Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH TEKNIK-TEKNIK RADIOGRAFI DALAM

KEDOKTERAN GIGI
LABORATORIUM RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI

IDA AYU DIANDRA PUTRI


NPM: 2106129010017

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat

dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan tulisan dengan judul “Teknik-Teknik

Radiografi dalam Kedokteran Gigi”. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini

masih belum sempurna. Hal ini disebabkan karena keterbatasan penulis. Oleh karena

itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan dan sangat

menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi

penyempurnaan tulisan ini. Besar harapan penulis agar tulisan ini dapat diterima dan

dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

Denpasar, 5 Mei 2021

Penulis

Ida Ayu Diandra Putri


DAFTAR ISI

Halaman Cover.........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
1.4. Manfaat Penulisan...........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3
2.1. Radiografi dalam Kedokteran Gigi.................................................................................3
2.2. Teknik Radiografi Intraoral.............................................................................................4
2.3. Teknik Radiografi Ekstraoral........................................................................................12
2.4. Interpretasi Radiografi dalam Kedokteran Gigi............................................................15
2.5. Kesalahan dalam Radiografi..........................................................................................16
BAB III PENUTUP................................................................................................................19
4.1. Kesimpulan....................................................................................................................19
4.2. Saran..............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Radiografi adalah salah satu kemajuan teknologi yang telah berkembang secara
pesat dalam bidang kedokteran gigi. Radiografi itu sendiri dapat melihat suatu kelainan
didalam rongga mulut. Terutama kelainan pada jaringan penyangga gigi, akar gigi,
maupun kelainan lainnya yang terdapat pada apikal gigi. Hal ini sangat berguna hingga
memudahkan dokter gigi dalam membantu menentukan suatu kelainan pada rongga
mulut (Walton, 2008).
Dalam bidang kedokteran gigi teknik radiografi yang digunakan terdiri dari dua
jenis, yaitu radiografi intra oral dan radiografi ekstra oral. Radiografi intra oral
pemeriksaan gigi dan jaringan sekitarnya dengan radiografi yang filmnya diletakan
didalam mulut pasien. Pemeriksaan intra oral merupakan pokok dari radiografi
kedokteran gigi. Radiografi ekstra oral merupakan pemeriksaan radiografi yang lebih
luas dari kepala dan rahang dimana film berada di luar mulut (Boel, 2008).
Radiologi adalah cabang atau spesialisasi kedokteran yang berhubungan dengan
studi dan penerapan berbagai teknologi pencitraan untuk mendiagnosis dan mengobati
penyakit. Pencitraan dapat menggunakan sinar-X, USG, CT scan, tomografi emisi
positron (PET) dan Pencitraan tersebut menciptakan gambar dari konfigurasi dalam dari
sebuah objek padat, seperti bagian tubuh manusia, dengan menggunakan energi radiasi.
Radiologi juga kadang-kadang disebut radioskopi atau radiologi klinis. Radiologi
intervensi adalah prosedur medis dengan bimbingan teknologi pencitraan. Pencitraan
medis biasanya dilakukan oleh ahli radiografi atau penata rontgen. Seorang radiolog
(dokter spesialis radiologi) kemudian membaca atau menginterpretasikan gambar untuk
menentukan cedera, menentukan seberapa serius cedera tersebut atau membantu
mendeteksi kelainan seperti tumor. Itulah sebabnya mengapa pasien seringkali harus
menunggu untuk mendapatkan hasil “resmi” sinar-X atau gambar lainnya bahkan
setelah dokter utamanya telah mengkajinya. Seorang spesialis radiologi juga harus
menginterpretasikan hasil dan berkonsultasi dengan dokter utama untuk menegakkan
diagnosis yang akurat.
Peran radiografi dalam ilmu kedokteran gigi semakin meningkat sejalan dengan
berkembangnya pengetahuan saat ini. Pada saat ini radiografi dalam kedokteran gigi
merupakan perangkat yang sering digunakan. Menurut Goaz, White, Frommer, Langlais
yang dikutip oleh Hanna Bachtiar, gambaran yang dihasilkan dari radiografi merupakan
hal yang sangat penting bagi seorang dokter gigi terutama untuk melihat adanya
kelainan-kelainan yang tidak tampak atau kurang jelas pada pemeriksaan klinis dan
dapat di ketahui secara jelas sehingga akan sangat membantu seorang dokter gigi dalam
hal menentukan diagnosis, rencana perawatan dan menilai keberhasilan perawatan yang
telah dilakukan terhadap pasien.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah yang didapatkan
adalah bagaimanakah teknik-teknik radiografi dalam kedokteran gigi?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
teknik-teknik radiografi dalam kedokteran gigi.

