya, katun enteng itu tidak
memberikan tahanan efektif, karena basah dapat menembusnya dengan mudah, yang membuat
kontaminasi. Kain dril, kanvas dan kain dril yang berat, sebaliknya terlalu rapat untuk ditembus
uap (tidak dapat disterilkan), sangat sukar dicuci dan makan waktu untuk dikeringkan. Kalau
dipakai kain, warnanya harus putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi dapat terlihat.

Jenis alat pelindung pribadi


Sarung tangan melindungi tangan dari bahan infeksius dan melindungi pasien dari
mikroorganisme pada tangan petugas. Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk
mencegah penyebaran infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien
lainnya untuk mencegah kontaminasi silang. Umpamanya, sarung tangan pemeriksaan harus
dipakai kalau menangani darah, duh tubuh, sekresi dan ekskresi (kecuali keringat), alat atau
permukaan yang terkontaminasi dan kalau menyentuh kulit nonintak atau selaput lendir.
Masker harus cukup besar untuk menutup hidung, muka bagian bawah, rahang dan
semua rambut muka. Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas
kesehatan atau petugas bedah bicara, batuk, atau bersin dan juga untuk mencegah cipratan darah
atau cairan tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut petugas kesehatan.
Masker jika tidak terbuat dari bahan tahan cairan, bagaimanapun juga tidak efektif dalam
mencegah dengan baik.
Masker terbuat dari berbagai bahan, antara kain katun ringan, kasa, kertas sampai bahan
sintetis, yang beberapa diantaranya tahan cairan. Masker yang terbuat dari katun atau kertas
sangat nyaman tapi sebagai filter tidak tahan cairan dan tidak efektif. Masker yang terbuat dari
bahan sintetik dapat memberikan sedikit perlindungan dari tetesan partikel besar (>5m) yang
disebarkan lewat batuk atau bersin dari petugas pelayanan kesehatan yang berada dekat (kurang
dari 1 meter) dengan pasien. Namun mereka, merasa kurang nyaman untuk memakainya karena
bahan ini sukar dipakai untuk bernapas. Bahkan masker bedah yang terbaikpun, yang tidak pas
dengan muka untuk mencegah kebocoran udara di sekitar pinggirannya, tidak secara efektif
memfilter udara yang ditarik napas (Chen dan Welleke 1992) tidak lagi dianjurkan.
Kebutuhan sebenarnya kenapa semua petugas ruang operasi harus memakai masker
bedah sebagai sarana perlindungan infeksi masih dipertanyakan. Hasil-hasil studi saling
bertentangan, bahkan para peneliti yang menunjukkan tidak adanya peningkatan infeksi luka,
mengemukakan bahwa masker harus dipakai oleh pembedah dan semua petugas yang cuci
tangan, kalau-kalau ia bersin dan batuk (Mitchell 1991). Jadi sekarang alasan utama memakai
masker, khususnya yang terbuat dari katun atau kertas (bahan yang tidak tahan cairan) adalah
untuk sedikit melindungi pemakaiannya dari cipratan darah atau duh tubuh yang terkontaminasi
agar tidak masuk hidung dan mulut.
Respirator adalah masker jenis khusus, disebut resporator partikel, yang dianjurkan
dalam situasi memfilter udara yang ditarik napas dianggap sangat penting (umpamanya dalam
perawatan orang denga turbekulosis paru). Terdiri dari berlapis-lapis bahan filter yang terpasang
pada muka dengan ketat. Lebih sulit untuk bernafas melaluinya dan lebih mahal daripada masker
bedah. Efektivitas pemakaian masker, khusus ternyata belum terbukti.
Pelindung mata melindungi staf kalau terjadi cipratan darah atau cairan tubuh lainnya
yang terkontaminasi dengan melindungi mata. Pelindung mata termasuk pelindung plastik jernih,
kacamata yang dibuat dengan resep dokter atau kacamata dengan lensa normal juga dapat
