Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SISTEM DUKUNGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Dosen Pengampuh : Ilham Arya Susanto, M.Pd

Disusun oleh kelompok 9 :

1. Wirda Almawaddah : 2021143170

2. Fifi Fitriyani : 2021143182

3. Venesa Erjen Kristanza : 2021143184

4. Mutiara Rosalina : 2021143187

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2021/2022


MATERI

A. Sistem Dukungan Pendidikan Inklusif

Dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif perlu adanya sistem dukungan


yang diperlukan dalam upaya mempercepat pemenuhan akses dan mutu pendidikan.
Sistem dukungan tersebut dapat berupa dukungan dalam bentuk regulasi atau kebijakan-
kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) yang jelas
mengenai pendidikan inklusif misalnya dalam bentuk ”Peraturan Pemerintah”, ”Peraturan
Menteri”, ”Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota” mengenai pendidikan inklusif,
dukungan sarana dan prasarana, dukungan pembiayaan, dukungan tenaga (pendidik dan
tenaga kependidikan) dan dukungan-dukungan dari lembaga pendukung.

Lembaga pendukung tersebut antara lain melalui Kelompok Kerja Pendidikan


Inklusif (Level Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota), Pusat Sumber (Resource Center)
bagi sekolah umum yang menyelanggarakan pendidikan inklusif, Wadah profesional
guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah seperti Gugus SD/SLB (KKG, KKKS, dan
KKPS), MGMP, MKKS, dan MKPS). Dukungan lembaga lain yaitu LPTK, P4TK
TKPLB, dan Balai/Badan Diklat, serta dukungan masyarakat.

1. Unit Layanan Disabilitas (ULD)

a. Pengertian

ULD merupakan lembaga yang dibentuk atas dasar perintah undang-


undang. Undang-undang yang dimaksud adalah Undang-undang nomor 8 tahun
2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Menurut UU tersebut ULD merupakan
unit yang menyediakan layanan dan fasilitas untuk penyandang disabilitas.

ULD tidak hanya terdapat di bidang pendidikan saja, melainkan terdapat


di berbagai bidang, antara lain di lembaga permasyarakatan, di bidang
ketenagakerjaan, di perguruan tinggi, dan tentu saja di bidang pendidikan.
Bahkan, jika satu perguruan tinggi tidak memiliki ULD, akan segera mendapatkan
sanksi dari Pemerintah. Sanksi paling ringan berupa teguran, sanksi terberat
berupa pencabutan izin operasional.

Pada bidang pendidikan, ULD secara eksplisit disebutkan dibentuk untuk


mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif tingkat dasar dan menengah.
Pembentukkannya diinisiasi oleh Pemerintah Daerah. Dalam hal ini, Pemerintah
Daerah wajib memfasilitasi pembentukan ULD di daerahnya masing-masing.

Di beberapa daerah, saat ini telah terbentuk ULD-ULD. Tujuan utama


pembentukan ULD adalah untuk mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan
bagi penyandang disabilitas menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri, dan tanpa
diskriminasi.

b. Fungsi Unit Layanan Disabilitas

Fungsi ULD dalam bidang pendidikan, secara rinci disebutkan dalam undang-
undang tentang penyandang disabilitas dinyatakan sebagai berikut.

1. Meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah


reguler dalam menangani peserta didik penyandang disabilitas.

2. Menyediakan pendampingan kepada peserta didik penyandang disabilitas


untuk mendukung kelancaran proses pembelajaran.

3. Mengembangkan program kompensatorik.

4. Menyediakan media pembelajaran dan alat bantu yang diperlukan peserta


didik penyandang disabilitas.

5. Melakukan deteksi dini dan intervensi dini bagi peserta didik dan calon
peserta didik penyandang disabilitas.

6. Menyediakan data dan informasi tentang disabilitas.

7. Menyediakan layanan konsultasi.


8. Mengembangkan kerja sama dengan pihak atau lembaga lain dalam upaya
meningkatkan kualitas pendidikan peserta didik penyandang disabilitas.

ULD dapat memfasilitasi untuk meningkatkan kompetensi pendidik dan


tenaga kependidikan di sekolah umum atau sekolah inklusif dalam menangani
peserta didik penyandang disabilitas. Kompetensi yang perlu ditingkatkan
merupakan kompetensi yang dibutuhkan untuk melayani peserta didik
penyandang disabilitas.