1.4. Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan dari makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan serta
wawasan bagi penulis dan pembaca mengenai teknik-teknik radiografi yang digunakan
dalam kedokteran gigi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Radiografi dalam Kedokteran Gigi


Pemeriksaan radiografik telah menjadi salah satu alat bantu diagnosis utama di
bidang kedokteran gigi untuk menentukan keadaan penyakit dan merencanakan
perawatan yang tepat (Williamson, 2010). Gambaran radiografik memegang peranan
penting dalam menegakkan diagnosis sebelum perawatan dan pengobatan, dalam masa
perawatan serta untuk mengevaluasi hasil perawatan, dan untuk menunjang peranan
tersebut maka diperlukan radiografi dengan teknik yang tepat (Margono, 2012).
Berikut yang merupakan kegunaan dari foto rontgen gigi yang merupakan hasil
dari radiografi:
 Untuk menyediakan informasi yang menunjang prosedur perawatan
 Untuk mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi
 Untuk melihat adanya karies, penyakit periodontal dan trauma
 Untuk mendeteksi lesi dan membuktikan suatu diagnose penyakit
 Untuk melihat lokasi lesi atau benda asing yang terdapat pada rongga mulut
 Sebagai dokumentasi data rekam medis yang dapat diperlukan sewaktu-waktu
Peran radiografi dalam ilmu kedokteran gigi semakin meningkat sejalan dengan
berkembangnya pengetahuan saat ini. Pada saat ini radiografi dalam kedokteran gigi
merupakan perangkat yang sering digunakan. Menurut Goaz, White, Frommer, Langlais
yang dikutip oleh Hanna Bachtiar, gambaran yang dihasilkan dari radiografi merupakan
hal yang sangat penting bagi seorang dokter gigi terutama untuk melihat adanya
kelainan-kelainan yang tidak tampak atau kurang jelas pada pemeriksaan klinis dan
dapat di ketahui secara jelas sehingga akan sangat membantu seorang dokter gigi dalam
hal menentukan diagnosis, rencana perawatan dan menilai keberhasilan perawatan yang
telah dilakukan terhadap pasien.
Di dalam bidang kedokteran gigi pemeriksaan radiografi memiliki klasifikasi
fungsi penunjang yang sangat penting diantaranya menghasilkan diagnosa dengan
tingkat ketepatan diagnosis yang tinggi. Dokter gigi menggunakan hasil radiograf
sebagai pedoman untuk menyusun perencanaan perawatan dan tindakan yang harus
diberikan selama proses perawatan kepada pasien menyangkut kesehatan gigi dan mulut
sebelum akhirnya dievaluasi.

