Anda di halaman 1dari 38

Makassar, 08 Novemver 2018

MAKALAH
CLINICAL SKILL LAB (CSL)
MODUL RADIOLOGI

“INTERPRETASI RADIOLOGI OROMAKSILOFASIAL”

KELOMPOK 2

1. ANDIKA PUSPITA PUTRI J111 16 013


2. AL MAULIDIA J111 16 014
3. WAHYUNI J111 16 015
4. BESSE KHUSNUL AYULISA J111 16 016
5. TENRI SAU J111 16 017
6. DEBY VERONIKA DJAMAL J111 16 018
7. ERNIA KHARISMAWATI J111 16 019
8. PRISCILIA YOVIANI SOLE J111 16 020
9. ANDI YAYANG ADHA APRILIA M. J111 16 021
10. NINDA CAHYANI J111 16 022
11. MUH. AULIA RAMADHAN J111 16 023
12. SITTI NURUL WALYMA AL BASHIR J111 16 024

BLOK OROMAKSILOFASIAL 2
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahiwabarakatuh.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahNya kepada kami sehingga kami masih diberi kesempatan
untuk menyelesaikan penyusunan makalah kelompok dengan mata kuliah Blok
Oromaksilofasial 2 modul pertama yang berjudul “Nyeri dan membesar”.
Kami berharap agar makalah ini dapat menjadi penuntun atau pedoman
dan dapat berguna bagi pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini belum
sempurna sehingga kami sangat mengharapkan saran, tanggapan dan kritik
membangun dari para pembaca agar pada pembuatan makalah selanjutnya dapat
lebih baik lagi.
Wassalamu’alaikumwarahmatullahi wabarakatuh

Makassar, 08 November 2018

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI......................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................4


1.1 Latar Belakang .............................................................................................4
1.2 Tujuan.........................................................................................................6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................6


3.1 Jenis-jenis teknik radiografi.........................................................................7
2.2 Gambaran radiologi penyakit oromaksilofasial ...........................................9

BAB 3 PEMBAHASAN DAN HASIL ................................................................18

BAB 4 PENUTUP ................................................................................................24


3.1 Kesimpulan ................................................................................................24
3.2 Saran ..........................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................25


LAMPIRAN..........................................................................................................26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


CSL Radiologi adalah salah satu jenis pemberian materi berupa pembekalan dasar
dalam radiografi pada blok oromaksiolofacial 2. Pembekalan dasar ini dimaksudkan agar
mahasiswa mengetahui teknik-teknik radiografi yang digunakan pada pemeriksaan kelainan-
kelainan dalam rongga mulut terutama penyakit oromaksilofasial.
Radiologi dalam bidang kedokteran gigi memegang peranan penting dalam
menegakkan diagnosis, merencanakan perawatan, menentukan prognosis dan mengevaluasi
hasil perawatan. Radiologi dental terutama membantu dalam penegakan diagnosis pada
kondisi yang tidak dapat ditegakkan hanya dengan pemeriksaan klinis saja.
Radiologi dental adalah ilmu kedokteran gigi untuk melihat bagian dalam tubuh
manusia menggunakan pancaran atau radiasi gelombang, baik gelombang elektromagnetik
maupun gelombang mekanik. Radiografi dalam kedokteran gigi terdiri dari radiografi
intraoral dan radiografi ekstraoral. Radiografi intraoral adalah pemeriksaan sebagian kecil
gigi dan jaringan sekitar, sedangkan radiografi ekstraoral untuk melihat area yang luas pada
rahang dan tengkorak.
 Teknik radiografi intra oral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan sekitar secara
radiografi dan filmnya ditempatkan di dalam mulut pasien. Untuk mendapatkan
gambaran lengkap rongga mulut yang terdiri dari 32 gigi diperlukan kurang lebih 14
sampai 19 foto. Ada tiga pemeriksaan radiografi intra oral yaitu:
a. Pemeriksaan periapikal, interproksimal, dan oklusal.
Teknik ini digunakan untuk melihat keseluruhan mahkota serta akar gigi dan tulang
pendukungnya. Ada dua teknik pemotretan yang digunakan untuk memperoleh foto
periapikal yaitu teknik parallel dan bisektris, yang sering digunakan di RSGM
adalah teknik bisektris.
b. Teknik Bite Wing
Teknik ini digunakan untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan rahang bawah
daerah anterior dan posterior sehingga dapat digunakan untuk melihat permukan
gigi yang berdekatan dan puncak tulang alveolar. Teknik pemotretannya yaitu
pasien dapat menggigit sayap dari film untuk stabilisasi film di dalam mulut.
c. Teknik Rontgen Oklusal