Fungsi fasilitasi ini, menunjukkan ULD diberi kewenangan untuk


melakukan pelatihan, workshop, lokakarya, seminar, dan lain sebagainya.
Fasilitator peningkatan kompetensi guru dan tanaga kependidikan tersebut, bisa
dari internal ULD, maupun dari tenaga ahli dari eksternal.

Fungsi lain ULD adalah menyediakan media pembelajaran dan alat bantu
yang diperlukan peserta didik penyandang disabilitas. Ada dua hal yang menjadi
prioritas, yaitu media pembelajaran dan alat bantu. Kedua hal tersebut sangat
berkaitan dengan penyediaan akomomodasi yang layak bagi penyandang
disabilitas.

Media pembelajaran berkaitan dengan kemudahan peserta didik untuk


berkembang dan memiliki kemampuan dalam bidang akademik. penyediaan
akomodasi yang layak, semestinya termasuk penyediaan alat peraga
pembelajaran. Pada waktu-waktu tertentu guru akan kesulitan membelajarkan
bahwa bumi itu bulat, kalau tidak disertai dengan alat peraga yang memadai.

Penyediaan alat bantu bagi penyandang disabilitas berkenaan dengan


penyediaan sarana dan alat untuk mobilitas peserta didik. Misalnya, bagi peserta
didik yang memiliki hambatan fisik untuk berjalan, maka perlu diupayakan untuk
menyediakan kursi roda. Tentu bukan hanya alatnya saja, melainkan dengan
sarananya juga yang harus disertakan, yaitu pembuatan ramp di lingkungan
sekitar sekolah.
Fungsi lainnya dari ULD adalah menyediakan layanan konsultasi bagi
semua pihak yang berkaitan dengan layanan pendidikan bagi peserta didik
berkebutuhan khusus. Layanan konsultasi ini meliputi pengembangan peserta
didik, deteksi dan intervensi, identifikasi dan asesmen.

Layanan peningkatan pembelajaran semasa peserta didik mengikuti


program disekolah, dan layanan program pendidik transisi bagi peserta didik
menjelang meninggalka bangku sekolah. ULD dapat membantu sekolah untuk
mengembangkan kerja sama dengan pihak atau lembaga lain dalam upaya
meningkatkan kualitas pendidikan peserta didik penyandang disabilitas.

2. Pusat Sumber (Resource Center)

a. Pengertian

Pusat sumber dalam konteks pendidikan inklusif pertanyaan ini


dilatarbelakangi banyaknya istilah pusat sumber. Oleh karena itu, perlu lebih
dijelaskan pusat sumber dalam konteks apa. Pusat sumber dalam konteks
pendidikan khusus dan pendidikan inklusif adalah lembaga khusus yang ditunjuk
oleh pemerintah (pemerintah pusat/pemerintah daerah) sebagai pusat sumber
dalam pengembangan pendidikan khusus dan pendidikan inklusif.

Sumber ini dapat dimanfaatkan oleh semua pihak yang berhubungan anak
berkebutuhan khusus, khususnya dalam penangan dan pendidikannya. Dengan
demikian pusat sumber dapat menjadi sumber bagi orang tua, keluarga, sekolah
biasa/sekolah luar biasa, masyarakat dan pemerintah serta pihak lain yang
berkepentingan.

Saat ini yang dimaksud dengan pusat sumber dalam konteks pendidikan
khusus dan pendidikan inklusif adalah sekolah-sekolah khusus atau SLB yang
ditunjuk oleh Dinas Pendidikan setempat. SLB yang menjadi pusat sumber
merupakan SLB Inti atau SLB Pembina yang berada di kabupaten atau kota
setempat.
Meski keberadaannya tidak selalu ada di setiap kabupaten atau kota.
Meskipun pusat sumber itu berada di sekolah khusus tertentu tidak serta merta
pengurusnya berasal dari sekolah tersebut. Pengurus pusat sumber memungkinkan
berasal dari lembaga-lembaga yang berbeda.

b. Fungsi Pusat Sumber

Fungsi pusat sumber dalam implementasi pendidikan inklusif di sekolah inklusif


adalah :

1. Sebagai inisiator yang aktif dalam pelaksanaan pengembangan layanan


pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus, baik di sekolah inklusif
maupun di sekolah khusus.