2.2. Teknik Radiografi Intraoral


Radiografi Intra oral pemeriksaan gigi dan jaringan sekitarnya dengan radiografi
yang filmnya diletakan di dalam mulut pasien. Pemeriksaan intraoral merupakan pokok
dari radiografi kedokteran gigi. Radiografi intraoral terdiri atas beberapa tipe, yaitu
radiografi periapikal bitewing dan oklusal.
2.2.1. Radiografi Periapikal
Radiografi periapikal adalah jenis radiografi yang berguna untuk melihat gigi
geliligi secara individual mulai dari keseluruhan mahkota, akar gigi dan jaringan
pendukungnya. Radiografi periapikal juga dapat diartikan sebagai pengambilan foto x-
ray intra oral dengan metode bisecting angle-technique dan paralel dengan
menggunakan film intra-oral.
Radiografi periapikal adalah untuk merekam seluruh gigi dan tulang pendukung,
dan digunakan untuk mengevaluasi karies dan kehilangan tulang periodontal, serta
membantu dalam diagnosis dan perawatan. Radiografi intraoral dapat di hasilkan
dengan menggunakan reseptor film atau digital (Williamson, 2009). Setiap foto
radiograf periapikal biasanya menunjukkan dua hingga empat gigi dan didukung
informasi yang rinci tentang gigi dan jaringan yang mengelilingi tulang alveolar
(Whaites, 2009).
Tujuan radiografi periapikal adalah untuk menunjukkan struktur gigi termasuk
pulpa, akar dan anatomi jaringan gigi pada satu film, maka diperlukan film yang
terpisah untuk rahang maksila dan rahang mandibula (Lecomber & Faulkner, 1993).
Tujuan klinis radiografi yaitu dapat berfungsi sebagai pemeriksaan penunjang untuk
melihat adanya penyakit maupun sejauh mana penyebarannya, memastikan dari
tandatanda dan gejalanya, dan untuk memantau hasil perawatan, serta untuk memilih
perawatan alternatif yang terbaik pada prognosis jangka panjang (Grondahl, 1992).
Indikasi dari radiografi periapikal adalah sebagai berikut:
 Deteksi infeksi / keradangan apical
 Melihat keadaan jaringan periodontal
 Melihat keadaan gigi dan tulang alveolar setelah trauma
 Melihat adanya atau posisi gigi yang tidak erupsi
 Melihat bentuk akar sebelum pencabutan
 Perawatan endodonsi
 Preoperative dan post operative bedah apical
 Evaluasi detail lesi pada tulang alveolar, misalnya kista, tumor
 Evalusi pre dan postoperative implan
Radiografi periapikal terdiri dari 2 teknik yaitu:
 Teknik Paralel
Radiografi periapikal teknik paralel digunakan pada pengambilan gambar gigi
untuk mengurangi bentuk distorsi pada gambar dan mengurangi radiasi X-ray.
Teknik pengambilan gambarnya yaitu dengan meletakkan film atau reseptor gambar
paralel ke gigi untuk diambil gambar, dan mengarahkan x-ray beam tegak lurus
dengan film dan giginya (Miles, dkk, 2009).
Keuntungan:
 Gambar dihasilkan akurat secara geometris dengan perbesaran yang kecil.
 Bayangan dari dinding zygomatik muncul diatas apikal gigi molar.
 Dataran tulang periodontal ditampilkan dengan baik dan jaringan periapikal
ditunjukkan dengan akurat dengan pemanjangan yang minimal.
 Mahkota gigi terlihat dengan baik sehingga dapat dideteksi apakah ada karies.
 Radiograf memungkinkan untuk di reprodusi pada waktu kunjungan dan operator
yang berbeda.
 Posisi relatif dapat dipertahankan antara film, gigi, dan Xray beam, tidak
berpengaruh pada kepala pasien (Whaites, 2009).
 Dengan memegang gambar reseptor yang sesuai perangkat, membutuhkan waktu
kurang dari mencoba untuk mencari posisi dari garis-imajiner.
 Bila menggunakan pemegang reseptor gambar panjang 16 inci, dosis radiasi
pasien dapat dikurangi.
 Menghasilkan gambar dengan distorsi dimensi minimal.
 Meminimalkan superimposisi struktur yang berdekatan.
 Sumbu panjang gigi dan merekam bidang reseptor gambar dapat secara visual
terletak sehingga lebih mudah untuk mengarahkan sinar-x tepat (Thomson &
Johnson, 2012).

Kerugian:
 Posisi pegangan dalam mulut dapat mempersulit operator yang belum
berpengalaman.
 Apikal gigi kadang muncul sangan dekat dengan ujung film.
 Memposisikan pegangannya pada daerah molar ketiga bisa sangat sulit.
 Pegangan bersifat disposable (Whaites, 2009).
 Penempatan reseptor gambar mungkin sulit untuk diterima pada pasien tertentu:
anak-anak, orang dewasa dengan mulut kecil, lengkung palatal rendah, atau
adanya tori, pasien dengan mukosa sensitif atau refleks muntah yang tinggi,
daerah edentulous.
 Kondisi-kondisi tersebut dapat meningkatkan ketidaknyamanan pasien saat
reseptor gambar mempengaruhi jaringan mulut (Thomson & Johnson, 2012).