4
Teknik ini digunakan untuk melihat area yang luas baik pada rahang atas maupun
rahang bawah dalam satu film. Film yang digunakan adalah film oklusal. Teknik
pemotretannya yaitu pasien diinstruksikan untuk mengoklusikan atau menggigit bagian
dari film tersebut.
 Teknik Rontgen Ekstra Oral
Foto Rontgen ekstra oral digunakan untuk melihat area yang luas pada rahang dan
tengkorak, film yang digunakan diletakkan di luar mulut. Foto Rontgen ekstra oral yang
paling umum dan paling sering digunakan adalah foto Rontgen panoramik, sedangkan
contoh foto Rontgen ekstra oral lainnya adalah foto lateral, foto antero posterior, foto
postero anterior, foto cephalometri, proyeksi-Waters, proyeksi reverse-Towne, proyeksi
Submentovertex
a. Teknik Rontgen Panoramik
Foto panoramik merupakan foto Rontgen ekstra oral yang menghasilkan gambaran yang
memperlihatkan struktur facial termasuk mandibula dan maksila beserta struktur
pendukungnya. Foto Rontgen ini dapat digunakan untuk mengevaluasi gigi impaksi, pola
erupsi, pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi, mendeteksi penyakit dan
mengevaluasi trauma.
b. Teknik Lateral
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan sekitar lateral tulang muka, diagnosa
fraktur dan keadaan patologis tulang tengkorak dan muka.
C. Teknik Postero Anterior
Foto Rontgen ini digunakan untuk melihat keadaan penyakit, trauma, atau
kelainan pertumbuhan dan perkembangan tengkorak. Foto Rontgen ini juga dapat
memberikan gambaran struktur wajah, antara lain sinus frontalis dan ethmoidalis,
fossanasalis, dan orbita.

Radiografi panoramik merupakan salah satu radiografi ekstraoral yang paling sering
digunakan di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan
maksilofasial. Radiografi panoramik menghasilkan gambaran yang memperlihatkan struktur
kedua rahang atas dan bawah serta struktur anatomisnya yang berdekatan, ke atas sampai
dengan seluruh tulang muka, ke bawah sampai dengan sebagian tulang vertebra servikal,
dalam satu lembar radiograf. Kehilangan tulang yang disebabkan oleh penyakit periodontal
hanya dapat dinilai dari gambaran radiografi. Jenis radiografi yang paling sering digunakan
untuk menilai kehilangan tulang adalah periapikal, bitewing dan panoramik.
5
Jika dipertimbangkan dari segi dosis radiasi yang diterima individu, kenyamanan
individu dan biaya yang dikeluarkan, maka teknik radiografi panoramik merupakan teknik
yang paling banyak digunakan untuk melihat kehilangan tulang.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan pada CSL ini adalah

1.2.1 Untuk mengetahui teknik radiografi dalam bidang oromaksilofacial.


1.2.2 Untuk mengetahui gambaran radiografi penyakit oromaksilofacial

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Radiografi adalah alat yang digunakan dalam penegakkan sebuah diagnosis, rencana
perawatan dan pengobatan penyakit, serta evaluasi terhadap peyakit umum maupun penyakit
dalam rongga mulut. Meskipun begitu, radiografi hanya merupakan pemeriksaan penunjang
dan bukan sebagai pemeriksaan pengganti. Pemeriksaan radiografi menunjukkan apabila
terjadi perubahan pada kalsifikasi jaringan. Radiografi tidak menampakan aktifitas seluler,
tapi hanya menampakan efek seluler pada tulang dan akar.

2.1 Jenis-jenis teknik radiografi kedokteran gigi

Radiografi kedokteran gigi adalah alat yang membantu dalam penegakkan diagnosis
dan rencana perawatan penyakit mulut dimulai dari karies, penyakit periodontal dan patologi
oral. Radiologi ini merupakan langkah awal untuk mengetahui tingkat keparahan suatu
penyakit. Di bidang kedokteran gigi pemeriksaan radiografi merupakan hal yang sangat
penting untuk dilakukan. Hampir semua perawatan gigi dan mulut memerlukan dan
membutuhkan data dukumgan dari pemeriksaan radiografis ini agar perawatan yang
dilakukan dapat maksimal. Terdapat beberapa tujuan dari dental radiografi, diantaranya :

a) Untuk mendeteksi adanya suatu lesi


b) Untuk melihat ada tidaknya kerusakan tulang terutama pada kasus fraktur mandibula
c) Untuk membantu menegakkan suatu diagnosa
d) Untuk melihat letak dari lesi ataupun benda asing

Pada radiografi intra oral, film diposisikan dalam rongga mulut pasien, seperti tehnik
radiorafi periapikal, bitewing, dan oklusal. Sedangkan radiografi ekstra oral , film diposisikan
diluar mulut pasien seperti tehnik radiografi panoramik, cepahalometri dan lateral.

