SKENARIO I
KELOMPOK 5
Dosen Fasilitator : drg. Resti Iswani,Sp.RKG.
1. Mutiah Dwi Arini 2210070110005
2. Defi Indah Septia Ningsih 2210070110007
3. Sandryna Nazwa Aurel 2210070110040
4. Decra Fadla Afenda 2210070110053
5. Aflah Zayana Ssyifa 2210070110054
6. Vidia Ananda Ardila 2210070110062
7. Deva Apriana Sari 2210070110074
8. Izzah Andini Putri 2210070110088
9. Tri Rahmelia 2210070110089
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. atas rahmat dan hidayah-
Nya, kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul "FOTO GIGIKU”,
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih ibuk drg. Resa Ferdina, MARS. selaku dosen
pembimbing yang telah mempelancar dan membimbing kami dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan, baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari dosen pembimbing agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini Blok VI Skenario tentang “FOTO GIGIKU” ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi kepada pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................1
KATA PENGANTAR...................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................4
A. Latar Belakang................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................4
C. Tujuan Pembelajaran......................................................4
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Klasifikasi Masalah.........................................................6
B. Menetapkan Permasalahan............................................6
C. Curah Pendapat...............................................................6
D. Analisis Masalah.............................................................8
E. Menetapkan LO...............................................................8
F. Belajar Mandiri................................................................8
G. Melaporkan Hasil Belajar Mandiri...................................9
BAB 3 PENUTUP.....................................................................16
3.1 Kesimpulan..................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seorang laki-laku berusia 25 tahun keatas datang ke instalasi radiologi kedokteran gigi
RSGM dengan membawa surat konsul dari departemen bedah mulut, dengan diagnosis klinis
impaksi gigi 18 dan 28. Setelah dilakukan pembuatan radiografi panaromik, dilanjutkan dengan
evaluasi mutu radiografi dan terlihat ada gambaran radioulsen melintang Di sepanjang apikal
akar gigi maksila.
2. Radiolusen
Radiolusen merupakan gambaran berupa bayangan gelap pada film karena
struktur jaringan tersebut sedikit menyerap sinar-x.
3. Impaksi gigi
Impaksi gigi merupakan kondisi di mana gigi terjebak di dalam gusi sehingga
pertumbuhannya tidak sempurna. Kondisi ini kebanyakan terjadi pada gigi bungsu
orang dewasa. Impaksi gigi perlu ditangani dengan tepat karena dapat menyebabkan
sakit gigi, gigi rusak, maupun penyakit gusi.
4. Radiografi panoramik
Radiografi panoramik merupakan suatu alat penunjang yang dapat digunakan
untuk mendiagnosis suatu kasus, seperti adanya fraktur rahang, evaluasi simetris atau
asimetris dari TMJ ataupun mengetahui kedalaman karies
5. Apikal
Foramen apikal, merupakan penghubung antara pulpa dan jaringan periapikal.
Selama pembentukan akar, foramen apikal terletak pada ujung akar anatomis. Ketika
perkembangan gigi telah sempurna, foramen apikal menjadi lebih kecil dan memiliki
jarak dengan ujung akar anatomis.
impaksi gigi
radiografi panaromik
evalusi mutu
radiografi
kesalahan hasil
radiografi
Langkah ini melibatkan belajar mandiri dengan mencari berbagai bahan referensi,
termasuk diskusi, wawancara dengan para ahli, dan pencarian literatur dan buku teks
lainnya. Dan pada langkah ini, kami juga mencatat hasil diskusi, termasuk berbagai
referensi.
b. Radiografi Ekstra Oral adalah pemeriksaan radiografi yang digunakan untuk melihat
area yang luas pada tengkorak kepala dan rahang. Pada radiografi ekstraoral film yang
digunakan diletakan diluar rongga mulut. Radiografi ekstra oral terdiri atas beberapa tipe
yaitu:
1. Radiografi Panoramik atau orthopanthography / OPG memberi gambaran umum dari
struktur fasial yang meliputi lengkung gigi-geligi maksila, mandibula, dan struktur
pendukung lainnya, serta berguna untuk mendeteksi pola kehilangan tulang secara
umum
2. Radiografi Lateral Jaw radiografi yang digunakan untuk melihat keadaan lateral
tulang wajah, diagnosis fraktur dan keadaan patologis tengkorak dan wajah.