2. Sebagai sumber dukungan dalam pengembangan proses pembelajaran bagi


peserta didik berkebutuhan khusus, baik di sekolah inklusif maupun di
sekolah khusus.

3. Sebagai pusat informasi bagi orang tua, keluarga, sekolah khusus dan sekolah
inklusif, serta masyarakat lain di sekitarnya.

4. Sebagai home base guru pembimbing khusus, hingga saat ini lokasi pusat
sumber berada di SLB atau sekolah khusus, dengan demikian pusat sumber
bisa jadi merupakan tempat berkumpulnya guru-guru SLB dan atau Guru
Pembimbing Khusus.

5. Sebagai koordinatoriat layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan


khusus, khususnya dalam melayani peserta didik di sekolah inklusif. Misalnya
saat melakukan terapi, intervensi, konsultansi, dan atau asesmen.

6. Sebagai mediator kerja sama antara sekolah dengan mitra-mitra kerja yang
lain.

c. Peran Pusat Sumber

Peran pusat sumber dalam pengembangan pendidikan inklusif adalah :


1. Memberikan informasi kepada sekolah-sekolah (sekolah inklusif dan SLB)
mengenai pendidikan inklusif.

2. Menyediakan bantuan terapi, intervensi, asesmen, layanan dan bimbingan


kependidikan bagi anak berkebutuhan khusus.

3. Melakukan inovasi di bidang pendidikan khusus/pendidikan inklusif.

4. Melakukan penelitian dan pengembangan implementasi pendidikan inklusif.

5. Merencanakan dan menyelenggarakan pelatihan bagi guru dari sekolah


inklusif dan guru dari sekolah khusus serta pihak lain yang membutuhkan
pelatihan mengenai pendidikan inklusif dan atau pendidikan khusus.

6. Menyediakan bantuan kepada berbagai pihak untuk meningkatkan layanan


kepada anak atau peserta didik berkebutuhan khusus.

7. Menjadi fasilitator dan mediator bagi semua pihak dalam implementasi


pendidikan inklusif.

B. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pendidikan Inklusif

1. Arah Perubahan Paradigma Pendidikan

Reformasi pemerintahan yang terjadi di Indonesia telah mengakibatkan


terjadinya pergeseran pemerintahan dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata
kepada daerah. Maksud pemberian otonomi ini adalah untuk lebih memandirikan
daerah dan memberdayakan masyarakatnya sehingga lebih leluasa dalam mengatur
dan melaksanakan kewenangan atas prakarsa sendiri.

Pemberian otonomi yang luas dan bertanggung jawab dilaksanakan


berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, peranserta masyarakat, pemerataan,
berkeadilan, dan memperhatikan potensi serta keanekaragaman daerah. Hal yang
lebih esensial dari otonomi adalah semakin besarnya tanggung jawab daerah untuk
mengurus tuntas segala permasalahan yang tercakup di dalam pembangunan
masyarakat di daerahnya, termasuk dalam bidang pendidikan.

Salah satu tujuan Undang-Undang No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah


adalah untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas,
meningkatkan peranserta masyarakat, termasuk dalam meningkatkan sumber dana
dan dalam penyelenggaraan pendidikan. Peran serta masyarakat dalam pendidikan
dapat dilakukan oleh perseorangan, kelompok, ataupun lembaga seperti yayasan,
organisasi masyarakat atau pihak swasta. Peran serta perseorangan, kelompok, dan
swasta dalam pendidikan akan lebih efektif karena hasil peranserta masyarakat dapat
secara langsung dinikmati oleh masyarakat itu sendiri.

2. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan atau peranserta seseorang


dalam suatu aktivitas tertentu atau obyek tertentu. Dengan demikian partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah ikutsertaan atau
peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif.