2.1.1 Bitewing Radiografi


Radiografi ini pertama kali diperkenalkan oleh Raper pada tahun 1925. Bitewing
radiografi merupakan tehnik radiografi untuk melihat kondisi permukaan gigi yang meliputi
mahkota gigi, interproksimal dan crest alveolar bone baik pada maksilla maupun mandibula
pada film yang sama, yang secara klinis tidak dapat dideteksi. Bitewing radiografi digunakan
utnuk mengevaluasi puncak tulang interproksimal selama pemeriksaan periodontal dan

7
rencana perawatan. Bitewing radiografi digunakan untuk melihat garis dari CEJ pada satu
gigi ke CEJ gigi tetangganya, sama halnya dengan jarak dari puncak ke tulang interproksimal
yang ada. Selain digunakan untuk mendeteksi karies interproksimal, bitewing radiografi juga
memberikan informasi status jaringan periodontal pasien. Deposit kalkulus subgingival juga
dapat dideteksi. Walaupun demikian, hasil dari bitewing radiografi pada diagnosis penyakit
periodontal hanya terbatas pada bagian mahkota akar gigi yang diamati, dan terbatas pada
regio molar-premolar. Pada radiografi bitewing ini lebih akurat menunjukkan seberapa parah
tingkat kerusakan tulang dibandig dengan radiografi periapikal.

2.1.2 Periapikal Radiografi

Periapikal radiografi tidak hanya sering digunakan untuk membantu perbedaan


diagnosis dari gejala pasien, tetapi juga melihat proses patologis yang tidak terdeteksi pada
gigi dan sekeliling tulang alveolar. Tehnik ini digunakan untuk melihat gigi geligi secara
individual mulai dari keseluruhan mahkota, akar gigi,dan jaringan pendukungnya. Indikasi
digunakannya tehnik radiografi ini antara lain untuk melihat infeksi pada apikal, status
jaringan periodontal, lesi-lesi pada apikal dan lainnya. Radiografi periapikal ini terbagi atas
dua tehnik yaitu paralel dan bisecting. Pada tehnik paralael film diletakkan pada pegangan
film (film holder) dan diletakkan sejajar dengan sumbu gigi. Sedangkan, pada tehnik
bisecting tidak menggunakan pegangan film (film holder), namun dengan menggunakan jari
tangan pasien untuk memposisikan film dalam rongga mulut. Tehnik bisecting dianggap lebih
mudah dan praktis dalam pelaksanaannya diandingkan dengan tehnik paralel. Kerugian dari
tehnik bisecting ini yaitu mudah terjadi distorsi dan masalah angulasi. Sedangkan tehnik
paralel tidak adanya distorsi, gambar yang dihasilkan sangat representatif dengan gigi
sesungguhnya serta memiliki validitas yang tinggi. Kerugian dari tehnik paralel yaitu pasien
akan merasa tidak nyaman dikarenakan pemakaian film holder dan sehingga biasanya akan
terjadi kesulitan dalam penempatan film holder pada anak-anak dan pada pasien dengan
mulut yang kecil.

2.1.3 Radiografi Panoramik


Radiografi panoramik memberi gambaran umum dari struktur mulut, dan berguna
untuk mendeteksi pola kehilangan tulang secara umum. Radiografi panoramik tidak sesuai
untuk penilaian yang akurat dari tingkat kehilangan tulang yang berhubungan dengan gigi
individual karena terjadi distorsi yang hebat dan outline tepi tulang sering tidak jelas
disebabkan oleh superimposisi dari struktur yang menghalangi. Gambaran panoramik

8
memberikan sejumlah informasi yang dapat diterima untuk tujuan diagnostik tetapi harus
ditambah dengan gambaran intraoral bila diperlukan untuk kemajuan penyakit yang termasuk
tujuan utama radiografi pada pencatatan bagian periodontal.

