KEDOKTERAN GIGI
LABORATORIUM RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat
Radiografi dalam Kedokteran Gigi”. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini
masih belum sempurna. Hal ini disebabkan karena keterbatasan penulis. Oleh karena
itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan dan sangat
menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi
penyempurnaan tulisan ini. Besar harapan penulis agar tulisan ini dapat diterima dan
Penulis
Halaman Cover.........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
1.4. Manfaat Penulisan...........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3
2.1. Radiografi dalam Kedokteran Gigi.................................................................................3
2.2. Teknik Radiografi Intraoral.............................................................................................4
2.3. Teknik Radiografi Ekstraoral........................................................................................12
2.4. Interpretasi Radiografi dalam Kedokteran Gigi............................................................15
2.5. Kesalahan dalam Radiografi..........................................................................................16
BAB III PENUTUP................................................................................................................19
4.1. Kesimpulan....................................................................................................................19
4.2. Saran..............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Kerugian:
Posisi pegangan dalam mulut dapat mempersulit operator yang belum
berpengalaman.
Apikal gigi kadang muncul sangan dekat dengan ujung film.
Memposisikan pegangannya pada daerah molar ketiga bisa sangat sulit.
Pegangan bersifat disposable (Whaites, 2009).
Penempatan reseptor gambar mungkin sulit untuk diterima pada pasien tertentu:
anak-anak, orang dewasa dengan mulut kecil, lengkung palatal rendah, atau
adanya tori, pasien dengan mukosa sensitif atau refleks muntah yang tinggi,
daerah edentulous.
Kondisi-kondisi tersebut dapat meningkatkan ketidaknyamanan pasien saat
reseptor gambar mempengaruhi jaringan mulut (Thomson & Johnson, 2012).
Teknik Bisecting
Teknik ini, yang sering disebut dengan teknik “Short-cone periapical” adalah
yang paling sering digunakan di praktik kedokteran gigi rutin dengan small low-
output dental x-ray (Mason, 1988). Film intraoralnya diletakkan dekat dengan gigi
dan X-Ray beamnya dapat diarahkan pada sudut yang tepat untuk film dan
obyeknya, biasanya dipegang oleh pasien sendiri (Mitchell, dkk, 2014).
Teknik bisekting menggunakan aturan isometri yaitu dua segitiga adalah sama
jika mereka memiliki dua sudut yang sama dan memliki satu sisi yang sama
(Iannucci & Howerton, 2012).
Pelaksanaan tekniknya yaitu menginstruksikan cara pemegangan film kepada
pasien, dan pemakaian baju timah. Posisi yang perlu diperhatikan apabila akan
dilakukan pengambilan dari sudut angulasi vertikal adalah posisi kepala ditunjang
oleh sandaran kepala sehingga bidang sagital tegak lurus dengan bidang horizontal.
Berbeda dengan pengambilan sudut angulasi vertikal, pada sudut angulasi horizontal
perlu mengimajinasikan suatu garis yang ditarik ke tragus dan sejajar dengan bidang
horizontal (Margono, 1998).
Teknik pengambilan gambarnya yaitu:
Reseptor gambar diletakkan sedekat mungkin dengan gigi yang akan diperiksa
tanpa membengkokkan reseptornya.
Sudut yang dibentuk antara sumbu panjang gigi dan sumbu panjang reseptor
gambar dinilai dan dibagi dua (Whaites & Drage, 2013).
Tabung X-ray diposisikan pada sudut yang tepat pada garis bisekting dengan
pusat sinar pada X-ray menuju menembus pada apeks gigi.
Menggunakan prinsip geometrik dari segitiga sama sisi, panjang sebenarnya gigi
akan ekual dengan panjang gambar gigi (Whaites, 2009).
Keuntungan:
Memberikan detail yang bagus (Poyton, 1982).
Memposisikan film relatif simpel dan cepat, serta nyaman untuk pasien, pada
seluruh area mulut.
Apabila seluruh angulasinya di taksir dengan benar, gambar giginya akan sama
panjang dengan gigi aslinya dan seharusnya adekuat (namun tidak ideal) untuk
kebanyakan tujuan diagnosis (Whaites, 2009).
Cocok untuk pasien dengan lengkung palatal yang rendah dan pasien anak-anak
(Farman & Kolsom, 2014). dan mandibular yang sensitif di area premolar
(Iannucci & Howerton, 2012).
Kerugian:
Sulit untuk disejajarkan (Poyton, 1982).
Semakin banyak variabel yang terlibat sering menghasilkan gambar yang
terdistorsi sangat buruk. Mahkota gigi sering mengalami distorsi.
