Anda di halaman 1dari 7

PENGERTIAN MORFOLOGI √

Identifikasi morfem > B. MORFEM


Morfem menurut Payne (1997: 20-21) adalah “Morpheme is the smallest meaningful unit in
the grammar of a language.” Maksud dari pernyataan tersebut bahwa, “morfem adalah unit
terkecil yang memiliki makna dalam bahasa dari suatu bahasa.” Menurut Robins (1970: 191-3)
morfem merupakan unit gramatikal terkecil yang dibentuk dan dibatasi dalam suatu bahasa
dengan cara membandingkan bentuk-bentuk kata yang satu dengan kata yang lain.
Menurut Bloomfield (1974: 6) morfem adalah suatu bentuk bahasa yang tidak mengandung
bagian-bagian yang mirip dengan bentuk lain, baik bunyi maupun makna. Dengan demikian
pengertian morfem secara umum adalah satuan atau unit terkecil dalam suatu bahasa yang
memiliki makna dan merupakan bagian dari atau bentuk kata dalam tata bahasa dari suatu
bahasa. Morfologi mempelajari morfem, dan morfem dapat juga dikatakan unsur terkecil dari
pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa.
Morfem adalah bentuk bahasa yang terkecil yang tidak dapat lagi dibagi menjadi bagian-
bagian yang lebih kecil. Misalnya, kata putus jika dibagi menjadi pu dan tus, bagian-bagian itu
tidak dapat dipisah lagi disebut morfem karena tidak mempunyai makna,

Apa yang dimaksud morf dan alomorf > A/B PENGERTIAN/ MORFEM
Morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah
nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i} pada kenai). Sedangkan
alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya (misal [b¶r], [b¶],
[b¶l] adalah alomorf dari morfem ber-. Atau biasa dikatakan bahwa anggota satu morfem yang
wujudnya berbeda, tetapi yang mempunyai fungsi dan makna yang sama dinamakan alomorf.
Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem.
Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu, dua, atau enam buah.