2.2 Gambaran Radiografi Penyakit Oromaksilofacial


2.2.1 Kista
Definisi : suatu rongga epitel yang mengandung cairan atau semicairan,
dikelilingi oleh jaringan fibrosa. Kebnanyakan kista pada rahang berkembang
dari sisa-sisa epitel odontogenik setelah perkembangan gigi.
Gambaran Radiografinya yaitu :
1. Radiolusen pada tulang.
2. Berbentuk bulat Unilocular, oval atau scalloped, ataupun bentuk lain yang
dipengaruhi oleh jaringan di sekitarnya.
3. Border well-defined thin, uniform, intact and sclerotic
4. Kemungkinan dapat mengekspansi tulang
5. Kemungkinan dapat meresorbsi gigi.
6. Kemungkinan dapat memindahkan dinding sinus maksila, rongga hidung,
ataupun kanalis mandibula.
7. When secondarily infected, border may become destroyed or more sclerotic
8. Sangat jarang menghasilkan jaringan yang terkalsifikasi.

Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi WHO tahun 2005 (gambar 2.3), Kista odontogen
disubklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu inflammatory cyst dan developmental cyst. Yang
termasuk Inflammatory cyst adalah: radicular cyst, residual cyst dan paradental cyst,
sedangkan Yang termasuk developmental cyst adalah: gingival cyst of newborn, gingival

9
cyst of adult, odontogenic glandular cyst, dentigerous cyst, orthokeratinized odontogenic
cyst, eruption cyst, lateral periodontal cyst, calcifying odontogenic cyst dan odontogenic
keratocyst.

2.2.1.1 Kista beradang (Inflammatory cyst)

Kista beradang merupakan jenis kista odontogen yang proses patogenesisnya


berhubungan dengan keradangan jaringan periapikal yang akan memicu
terbentuknya suatu massa kista. Kista beradang digolongkan menjadi 3 jenis yaitu
: Kista radikular, kista residual, dan kista paradental (Neville et al, 2010, p. 680)

2.2.1.1.1 Kista radikular

Proses patogenesis kista radikular dibagi menjadi 3 fase yaitu: fase inisiasi,
fase formasi kista, dan fase pembesaran kista. Pada fase inisiasi, produk iritan
berupa endotoksin dari bakteri yang disekresi secara konstan akan menginfeksi
pulpa, menyebar ke jaringan periapikal dan merangsang terjadinya proses
inflamasi. Pada saat proses inflamasi berlangsung, host cell (Fibroblast,
granulosit, makrofag, dan limfosit) akan mensekresi proinflammatory
cytokines (IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF-α), mediator inflamasi (Prostaglandin),
dan growth factor (EGF, KGF, TGF-α, FGF, dan HGF) untuk mengeliminasi
bakteri. Kolaborasi dari mediator inflamasi, proinflammatory cytokine, dan
growth factor akan memicu proliferasi sel epitel malassez.

Kista radikular bersifat asimptomatis dengan proses pembesaran yang


perlahan dan tidak disadari oleh penderita sampai ukurannya membesar dan
bisa tampak secara klinis (Regezi, 2003, p.242). Secara radiografis, kista
radikular nampak sebagai area bulat radiolusen berbatas radiopak di apeks gigi
yang ditunjukkan pada gambar 2.5. Gambaran radiografis kista radikular
biasanya ditandai dengan adanya kerusakan lamina dura (Cawson, 2002,
p.103).

10
Gambaran radiografis dari kista radikular. Lesi radiolusen berbatas
radiopak yang berhubungan dengan apeks gigi non vital (Shear, 2007, p.123)

Gambaran histopatologis kista radikular ditunjukkan dengan adanya suatu rongga


berlapiskan epitel yang tidak berkeratin dan memiliki ketebalan yang bervariasi.
Gambaran khas kista radikular menunjukkan adanya kerusakan pada dinding epitel kista
radikular akibat proses radang sehingga banyak ditemukan sel neutrofil dan sel radang
lainnya pada dinding kista tersebut (Shear, 2007, p.125).

Gambaran histopatologis kista radikular yang dilapisi dinding epitel (Shear, 2007, p.
142)

2.2.1.1.2 Kista residual

Merupakan kista yang ditemukan pada regio yang tidak bergigi dengan riwayat ekstraksi
akibat tidak terambilnya granuloma atau kista radikular secara sempurna pada saat
dilakukan enukleasi. Kista residual bersifat asimptomatis dengan proses pembesaran
secara perlahan-lahan yang tidak disadari oleh penderita sehingga kista residual sering
ditemukan secara tidak sengaja pada saat dilakukan pemeriksaan radiologis rutin. Kista
residual bisa menggangu ketepatan pemasangan dari gigi tiruan, karena adanya penebalan
yang progresif pada epithelial lining dari kista.

11
Gambaran histopatologis kista residual hampir sama dengan kista radikular yang dilapisi
stratified squamous epithelium dan menunjukkan adanya proses inflamasi pada dinding
epitel. Gambaran radiografis kista residual menunjukkan adanya gambaran radiolusen
berbatas radiopak di regio tidak bergigi.