dipakai. Masker dan pelindung mata atau pelindung muka harus dipakai jika cipratan pada muka
dapat terjadi (umpamanya, melakukan seksio atau persalinan biasa atau kalau membersihkan
instrumen). Kalau pelindung muka tidak ada, kacamata dan masker dapat dipakai bersama.
Kap dipakai untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit rambut tidak masuk
dalam luka sewaktu pembedahan. Kap harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Kap
memberikan sedikit perlindungan pasien, tujuan utamanya adalah melindungi pemakainya dari
semprotan dan cipratan darah dan cairan tubuh.
Gaun penutup dipakai untuk menutupi baju rumah. Pemakai utama dari gaun penutup
adalah untuk melindungi pakaian petugas pelayanan kesehatan. Gaun penutup biasanya terdiri
dari celana, piama dan baju. Baju dengan leher V jangan dipotong terlampau rendah, sehingga
dapat merosot dari bahu pemakainya atau memperlihatkan baju dada pria. Terdapat sedikit bukti
bahwa gaun penutup diperlukan sewaktu melakukan tindakan/prosedur rutin bila baju tidak ingin
kotor (Goldman 1991). Misal, dalam dua studi dimana pegawainya memakia baju isolasi,kap dan
masker ternyata tidak berhasil menurunkan risiko infeksi terhadap pasien sebagaimana diukur
dengan infeksi dan kolonisasi (Donowitz 1986; Haque dan Cvhagla 1989).
Gaun bedah pertama kali digunakan untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang
terdapat diabdomen dan lengan dari staf perawatan kesehatan sewaktu pembedahan. Gaun bedah
terbuat dari bahan tahan cairan berperan dalam menahan darah atau cairan lainnya, seperti cairan
ketuban, terhindar dari kulit personel, khususnya di ruang operasi, ruang bersalin dan gawat
darurat. Gaun dari kain ringan, pada umumnya tersedia di banyak negara, memberikan sedikit
perlindugan. Dalam lingkungan seperti ini, kalau tumpahan banyak terjadi, yang terbaik adalah
sesegera mungkin mandi setelah menyelesaikan operasi. Kalau gaun bedah sobek, lengan baju
dapat dilekatkan atau diikat pada pergelangan tangan. (Lengan baju yang terlalu besar dapat
mudah terkontaminasi). Sebagai tambahan pangkal sarung tangan harus menutupi dengan
sempurna ujung lengan baju.
Apron yang dibuat dari karet atau plastik sebagai suatu pembatas tahan air di bagian
depan dari tubuh petugas kesehatan. Apron harus dipakai kalau sedang membersihkan atau
melakukan tindakan dimana darah dan duh tubuh diantisipasi akan tumpah (umpamanya sewaktu
seksio atau persalinan pervaginam). Apron membuat cairan yang terkontaminasi tidak mengenai
baju dan kulit petugas kesehatan. Dalam pembedahan, memakai apron plastik yang bersih di atas
gaun penutup tidak hanya mencegah pembedah atau asistennyadari terpapar darah atau cairan
tubuh (misalnya : cairan ketuban) tapi juga mencegah perut pembedah dan asistennya menjadi
sumber kontaminasi ke pasien (Moylan dan Kenneddy 1980).
Alas kaki dipakai untuk melindungi kaki dari perlukaan oleh benda tajam atau berat atau
dari cairan yang kebetulan jatuh atau menetes pada kaki. Untuk alasan ini sandal atau sepatu
terbuat dari bahan empuk (kain) tidak dapat diterima. Sepatu bot dari karet atau kulit lebih
melindungi, tapi harus selalu bersih dan bebas dari kontaminasi darah atau sepatu yang kokoh
hanya dipakai di area bedah. Satu studi mengemukakan bahwa penutup sepatu dari kain atau
kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena darah dapat merembes ke dalam sepatu, dan
sering dipakai di luar ruang operasi dan kemudian dibuka dengan tangan tanpa sarung tangan
(Summers dkk 1992).