 Teknik Bisecting
Teknik ini, yang sering disebut dengan teknik “Short-cone periapical” adalah
yang paling sering digunakan di praktik kedokteran gigi rutin dengan small low-
output dental x-ray (Mason, 1988). Film intraoralnya diletakkan dekat dengan gigi
dan X-Ray beamnya dapat diarahkan pada sudut yang tepat untuk film dan
obyeknya, biasanya dipegang oleh pasien sendiri (Mitchell, dkk, 2014).
Teknik bisekting menggunakan aturan isometri yaitu dua segitiga adalah sama
jika mereka memiliki dua sudut yang sama dan memliki satu sisi yang sama
(Iannucci & Howerton, 2012).
Pelaksanaan tekniknya yaitu menginstruksikan cara pemegangan film kepada
pasien, dan pemakaian baju timah. Posisi yang perlu diperhatikan apabila akan
dilakukan pengambilan dari sudut angulasi vertikal adalah posisi kepala ditunjang
oleh sandaran kepala sehingga bidang sagital tegak lurus dengan bidang horizontal.
Berbeda dengan pengambilan sudut angulasi vertikal, pada sudut angulasi horizontal
perlu mengimajinasikan suatu garis yang ditarik ke tragus dan sejajar dengan bidang
horizontal (Margono, 1998).
Teknik pengambilan gambarnya yaitu:
 Reseptor gambar diletakkan sedekat mungkin dengan gigi yang akan diperiksa
tanpa membengkokkan reseptornya.
 Sudut yang dibentuk antara sumbu panjang gigi dan sumbu panjang reseptor
gambar dinilai dan dibagi dua (Whaites & Drage, 2013).
 Tabung X-ray diposisikan pada sudut yang tepat pada garis bisekting dengan
pusat sinar pada X-ray menuju menembus pada apeks gigi.
 Menggunakan prinsip geometrik dari segitiga sama sisi, panjang sebenarnya gigi
akan ekual dengan panjang gambar gigi (Whaites, 2009).
Keuntungan:
 Memberikan detail yang bagus (Poyton, 1982).
 Memposisikan film relatif simpel dan cepat, serta nyaman untuk pasien, pada
seluruh area mulut.
 Apabila seluruh angulasinya di taksir dengan benar, gambar giginya akan sama
panjang dengan gigi aslinya dan seharusnya adekuat (namun tidak ideal) untuk
kebanyakan tujuan diagnosis (Whaites, 2009).
 Cocok untuk pasien dengan lengkung palatal yang rendah dan pasien anak-anak
(Farman & Kolsom, 2014). dan mandibular yang sensitif di area premolar
(Iannucci & Howerton, 2012).
Kerugian:
 Sulit untuk disejajarkan (Poyton, 1982).
 Semakin banyak variabel yang terlibat sering menghasilkan gambar yang
terdistorsi sangat buruk. Mahkota gigi sering mengalami distorsi.
 Kesalahan dalam angulasi vertikal menyebabkan gambar memanjang atau
memendek. Kesalahan angulasi horizontal menyebabkan tumpang tindih dari
mahkota dan akar. Angulasi vertikal dan horizontal harus disesuaikan untuk tiap
pasien. hal ini memerlukan ketrampilan.
 Tingkat tulang periodontal terlihat sangat buruk.
 Pada akar bukal gigi premolar dan molar rahang atas menyempit.
 Dasar dinding os zygoma sering bertabrakan (overlies) dengan akar gigi M1
Rahang Atas (Whaites, 2009).
 Distorsi gambar dan kelebihan radiasi (Farman & Kolsom, 2014).

2.2.2. Radiografi Bitewing


Radiografi bitewing adalah radiografi yang digunakan untuk melihat permukaan
gigi yang meliputi mahkota gigi, interproksimal dan puncak alveolar maksila dan
mandibula daerah anterior maupun posterior dalam satu film khusus. Radiografi ini juga
dapat digunakan untuk mengetahui status jaringan periodontal dan efektif untuk melihat
kalkulus pada interproksimal. Pada teknik radiografi bitewing tidak menggunakan
pegangan film (film holder) melainkan dengan cara pasien menggigit sayap film untuk
stabilisasi film di dalam rongga mulut.

Teknik radiografi bitewing:

 Film diletakkan dengan pegangan khusus dan harus meliputi semua daerah yang
ingin diambil.
 Pasien diatur sedemikian rupa yaitu posisi dari dataran oklusal sejajar dengan lantai.
 Film diletakkan secara paralel pada mahkota diantara rahang atas dan rahang bawah
pada gigi yang akan difoto.
 Pasien diinstruksikan untuk menggigit ringan pegangan dari sayap-sayap film agar
stabil.
 Sinar sentral diarahkan melalui titik kontak antara gigi, menggunakan ±100 vertikal
angulasi.
 Hasilnya akan nampak gigi RA dan RB dalam keadaan hampir oklusi (mahkota
kelihatan seluruhnya dan bagian akar hanya kelihatan sebagian).
Radiografi bitewing memiliki kelebihan yaitu dalam teknik bitewing satu film
dapat digunakan untuk memeriksa gigi pada rahang atas dan bawah sekaligus.
Kelemahan dari radiografi bitewing yaitu pada teknik bitewing pasien sering sulit
mengoklusikan kedua rahang sehingga puncak alveolar tidak terlihat.