2.2.1.2 Kista developmental


Kista developmental bukan merupakan kista yang terjadi akibat dari suatu proses
keradangan, namun merupakan perkembangan dari sisa epitel odontogenik

2.2.1.3 Kista Dentigerous


Kista dentigerous merupakan kista yang terbentuk di sekitar mahkota gigi dan
melekat pada cemento-enamel junction gigi yang tidak erupsi (Cawson, 2002,
p.108). Secara kasat mata, bentuk kista dentigerous dapat dilihat pada gross
specimen yang ditunjukkan pada gambar . Kista dentigerous juga disebut sebagai
kista folikular sebab merupakan hasil pembesaran folikel, berasal dari akumulasi
cairan antara reduced enamel epithelium dan enamel gigi.
Ada dua teori mengenai pembentukan kista dentigerous. Teori pertama
menyatakan bahwa proses perkembangan kista disebabkan oleh adanya akumulasi
cairan antara reduced enamel epithelium dan mahkota gigi. Tekanan cairan akan
memicu proliferasi reduced enamel epithelium. Teori kedua menyatakan bahwa
proses terjadinya kista dentigerous diawali dengan rusaknya stellate reticulum
yang akan membentuk cairan diantara outer dan inner enamel epithelium. Tekanan
cairan tersebut akan memicu proliferasi outer enamel epithelium yang menyisakan
perlekatan pada gigi di bagian cemento enamel junction, sehingga inner enamel
epithelium tertekan ke atas permukaan mahkota. Kista dentigerous akan terbentuk
mengelilingi mahkota dan melekat pada cemento enamel junction dari gigi. Saat
telah terbentuk sempurna, mahkota akan berprotrusi ke dalam lumen, dan akar-
akarnya memanjang ke sisi luar kista. Kedua teori menjelaskan bahwa tekanan
dari cairan akan menyebabkan proliferasi kistik karena kandungan hiperosmolar
yang dihasilkan oleh kerusakan dari sel sehingga menyebabkan adanya tekanan
osmotik yang akan memompa cairan ke dalam lumen. Proses terjadinya kista
dentigerous juga berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi atau impaksi. Gigi
impaksi yang mempunyai potensi untuk erupsi akan menyebabkan penyumbatan
aliran vena (venous outflow) dan mengakibatkan transudasi serum dinding
12
kapiler. Hal ini mengakibatkan meningkatnya tekanan hidrostatik yang akan
memisahkan folikel dari mahkota gigi.

2.2.1.4 Kista lateral periodontal


Kista lateral periodontal merupakan jenis kista yang tumbuh dari sisa epitel dental
lamina yang tertinggal di daerah tulang regio interradicular crestal atau di daerah
tulang setinggi setengah panjang akar. Kista lateral periodontal bersifat
asimptomatik, tidak tampak secara klinis, sehingga sering ditemukan secara tidak
sengaja pada pemeriksaan radiologis rutin.

2.2.2 Keratocystic Odontogenic Tumor / Odontogenic keratocyst / primordial cyst


Definisi : tumor jinak yang dapat uni atau multicystic, intraosseous tumor yang
berasal dari odontogenik, dengan karakteristik dilapisi oleh epitel skuamosa dan
berpotensi agresif, dapat menginfiltrasi jaringan sekitar. Biasanya mengandung
material keratin kuning.
Gambaran radiografinya :
1. Radiolusen
2. Berbentuk bulat, oval, scallop (dengan atau tanpa septa/ pembatas) atau
kadang-kadang multilocular.
3. Pinggiran biasanya sklerotik, tipis, utuh, biasa terjadi difusi.
4. Bisa terjadi ekspansi tulang atau bahkan tidak, tapi biasanya tidak terjadi
penonjolan.
5. Kemungkinan dapat memindahkan gigi atau kanalis madibula.
6. Jarang terjadi resorbsi pada gigi.
7. Biasanya sangat berhubungan dengan impaksi molar tiga. 4

13
2.2.3 Ameloblastoma, Solid/Multicystic Type
Gambaran radiografi :
1. Radiolusen
2. Berbentuk bulat unilokular, oval, scallop atau multilokular.
3. Pinggirannya biasa sklerotik biasa juga tidak, tipis, dan meluas
4. Defect border, soft tissue extension
5. Biasa terjadi resorbsi pada akar gigi.
6. Mandibula paling sering terjadi daripada maksila, sekitar 80 % pada region
molar dan ramus.