PERANAN DUK
Di banyak negara duk biasanya dibuat dari linen persegi yang dijahit dari berbagai ukuran.
Dipakai untuk menciptakan medan operasi di seputar suatu sayatan, membungkus instrumen dan
barang-barang lainnya untuk sterilisasi, penutup meja di ruang operasi dan membuat hangat
pasien selama prosedur bedah (OR Manager 1990a). Jenis utama duk ialah :
         Duk kecil/Lap, dipakai untuk mengeringkan tangan, membuat medan operasi segi-empat (untuk
ini diperlukan beberapa duk kecil), dan membungkus instrumen kecil serta semprit. Biasanya
dibuat dari kain katun lebih tebal daripada linen lainnya, yang menjadikannya lebih tahan air.
         Duk seprai dipakai untuk membatasi medan operasi dan menciptakan ruang kerja,maupun
untuk membungkus perangkat instrumen. Biasanya dibuat dari katun ringan dan hanya
memberikan sedikit perlindungan.
         Duk bolong mempunyai lobang yang bundar ditengahnya yang ditempatkan pada medan
operasi yang dipersiapkan. Duk ini terutama digunakan untuk prosedur-prosedur bedah minor
(sayatan kecil).
         Duk pembungkus, duk luas yang menjadi penutup meja sewaktu pembungkus instrumen
dibuka. Duk penutup ini harus cukup luas untuk menampung isi suatu bungkusan sewaktu
dibuka, dan dapat menutupi seluruh permukaan meja.

Pemakaian Duk Untuk Prosedur Bedah


            Duk kecil yang steril terbuat dari kain dapat ditempatkan di sekeliling sayatan bedah
yang dipersiapkan, untuk menciptakan suatu area kerja . Walaupun area ini sering disebut
“medan steril”, sesungguhnya suatu area kerja steril. Sebagaimana dipertunjukkan pada Gambar
5-1, duk kain membiarkan kebasahan merembes dan membantu menyebarkan organisme dari
kulit ke dalam sayatan walau setelah pembersihan area bedah dengan antiseptik. Jadi, baik
tangan yang bersarung tangan (steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi) maupun instrumen
steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi) maupun isntrumen steril atau yang didisinfeksi tingkat
tinggi dan barang-barang lainnya hanya menyentuh duk setelah ia diletakkan di tempatnya.
Karena duk kain tidak efektif sebagai pembatas, duk kecil yang kering dan bersih dapat
digunakan juika duk kecil steril tidak tersedia.
            Cara mempersiapkan medan operasi dan memasang duknya tergantung dari jenis
tindakan yang akan dilakukan. Berikut ini panduan cara memasang duk untuk menghindari
pemborosan duk steril dan penggunaan yang tidak perlu :
         Semua duk harus ditempatkan di sekeliling area yang kering sama sekali, dan diapreparasi
secara luas;
         Kalau dipakai duk yang steriul, sarung tangan steril atau didisinfeksi tingkat tinggi harus dipakai
sewaktu menempatkan duk di tempatnya, (hati-hati jangan sampai menyentuh tubuh pasien
dengan tangan yang bersarung tangan).
         Duk harus ditangani sesedikit mungkin dan jangan sekali-sekali digosok atau dilipat. Selalu
memgang duk di atas area yang harus dipasang duk, dan buang duk itu kalau jatuh ke bawah.

Prosedur bedah minor (insersi implan Norplant atau pengangkatannya atau laparotomi-mini)
         Pakailah duk bolong sehingga sekurang-kurangnya 5 cm dari kulit terbuka di sekeliling sayatan.
(Kalau tidak ada duk steril, bagaimanapun, duk yang bersih dan kering dapat dipakai).
         Tempatkan lubang duk di atas bidang insisi yang telah disiapkan dan jangan pindahkan duk
steril, setelah menyentuh kulit.
         Jika duk bolong tidak steril, pakai sarung tangan steril atau DTT setelah menempatkan duk pada
pasien untuk menghindari sarung tangan terkontaminasi.