Partisipasi seseorang atau suatu kelompok masyarakat terhadap


penyelenggaraan pendidikan inklusif tergantung pada pengetahuan tentang
pendidikan inklusif sehingga terlihat pada (1) pengambilan keputusan terhadap
penyelenggaraan pendidikan inklusif, (2) reaksi terhadap pendidikan inklusif, (3)
sikap terhadap pendidikan inklusif yaitu perasaan terhadap penyelenggaraan
pendidikan inklusi; tingkah laku yakni apa yang hendak dilakukannya terhadap
penyelenggaraan pendidikan inklusif; dan keyakinan-keyakinan yang ada tentang
penyelenggaraan pendidikan inklusif tersebut; dan (4) kebutuhan terhadap
penyelenggaraan pendidikan inklusif.

Sedangkan tingkat partisipasi baik perseorangan maupun kelompok terhadap


penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu: (1)
derajat keterlibatan, mulai dari yang sekedar mengetahui adanya suatu usaha sampai
dengan ikut aktif menyumbangkan pikiran, tenaga, maupun materi; (2) prakarsa
keterlibatan, yang dapat dibedakan antara keterlibatan spontan, dengan persuasi, atau
melalui paksaan; (3) organisasi keterlibatan, yang dapat dibedakan menjadi
keterlibatan secara perseorangan atau secara kelompok; dan (4) sikap dalam
keterlibatan, mulai dengan yang mendukung, setuju, sampai yang menentang.

3. Bentuk Partisipasi Masyarakat

Permasalahan dalam pendidikan tidak mungkin diatasi hanya oleh pemerintah


dan atau lembaga persekolahan. Peran serta aktif dari masyarakat (orang tua,
keluarga/wali, masyarakat luas) diperlukan dalam mengatasi persoalan pendidikan
inklusif dan pelaksanaan program-program pendidikan inklisif. Partisipasi masyarakat
hendaknya tidak hanya dalam pendanaan, tetapi juga dalam bentuk sumbangan
pemikiran dan ketenagaan.

Bentuk peranserta masyarakat dalam pendidikan nasional tercantum dalam Peraturan


Pemerintah No. 39/1992 pasal 4 dan dikaitkan dengan penyelenggaraan pendidikan
inklusif yaitu :

(1) Pendirian dan penyelenggaraan satuan pendidikan pada jalur pendidikan sekolah
atau jalur pendidikan luar sekolah, pada semua jenis pendidikan kecuali
pendidikan kedinasan, dan pada semua jenjang pendidikan di jalur pendidikan
sekolah.

Dari ayat 1 ini adalah diharapkan baik sekolah-sekolah negeri dan swasta dapat
menyelenggarakan pendidikan iklusif.

(2) Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga kependidikan untuk melaksanakan atau
membantu pelaksanaan pengajaran, pembimbingan, dan/atau pelatihan peserta
didik.

Dalam ayat ke 2 ini dapat dikatakan bahwa bagi orang tua yang kebetulan
memiliki keahlian (profesi) dan waktu luang sebagai tenaga pengajar, diharapkan
dapat membantu sebagai tenaga pengajar di kelas inklusif, baik sebagai Guru
Kelas, Guru Bidang Studi, maupun guru Pembimbing Khusus.

(3) Pengadaan dan pemberian bantuan tenaga ahli untuk membantu pelaksanaan
kegiatan belajar-mengajar dan/atau penelitian dan pengembangan.

Dalam ayat ini dapat dikatakan bagi orang tua yang berprofesi sebagai Dokter,
Psikolog, Orthopedagog, Therapis, dan profesi lain yang relevan dengan anak-
anak yang memiliki kebutuhan khusus, diharapkan dapat membantu untuk
mengidentifikasi, melakukan asesmen, dan atau memberikan pembelajaran dan
atau pelatihan bagi anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus.

(4) Pengadaan dan atau penyelenggaraan program pendidikan yang belum diadakan
dan/atau diselenggarakan oleh pemerintah untuk menunjang pendidikan nasional.

Dalam hal ini, masyarakat diharapkan dapat menyelenggarakan antara lain Pusat-
Pusat Sumber (Resources Centres), Pusat-Pusat Rehabilitasi, dan sejenisnya, yang
dapat memberikan pelayanan/bimbingan bagi anakanak yang memiliki kebutuhan
khusus.

(5) Pengadaan dana dan pemberian bantuan yang dapat berupa wakaf, hibah,
sumbangan, pinjaman, beasiswa, dan bentuk lain yang sejenis.