2.2.4 Odontogenic Myxoma/Myxofibroma


Definisi : merupakan neoplasma intraosseus dengan karakteristik sel berbentuk
stellata atau spindle.
Gambaran radiografi :
1. Radiolusen
2. Unilocular, scallop atau multilocular
3. Kemungkinan dapat memperluas tulang, tapi tidak disertai penonjolan
4. Dapat saja terjadi perpindahan gigi maupun resorbsi akar gigi.4

14
2.2.5 Odontoma
Gambaran radiografi :
1. Radiopak, termasuk enamel dan jaringan lunak.
2. Dikelilingi oleh radiolusen yaitu kapsul fibrous

2.2.6 Squamous Cell Carcinoma


Gambaran radiografi :
1. Massa jaringan lunak.
2. Radiolusen pada tulang
3. Gigi mengambang
4. Jarang terjadi resorbsi gigi. 4

2.2.7 Osteosarkoma
Definition : Malignant tumor characterized by direct formation of bone or osteoid
by tumor cells (WHO).
Gambaran radiografi :
1. Berupa massa jaringan lunak dapat tumbuh secara aggresif dan cepat.
2. Radiolusen paling sering, biasa berupa kombinasi radiolusen dan radiopak

15
3. Memperlihatkan penampilan cahaya matahari “sunburst”, dapat dilihat
dengan baik pada CT images 4

2.2.8 Osteomyelitis
Definition : proses inflamasi yang disertai dengan destruksi tulang dan
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme. Infeksi dapat hanaya terbatas pada
tulang namun juga bisa melibtkan anatara lain termasuk tulang belakang, cortex,
periosteum, dan jaringan lunak sekitar.
Gambaran radiografi :
1. Initial blurring of bone trabeculae
2. Ill-defined (‘moth-eaten’) osteolytic areas, apparently interspersed by normal
bone.
3. Sequestrum; fragment of necrotic bone.
4. Involucrum; sequestrum surrounded by viable bone
5. Formasi tulang alveolar memperlhatkan penampilan kulit bawang “onion
skin”.
6. Radiopak 4

16
2.2.9 Abses
Definisi : Collection of pus in bone or soft tissue.
Gambaran radiografi :
1. Destruksi tulang jika trjadi infeksi pada tulang
2. Round or lobulated soft-tissue structure with enhancing peripheral rim and
hypodense (necrotic) center 4

17
BAB III
PEMBAHASAN DAN HASIL

NOMOR GENAP

2.Soal

a) Interpretasikan gambaran panoramik di atas!


b) Apa radiodiagnosis yang ditunjuk oleh tanda panah merah?
Jawaban :

a) Interpretasi
Interpretasi gambaran radiografi suspect radiodiagnosis tampak gambaran
radiopak pada daerah kondilus mandibula bagian dextra dan tampak gambaran
radiolusen berupa garis pada daerah sigmoid notch yang memanjang hingga ramus
mandibula bagian dextra. Serta, tampak pula gambaran radiolusen yang berbatas
difuse disepanjang daerah ramus mandibula bagian sinistra dan telah mencapai
angulus mandibula.
b) Radiodiagnosis
Suspect radiodiagnosis fraktur kondilus mandibula
Pembahasan :
Fraktur kondilus mandibula merupakan mekanisme protektif yang mencegah
fraktur basis tengkorak. Fraktur ini umumnya merupakan fraktur yang terkait
dengan fraktur body, simfisis atau parasimfisis mandibula akibat perpindahan
kekuatan. Fraktur ini telah diklasifikasikan sebagai fraktur subcondylar