Kesalahan dalam angulasi vertikal menyebabkan gambar memanjang atau
memendek. Kesalahan angulasi horizontal menyebabkan tumpang tindih dari
mahkota dan akar. Angulasi vertikal dan horizontal harus disesuaikan untuk tiap
pasien. hal ini memerlukan ketrampilan.
Tingkat tulang periodontal terlihat sangat buruk.
Pada akar bukal gigi premolar dan molar rahang atas menyempit.
Dasar dinding os zygoma sering bertabrakan (overlies) dengan akar gigi M1
Rahang Atas (Whaites, 2009).
Distorsi gambar dan kelebihan radiasi (Farman & Kolsom, 2014).
Film diletakkan dengan pegangan khusus dan harus meliputi semua daerah yang
ingin diambil.
Pasien diatur sedemikian rupa yaitu posisi dari dataran oklusal sejajar dengan lantai.
Film diletakkan secara paralel pada mahkota diantara rahang atas dan rahang bawah
pada gigi yang akan difoto.
Pasien diinstruksikan untuk menggigit ringan pegangan dari sayap-sayap film agar
stabil.
Sinar sentral diarahkan melalui titik kontak antara gigi, menggunakan ±100 vertikal
angulasi.
Hasilnya akan nampak gigi RA dan RB dalam keadaan hampir oklusi (mahkota
kelihatan seluruhnya dan bagian akar hanya kelihatan sebagian).
Radiografi bitewing memiliki kelebihan yaitu dalam teknik bitewing satu film
dapat digunakan untuk memeriksa gigi pada rahang atas dan bawah sekaligus.
Kelemahan dari radiografi bitewing yaitu pada teknik bitewing pasien sering sulit
mengoklusikan kedua rahang sehingga puncak alveolar tidak terlihat.
Film diletakkan ditengah pada permukaan oklusal gigi RB, dengan sumbu panjang
diagonal. Pasien diminta untuk menggigit dengan lembut
Pasien menegadah
Tubehead ditempatkan tegak lurus (90°) dengan film di bawah dagu pasien, pada
garis imajiner sumbu M1
Lower Oklusal 45 derajat (atau anterior)
Pasien duduk dengan posisi oklusal plane horizontal dan sejajar dengan lantai.
Film menghadap kebawah, ditempatkan di tengah permukaan oklusal gigi RB,
dengan sumbu panjang anteroposterior, selanjutnya pasien diminta untuk menggigit
pelan.
Tubehead sinar X diposisikan pada mid-line, di tengah ujung dagu, dengan sudut 45
derajat terhadap film
Film menghadap kebawah,diletakkan pada permukaan oklusal gigi RB, pada sisi
yang akan diperiksa, dengan sumbu panjang anteroposterior. Pasien diminta untuk
menggigit dengan pelan.
Kepala pasien miring berlawanan dari area yang akan diperiksa dengan dagu
dinaikkan
Tubehead sinar X di arahkan ke atas dan kedepan ke arah film, dari bawah dan di
belakang sudut mandibula dan sejajar dengan permukaan lingual mandibular
Radiografi ekstraoral adalah pemeriksaan radiografi yang lebih luas dari kepala
dan rahang dengan film berada di luar mulut. Radiografi ekstraoral meliputi panoramik,
lateral jaw, lateral cephalometric, postero-anterior, waters, dll. Radiografi ekstraoral
yang paling populer dan sering dipakai adalah radiografi panoramik.
Prosedur:
Pasien membawa surat rujukan/konsul dari drg atau instansi terkait, atau pasien yang
mendapat persetujuan dari dokter gigi radiologi
Asepsis, cuci tangan, menggunakan masker dan sarung tangan
Menghidupkan lampu merah tanda peringatan radiasi
Mempersiapkan computer
Menginstruksikan pasien untuk melepas anting, kacamata, denture atau bahan lain
yang dapat mengganggu hasil radiografis
Memasang apron dipunggung pasien
Mengatur posisi berdiri pasien. Pasien berdiri dengan setengah langkah kedepan
dengan memegang handle pada alat
Menggigit bite block
Mengatur head support
Mengatur Posisi kepala dengan acuan: Sinar vertikal pada median line dan sinar
horisontal pada bidang Frankfort
Menginstruksikan pasien untuk menempatkan lidah pada palatal dan menutup bibir
seperti menghisap permen
Menginstruksikan pasien untuk tidak bergerak saat ekspos
Lapor Instruktur / dosen
Ekspos dilakukan di luar ruangan dalam keadaan pintu tertutup.
Mematikan lampu merah
Prosesing/Printing
Interpretasi.
Keuntungan:
Kerugian:
Gambar tidak menunjukkan detail anatomi yang baik dibanding radiograf periapikal
intraoral.