2.2.3. Radiografi Oklusal


Bertujuan untuk melihat area yang lebih luas lagi yaitu maksila atau mandibula
dalam satu film. Oklusal radiografi juga digunakan untuk melihat lokasi akar, lokasi
supernumerary, tidak erupsi (gigi impaksi), salivary tone di saluran kelenjar
submandibular, evaluasi dari perluasan lesi seperti kista tumor atau keganasan di
mandibula dan maksila, evaluasi basis sinus maksilaris, evaluasi fraktur di
maksila dan mandibula, pemeriksaan daerah cleft palate serta mengukur perubahan
dalam bentuk dan ukuran dari maksila dan mandibula. Film yang digunakan adalah
film khusus.
Upper Standard Occlusal:
 Pasien duduk dengan bidang oklusal horizontal dan sejajar dengan lantai dan diminta
untuk memegang pelindung proteksi tiroid.
 Film ditempatkan datar ke mulut ke permukaan oklusal gigi RB. Pasien diminta
untuk menggigit dengan lembut. Film ditempatkan ditengah dimulut dengan sumbu
panjang melintang pada orang dewasa dan anteroposterior pada anak-anak.
 Tubehead sinar X diposisikan di atas pasien di midline, mengarah kebawah pada
batang hidung dengan sudut 65-70 derajat pada film.
Upper Oblique Occlusal:

 Pasien duduk dengan bidang oklusal horizontal dan sejajar lantai.


 Film diletakkan ke permukaan oklusal gigi bawah pada sisi yang akan diperiksa.
Pasien diminta untuk menggigit dengan pelan.
 Tubehead sinar-X diposisikan di sisi wajah pasien, mengarah ke bawah melalui pipi
pada sudut 65-70 derajat tepat pada lokasi yang akan diperiksa

Lower Oklusal 90 derajat (True Occlusal)

 Film diletakkan ditengah pada permukaan oklusal gigi RB, dengan sumbu panjang
diagonal. Pasien diminta untuk menggigit dengan lembut
 Pasien menegadah
 Tubehead ditempatkan tegak lurus (90°) dengan film di bawah dagu pasien, pada
garis imajiner sumbu M1
Lower Oklusal 45 derajat (atau anterior)

 Pasien duduk dengan posisi oklusal plane horizontal dan sejajar dengan lantai.
 Film menghadap kebawah, ditempatkan di tengah permukaan oklusal gigi RB,
dengan sumbu panjang anteroposterior, selanjutnya pasien diminta untuk menggigit
pelan.
 Tubehead sinar X diposisikan pada mid-line, di tengah ujung dagu, dengan sudut 45
derajat terhadap film

Lower Oblique Oklusal

 Film menghadap kebawah,diletakkan pada permukaan oklusal gigi RB, pada sisi
yang akan diperiksa, dengan sumbu panjang anteroposterior. Pasien diminta untuk
menggigit dengan pelan.
 Kepala pasien miring berlawanan dari area yang akan diperiksa dengan dagu
dinaikkan
 Tubehead sinar X di arahkan ke atas dan kedepan ke arah film, dari bawah dan di
belakang sudut mandibula dan sejajar dengan permukaan lingual mandibular

2.3. Teknik Radiografi Ekstraoral

Radiografi ekstraoral adalah pemeriksaan radiografi yang lebih luas dari kepala
dan rahang dengan film berada di luar mulut. Radiografi ekstraoral meliputi panoramik,
lateral jaw, lateral cephalometric, postero-anterior, waters, dll. Radiografi ekstraoral
yang paling populer dan sering dipakai adalah radiografi panoramik.

2.3.1. Radiografi Panoramik


Radiografi panoramic merupakan pengambilan foto x-ray ekstra oral dengan
metode ‘tomografi' dengan menggunakan film ekstra oral sehingga terlihat mandibula
dan maksila dari kondili ke kondili.
Radiografi panoramik merupakan suatu jenis radiografi ekstraoral yang
mencakup maksila, mendibula dan struktur jaringan pendukungnya seperti antrum
maksila, fossa nasalis, TMJ, prosessus kondilaris, prosessus koronoid dan os. hyoid
yang dimuat dalam satu film.
Prinsip kerja dari radiografi panoramik adalah pasien dalam keadaan diam
sumber sinar-X dan film akan berputar mengelilingi pasien secara bersamaan dan
berlawanan. Sebelumnya menentukan focal trough untuk mempengaruhi berputarnya
alat sesuai dengan lengkung rahang pasien. Pasien diinstruksikan untuk melepas
perhiasan pada kepala dan leher. Pasien sebelumnya menggunakan apron yang berisi
timbal saat pasien terpapar, dagu pasien diposisikan di posisi pengganjal, kepala pasien
berada dalam satu garis vertikal dengan posisi dagu, pasien diinstruksikan untuk oklusi
sentrik dengan menggigit bite block.
Indikasi:
 Melihat lesi yang ukuran atau posisinya tidak dapat terlihat oleh foto periapikal
 Trismus berat
 Bagian dari pemeriksaan jaringan periodontal yang sering digabungkan dengan
proyeksi periapikal
 Untuk rencana odontectomy
 Pemeriksaan ortodontik
 Fraktur mandibula, kecuali bagian anterior
 Penyakit antrum, terutama dinding dasar, posterior, dan medial
 Penyakit / kelainan TMJ
 Pengukuran tinggi tulang alveolar untuk rencana implant