Dalam ayat ini dapat berarti bahwa masyarakat diharapkan dapat memberikan
bantuan baik berupa dana, wakaf, hibah, sumbangan, pinjaman, beasiswa, dan
bentuk lain yang sejenis, untuk kepentingan pendidikan inklusif bagi anak-anak
yang memiliki kebutuhan khusus yang memerlukan.

(6) Pengadaan dana dan pemberian bantuan ruangan, gedung, dan tanah untuk
melaksanakan kegiatan belajar-mengajar.
Dalam hal ini, masyarakat diharapkan dapat memberikan bantuan, baik berupa
dana dan atau prasarana pendidikan untuk melaksanakan kegiatan belajar-
mengajar di sekolah-sekolah inklusif

(7) Pengadaan dana dan pemberian bantuan buku pelajaran dan peralatan pendidikan
untuk melaksanakan kegiatan belajar-mengajar.

Disini dapat berarti bahwa masyarakat diharapkan dapat memberikan bantuan,


baik berupa dana dan atau bantuan buku-buku pelajaran yang dibutuhkan serta
sarana pendidikan untuk melaksanakan kegiatan belajar-mengajar sekolah-
sekolah inklusif

(8) Pemberian kesempatan untuk magang dan/atau latihan kerja.

Dalam hal ini, para Pengusaha dan atau masyarakat Industri diharapkan dapat
memberikan kesempatan kepada anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus
dapat magang dan atau latihan kerja di instansinya.

(9) Pemberian bantuan manajemen bagi penyelenggaraan satuan pendidikan dan


pengembangan pendidikan nasional.

Dapat diartikan bahwa masyarakat dapat melibatkan diri dalam: membantu (1)
merencanakan (planning), (2) mengorganisasikan (organizing), (3) mengarahkan
(directing), (4) mengkoordinasikan (coordinating), (5) mengawasi (controlling),
dan (6) mengevaluasi (evaluation), penyelenggaraan sekolah-sekolah inklusif.

(10) Pemberian pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan


kebijaksanaan dan/atau penyelenggaraan pengembangan pendidikan nasional.

Dalam ayat ini dapat diartikan bahwa masyarakat diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dan atau pertimbangan berkenaan dengan penentuan
kebijaksanaan dan atau penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan inklusif.

(11) Pemberian bantuan dan kerja sama dalam kegiatan penelitian dan
pengembangan.

Dalam hal ini, masyarakat diharapkan dapat memberikan bantuan dan/atau kerja
sama dalam kegiatan penelitian dan pengembangan pendidikan inklusif.

(12) Keikutsertaan dalam program pendidikan dan atau penelitian yang


diselenggarakan oleh pemerintah di dalam dan/atau di luar negeri.

Kaitannya dengan pendidikan inklusif adalah masyarakat diharapkan dapat


terlibat dalam penyelenggaraan program pendidikan inklusif dan atau penelitian
dalam antara lain pengembangan pendidikan inklusif yang diselenggarakan oleh
pemerintah maupun pihak asing di dalam dan atau di luar negeri.

4. Menstimulasi Partisipasi Masyarakat

Kualitas sumber daya manusia (SDM) pada suatu daerah, tidak hanya
bergantung pada upaya-upaya yang dilakukan sekolah, namun juga tergantung pada
tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan. Semakin tinggi tingkat partisipasi
masyarakat terhadap pendidikan di suatu daerah, semakin maju SDM pada daerah
tersebut dan sebaliknya, semakin rendah tingkat partisipasi masyarakat terhadap
pendidikan di suatu daerah, semakin mundur pula SDM pada daerah tersebut.