Distorsi pada area caninus dan premolar.
Pasien yang tidak dapat menyesuaikan diri seperti melakukan gerakan akan
mempengaruhi penyinaran sehingga dapat mempengaruhi hasil radiograf.
Teknik ini kurang cocok pada pasien anak dibawah umur enam tahun atau pasien
yang mempunyai kemampuan terbatas karena perlu kooperatif dari pasien.
2.3.5. Antero-posterior
Foto ronsen ini digunakan untuk melihat kelainan pada bagian depan
maksila dan mandibula, gambaran sinus frontalis, sinus ethmoidalis serta tulang hidung.
Prinsip:
Klasifikasi:
Keberadaan bagian apeks gigi atau area yang dimaksudkan untuk didiagnosis tidak
terlihat dalam gambar maupun tulang periapikal yang muncul hanya sepanjang
kurang dari 3mm.
Gambar yang kabur dari apeks gigi ataupun area yang dimaksudkan untuk di
diagnosis.
Adanya cone cut dinilai sebagai kesalahan dimana cone memotong sebuah bagian
dari gigi geligi.
Angulasi vertikal dari X-ray beam yang salah menyebabkan gambar yang
memanjang atau memendek. Secara subyektif dikategorikan sebagai “ringan” dan
“berat”, tidak dapat digunakan dalam klinis apabila masuk kategori “berat”.
Angulasi horizontal dari X-ray beam yang salah menyebabkan gambar gigi tumpang
tindih (apabila dilihat dari mahkota maupun akar gigi). Film tidak dapat diterima
ketika tumpang tindih mencapai setengah dimensi horizontal dari akar maupun
mahkota.
Film yang melengkung menghasilkan gambar distorsi seperti gambar yang
merenggang pada gigi yang akan didiagnosis, ditolak apabila gambar tidak dapat
diandalkan untuk penggunaan klinis.
Anatomi yang terlalu keatas (Superimpose) dari daerah yang dimaksudkan. Apabila
hingga mengkaburkan gambar apeks gigi atau daerah yang dimaksud, maka radiograf
ditolak.
Tidak adanya mahkota gigi dalam radiograf, hilang secara keseluruhan maupun
sebagian dari mahkota gigi.
Posisi film, yang ideal adalah ketika gigi yang dimaksud berada di tengah/pusat.
Penyimpangan dari posisi yang ideal dinilai sebuah kegagalan, karena posisi yang
buruk membuat hilangnya sebagian besar daerah yang dimaksudkan untuk
didiagnosis.
Kesalahan akibat hal yang lain seperti gerakan dari pasien maupun alat
radiografinya, film yang terbalik, dan adanya benda asing.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Radiografi adalah salah satu kemajuan teknologi yang telah berkembang secara
pesat dalam bidang kedokteran gigi. Radiografi itu sendiri dapat melihat suatu kelainan
didalam rongga mulut. Terutama kelainan pada jaringan penyangga gigi, akar gigi,
maupun kelainan lainnya yang terdapat pada apikal gigi. Hal ini sangat berguna hingga
memudahkan dokter gigi dalam membantu menentukan suatu kelainan pada rongga
mulut. Dalam bidang kedokteran gigi teknik radiografi yang digunakan terdiri dari dua
jenis, yaitu radiografi intra oral dan radiografi ekstra oral. Radiografi intra oral
pemeriksaan gigi dan jaringan sekitarnya dengan radiografi yang filmnya diletakan
didalam mulut pasien. Pemeriksaan intra oral merupakan pokok dari radiografi
kedokteran gigi. Radiografi ekstra oral merupakan pemeriksaan radiografi yang lebih
luas dari kepala dan rahang dimana film berada di luar mulut. Hal penting dalam
pemeriksaan radiografi yaitu, teknik pembuatan radiograf dan interpretasi akurat dan
sesuai dengan lesi yang terjadi.
3.2. Saran
Sebagai mahasiswa kedokteran gigi ada baiknya kita mengetahui dan memahami
secara mendalam tentang teknik-teknik radiografi dalam kedokteran gigi.
DAFTAR PUSTAKA
Boel, T. Dental Radiologi: Prinsip dan Teknik. Medan: USU Press, 2008.
Modul Kepaniteraan Klinik Radiologi Kedokteran Gigi FKG Unmas Edisi Ketiga 2021.
Rasad, S. Radiologi Diagnostik, edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009.
Supriyadi. Distorsi Radiograf Periapikal pada Berbagai Ragio Gigi. Dentika Dental
White, Pharoah. Oral Radiology: Principles and Interpretation, 7th edition. Mosby, Inc,
2013.