3. Radiografi Sefalometri adalah radiografi dari tulang wajah terstandarisasi dan dapat
digandakan yang sering digunakan pada ortodonti untuk menilai hubungan gigi ke
rahang dan rahang ke bagian tulang wajah lainnya. Standardisasi sangat penting untuk
perkembangan sefalometri pengukuran dan perbandingan titik-titik spesifik, jarak dan
garis pada tulang wajah yang merupakan bagian utuh dari penilaian ortodonti. Nilai
paling besar mungkin didapat dari radiografi ini jika dicatat dan didigitalisasi dan ini
sangat penting untuk digunakan untuk mengamati perkembangan dari
perawatan.Sefalometri dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1) Sefalometri lateral: gambaran lateral dari tengkorak kepala. Dari
sefalogram lateral dapat dilakukan analisa profil jaringan lunak aspek lateral.
Sefalometri lateral memiliki kegunaan tinggi untuk mengamati bagian anatomi
nasal bones, frontal sinus, dan sphenoid sinus.
2) Sefalometri postero-anterior: gambaran postero-anterior dari tulang
tengkorak.Sefalometri ini memiliki kegunaan tinggi untuk mengamati bagian
anatomi orbita,nasal cavity, dan frontal sinus.
4. Radiografi Postero-Anterior adalah radiografi yang menunjukkan bagian posterior
rahang mandibula yang digunakan untuk melihat keadaan penyakit trauma, atau
kelainan pertumbuhan dan perkembangan.
5. Radiografi Antero-Posterior adalah radiografi yang digunakan untuk melihat keadaan
pada bagian depan maksila dan mandibula, gambaran sinus frontalis, sinus
ethmoidalis dan tulang hidung.
6. Radiografi Proyeksi Water’s menunjukkan kerangka wajah yang digunakan untuk
melihat sinus frontal dan ethmoidal, orbital lantai, tulang zygomatik dan lengkungan
zygomatik dan mengevaluasi sinus maksilaris.
7. Radiografi Proyeksi Reverse-Towne digunakan untuk melihat keadaan kondilus pada
pasien yang mengalami pergeseran kondilus dan untuk melihat dinding postero lateral
pada maksila.
8. Radiografi Submentovertex digunakan untuk melihat keadaan dasar tengkorak, 38
posisi mandibua, dinding lateral sinus maksila dan arkus zigomatikus.
4. Radiografi Postero-Anterior
1. Fraktur mandibula yang melibatkan posterior sepertiga dari body mandibula. Angles
mandibula, ramus mandibula, leher condylar rendah
2. Lesi seperti kista atau tumor di posterior sepertiga dari body atau ramus untuk
mencatat mediolateral ekspansi
3. Hipoplasia atau hiperplasia mandibula ●
4. Cacat maksilofasial.
5. Radiografi Antero-Posterior
●Menampakkan patologi fraktur ● Neoplasma ● Osteitis
6. Radiografi Proyeksi Water’s
Mendeteksi fraktur sepertiga tengah wajah berikut: - Le Fort I - Le Fort II - Le Fort III ●
Fraktur prosesus koroid.
7. Radiografi Proyeksi Reverse-Towne
Fraktur tinggi pada leher condylar ● Fraktur intrasapsular TMJ ● Investigasi kualitas
permukaan artikular kepala condylar pada gangguan TMJ ● Hipoplasia kondilus atau
hiperplasia.
8. Radiografi Submentovertex
9. Investigasi sinus sphenoidal ● Penilaian ketebalan (mediolateral) dari bagian posterior
mandibula sebelumnya osteotomi ● Fraktur lengkungan zygomatik untuk menunjukkan
tulang-tulang tipis ● Menyelidiki dasar tengkorak.
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan cara kerja teknik intraoral dan
extraoral.
Radiografi Intra Oral
1. Radiografi Periapikal
Ada dua teknik dalam pengambilan radiografi periapikal yaitu
. 1. Teknik Paralel Teknik paralel dikenal juga sebagai extension cone paralleling, right
angle technique, long cone technique, true radiograph merupakan teknik yang paling
akurat dalam pembuatan radiografi intraoral. Pada teknik paralel pelaksanaan dan
standarisasinya sangat mudah dengan kualitas gambar yang dihasilkan bagus dan
distorsinya kecil. Teknik paralel dicapai dengan menempatkan film sejajar dengan aksis
panjang gigi kemudian film holder diletakkan untuk menjaga agar film 5 tetap sejajar
dengan aksis panjang gigi. Pemusatan sinar-x diarahkan tegak lurus terhadap gigi dan
film. Teknik paralel bila dilakukan dengan benar akan menghasilkan gambar dengan
kualitas baik, validitas yang tinggi, akurasi linier dan dimensi yang tinggi tanpa distorsi.