Bagaimana identifikasi morfem > B. MORFEM

Jenis dari morfem >B. MORFEM


Dalam bahasa inggris maupun bahasa Indonesia morfem memiliki dua jenis, yaitu morfem
bebas (free morpheme), dan morfem terikat (bound morpheme). Klasifikasi morfem menurut
Yule dapat digambarkan sebagai berikut:
A. Morphemes
1. Free Morphemes : Content, Functional
2. Bound Morphemes : Derivational, Inflectional
Morfem Terikat (Bound Morpheme) Morfem terikat, yaitu morfem tidak dapat berdiri sendiri
dari segi makna. Makna morfem terikat baru jelas setelah morfem itu dihubungkan dengan
morfem lainnya. Semua imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta kombinasi awalan dan akhiran)
tergolong sebagai morfem terikat. Selain itu unsur-unsur kecil seperti klitika, partikel, dan
bentuk lain yang tidak dapat berdiri sendiri, juga tergolong sebagai morfem terikat.
Kridalaksana (1993: 142) mengemukakan bahwa morfem terikat adalah morfem yang tidak
mempunyai potensi untuk berdiri sendiri dan selalu terikat dengan morfem lain untuk
membentuk ujaran. Senada dengan Kridalaksana, O’Grady (1997: 134) “Bound morpheme is a
morpheme that must be attached to another element”. Maksud dari pendapat itu adalah morfem
terikat adalah suatu morfem yang harus dihubungkan dengan unsur lain.
Di dalam bound morpheme terdapat proses afiksasi. Menurut Williams (1975), afiksasi adalah
proses penambahan afiks pada suatu morfem bebas untuk menghasilkan suatu bentukan
kompleks. Ia membaginya ke dalam dua macam diantaranya: 1. awalan (prefix) seperti contoh:
un-, dis-, in-, pre-, dan lain sebagainya. 2. akhiran (suffix) seperti contoh: -ern, -er, -ity, -s,-
ed,dan lain sebagainya. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa bound morpheme ialah
awalan dan akhiran yang tidak dapat berdiri sendiri dan harus diikuti setidaknya satu morfem
lain sebagai kata yang utuh. Bound morpheme juga memiliki dua macam sisipan yaitu awalan
dan akhiran.
Proses afiksasi menurut Sari (1988) di atas dibagi menjadi dua tipe yaitu derivation dan
inflection.
a. Derivation Derivation menurut Sari (1988),“Morphemes which derive (create) new words
by either changing the meaning (happy vs. Unhappy, both adjectives) or the part of speech
(sytactic category, e.g., rip an adjective, vs. Ripen, a verb)”. Ide yang muncul dari pengertian di
atas bahwa, derivation adalah morfem yang menciptakan kata baru sekaligus mengubah makna
leksikalnya. Berikut adalah afiks yang termasuk ke dalam derivation: dis-, un-, -able, -ness,-er, -
ish, dan lain sebagainya.
b. Inflection Inflection menurut Sari (1988), adalah “Morphemes which serve a purely
grammatical function, never creating a different word, but only a different form of the same
word.” Sari berpendapat bahwa inflection ialah morfem yang tidak menciptakan makna berbeda
tetapi bentuk yang berbeda secara gramatikal. Berikut adalah afiks yang termasuk ke dalam
inflection:
a. Third person singular yaitu -s, contoh: She walks.
b. Bentuk past tense yaitu -ed, contoh: He jumped.
c.Bentuk present progressive yaitu -ing, contoh: She is talking to a stranger.
d.Bentuk past participle yaitu -en, -ed, contoh: He has eaten.
e.Bentuk plural yaitu -s, contoh: I have two cats.
f. Bentuk possessive yaitu -’s, contoh: Cat’s eye. 12
g. Bentuk comparative yaitu -er, contoh: They speak louder.
h. Bentuk superlative yaitu -est, contoh: Robby is the tallest in his class.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan di dalam bound morpheme terdapat proses
afiksasi yang dibagi menjadi dua macam, yaitu derivation berupa afiks yang dapat mengubah
makna leksikal morfem dan kelas katanya, dan inflection berupa afiks yang hanya mengubah
makna gramatikal suatu morfem.
Morfem Bebas (Free Morpheme) Salah seorang linguist yakni Yule (2006), menerangkan
bahwa “Free morpheme that can stand by themselves as single words, whereas „bound
morphemes are those forms that „cannot normally stand alone and are typically attached to
another form”. Ide yang muncul dari pernyataan tersebut mengenai freemorpheme adalah
morfemyang dapat berdiri sendiri sebagai sebuah kata.
Pendapat lain dikemukakan oleh Crystal (1997), yang menyebutkan bahwa “Free morpheme
can occur as separated words”. Pengertian tersebut menerangkan bahwa free morpheme dapat
berlaku sebagai kata yang terpisah dengan kata lain adalah kata tunggal yang dapat berdiri
sebagai kata yang utuh. Seperti pada contoh: Eat memiliki makna leksikalnya yaitu memasukkan
sesuatu ke dalam mulut sehingga dikategorikan sebagai free morpheme karena kata tersebut
dapat berdiri sendiri. Dengan demikian, free morpheme ialah morpheme yang dapat berdiri
sendiri sebagai kata dan memiliki makna leksikal.
Menurut Yule, Free morpheme terbagi menjadi dua macam yaitu content morpheme dan
functional morpheme. a. Content Morpheme Content morpheme menurut Yule (2006), adalah
“Set of ordinary nouns, adjectives and verbs which we think of as the words which carry the
content of messages we convey”. Pengertian tersebut menggolongkan part of speech seperti
noun, adjective, verb dan lain sebagainya ke dalam content morpheme dengan pesan yang
terkandung di dalamnya. b. Functional Morpheme Functional morpheme menurut Yule (2006),
adalah “Set consist largely of the functional words in the language”. Pernyataan tersebut
menjelaskan bahwa functional morpheme mencakup functional word yang cakupannya luas
dalam kebahasaan. Beberapa contoh functional morpheme tersebut sebagai berikut:
a. prepositions: in, of, on
b. articles: a, an, the
c. pronouns: I, you, he
Dengan demikian, telah diketahui bahwa free morpheme terbagi menjadi dua macam yaitu
content morpheme dan functional morpheme. Content morpheme adalah morfem utuh yang
memiliki pesan yang dapat disampaikan dan dipahami, sedangkan functional morpheme adalah
kata yang memiliki fungsi khusus dan memiliki cakupan yang luas.

Proses morfofonemik > E. MORFOFONEMIK


Prefiks meng-, per-, ber-, dan ter-, mengalami perubahan sesuai dengan fonem awal bentuk
dasar yang dilekatinya. Proses berubahnya suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem
awal atau fonem yang mendahuluinya dinamakan proses morfofonemis (Depdikbud, 1988:87).
Jadi morfofonemik atau yang biasa disebut morfofonologi adalah ilmu yang menelaah
morfofonem (atau biasa juga disingkat menjadi morfonem) Tarigan, (2009:26). Jadi
morfofonemik mempelajari perubahan- perubahan fonem yang timbul sebagai akibat pertemuan
morfem dengan morfem lain (Ramlan dalam Tarigan, 2009:26).
Proses morfofonemik dalam bahasa Indonesia, ada tiga, yaitu (a) proses perubahan fonem, (b)
proses penambahan fonem, (c) proses penanggalan fonem
Morfofonemik prefix mengJika meng-
ditambahkan pada dasar yang bermula dengan fonem /a/, /i/,/u/,/e/, /o/, /k/, /l/, /h/, dan //x/,
maka bentuknya tidak berubah
Pengafiksasian
Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau imbuhan
(Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada suatu satuan, baik
satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata (Cahyono,
1995:145). Contoh : Berbaju, menemukan, ditemukan, jawaban.
Bila dilihat pada contoh, berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas
pembubuhan dapat dibagi menjadi empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks), pembubuhan
tengah (infiks), pembubuhan akhir (sufiks), dan pembubuhan terbelah (konfiks).