Prosedur bedah mayor (laparot mi atau seksio sesarea)


         Pakai lembaran duk yang luas untuk menutupi tubuh pasien kalau diperlukan untuk membuat
tubuhnya panas. Duk itu tidak perlu steril karena tidak akan dekat tempat insisi (Belkin 1992).
Tapi harus bersih dan kering.
         Setelah membersihkan kulit dengan antiseptik, tempatkan duk kecil untuk mempersegikan
tempat insisi (biarkan sekurang-kurangnya 5 cm dari kulit terbuka di sekeliling sayatan).
         Mulai dengan menempatkan duk kecil yang terdekat dengan anda untuk mengurangi
kontaminasi. Dengan memegang satu sisi dari duk, biarkan sisi yang lain menyentuh kulit
abdomen kira-kira 5cm di luar tempat sayatan. Perlahan-lahan letakkan sisa duk pada abdomen.
Setelah terletak pada tempatnya, jangan sekali-kali memindahkannya mendekati insisi. Boleh,
kalau ditarik menjauh insisi.
         Pasang tiga duk lainnya untuk menjadikan area kerja menjadi persegi empat
         Pakai duk klip untuk menguatkan sudut-sudut duk kecil.

Sewaktu melakukan prosedur


Jangan memakai tubuh pasien atau area yang memakai duk untuk menempatkan
instrumen. Menempatkan instrumen steril atau yang didisinfeksi tingkat tinggi di atas duk,
sekalipun semula steril, akan terkontaminasi. Dengan meletakkan instrumen di atas duk, akan
sukar ditemukan dan bisa menyebabkan jatuhnya instrumen dari meja operasi kalau pasien bisa
bergerak. Kalau meja instrumen (Mayo) tidak ada, baki plastik atau metal yang steril atau
didisinfeksi tingkat tinggi dapat ditempatkan di atas duk yang menutupi pasien dan digunakan
untuk menempatkan instrumen selama prosedur/tindakan
Kalau duk robek atau terpotong sewaktu prosedur/tindakan, harus ditutup dengan duk
yang baru. Jangan, menempatkan duk baru di atas duk yang sudah basah. Cara ini tidak terbukti
efektif untuk menciptakan pembatas (OR Manager 1990b).
Kalau duk menjadi using dan diperlukan duk baru, usahakan duk pengganti yang
memiliki benang yang rapat.

4.    ANTISEPSI TINDAKAN/BEDAH DAN BUDAYA AMAN DI RUANG


OPERASI

DEFINISI
         Antisepsis. Proses pengurangan jumlah mikroorganisme pada kulit, selaput lendir, atau jaringan
tubuh lain dengan menggunakan bahan antimikroba (antiseptik).
         Bahan antiseptik atau bahan antimikroba (kedua istilah dapat dipertukarkan). Bahan
kimia yang dipakai pada kulit atau jaringan hidup lainnya dapat menghambat atau membunuh
mikroorganisme (baik sementara maupun menetap) sehingga mengurangi jumlah bakteri
seluruhnya. Contohnya alkohol (etil dan isopropil), cairan yodium, iodofor, klorheksidin, dan
triklosan.

PILIHAN ANTISEPTIK
            Sabun dan air bersih dapat menghilangkan kotoran dan benda lainnya seprti
mikroorganisme sementara dari permukaan kulit, sebaliknya larutan antiseptik bisa membunuh
atau menghambat hampir semua mikroorganisme sementara dan mikroorganisme menetap,
termasuk bakteri vegetatif dan virus. Antiseptik digunakan untk menghilangkan mikroorganisme
tanpa menyebabkan rusaknya atau teritasinya kulit atau selaput lendir (mukosa) ketika ia
digunakan. Selain itu, beberapa larutan antiseptik mempunyai efek residu, artinya proses
penghancuran terus berlanjut selama satu waktu setelelah diberikan pada kulit atau selaput
lendir.
            Banyak sekali bahan kimia yang memenuhi syarat sebagai antiseptik. Tabel 6-1 berisi
daftar beberapa larutan antiseptik yang dianjurkan, aktivitas mikrobiologi dan kemampuannya.
(Sistem pengelompokan yang digunakan adalah baik, sedang, buruk dan nihil). Antiseptik yang
paling sering digunakan adalah klorheksidin glukonat, yang terdapat dalam
Hibitane® Hibiscrub®, dan iodofor terdapat dalam Betadine ®, dan Wescodyne®. Tidak terdapat
dalam daftar Tabel 6-1 adalah Savlon®, yang mengandung klorheksidin dan tersedia di seluruh
belahan dunia, karena banyak dijual sebagai larutan konsentrat yang diencerkan dengan air dan
di banyak negara konsentrat yang diencerkan dengan air dan di banyak negara konsentrat ini
digunakan kurang dari 1%, yang berarti sangat rendah dan tidak efektif.
            Meskipun antiseptik kadang digunakan sebagai disinfektan (misal Savlon ® atau Dettol®)
yang digunakan dalam memroses instrumen atau benda mati lainnya, antiseptik ini tidak
ditujukan untuk penggunaan tersebut. antiseptik ini tidak memiliki kemampuan untuk
membunuh kuman seperti pada disinfektan kimiawi (misal glutaraldehid, hipoklorit dan
peroksida) dan dilarang digunakan untuk tujuan ini.