Keuntungan dari teknik paralel adalah tanpa distorsi, gambar yang dihasilkan sangat
representatif dengan gigi sesungguhnya, mempunyai validitas yang tinggi, posisi relatif
dari reseptor gambar sehingga berguna untuk beberapa pasien dengan cacat. Kerugian
dari teknik paralel adalah sulit dalam meletakkan film holder, terutama pada anak-anak
dan pasien yang mempunyai mulut kecil, pemakaian film holder mengenai jaringan
sekitarnya sehingga timbul rasa tidak nyaman pada pasien, dan memposisikan film holder
pada molar tiga bawah sangat sulit.
2. Teknik bisekting biasa digunakan pada kasuskasus kelainan anatomi seperti torus
palatinus besar, palatum sempit, dasar mulut dangkal, frenulum pendek, lebar lengkung
rahang yang sempit atau pada pasien anak yang kurang kooperatif. Film diletakkan ke
dalam rongga mulut dan diberikan blok gigitan untuk menahan film. Teknik bisekting
dicapai dengan menempatkan reseptor sedekat mungkin dengan gigi dan meletakan film
sepanjang permukaan lingual/ palatal pada gigi kemudian sinar-x diarahkan tegak lurus
(bentuk T) ke garis imajiner yang membagi sudut yang dibentuk oleh aksis panjang gigi
dan bidang film. Akan tetapi, teknik bisekting menghasilkan gambar yang kurang optimal
karena reseptor dan gigi tidak berada secara vertikal dengan sinar-x. Teknik ini
memerlukan kepekaan dan ketelitian operator. Jika sudut bisekting tidak benar,
perpanjangan atau pemendekan akan terjadi. Keuntungan dari teknik bisekting adalah
teknik ini dapat digunakan tanpa film holder dan posisi yang cukup nyaman bagi pasien.
Kerugian dari teknik bisekting adalah distorsi mudah terjadi dan masalah angulasi
(banyak angulasi yang harus diperhatikan). Panjang cone standar dengan ukuran delapan
inci dapat digunakan dalam teknik bisekting. Bila radiografer ingin menggunakan long
cone maka panjang long cone yang digunakan berkisar dua belas sampai enam belas inci
(12-16 inci). Keuntungan memakai long cone dapat mengurangi citra pembesaran dan
mengurangi distorsi 15 serta dapat memberikan gambaran anatomi dan panjang gigi yang
lebih akurat.
2. Radiografi Bitewing
1. Memilih ukuran film yang sesuai dengan pasien. A. Large film packets (31 x 41 mm) untuk
dewasa. B. Small film packets (22 x 35 mm) untuk anak-anak di bawah 12 tahun. C.
Occasionally a longer film packet (57 x 26 mm) untuk dewasa.
3. Memeriksa bentuk lengkung geligi dan jumlah film yang akan digunakan.
4. Operator memegang tab dengan jempol dan telunjuk kemudian memasukkan film ke dalam
lingual sulcus berlawanan dengan gigi posterior.
5. Tepi anterior film diposisikan pada distal kaninus mandibular dan bagian posterior film
berada pada bagian mesial molar ketiga.
8. Ketika pasien menutup gigi, operator menekan tab yang berada di antara gigi untuk
memastikan film dan gigi kontak, kemudian operator melepas tab.
9. Proses pengambilan radiograf dilakukan, setelah selesai processing dilakukan di kamar gelap.
3. Radiografi Oklusal
Foto rontgen ini digunakan untuk melihat kelainan pada bagian depan maksila dan
mandibula, gambaran sinus frontalis, sinus ethmoidalis, serta tulang hidung.
b. Radiografi Ekstra
1. Radiografi Panoramik
1. Masukkan film ekstraoral (biasanya ukuran 15x30 cm) ke dalam cassette. Prosedur ini harus
dilakukan di dalam ruang gelap.