Pengertian kata beserta klasifikasi >C. KATA


Para tata bahasawan tradisional biasanya memberi pengertian terhadap kata berdasarkan arti
dan ortografi. Menurut mereka kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau
kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti. Dalam
kajian bahasa Arab malah dikatakan “kata-kata dalam bahasa Arab biasanya terdiri dari tiga
huruf”. Pendekatan arti dan ortografi dari tata bahasa tradisional ini banyak menimbulkan
masalah. Kata-kata seperti sikat, kucing, dan spidol memang bisa dipahami sebagai satu kata;
tetapi bentuk-bentuk seperti matahari dan luar negeri apakah sebuah kata, ataukah dua buah kata,
bisa diperdebatkan orang. Pendekatan ortografi untuk bahasa-bahasa yang menggunakan huruf
Latin, bisa dengan mudah dipahami, meskipun masih timbul persoalan tetapi pendekatan
ortografi ini agak sukar diterapkan untuk bahasa yang tidak menggunakan huruf Latin, misalnya,
bagaimana kita harus menentukan spasi pada aksara Cina, Jepang, dan Arab.
Para tata bahasawan tradisional menggunakan kriteria makna dan kriteria fungsi dalam
mengklasifikasikan kata. Kriteria makna digunakan untuk mengidentifikasikan kelas verba,
nomina, dan ajektifa; sedangkan kriteria fungsi un touch ables digunakan untuk
mengidentifikasikan preposisi, konjungsi, asverbia, pronomina, dan lain-lainnya. Yang disebut
verba adalah kata yang menyatakan tindakan atau perbuatan; yang disebut nomina adalah kata
yang menyatakan benda atau yang dibendakan; konjungsi adalah kata yang berfungsi untuk
menghubungkan kata dengan kata.
Para tata bahasawan strukturalis membuat klasifikasi kata berdasarkan distribusi kata itu
dalam suatu struktur atau konstruksi. Misalnya, yang disebut nomina adalah kata yang dapat
berdistribusi di belakang kata bukan; verba adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata
tidak; sedangkan ajektifa adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang kata sangat.

Proses pembetukan kata >C. KATA


a. Inflektif
Kata-kata dalam bahasa berfleksi, seperti bahasa Arab, bahasa Latin, dan bahasa Sansekerta,
untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-
kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu. Perubahan atau penyesuaian bentuk pada
verba disebut konjugasi, dan perubahan atau penyesuaian pada nomina dan ajektifadisebut
deklinasi.
Verba bentuk infinitive bahasa Latin amare ‟mencintai‟ untuk persona pertama tunggal,
modus indikatif aktif, bentuknya untuk kala (tense) yang berbeda adalah sebagai berikut:
Kata presen , imperfekta, futura
Bentuk amo , amabam, amabo
Arti Aku mencintaimu , Aku (dulu sedang) mencintaimu , Aku akan mencintaimu
b. Deviratif
Pembentukan kata secara inflektif tidak membentuk kata baru atau kata lain yang berbeda
identitasnya dengan bentuk dasarnya; sedangkan pembentukan kata secara deviratif membentuk
kata baru atau kata yang bentuk leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Misalnya, dari
kata Inggris sing ‟menyanyi‟ terbentuk kata singer ‟penyanyi‟. Antara sing dan singer berbeda
identitas leksikalnya, sebab selain maknanya berbeda, kelasnya juga berbeda; sing berkelas verba
sedangkan singer berkelas nomina.