Oleh karena itu, masyarakat hendaknya selalu dilibatkan dalam pembangunan


pendidikan di daerahnya. “Rasa ikut memiliki” sekolah inklusif hendaknya
ditumbuhkan pada masyarakat di daerah sekitarnya, sehingga kualitas sekolah
inklusif juga merupakan tanggungjawab bersama masyarakat setempat, bukan hanya
tanggung jawab Pemerintah, Kepala Sekolah, dan Dewan Guru.
Pemberdayakan masyarakat (perseorangan, dan kelompok seperti organisasi, yayasan,
dunia usaha, dan dunia industri) dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, perlu
dilakukan berbagai upaya, antara lain :

a. Sosialisasi tentang konsep, penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan inklusif


kepada para pembina dan pelaksana pendidikan di lapangan (baik sekolah negeri
maupun sekolah swasta), agar mereka memiliki persepsi yang sama. Materi yang
disosialisasikan adalah Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusf, yang
terdiri atas 8 (delapan) buku, yaitu :

1. Mengenal Pendidikan Inklusi;

2. Identifikasi Anak Luar Biasa;

3. Pengembangan Kurikulum;

4. Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Kependidikan;

5. Pengadaan dan Pengelolaan Sarana-Prasarana;

6. Kegiatan Belajar Mengajar;

7. Manajemen Sekolah;

8. Pemberdayaan Peranserta Masyarakat.

b. Pemerintah memfasilitasi berbagai kegiatan sekolah yang terkait dengan


penyelenggaraan pendidikan inklusi, antara lain :

1. Pengidentifikasian siswa yang memiliki kebutuhan khusus;

2. Pengembangan kurikulum dan bahan ajar;

3. Pengadaan dan pembinaan tenaga kependidikan. Tenaga kependidikan yang


terlibat dalam pelaksanaan pendidikan inklusif perlu diberi insentif seperti
tambahan penghasilan dan penghargaan lainnya (sertifikat, kemudahan naik
pangkat, dan sebagainya);
4. Pengadaan dan pengelolaan sarana-prasarana;

5. Manajemen sekolah;

6. Kegiatan belajar-mengajar; dan

7. Pemberdayaan masyarakat.

c. Pemerintah bersama Sekolah mensosialisasikan kepada masyarakat


(perseorangan, organisasi, yayasan, dunia usaha, dan dunia industri) baik secara
lisan maupun dengan bahan tertulis (brosur dan sejenisnya), mengenai :

1. Konsep dan perlunya penyelenggaraan pendidikan inklusif, sehingga


masyarakat memiliki persepsi yang sama mengenai pendidikan inklusif;

2. Program-program Pemerintah/Sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan


inklusif, baik program yang telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan,
maupun yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran
yang jelas.

5. Wadah Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat perlu diwadahi agar dapat dikelola dan dikoordinasikan


dengan baik dan lebih bermakna bagi sekolah, terutama dalam meningkatkan mutu
dan efektivitas dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. Oleh karena itu sesuai
dengan UU nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
(Propenas) 2000-2004 untuk lingkup sekolah inklusif wadah yang perlu dibentuk
adalah Komite Sekolah, dan untuk lingkup Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota wadah
berbentuk Dewan Pendidikan.

a. Komite Sekolah

Komite sekolah inklusif ditetapkan untuk pertama kali dengan Surat


Keputusan kepala satuan pendidikan, dan selanjutnya diatur dalam Anggaran
Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). Untuk kekuatan hukum maka
Komite Sekolah inklusif dapat dikukuhkan oleh pejabat pemerintah setempat
seperti Kepala Dinas Kabupaten, bupati atau walikota.

1. Keanggotaan Komite Sekolah inklusif terdiri atas :

a. Unsur masyarakat, yang dapat meliputi :

1) Orang tua/wali siswa;

2) Tokoh masyarakat;

3) Tokoh pendidikan;

4) Dunia usaha/industri;

5) Organisasi profesi tenaga kependidikan;

6) Wakil alumni;

7) Wakil siswa.

b. Unsur dewan guru, dan yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan.


Selain itu Badan Pertimbangan Desa dapat dilibatkan pula sebagai anggota
Komite Sekolah inklusif.

2. Peran Komite Sekolah inklusif sebagai :

a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan pelaksanaan


kebijakan pendidikan di sekolah;

b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran,


maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah;

c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan


akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di sekolah;
d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di sekolah.