18
intracapsular atau extracapsular, unilateral atau bilateral dan, head, neck (tinggi
atau rendah) subcondylar berdasarkan lokasi. Selain itu, menurut Lindahl, fraktur
kondilus dapat diklasifikasikan menjadi enam, celah vertikal kepala (tipe I),
putusnya horizontal tetapi sedikit atau tidak bergeser (II), perpindahan segmen
(III), mungkin ada medial tumpang tindih (IV) atau lateral tumpang tindih (V) dari
segmen proksimal yang lebih kecil yang digantikan dan kemungkinan dislokasi
parsial atau lengkap dari segmen. Fraktur kondilus juga dapat dikomunikasikan
(tipe VI) terutama dengan luka tembak.1
Untuk diagnosis dini, pengumpulan riwayat yang terperinci dan pemeriksaan
yang cermat untuk oklusi gigi yang terganggu, pembukaan mulut yang terbatas,
dan tanda-tanda patologis di wilayah preauricular (pembengkakan, nyeri tekan, dan
kurangnya gerakan kepala kondilus) sangat penting. Diagnosis pasti fraktur
kondilus mungkin hanya dengan pemeriksaan radiologis. Radiografi panoramik
tetap menjadi alat diagnostik dasar dan paling mudah tersedia bagi dokter gigi.
Namun, Computerized Tomographic (CT) scan memberikan informasi yang lebih
akurat, termasuk lokasi garis fraktur, tingkat dislokasi dan perpindahan fragmen.2
Fraktur kondilus pasti diikuti oleh cedera jaringan lunak disekitarnya, dan
luka-luka tersebut pasti mempengaruhi penyembuhan fraktur dan remodeling
kondilus. Beberapa literatur menyatakan bahwa bifid condylar mungkin
disebabkan oleh pertumbuhan abnormal yang dihasilkan oleh posisi discus
articularis. Selain itu, kerusakan pada discus merupakan salah satu faktor risiko
yang mungkin dari ankilosis TMJ. Oleh karena itu, selain pemeriksaan radiografi
pada struktur tulang, metode seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI) menilai
kerusakan jaringan sekitarnya, terutama discus articular, diperlukan untuk
diagnosis yang akurat, keputusan pengobatan dan evaluasi prognosis. Wang et al.
baru-baru ini menggunakan MRI untuk menilai dan membandingkan perubahan
jaringan lunak TMJ setelah fraktur kondilus non-dislokasi, dan menemukan
perbedaan signifikan dari perpindahan discus dan intensitas sinyal jaringan
retrodiskal antara kedua fraktur. Dilaporkan bahwa perubahan jaringan lunak
memiliki proporsi langsung terhadap keparahan cedera kondilus dan dapat
mempengaruhi hasil dari terapi fungsional. Sehingga, pemeriksaan MRI juga
diperlukan untuk pasien anak dengan fraktur kondilus.2

19
4. SOAL

a). Analisis dan buatlah interpretasi foto panoramik diatas!

Interpretasi gambaran radiologi teknik panoramik yaitu tampak gambaran radiolusen


berbatas tegas diselimuti pita radioopak berbentuk bulat multilokular terlihat sebagai soap
bubbles disertai resorbsi akar masing-masing gigi 43,44,45, mesial gigi 46.1

b). Sebutkan diagnosa dan patofisiologisnya!

 Radiodiagnosis suspek Ameloblastoma

Gambaran radiografi ameloblastoma yang paling sering yaitu lesi multilokular, yang
sering dideskripsikan sebagai gambaran soap bubbles bila lesi besar dan gambaran
honeycomb bila lesi kecil. Sering didapati ekspansi oral dan cortical lingual dan
resorpsi akar gigi yang berdekatan dengan tumor.3

Secara klinis ameloblastoma biasanya asimtomatik dan tidak menyebabkan


perubahan fungsi nervus sensorik.Tumor ini berkembang dengan lambat, hingga dapat
menampakkan pembengkakan. Sebagian besar pasien secara khas datang dengan
keluhan utama bengkak dan asimetris pada wajah. Terkadang tumor yang kecil dapat
teridentifikasi pada foto radiografi rutin. Seiring dengan pembesaran tumor, tumor
membentuk pembengkakan yang keras dan kemudian dapat menyebabkan penipisan
korteks yang menghasilkan egg shell crackling. Pertumbuhan yang lambat juga
memungkinkan formasi tulang reaktif yang mengarah pada pembesaran masif dan

20
distorsi rahang. Apabila tumor ini diabaikan, maka dapat menimbulkan perforasi tulang
dan menyebar ke jaringan lunak yang menyulitkan tindakan eksisi.3

Patogenesis ameloblastoma :

Ameloblastoma berasal dari sel pembentuk enamel dari epitel odontogenik yang
gagal mengalami regresi selama perkembangan embrional, misalnya sisa dari lamina
gigi. Bila sisa-sisa ini berada di luar tulang di dalam jaringan lunak dari gingiva atau
mukosa alveolar maka dapat menyebabkan ameloblastoma periferal. Sumber lain yang
mungkin adalah epitel permukaan gingiva dan tepi kista odontogenik. Faktor penyebab
terjadinya ameloblastoma seperti halnya penyebab neoplasma yang lain pada umumnya
belum diketahui dengan jelas. Namun beberapa ahli beranggapan bahwa beberapa
faktor kausatif yang dianggap sebagai penyebab terjadinya gangguan histodifferensiasi
pada ameloblastoma meliputi (1) faktor iritatif non spesifik seperti tindakan ekstraksi,
karies, trauma, infeksi, inflamasi, atau erupsi gigi, (2) kelainan defisit nutrisi dan (3)
patogenesis viral.3