2. Instruksikan pasien melepas perhiasan, jepit rambut, gigi tiruan atau alat orthodontic yang
dikenakan.
3. Jelaskan prosedur pengambilan radiograf dan pergerakan pesawat sinar X untuk meyakinkan
pasien.
5. Tempatkan pasien secara akurat pada pesawat sinar X menggunakan head positioningdevices
dan marker sumber sinar X. Pastikan posisi bidang oklusal pasien sudah tepat.
7. Instruksikan kepada pasien untuk menelan ludah dan menempatkan lidahnya pada langit-langit
mulut (sehingga berkontak dengan palatum durum).
8. Tempatkan film yang telah dimasukkan dalam cassette pada cassette holder.
10. Setelah pengambilan radiograf selesai, lakukan processing di dalam kamar gelap
Pengambilan gambar bergantung pada prinsip dasar yang sama yaitu mengenai posisi:
● Kaset (reseptor gambar) Kaset dipegang oleh pasien di samping dari wajah yang menutupi area
rahang bawah. Posisi persis kaset ditentukan oleh area yang diinginkan.
● Kepala pasien Pasien biasanya duduk tegak di atas kursi gigi dan kemudian diinstruksikan
untuk:
1. Putar kepala ke sisi yang diinginkan. Hal ini dilakukan untuk membawa ramus kontralateral ke
depan, menghindari superimposisi dan untuk meningkatkan ruang yang tersedia antara leher dan
bahu yang memposisikan set X-ray.
2. Angkat dagu. Ini dilakukan untuk meningkatkan ruang triangular di antara bagian belakang
ramus dan tulang belakang leher (disebut radiografi lubang kunci) di mana X-ray balok akan
lewat.
● Tubehead sinar-X. Kepala tabung X-ray diposisikan sebaliknya sisi kepala pasien ke kaset.
3. Radiografi Sefalometri
4. Radiografi Postero-Anterior
1) Pasien diposisikan menghadap gambar reseptor dengan kepala miring ke depan sehingga dahi
dan ujung hidung menyentuh reseptor gambar yang disebut dahi-hidung posisi. Garis dasar
radiografi 33 adalah horisontal dan pada sudut kanan reseptor gambar. Posisi ini berada di dasar
tengkorak dan memungkinkan kubah tengkorak terlihat tanpa superimposisi.
2) Tubehead sinar-X diposisikan dengan horizontal (0°) dipusatkan melalui serviks tulang
belakang setingkat ramus mandibula.
5. Radiografi Antero-Posterior
memperlihatkan gigi-gigi anterior atas (oklusal atas standar), gigi-gigi posterior (oklusal
oblik atas), gigi bawah (true occlusal bawah, oklusal bawah 45 derajat, atau oklusal oblik bawah
1. Pasien dalam posisi kepala terbalik, radiografi baseline pada 45° ke reseptor
gambar, di posisi hidung-dagu.
2. Tubehead sinar-X diarahkan ke bawah di atas kepala, dengan sinar pusat pada 30
° hingga horizontal, berpusat melalui yang lebih rendah di perbatasan orbit.
7. Radiografi Proyeksi Reverse-Towne
1. Pasien dalam posisi PA, yaitu kepala berujung ke depan dalam posisi dahi-hidung dengan
keadaan mulutnya terbuka. Baseline radiografi ini adalah garis horisontal dan kanan
angles ke reseptor gambar. Membuka mulut akan mengeluarkan kepala condylar keluar
dari glenoid fossae sehingga bisa terlihat.
2. Tubehead sinar-X diarahkan ke atas di bawah occiput, dengan tubehead sinar-X 30 ° ke
horizontal, berpusat melalui kondilus.
8. Radiografi Submentovertex
a. Lengkap (Coverege of the Anatomic Region of Interest). Lengkap dalam hal ini
merupakan sebuah istilah yang menggambarkan keberadaan sebuah radiograf,
dimana didalamnya terdapat informasi yang lengkap dari objek yang akan dilihat.
b. .Kontras. Kontras adalah tingkat perbedaan kepadatan antara dua area pada
radiograf. Terbagi dua: *konstras objekdimana didefinisikan sebagai rasio
intensitas radiasi yang ditransmisikan melalui area jaringan/organ yang berbeda
dari komponen yang dievaluasi*kotras film: dimana didefinisikan sebagai
kemampuan film untuk menyerap dan menolak sinar yang masuk ke dalam film.