PENGGUNAAN ANTISEPTIK

Kebersihan Tangan
            Sabun antikuman atau deterjen tidak lagi efektif dibandingkan sabun biasa dan air bersih
untuk mengurangi risiko infeksi saat digunakan untuk cuci tangan, meski kualitas airnya bagus.
Misalnya, air yang mengandung sejumlah partikel (membuat air menjadi keruh) atau
terkontaminasi, tidak boleh digunakan untuk membasuh tangan sebelum pembedahan. Lebih
lagi, sabun antikuman berharga mahal dan gampang mengiritasi kulit dibandingkan dengan
sabun biasa. Instruksi yang lebih rinci untuk cuci tangan bedah menggunakan cairan antiseptik
ataupun penggosok tangan antiseptik di Bab 3 Lampiran A

Pembersihan Kulit Sebelum Tindakan/Prosedur Bedah


Meski kulit tidak dapat disterilkan, pemberian larutan antiseptik bisa meminimalkan jumlah
mikroorganisme yang dapat mengontaminasi luka bedah dan menyebabkan infeksi.
Instruksi
angkah 1   :     Dilarang mencukur rambut di sekitar lokasi operasi. Pencukuran bisa meningkatkan risiko
infeksi 5-10 kali karena goresan kecil di kulit bisa mengakibatkan tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme (Nichols 1991; Seropian dan Reynolds 1971). Apabila rambut harus dipotong,
gunting rambut yang berdekatan dengan permukaan kulit dengan menggunakan gunting sebelum
pembedahan berlangsung.
angkah 2   :     Tanyakan kepada pasien mengenai reaksi alergi (misal pemberian yodium) sebelum memilih
larutan antiseptik.
angkah 3   :     Apabila kulit atau daerah bagian luar kelamin tidak bersih, bersihkan dengan sabun dan basuh
dengan air bersih kemudian keringkan daerah tersebut sebelum diberi antiseptik.
angkah 4   :     Gunakan cunam kering dan didisinfeksi tingkat tinggi (DTT), kapas serta kain kasa baru
direndam dalam larutan antiseptik, dan bersihkan tangan secara menyeluruh. Kerjakan di luar
lokasi operasi kurang lebih beberapa sentimeter. (Gerakan memutar dari pusat membantu
mencegah rekontaminasi daerah operasi terhadap bakteri kulit lokal).
angkah 5   :     Biarkan antiseptik bekerja efektif untuk beberapa saat sebelum prosedur dimulai. Contoh, saat
iodofor digunakan biarkan selama 2 menit atau tunggu sampai kulit menjadi kering sebelum
dilanjutkan, sebab iodin bebas (bahan aktif) dilepaskan secara perlahan. (Lihat Lampiran B)