3. Fungsi Komite Sekolah inklusif adalah :

a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap


penyelenggaraan pendidikan inklusif yang bermutu;

b. Melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/ organisasi/dunia


usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan inklusif yang bermutu;

c. Menampung dan menganalisis asspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai


kebutuhan pendidikan inklusif yang diajukan oleh masyarakat;

d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada sekolah


mengenai :

1) Kebijakan dan program pendidikan inklusif;

2) Rencana Angaran Pendidikan inklusif dan Belanja Sekolah (RAPBS);

3) Kriteria kinerja sekolah inklusif;

4) Kriteria tenaga kependidikan pada sekolah inklusif;

5) Kriteria fasilitas pendidikan inklusif, dan;

6) Hal lain yang terkait dengan pendidikan inklusif.

e. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan


inklusif guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan;

f. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan


pendidikan sekolah inklusif;

g. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,


penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan sekolah inklusif.
b. Dewan Pendidikan
Dewan Pendidikan adalah suatu badan yang bersifat mandiri dan otonom yang
menganut azas kebersamaan yang diatur oleh AD dan ART.

1. Keanggotaan Dewan Pendidikan terdiri atas :

a. Unsur masyarakat, yang dapat meliputi :

1) Lembaga Swadaya Masyarakat;

2) Tokoh masyarakat (ulama, budayawan, pemuka adat, dll.);

3) Anggota masyarakat yang mempunyai perhatian pada peningkatan


mutu pendidikan termasuk pendidikan inklusif atau yang dijadikan
unggulan di daerahnya;

4) Tokoh dan pakar pendidikan yang mempunyai perhatian pada


peningkatan mutu pendidikan termasuk pendidikan inklusif;

5) Yayasan penyelenggara pendidikan (sekolah, luar sekolah, madrasah,


pesantren);

6) Dunia usaha/industri/asosiasi profesi (pengusaha industri, jasa,


asosiasi, dll);

7) Organisasi profesi tenaga kependidikan (PGRI, ISPI, dll);

8) Perwakilan dari Komite Sekolah yang disepakati.

b. Unsur birokrasi sebagai unsur tambahan seperti unsur Dinas Pendidikan


setempat dan dari unsur Legislatif yang membidangi pendidikan, dapat
dilibatkan sebagai anggota Dewan Pendidikan maksimal 4-5 orang.

2. Peran Dewan Pendidikan sebagai :


a. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan pelaksanaan
kebijakan pendidikan termasuk pelaksanaan kebijakan pendidikan
inklusif;

b. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran,


maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan termasuk pendidikan
inklusif;

c. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan


akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan termasuk keluaran
sekolah inklusif; dan

d. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat


Daerah (legislative) dengan masyarakat.

3. Fungsi Dewan Pendidikan adalah :

a. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap


penyelenggaraan pendidikan termasuk pendidikan inklusif yang
bermutu;

b. Melakukan kerja sama dengan masyarakat (perorangan/


organisasi/dunia usaha/dunia industri) pemerintah, dan DPRD
berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan termasuk pendidikan
inklusif yang bermutu;

c. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai


kebutuhan pendidikan termasuk kebutuhan pendidikan inklusif yang
diajukan oleh masyarakat;

d. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada


pemerintah daerah/DPRD mengenai :

1) Kebijakan dan program pendidikan termasuk program pendidikan


inklusif;
2) Kriteria kinerja daerah dalam bidang pendidikan termasuk bidang
pendidikan inklusif;

3) Kriteria tenaga kependidikan termasuk tenaga kependidikan untuk


sekolah-sekolah inklusif, khususnya guru/tutor dan kepala satuan
pendidikan;

4) Kriteria fasilitas pendidikan termasuk fasilitas pendidikan inklusif;


dan

5) Hal lain yang terkait dengan pendidikan termasuk pendidikan


inklusif.

e. Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan


termasuk pendidikan inklusif;

f. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program,


penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan termasuk keluaran
pendidikan inklusif.
DAFTAR PUSTAKA

Nanang Ajim. 2020. “Sistem Dukungan Pendidikan Inklusif”,


https://www.mikirbae.com/2020/10/sistem-dukungan-pendidikan-inklusif.html?m=1. Diakses
pada 7 Juni 2022.

Jusuptop. 2011. “Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pendidikan Inklusif”,


https://id.scribd.com/doc/47099247/PEMBERDAYAAN-MASYARAKAT-DALAM-
PENDIDIKAN-INKLUSIF. Diakses pada 7 Juni 2022.

Anda mungkin juga menyukai