c. padafilm.Densitas. Densitas radiograf merujuk pada derajat atau gradasi
kehitaman dari radiograf. Hal tersebut bergantung pada jumlah paparan radiasi
yang mencapai daerah tertentu pada film.
d. Ketajaman atau sharpness, merujuk pada kemampuan sinar-X untuk
memproduksi garis batas terluar yang jelas.
i. Detail, merupakan kemampuan radiograf untuk menampilkan perbedaan
dari setiap bagian anatomi. Distorsi. Gambar yang terdistorsi tidak
memiliki ukuran dan bentuk yang sama dari objek asli pada radiograf
dikarenakan ketidaksamaan pembesaran dari daerah yang berbeda pada
objek yang sama Resolusi, suatu ukuran dari kemampuan untuk membeda-
bedakan objek satu dengan lainnya
ii. Brightness, kemampuan radiograf untuk meningatkan kecerahan, biasanya
berhubungan dengan prosesing, timer dan Kvp eksposur.
Sumber : Jurnal Radiologi Dentomaksilofasial Indonesia Desember 2019,
Volume 3, Nomor 3: 43-8 Gambaran kualitas dan mutu radiograf
Alongsyah Zulkarnaen Ramadhan1*, Suhardjo Sitam2, Azhari2, Lusi
Epsila
Evaluasi radiografi intraoral Apapun keadaan maupun kelainan di rahang secara radiografis
gambarannya adalah gradasi radiolusen atau radiopak dibandingkan dengan struktur di
sekitarnya. Agar informasi diagnostik yang diinginkan dari sebuah radiograf (apapun
proyeksinya) dapat optimal, interpretasi radiografik lesi penyakit/kelainan di rahang harus
dilakukan dengan benar, secara sistematis dan bertahap. Mutu radiograf, general view,dan
spesific investigation
1. Radiografi periapikal
Tingkat kualitas foto radiografi periapikal membagi dua umumnya masih di bawah standar,
hal ini sejalan dengan seringnya ditemui kegagalan secara teknis. Pemotongan apeks,
pemotongan mahkota, pemotongan kerucut, dan kesalahan angulasi yang menyebabkan distorsi
dan over lapping masih sering ditemukan dalam hasil foto radiografi periapikal bisecting
1) Gambar harus memiliki definisi yang dapat diterima tanpa distorsi atau kabur,
2) Gambar harus mencakup area anatomis yang benar, bersama-sama dengan apeks gigi yang
diselidiki dengan 3-4 mm dari sekitar tulangnya,
4) Kepadatan dan kontras dengan gambar film yang diambil akan tergantung pada alasan klinis
untuk mengambil radiograf, misalnya untuk menilai karies, restorasi, dan periapikal
5) Film harus terekpos dan diproses dengan baik dan menunjukkan kontras yang baik untuk bisa
membedakan enamel, dentin, ligamen perodontal, laminadura, tulang trabekular. Sedangkan
untuk penilaian status periodontal, harus memberikan kesan yang kurang terang untuk
menghindari kejenuhan dari tulang alveolar crest yang tipis,
6) Gambar bebas dari cone cutting dan kesalahan penanganan film lainnya,
7) Gambar harus sebanding dengan keadaan sebenarnya, baik geometris, kepadatan dan kontras.
3.1 Kesimpulan
Sumber :
http://repository.unissula.ac.id/13933/3/Daftar%20Isi.pdf
https://repository.unair.ac.id/106810/4/isi%20peran%20panoramik%20%28proof
%202%29.pdf
http://repository.unissula.ac.id/15765/5/bab%201.pdf
https://www.batan.go.id/ensiklopedi/08/01/02/04/08-01-02-04.html
Iannucci JM, Howerton LJ. Dental radiography principles and technique. 4th Ed. United
States of America: Elsevier Inc.; 2012.
Evaluasi Mutu Radiografi Kedokteran Gigi,Marina Rosyana ,2019
Jurnal Radiologi Dentomaksilofasial Indonesia 2019; Gambaran kualitas dan mutu
radiograf .Alongsyah Zulkarnaen Ramadhan, Suhardjo Sitam, Azhari, Lusi Epsilawati
Jurnal,Jenis Kesalahan Pengambilan Foto Radiografi,MUH.Alif Reski,2020