Instruksi untuk persiapan vagina atau serviks


Untuk antiseptis vagina  dan  serviks sebelum memasukkan elevator uterus untuk
minilaparotomi atau melakukan biopsi endometrium, pilihlah antiseptik cair (berbahan dasar air),
misalnya iodofor (povidoniodin) atau klorheksidin glukonat 2-4% (contoh Hibiclens atau Savlon
bila tersedia). Jangan gunakan alkohol atau bahan yang mengandung alkohol, misalnya
Dettol. Alkohol sifatnya membakar dan bisa mengering serta membuat iritasi pada selaput lendir
yang akan mempercepat pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu, heksaklorofen (pHisoHex®)
merupakan racun (Larson 1988) dan tidak boleh digunakan pada selaput lendir seperti mukosa
vagina (Larson 1995).
angkah 1   :     Tanyakan kepada pasien mengenai reaksi alergi (misal terhadap pemberianyodium) sebelum
memilih larutan antiseptik.
angkah 2   :     Apabila daerah luar kelamin tercemar, bersihkan dengan abun dan air bersih serta keringkan
sebelum diberi antiseptik.
angkah 3   :     Setelah memasukkan spekulum, gunakan larutan antiseptik pada serviks dna vagina (dua kali).
Tidak perlu memberi larutan antiseptik pada daerah luar kelamin jika kelihatan bersih.
angkah 4   :     Apabila iodofor digunakan, biarkan selama (2 menit) sebelum dilanjutkan.

Persiapan Kulit Untuk Suntikan


Menurut WHO dan Safe Injection Global Network (SIGN), mengusap kulit bersih – dengan
larutan antiseptik – sebelum memberikan suntikan tidak perlu karena dalam percobaan tidak
ditemukan infeksi. Sebuah tinjauan studi mikrobiologi tidak menganjurkan untuk mengusap kulit
dengan antiseptik sebelum memberikan suntikan intradermal, subkutan atau intramuskular, yang
dapat mengurangi risiko terinfeksi (Hulin dkk 2002).

Apabila lokasi suntikan terlihat kotor, bersihkan lokasi tersebut dengan sabun dan air
serta keringkan dengan lap bersih dan kemudian diberi suntikan.

PENYIMPANAN DAN PENGELUARAN ANTISEPTIK


Kontaminasi setiap bahan antiseptik telah didokumentasikan. Mikroorganisme yang
mengontaminasi larutan antiseptik meliputi Stafikolokus epidermis dan aureus, gram-negatif
basili, Pseudomonas aeruginosa dan beberapa endospora. Bahan antiseptik yang terkontaminasi
dapat menyebabkan infeksi subsekuen saat digunakan untuk mencuci tangan atau untuk kulit
klien. Berikut ini adalah pencegahan terhadap kontaminasi larutan antiseptik :
         Kecuali hanya tersedia dalam jumlah kecil, tuangkan antiseptik ke dalam tempat kecil yang bisa
digunakan kembali untuk pemakaian sehari-hari. Hal ini untuk melindungi penguapan dan
kontaminasi. Pastikan nama larutan yang benar ditempel pada tempatnya setiap kali akan
diisi. Jangan menyimpan kain kasa atau kapas dalam larutan antiseptik karena dapat
menimbulkan kontaminasi.
         Buatlah jadwal yang teratur untuk menyiapkan larutan baru dan membersihkan tempat yang
dapat digunakan kembali. (Larutan bisa meningkatkan risiko saat terkontaminasi setelah
disimpan selama 1 minggu). Jangan “mengisi ulang” dispenser antiseptik.
         Cuci tempat yang bisa dipakai kembali secara menyeluruh dengan sabun dan air bersih,
bersihkan dengan air mendidih apabila ada dan keringkan sebelum diisi kembali.
         Beri tanggal setiap tempat antiseptik yang akan digunakan kembali, setelah dicuci, dikeringkan
dan diisi.
         Konsentrat larutan antiseptik (yang belum diencerkan) harus disimpan dalam daerah yang sejuk
dan gelap. Jangan terkena sinar matahari langsung atau panas yang berlebihan (misal di atas rak
dalam bangunan beratap seng).

5.    PENGELOLAAN SAMPAH
          Menurut Depkes Republik Indonesia berbagai jenis buangan yang dihasilkan rumah sakit
dan unit-unit pelayanan kesehatan yang mana dapat membahayakan dan menimbulkan gangguan
kesehataan bagi pengunjung , masyarakat terutama petugas yang menanganinya disebut sebagai
limbah klinis.
Limbah klinis berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinary, farmasi atau yang
sejenisnya serta limbah ayng dihasilkan rumah sakit pada saat dilakukan perawatan, pengobatan
atau penelitian.