Prosedur:

 Pasien membawa surat rujukan/konsul dari drg atau instansi terkait, atau pasien yang
mendapat persetujuan dari dokter gigi radiologi
 Asepsis, cuci tangan, menggunakan masker dan sarung tangan
 Menghidupkan lampu merah tanda peringatan radiasi
 Mempersiapkan computer
 Menginstruksikan pasien untuk melepas anting, kacamata, denture atau bahan lain
yang dapat mengganggu hasil radiografis
 Memasang apron dipunggung pasien
 Mengatur posisi berdiri pasien. Pasien berdiri dengan setengah langkah kedepan
dengan memegang handle pada alat
 Menggigit bite block
 Mengatur head support
 Mengatur Posisi kepala dengan acuan: Sinar vertikal pada median line dan sinar
horisontal pada bidang Frankfort
 Menginstruksikan pasien untuk menempatkan lidah pada palatal dan menutup bibir
seperti menghisap permen
 Menginstruksikan pasien untuk tidak bergerak saat ekspos
 Lapor Instruktur / dosen
 Ekspos dilakukan di luar ruangan dalam keadaan pintu tertutup.
 Mematikan lampu merah
 Prosesing/Printing
 Interpretasi.

Keuntungan:

 Gambaran area yang luas meliputi tulang wajah dan gigi.


 Kedua prosesus kondilaris dimunculkan dalam satu film sehingga memudahkan
dalam melakukan perbandingan.
 Membantu menegakkan diagnosis yang meliputi evaluasi fraktur, adanya lesi dan
mengetahui pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi pada masa gigi bercampur.
 Dosis radiasi kecil jika dibandingkan dengan radiografi konvensional

Kerugian:

 Gambar tidak menunjukkan detail anatomi yang baik dibanding radiograf periapikal
intraoral.
 Distorsi pada area caninus dan premolar.
 Pasien yang tidak dapat menyesuaikan diri seperti melakukan gerakan akan
mempengaruhi penyinaran sehingga dapat mempengaruhi hasil radiograf.
 Teknik ini kurang cocok pada pasien anak dibawah umur enam tahun atau pasien
yang mempunyai kemampuan terbatas karena perlu kooperatif dari pasien.

2.3.2. Lateral Jaw


Foto ronsen ini digunakan untuk melihat keadaan sekitar lateral tulang
muka, diagnosa fraktur dan keadaan patologi tulang tengkorak dan muka.

2.3.3. Lateral Cephalometric


Foto ronsen ini digunakan untuk melihat tengkorak tulang wajah akibat
trauma penyakit dan kelainan pertumbuhan perkembangan. Foto ini juga dapat
digunakan untuk melihat jaringan lunak nasofaringeal, sinus paranasal dan palatum
keras.
2.3.4. Postero-anterior
Foto Ronsen ini digunakan untuk melihat keadaan penyakit, trauma atau
kelainan pertumbuhan dan perkembangan tengkorak. Foto Ronsen ini juga dapat
memberikan gambaran struktur wajah, antara lain sinus frontalis dan ethmoidalis,
fossanasalis dan orbita.

2.3.5. Antero-posterior
Foto ronsen ini digunakan untuk melihat kelainan pada bagian depan
maksila dan mandibula, gambaran sinus frontalis, sinus ethmoidalis serta tulang hidung.

2.3.6. Proyeksi Waters


Foto ronsen ini digunakan untuk melihat sinus maksilaris, sinus
ethmoidalis, sinus frontalis, sinus orbita, sutura zigomatikus frontalis dan rongga nasal.

2.4. Interpretasi Radiografi dalam Kedokteran Gigi


Interpretasi radiograf gigi dapat dipandang sebagai proses untuk membuka atau
mencari semua informasi yang ada dalam radiograf gigi tersebut.
Tujuan:
 Mengidentifikasi ada atau tidak adanya penyakit,
 Mencari atau memberi informasi mengenai awal dan perluasan penyakit,
 Memungkinkan dibuatkannnya diffrensial diagnosis. Untuk mencapai tujuan ini
interpretasi radiograf gigi harus dilakukan dengan benar.