Menurut Shafer 1974, kemungkinan sumber ameloblastoma adalah sebagai berikut


(a) sisa-sisa sel organ enamel, sisa lamina dental atau sisa lapisan hertwig’s, sisa epitel
malases (b) epitel odontogenik, terutama kista dentigerus dan odontoma, (c) gangguan
perkembangan organ enamel, (d) sel-sel basal dari epitel permukaan rahang, (e) epitel
heterotopik dalam bagian lain tubuh, khususnya glandula pituitary. Secara klinis
ameloblastoma biasanya asimtomatik dan tidak menyebabkan perubahan fungsi nervus
sensorik. Tumor ini berkembang dengan lambat, hingga dapat menampakkan
pembengkakan. Sebagian besar pasien secara khas datang dengan keluhan utama
bengkak dan asimetris pada wajah.4

6.SOAL

21
a.) Interpretasi radiologi : Tampak gambaran radiopak yang dikelilingi
oleh garis radiolusen pada gigi 44 yang belum erupsi.

b.) Suspect radiodiagnosis : Odontoma

c.) Klasifikasi diagnosa kasus (odontoma) :

Berdasarkan klasifikasi WHO, odontoma dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:5

1. Odontoma kompleks, jaringan keras gigi yang terkalsifikasi yang memiliki morfologi
seperti gigi-gigi kecil
2. Odontoma compound, terdiri dari jaringan odontogenik yang memiliki struktur seperti
gigi tetapi tidak berbentuk seperti gigi
3. Ameloblastik fibro-odontoma, merupakan perkusor imatur dari odontoma kompleks.

22
8.SOAL

a) Tampak gambaran radiolusen berisi garis – garis radiopak yang dikelilingi batas
radiopak yang menyebar yang melibatkan corpus, angulus, dan ramus mandibula
dekstra disertai gambaran radiolusen yang meluas di processus alveolaris sinistra6
b) Radiodiagnosa : (suspect) Osteosarcoma7
Patofisiologi : Osteosarcoma menyebar secara mikroskopis melalui ruang sempit.
Kanalis mandibula dan struktur yang menghubungkan komponen intra-osseous dan
jaringan lunak, seperti ligamen periodontal, saraf mental dan saraf alveolar inferior,
yang dapat memfasilitasi penyebaran lesi intra-osseous ke jaringan lunak yang
berdekatan, juga melalui soket gigi yang baru saja diekstraksi, atau dengan
memperforasi plat kortikal. Penyebab pasti OS tidak diketahui. Beberapa kasus OS
rahang berhubungan dengan penyakit tulang lainnya, seperti penyakit Paget, displasia
fibrosa, enkondromatosis dan eksostosis multipel dan pernah terapi radiasi
sebelumnya. Ini mungkin menunjukkan hubungan antara OS secara umum dan
aktivitas sel tulang yang berlebihan. Karena peningkatan kejadian OS pada pasien
dengan retinoblastoma dianggap bahwa gen RB1 bertangggung jawab dalam
menyebabkan kedua penyakit tersebut.

23
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Radiografi dalam bidang Oromaksilofasial sangat berperan penting dalam membantu
menegakkan diagnosis. Selain itu, kemampuan operator juga dperlukan dalam
menginterpretasi gambaran radiografi tersebut.

4.2 Saran
Sebaiknya dalam menentukan pilihan perawatan dapat ditentukan setelah
merangkum semua informasi yang didapat dari pemeriksaan utama dan penunjang.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Akinbami BO, Akadiri OA. Classification and management of mandibular condyle


fractures in a tertiary health center. Sci Res 2013; 4: 339.
2. Zhao Y, Zhang Y. Condylar fracture in children: current knowledge and considerations.
JSM Dent 2016; 4(1): 1-2.
3. Cahyawati TD. Ameloblastoma . Jurnal Kedokteran Unram. 2018;7(1):21-2
4. Adrew et all. Ameloblastoma : a clinical review and trends in management. Eur Arch
Otorhinolaryngol : springer. 2015. p.3.
5. Arfiadi NA, Farmasyanti CA, Kuswayuning. Studi kasus : penatalaksanaan interdisipliner
kasus impaksi gigi insisivus sentral maksila akibat obstruksi odontoma kompleks. MKGK,
Agustus 2016; 2(2): 87.
6. Arora P, Rehman F, Girish KL, Kalra M. Osteosarcoma of mandible: Detailed
radiographic assessment of a case. Contemp Clin Dent. 2013 Jul-Sep; 4(3): 382–385.
7. Kalburge JV, Sahuji SK, Kalburge V, Kini Y. Osteosarcoma of mandible. J Clin Diagn
Res 2012; 6(9): 1597–1599.

25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

Anda mungkin juga menyukai