Macam-macam Limbah
Berdasarkan potensi bahaya yang ditimbulkannya limbah klinis dapat digolongkan dalam limbah
benda tajam, infeksius, jaringan tubuh, citotoksik, farmasi, kimia, radio aktif dan limbah plastik

a.    Limbah Benda Tajam


         Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau
bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit. Misalnya : jarum hipodermik,
perlengkapan intervena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Selain itu meliputi benda-
benda tajam yang terbuang yang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan
mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif

b. Limbah Infeksius
            Limbah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular serta limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi
dari poliklinik, ruang perawatan dan ruang isolasi penyakit menular. Yang termasuk limbah jenis
ini antara lain : sampah mikrobiologis, produk sarah manusia, benda tajam, bangkai binatang
terkontaminasi, bagian tubuh, sprei, limbah raung isolasi, limbah pembedahan, limbah unit
dialisis dan peralatan terkontaminasi ( medical waste ).
c. Limbah Jaringan Tubuh
            Limbah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, placenta, darah
dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan autopsi. Limbah jaringan tubuh tidak
memerlukan pengesahan penguburan dan hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang
ke incinerator.
d. Limbah Jaringan Tubuh
            Limbah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, placenta, darah
dan cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan autopsi. Limbah jaringan tubuh tidak
memerlukan pengesahan penguburan dan hendaknya dikemas khusus, diberi label dan dibuang
ke incinerator.
e. Limbah Citotoksik
            Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi
dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik. Limbah
yang terdapat limbah citotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas
1000oc
f. Limbah Farmasi
            Limbah farmasi berasal dari : obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang terbuang
karena batch tidak memenuhi spesifikasi atau telah terkontaminasi, obat-obatan yang terbuang
atau dikembalikan oleh pasien, obat-obatan yang sudah tidak dipakai lagi karena tidak
diperlukan dan limbah hasil produksi obat-obatan.
g. Limbah Kimia
            Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, vetenary,
laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga meliputi limbah farmasi dan limbah
citotoksik
h. Limbah Radio Aktif
            Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal
dari penggunaan medis atau riset radionucleida. Asal limbah ini antara lain dari tindakan
kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis yang daapt berupa padat, cair dan gas.
i. Limbah Plastik
            Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana
pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga
pelapis peralatan dan perlengkapan medis.
Pengelolaan Sampah Medis
            Pengelolaan sampah medis akan memiliki penerapan pelaksanaan yang berbeda-beda
antar fasilitas-fasilitas kesehatan, yang umumnya terdiri dari penimbulan, penampungan,
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan.
a. Penimbulan ( Pemisahan Dan Pengurangan )
Proses pemilahan dan reduksi sampah hendaknya merupakan proses yang kontinyu yang
pelaksanaannya harus mempertimbangkan : kelancaran penanganan dan penampungan sampah,
pengurangan volume dengan perlakuan pemisahan limbah B3 dan non B3 serta menghindari
penggunaan bahan kimia B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis
sampah untuk efisiensi biaya, petugas dan pembuangan.
b. Penampungan
Penampungan sampah ini wadah yang memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor atau berlumut,
terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan dalam
pengelolaan sampah medis dilakukan perlakuan standarisasi kantong dan kontainer seperti
dengan menggunakan kantong yang bermacam warna seperti telah ditetapkan dalam Permenkes
RI no. 986/Men.Kes/Per/1992 dimana kantong berwarna kuning dengan lambang biohazard
untuk sampah infeksius, kantong berwarna ungu dengan simbol citotoksik untuk limbah
citotoksik, kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif untuk limbah radioaktif dan
kantong berwarna hitam dengan tulisan “domestik”
c. Pengangkutan
Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan intenal dan eksternal. Pengangkutan
internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke incinerator
(pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong sebagai
yang sudah diberi label, dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi
dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus.
Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-
site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi
petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah
medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor.
d. Pengolahan dan Pembuangan
Metoda yang digunakan untuk megolah dan membuang sampah medis tergantung pada faktor-
faktor khusus yang sesuai dengan institusi yang berkaitan dengan peraturan yang berlaku dan
aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Teknik pengolahan sampah medis
(medical waste) yang mungkin diterapkan adalah : Incinerasi C)Sterilisasi dengan uap
panas/ autoclaving (pada kondisi uap jenuh bersuhu 121 Sterilisasi dengan gas (gas yang
digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde) Desinfeksi zat kimia dengan proses
grinding (menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan) Inaktivasi suhu tinggi Radiasi
(dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60 Microwave treatment Grinding dan
shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah) Pemampatan/ pemadatan, dengan
tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk
Incinerator
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila incinerator akan digunakan di rumah sakit antara
lain : ukuran, desain, kapasitas yang disesuaikan dengan volume sampah medis yang akan
dibakar dan disesuaikan pula dengan pengaturan pengendalian pencemaran udara, penempatan
lokasi yang berkaitan dengan jalur pengangkutan sampah dalam kompleks rumah sakit dan jalur
pembuangan abu, serta perangkap untuk melindungi incinerator dari bahaya kebakaran.
Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat
membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius
menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak
tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah.
Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah
dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan
pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu).
Hasil pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan
yang rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana
pengolah pencemar udara yang sesuai.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Pengertian prinsip pencegahan infeksi :