Proses morfemis > D. MORFEMIS


1. Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat
unsur-unsur (1) bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang dihasilkan. Afiks adalah
sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam
proses pembentukan kata. Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar dibedakan adanya
prefiks, infiks, konfiks, interfiks, dan transfiks.
Afiks dapat digolongkan atas 2, yakni :
a. Afiks Produktif Afiks produktif ini disebut juga afiks hidup, yaitu memiliki kesanggupan
yang besar untuk melekat pada kata atau morfem. Contoh : afiks –wan dalam kata hartawan,
bangsawan, jutawan.
b. Afiks Improdiktif Afiks improduktif yaitu afiks yang sudah usang, atau kata-katanya
terbatas. Jadi distribusinya terbatas pada beberapa kata saja. Dalam bahasa Indonesia afiksasi
meliputi :
1) Prefiks, yaitu imbuhan di awal kata dasar
2) Infiks, yaitu imbuhan di tengah kata dasar
3) Sufiks, yaitu imbuhan di akhir kata dasar
4) Konfiks/Simulfiks, yaitu imbuhan tunggal yang terbelah di awal dan akhir kata dasar
berurutan, misal : memper-an, memper-i, diper-kan, diper-i.
2. Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara sebagian
maupun dengan perubahan bunyi. pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun
sebagian dengan perubahan bunyi (Chaer, 2009:182). Oleh karena itu lazim dibedakan adanya
reduplikasi penuh, seperti meja-meja, reduplikasi Sebagian seperti lelaki (dari dasar laki), dan
reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolakbalik (dari dasar balik). Di samping itu, dalam
bahasa Indonesia masih ada reduplikasi semu, seperti mondar-mandir, yaitu sejenis bentuk kata
yang tampaknya sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak jelas bentuk dasarnya yang diulang
Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatic (infleksional) dan dapat pula bersifat
derivasional. Reduplikasi yang paradigmatic tidak mengubah identitas leksikal, melainkan hanya
member makna gramatikal. Misalnya, meja-meja berarti banyak meja, dan kecil-kecil berarti
banyak yang kecil. Yang bersifat derivasional membentuk kata baru atau kata yang identitas
leksikalnya berbeda dengan bentuk dasarnya. Misalnya, kata laba-laba dan pura-pura
Dalam bahasa Indonesia, reduplikasi ada beberapa, yakni:
Pertama, bentuk dasar reduplikasi dapat berupa morfem dasar seperti meja yang menjadi
meja-meja, bentu berimbuhan seperti pembangunan yang menjadi pembangunan-pembangunan,
dan bisa juga berupa bentuk gabungan kata seperti surat kabar yang menjadi surat-surat-surat
kabar atau surrat kabar-surat kabar.
Kedua, bentuk reduplikasi yang diserati afiks prosesnya mungkin (1) proses reduplikasi dan
proses afiksasi itu terjadi bersamaan seperti pada bentuk berton-ton dan bermeter-meter; (2)
proses reduplikasi terjadi lebih dahulu, baru disusul oleh proses afiksasi, seperti pada berlari-lari,
dan mengingat-ingat (dasarnya lari-lari dan ingatingat), (3) proses afiksasi terjadi lebih dahulu,
baru kemudian diikuti oleh proses reduplikasi, seperti pada kesatuan-kesatuan dan memukul-
memukul (dasarnya kesatuan dan memukul).
Ketiga, pada dasarnya yang berupa gabungan kata, proses reduplikasi mungkin harus
reduplikasi penuh, tetapi mungkin juga hanya berupa reduplikasi parsial. Misalnya, ayam itik
ayam itik dan sawah ladang-sawah ladang (dasar ayam itik dan sawah ladang) untuk contoh
reduplikasi penuh, dan surat-surat kabar serta rumahrumah sakit (dasarnya surat kabar dan rumah
sakit) untuk contoh reduplikasi parsial.
Keempat, banyak yang menyangka bahwa reduplikasi dalam bahasa Indonesia hanya bersifat
paradigmatic dan hanya member makna jamak atau kevariasian. Namun, sebenarnya reduplikasi
dalam bahasa Indonesia juga bersifat derivasional. Oleh karena 31 itu, munculnya bentuk-bnetuk
seperti mereka-mereka, kita-kita, kamu-kamu, dan diadia yang tidak dianggap menyalahi kaidah
bahasa Indonesia.
Kelima, ada pakar yang menambahkan adanya reduplikasi semantic, yakni dua buah kata
yang maknanya bersinonim membentuk satu kesatuan gramatikal. Misalnya, ilmu, pengetahuan,
hancur, dan alim ulama.
Keenam, dalam bahasa Indonesia ada bentuk-bentuk seperti kering kerontang, tua renta, dan
segar bugar disatu pihak; dan seperti mondar-mandir, tunggang-langgang, yang wujud bentuknya
perlu dipersoalkan apakah hasil reduplikasi atau bukan.

Apa yg dimaksud dengan morfofonemik > E. MURFOFONEMIK


Morfofonemik, disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi, adalah peristiwa
berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologi. Misalnya, prefiks me- berubah
menjadi mem-, men-, meny-, meng-,dan menge-. Perubahan fonem dalam proses morfofonemik
dapat berwujud:

Anda mungkin juga menyukai