Prinsip:

a. Interpretasi radiograf hanya dilakukan pada radiograf dengan characteristic image


yang baik, baik visual characteristic (detail, contrast dan density) maupun geometric
characteristuc (magnification/unsharpness, distortion) Seorang interpreter jangan
sekali-kali melakukan interpretasi pada radiograf dengan kualitas yang kurang baik
karena akan mempengaruhi keakuratan radiodiagnosisnya.
b. Sebuah radiograf gigi seharusnya dapat memberikan penilaian yang adekuat terhadap
area yang terlibat. Oleh karena itu jika suatu radiograf periapikal tidak dapat
menggambarkan keseluruhan batas-batas lesi, maka diperlukan proyeksi radiograf
yang lain, misalnya proyeksi oklusal, panoramik atau pemeriksaan ekstraoral
lainnya.
c. Kadang-kadang diperlukan suatu pemeriksaan radiografi pembanding, misalnya:
 Pemeriksaan radiografi kontralateralnya (sisi simetrisnya) Pemeriksaan radiografi
kontralateralnya sangat penting untuk memastikan apakah gambaran radiagrafi
kasus yang ditangani tersebut sesuatu yang normal ataukah patologis
 Pemeriksaan radiografi dengan angulasi (sudut penyinaran) yang berbeda
Pemeriksaan radiografi dengan angulasi yang berbeda dimaksudkan untuk
mengidentifikasi lokasi lesi; apakah berada lebih ke bukal atau ke palatal/lingual.
Pemeriksaan ini juga penting untuk memperjelas suatu objek target yang dengan
angulasi standar sering terjadi superimpose.
 Perbandingan dengan pemeriksaan radiografi sebelumnya Pemeriksaan radiografi
sebelumnya ini sangat penting untuk mengetahui kecepatan perkembangan dan
pertumbuhan lesi. Pemeriksaan radiografi sebelumnya juga penting untuk
mengetahui tingkat penyembuhan sutau perawatan dan kemungkinan
ditemukannya adanya penyakit baru.
d. Pembacaan radiograf seharusnya dilakukan pada optimum viuwing condition
(viewing screen harus terang, ruangan agak gelap, suasana tenang, area sekitar
radiograf ditutup dengan sesuatu yang gelap disekitarnya sehingga cahaya dari
viuwer hanya melewati radiograf, menggunakan kaca pembesar dan radiograf harus
kering).
e. Seorang klinisi harus memahami:
 Gambaran radiografi struktur normal (normal anatomic variation). Pemahaman
mengenai gambaran radiografi struktur normal dan variasinya ini sangat penting
agar pembaca dapat menilai gambaran radiografi yang tidak normal.
 Memahami tentang dasar dan keterbatasan radiograf gigi khususnya pada
radiograf kedokteran gigi konvensional, harus disadari betul oleh pembaca atau
interpreter bahwa radiograf tersebut hanyalah merupakan gambaran 2 dimensi dari
obyek yang 3 dimensi. Gambaran radiografi juga terbentuk dari variasi gambaran
black/gelap, white/terang dan grey yang saling superimpose.
 Memahami tentang teknik/proses radiografi. Seorang interpreter juga harus
mengetahui dan menyadari bahwa proses radiografi kadang akan memberikan
suatu artifak pada radiograf. Hal ini jangan sampai oleh seorang klinisi/interpreter
tidak diketahui dan dianggap sebagai sebuah kelainan atau penyakit.
f. Pemeriksaan radiografi dilakukan dengan mengkuti systematic procedure.
Penggunaan systematic procedure dalam interpretasi radiografi gigi dimaksudkan
agar interpretasi dapat logis, teratur dan terarah. Systematic procedure juga
dimaksudkan agar tidak ada satupun informasi yang hilang atau terlewatkan dalam
proses interpretasi. Systematic procedure ini begitu penting karena keakuratan
penegakkan diagnosis radiografi sangat ditentukan oleh kemampuan dalam
menggunakan systematic procedure.

2.5. Kesalahan dalam Radiografi


Kesalahan dapat diakibatkan oleh operator yang kurang fokus dan menganggap
mudah pembuatan radiogram terutama periapikal. Kurangnya pengetahuan dokter gigi
dalam mengetahui apakah radiogram tersebut telah memenuhi syarat untuk dijadikan
penunjang diagnosis juga dapat menyebabkan terjadi kesalahan. Kesalahan radiograf
mungkin karena kesalahan teknis (kesalahan yang berhubungan dengan teknik
pengambilan radiografi) atau kesalahan pengolahan (terkait dengan semua aspek
pengolahan). Hal tersebut dapat terjadi sebagai akibat dari penanganan film yang tidak
tepat, kecelakaan terkait dengan pengolahan film dan dari film yang cacat, juga bisa
terjadi karena gerakan yang berlebihan dari tabung, kepala pasien atau film yang dapat
mengakibatkan berbagai kecacatan radiografi yang tidak biasa.