• Suatu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko penularan infeksi mikro
organisme dari lingkungan klien dan tenaga kesehatan ( Nakes )
Pengertian infeksi :
• interaksi anti mikroorganisme dengan penjamu rentan yang terjadi melalui kode transmisi,
mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara, kontak langsung kuman tertentu
Tujuan :
• Bagian dari kualitas pelayanan kesehatan
• Mencegah infeksi silang dalam prosedur klinik seperti episiotomi, menyuntik, periksa dalam
atau Seksio Sesaria
• Menurunkan risiko transmisi penyakit menular seperti Hepatitis B dan AIDS
• Mengurangi terjadinya infeksi
• Memberikan perlindungan terhadap klien, nakes
Aplikasi Kewaspadaan Standar
• Setiap orang dapat merupakan sumber infeksi
• Membudayakan cuci tangan
• Menggunakan barier protektif (misalnya: sepatu, masker, kacamata, gaun bedah, sarung
tangan)
• Penggunaan aseptik dan antiseptik
• Memproses instrumen agar aman digunakan
• Budaya aman dalam setiap prosedur
• Pengelolaan limbah berbahaya secara adekuat

DAFTAR PUSTAKA
Tietjen, Linda dkk. 2004. Pencegahan Infeksi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Nouna Ghieta. 2011 http://agustinprasetyaningati.blogspot.com/2011/09/pencegahan-
infeksi.html. (29 September 2011)
Anne Ahira 2010 http://www.anneahira.com/limbah-medis.http (27 Agustus 2010) 
Diposting oleh Unknown di 08.08
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

1 komentar:

1.

Unknown10 Mei 2015 07.12


Sex Story

best Sex Story

Sex and Love Story

Sex Story

Nude Lady's Hot Photo, Nude Boobs And Open Pussy

Sexy Actress, Model (Bollywood, Hollywood)

Balas

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya
Unknown
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
 ▼  2014 (13)
o ▼  Oktober (13)
 Hemangioma
 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG ABORSI,
ADOPS...
 Personal Hygine
 Dasar-Dasar Pencegahan Infeksi
 Hiperemesis Gravidarum (HEG)
 Penyakit Yang Disebabkan Oleh Bakteri
 Bentuk Berubah (Bennis W)
 Etika Promosi Kesehatan
 Satuan Acara Penyuluhan (SAP)
 Komplikasi Kala III dan IV
 Bentuk Layanan Konseling Dalam Praktik Kebidanan
 Kesehatan Reproduksi (Perkosaan)
 Anti Anemia

Anda mungkin juga menyukai