Klasifikasi:

 Keberadaan bagian apeks gigi atau area yang dimaksudkan untuk didiagnosis tidak
terlihat dalam gambar maupun tulang periapikal yang muncul hanya sepanjang
kurang dari 3mm.
 Gambar yang kabur dari apeks gigi ataupun area yang dimaksudkan untuk di
diagnosis.
 Adanya cone cut dinilai sebagai kesalahan dimana cone memotong sebuah bagian
dari gigi geligi.
 Angulasi vertikal dari X-ray beam yang salah menyebabkan gambar yang
memanjang atau memendek. Secara subyektif dikategorikan sebagai “ringan” dan
“berat”, tidak dapat digunakan dalam klinis apabila masuk kategori “berat”.
 Angulasi horizontal dari X-ray beam yang salah menyebabkan gambar gigi tumpang
tindih (apabila dilihat dari mahkota maupun akar gigi). Film tidak dapat diterima
ketika tumpang tindih mencapai setengah dimensi horizontal dari akar maupun
mahkota.
 Film yang melengkung menghasilkan gambar distorsi seperti gambar yang
merenggang pada gigi yang akan didiagnosis, ditolak apabila gambar tidak dapat
diandalkan untuk penggunaan klinis.
 Anatomi yang terlalu keatas (Superimpose) dari daerah yang dimaksudkan. Apabila
hingga mengkaburkan gambar apeks gigi atau daerah yang dimaksud, maka radiograf
ditolak.
 Tidak adanya mahkota gigi dalam radiograf, hilang secara keseluruhan maupun
sebagian dari mahkota gigi.
 Posisi film, yang ideal adalah ketika gigi yang dimaksud berada di tengah/pusat.
Penyimpangan dari posisi yang ideal dinilai sebuah kegagalan, karena posisi yang
buruk membuat hilangnya sebagian besar daerah yang dimaksudkan untuk
didiagnosis.
 Kesalahan akibat hal yang lain seperti gerakan dari pasien maupun alat
radiografinya, film yang terbalik, dan adanya benda asing.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Radiografi adalah salah satu kemajuan teknologi yang telah berkembang secara
pesat dalam bidang kedokteran gigi. Radiografi itu sendiri dapat melihat suatu kelainan
didalam rongga mulut. Terutama kelainan pada jaringan penyangga gigi, akar gigi,
maupun kelainan lainnya yang terdapat pada apikal gigi. Hal ini sangat berguna hingga
memudahkan dokter gigi dalam membantu menentukan suatu kelainan pada rongga
mulut. Dalam bidang kedokteran gigi teknik radiografi yang digunakan terdiri dari dua
jenis, yaitu radiografi intra oral dan radiografi ekstra oral. Radiografi intra oral
pemeriksaan gigi dan jaringan sekitarnya dengan radiografi yang filmnya diletakan
didalam mulut pasien. Pemeriksaan intra oral merupakan pokok dari radiografi
kedokteran gigi. Radiografi ekstra oral merupakan pemeriksaan radiografi yang lebih
luas dari kepala dan rahang dimana film berada di luar mulut. Hal penting dalam
pemeriksaan radiografi yaitu, teknik pembuatan radiograf dan interpretasi akurat dan
sesuai dengan lesi yang terjadi.

3.2. Saran
Sebagai mahasiswa kedokteran gigi ada baiknya kita mengetahui dan memahami
secara mendalam tentang teknik-teknik radiografi dalam kedokteran gigi.

DAFTAR PUSTAKA

Boel, T. Dental Radiologi: Prinsip dan Teknik. Medan: USU Press, 2008.

Ireland, R. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2014.

Modul Kepaniteraan Klinik Radiologi Kedokteran Gigi FKG Unmas Edisi Ketiga 2021.

Rasad, S. Radiologi Diagnostik, edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009.

Supriyadi. Distorsi Radiograf Periapikal pada Berbagai Ragio Gigi. Dentika Dental

Journal, 2008; 13 (1): 33-36.

Supriyadi. Evaluasi Apoptosis Sel Odontoblas Akibat Paparan Radiasi Ionisasi.

Indonesian Journal of Dentistry, 2008; 15 (1): 71-76.


Walton, Torabinejad. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, edisi ketiga. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC, 2008.

White, Pharoah. Oral Radiology: Principles and Interpretation, 7th edition. Mosby, Inc,

2013.

Anda mungkin juga menyukai